Semakin lama dada Ehsam justru semakin sesak, ia sungguh tidak tahan lagi dengan orang-orang yang berada di luar mobilnya itu, terlebih lagi ketika melihat wanita paru baya itu ikut terlibat membujuk serta meyakinkan jika ibunya kelak pasti akan menjemput sih anak tersebut.“Pembohong,” umpat Ehsam yang ikut merasa kesal.Ia heran, kenapa setiap orang tua pasti akan mengatakan hal yang belum tentu bisa mereka tepati. Kenapa juga ibu itu tidak bisa membawa anaknya ikut serta saja padanya, meskipun hidup penuh dengan kekurangan asalkan masih bisa bersama bukankah itu jauh lebih baik, kecuali jika mereka memang berniat pergi dan tidak ingin kembali.Tangan Ehsam menghidupkan mesin mobilnya yang sejak tadi menjadi saksi atas harunya perpisahan yang akan terjadi antara ibu dan anak itu, ia lalu menginjak pedal gas dan dengan kecepatan penuh layaknya seperti dalam area sirkuit ia lalu melesat pergi dari sana.Ehsam sempat melihat semua orang itu menatap kepergian mobilnya dengan penuh hera
“Ayo, Kak kita turun,” ajak Ihsan. Sudah lebih dari sepuluh menit sejak mobilnya memasuki halaman yayasan di mana anak itu tinggal, tetapi ia tetap tidak bergeming sedikitpun. “Kakak sakit?” tanya anak itu lagi sambil memperhatikan wajah Ehsam yang sedikit pucat serta keringat yang bercucuran di pelipisnya. “Tidak.” “Kalau begitu ayo kita turun Kak, kasihan Bunda nungguin.” Ehsam masih ragu dengan apa yang harus dipilihnya. Akankan ia turun atau pergi begitu saja, pada kenyataannya anak ini juga tidak tertabrak oleh mobilnya. Namun mendengar kalimat yang keluar dari mulut Ihsan, membuatnya ingin teriak. “Bunda,” sapa Ihsan yang baru saja keluar dari mobil yang akhirnya dibukakan oleh pemiliknya. “Ihsan …. Kamu sama siapa sayang? Apa yang terjadi?” tanya wanita paru baya itu terlihat kebingungan. “Tadi pas pulang aku jatuh di jalan, Bun. Terus aku ditolongin sama kakak ganteng ini,” ucap Ihsan menjelaskan setelah menyalami wanita itu. “Ya ampun hati-hati dong sayang ja
Ehsam sama sekali tidak menduga akan mendapatkan pemandangan yang begitu indah dari keelokan tubuh Visha yang hanya terbalut dengan handuk, kulit yang bersih seperti susu itu membuat darahnya mengalir dengan deras. Belum lagi dengan rambutnya yang terurai setengah kering itu sungguh membangkitkan harsat seksual yang dalam dirinya.Kaki Ehsam langsung melangkah cepat ketika gadis seksi itu meraih gagang pintu kamar mandi, ia sungguh tidak ingin melepaskan kesempatan emas yang ada di depan matanya.“Ka_kamu mau ngapain?” tanyanya gugup ketika Ehsam merengkuh tubuhnya dari belakang.“Aku ingin kamu, Sha,” bisik Ehsam dengan suara yang terdengar sangat berat.Bibir Ehsam menyentuh lembut daun telinga Visha hingga membuat gadis itu menggeliat, namun Ehsam tidak menghiraukan ia justru mengecupi apa saja yang bisa dijangkaunya mulai dari pipi sampai ke leher jenjang gadis itu.“He_hentikan … Sam ….” Suara Visha nyaris tidak terdengar, ia benar-benar takut jika handuk yang dikenakannya ini m
Ehsam langsung bangkit serta duduk di tepi ranjang, jantungnya seakan mau lepas kembali ketika mendengar suara perempuan yang sungguh tidak asing lewat benda pipih itu. Ia langsung menepuk dahinya saat teringat, jika ia salah mengambil handphone saat masih berada di masion tadi. Seharusnya memang bukan handphone ini yang dibawahnya, tapi kalau dirinya harus pulang lagi ke masion, yang ada nanti orang di rumah ini akan curiga padanya.‘Hallo, sayang? Ih, kok nggak ada suaranya, sih?’ Suara perempuan itu masih menggema di ruangan kamar.Ehsam menghela napas panjang, sudah berapa hari ia memang tidak pernah berkomunikasi lagi dengan perempuan pemilik suara itu, lebih tepatnya ketika ia melangsungkan pernikahan dengan Visha. Padahal perempuan itu merupakan salah satu target yang membawanya ke negera asalnya ini.“Iya.” Ehsam akhirnya menjawab dengan terpaksa, lagipula saat ini ia berada sendirian di kamar.‘Ya ampun, kamu ke mana aja sih sayang, aku kangen banget sama kamu. Kok, kamu men
“Kenapa sih, Mas?”Visha benar-benar bingung dengan ekspresi suaminya itu yang terlihat cangung, setelah menatap ke arahnya, wajahnya pun terlihat sangat memerah.“Em, itu ….”Jawaban Ehsam yang tidak jelas membuat, Visha semakin mengeryitkan dahinya. Belum lagi dia juga sambil menunjuk lehernya. Tangan Visha mengggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia sungguh tidak mengerti.“Harusnya kamu pakai baju yang lehernya tertutup saja,” bisik Ehsam.“Memangnya kenapa? Baju ini jelek ya?”Ehsam mengelengkan kepalanya, karna bingung mau menyampaikan seperti apa lagi karena Visha tidak peka. Akhirnya ia mengeluarkan benda pipih yang ada di sakunya, kemudian menghidupkan kamera depan terlebih dahulu, sebelum menyodorkannya pada Visha. “Astaga!” Tangan Visha langsung menutup mulut sendiri, sebelum suaranya menggema di ruangan tersebut, matanya pun seakan mau lepas saat itu juga. Tanpa berpikir lama, ia langsung mengambil langkah seribu, tanpa menyentuh makanan yang di sajikan terlebih dahulu.“
“Hei, siapa maksudmu kekasih gelapku?” tanya Ehsam dengan nada tinggi.“Clarie. Memang siapa lagi? Masa Flavia, mana mungkin dia mau jadi kekasih gelapmu.”Jawaban Marcel membuat Ehsam semakin emosi, sejak dulu sahabatnya ini selalu mengatakan jika perempuan itu adalah kekasih gelap baginya. Padahal kalau diperhatian justru yang sedang bicara itulah yang sepertinya sedang menyimpan perasaan pada Clarie.Bahkan beberapa kali Ehsam sempat menemukan bill dari restoran yang beralamatkan tempat tinggal Clarie yang tidak sengaja jatuh. Kalau bukan dia yang mengirim lalu siapa lagi, sebab dirinya tidak mungkin akan melakukan hal seperti itu.“Bukannya kamu yang jadi pengagum rahasianya dia?” goda Ehsam sambil terkekeh.“Hah, aku, kapan?” bantah Marcel.“Sudahlah Marcel, selama ini aku sudah cukup bersabar dijadikan tumbal olehmu. Jangan-jangan kalian pernah tidur bersama ya.”“Balum. Ah, maksudnya mana mungkin aku tidur bareng gadis gila itu.”Tawa Ehsam pecah ketika melihat raut wajah orang
“Bercanda kali, Sil. Masa iya aku minta bayar, yang ada kamu yang aku bayar buat nemenin aku.”Visha tertawa melihat ekspresi dari wajah asistennya itu yang masih termangu. Namun, ketika diperhatikan lagi, oraang yang di sampingnya ini seakan sedang memperhatikan sesuatu.Mata Visha mengikuti ke arah mana pandangan Sisil tertuju, tapi ia tidak menemukan orang yang dikenalnya dari banyaknya orang yang berlalu lalang di teras mall. “Kamu lihat siapa, sih?” tanya Visha penasaran, tadi ia pikir ekspresi wajah Sisil berubah karena kalimatnya barusan. Tapi sepertinya ia salah.“Mbak, lihat nggak tadi ada Mas Marcel lewat?”“Marcel?” Visha berpikir sejenak, “saudaranya Ehsam?””Sisil langsung mengangguk. “Enggak, emangnya ada Marcel tadi ya?”“Iya Mbak, sama cewek cantik lagi. Mereka baru aja masuk.”Suara Sisil sangat tidak bergairah, seperti ketika ia mendengar kabar jika ingin di ajak ikut serta ke Italia. Visha jadi menebak jika gadis itu mungkin saat ini sedang patah hati. Karena bebe
“Kenapa, kok kaget banget denger aku mau nyium kamu! Kita sering melakukannya bukan? Atau kamu pengen yang lebih dari sekedar hal itu. Aku sih mau aja,” ucap Ryu sambil mengedipkan sebalah matanya.“Jangan gila ya kamu. Aku itu sudah menikah.”Suara Visha terdengar sedikit keras, serta mempertegas kata ‘menikah’ pada Ryu, agar pria itu sadar, jika ia bukanlah gadis yang masih single atau bahkan kekasihnya yang dahulu.“Iya sayang nanti kita menikah ya. Kamu kayak udah nggak sabar banget mau menikah dengan aku,” ujar Ryu yang tak kalah kerasnya dari suara Visha barusan.Visha sama sekali tidak menduga jika pria itu justru mengatakan hal aneh, sehingga membuat para pengunjung mall yang ada di sana menatap ke arah mereka, Bisa-bisanya pria brengsek itu mengucapkan hal yang sangat menjijikan seperti ini. Memangnya dia belum puas sudah bikin malu di pesta pernikahan waktu itu, terus memukul suaminya juga sampai memar.“Suami aku itu bukan pria brengsek seperti kamu.”“Stt … nggak boleh ka
“Ka_kamu kenapa belum tidur?”Ehsam mencoba tersenyum pada Visha, ia melihat mata istrinya itu sudah sangat lelah, namun kenapa dia justrubelum tidur? Atau se benarnya sudah terlelap tapi malah terbangun olehnya. “Aku nunguuin kamu dari tadi.” Visha lalu merapatkan tubuhnya ke Ehsam. “Gimana Marcel? Dia baik-baik aja, kan?” sambungnya.Ehsam mengangguk pelan, sambil menjauhkan tanganya yang terluka agar tidak tersenggol oleh Visha yang kini memeluknya erat.“Syukurlah kalau begitu, aku lega mendengarnya.”“Iya, aku juga.”Visha tersenyum senang mendengar kabar itu dari Ehsam, sejak kepergian Ehsam untuk menemui Marcel benar-benar membuatnya sangat khawatir. Selain mencemaskan perasaan saudara suaminya yang sedang patah hati itu, Visha juga takut, kalau seandainya mereka berdua yang justru bertengkar, karena salah paham.Melihat suaminya itu kini pulang selamat tanpa ada bekas luka, sungguh membuat Visha sangat bersyukur. Tangan Visha mengusap wajah Ehsam secara perlahan, menikmati se
Ehsam melihat Marcel yang langsung berdiri dari tempat duduknya, sambil mengepalkan tangan dengan kuat. Matanya juga dipenuhi kabut amarah yang menyala. “Sudahlah, aku tidak apa-apa.” Ehsam mencoba meredam emosi yang ada dalam diri sahabatnya itu. Ia tahu betul, bagaimana pria itu jika sudah emosi, tapi menurutnya ini bukan saatnya untuk Marcel ikut campur. Lagipula yang dia hadapi hanya bocah yang sedang bermain layaknya seorang bos besar. Sungguh bukan tandingan Marcel. Jadi, Ehsam pikir buat apa diladeni orang yang seperti itu. Sama sekali tidak ada untungnya. “Apa yang melakukannya itu pria brengsek, mantan kekasih dari istrimu?” tebak Marcel kemudian. “Bukan! Tapi orang suruhannya.”Tangan Ehsam meraih kotak obat yang ada di laci, kemudian ia pun mulai menyiramkan cairan antiseptik ke telapak tangannya sendiri. “Apa? Orang suruhan? Berani sekali dia menyuruh orang untuk melukaimu seperti ini.” Marcel kemudian membantu Ehsam mengobati lukanya, sebenarnya Ehsam menolak tapi,
Ehsam meringis sambil memegangi perutnya yang baru saja terkena pukulan, untung saja wajahnya yang tampan itu tidak sampai mencium lantai, saat tubuhnya tersungkur. Kalau sampai hal itu terjadi, entah bagaimana ia mengatakannya pada Visha saat pulang nanti.Lagipula saat ini pikirannya benar-benar sangat kacau, karena memikirkan sahabatnya itu yang belum tahu di mana keberadaannya. Sehingga ia sama sekali tidak berpikir jika orang suruhan Ryu itu akan memukulnya.‘Sialan. Bisa-bisanya di saat seperti ini, aku malah diajak main-main dengan bocah ingusan, ck!’ pikir Ehsam, sambil berdiri.Ehsam menautkan tangan sambil membunyikan tulang di ruas-ruas jemarinya. “Aku tidak ada waktu untuk bermain sama beruang! Jadi, ayo sini kembalikan kunci mobil itu, atau kamu akan menyesal.”Pria bertubuh besar itu lantas tertawa terbahak-bahak, mendengar ucapan Ehsam yang seakan meremehkannya. Dia lalu meletakkan kunci itu di atas atap sunfroof mobilnya.“Ambil saja sendiri, itupun kalau kamu bisa m
Setelah mengambil motornya yang Ehsam parkiran di mall untuk mengantar Visha pulang, akhirnya ia pun kembali ke mansion.Ehsam sangat khawatir dengan kondisi sahabatnya itu, sejak kejadian di restoran jepang tadi. Pikiran Ehsam semakin kalut, ketika tidak mendapati mobil pria itu di basement. Itu bertanda jika Marcel belum menginjakkan kakinya kembali, sejak ia pergi meninggalkan mansion. “Ck! Nggak aktif lagi nomornya.” Ehsam mencoba menelpon ke nomor handphone lain milik Marcel, tiba-tiba ia dikejutkan dengan suara benda bergetar yang terletak di dekat meja laptop, tidak jauh dari tempatnya berdiri.“Sial. Dia juga tidak membawa handphonenya yang ini lagi.” Ehsam terlihat sangat frustasi, ia benar-benar cemas dengan kondisi mental Marcel.Ehsam paham betul, pria itu pasti sangat malu sekali. Atau bahkan mungkin rasanya ingin menghilang saja dari muka bumi. Ketika mengungkapkan perasaannya di hadapan orang banyak, tapi justru ditolak mentah-mentah begitu saja. Ehsam menjatuhkan
Visha bingung, melihat Ehsam yang masih mematung, bahkan tangannya yang berada di area itu tidak bergerak. Membuatnya sedikit jengah, apa miliknya tidak sebanding dengan perempuan tadi, kah? Jujur saja melihat ada perempuan yang tiba-tiba menghampiri, serta melakukan hal yang tidak senonoh di depan mata membuat darahnya menjadi mendidih. Apalagi saat, dengan sengajanya perempuan gila itu menggesekkan bagian dadanya ke lengan suaminya ini. Rasanya ia ingin sekali menjambak, serta menendangnya dari sisi Ehsam. Namun, nyatanya ia hanya bisa terdiam melihat adegan tersebut. Tanpa melakukan apapun, tidak saat ketika ia memergoki mantannya yang sedang asik bercumbu. Di sisi lain, ia juga bersyukur jika Ehsam juga merasa tidak nyaman atas kehadiran makhluk astral itu. Ia juga melihat beberapa kali Ehsam sudah mencoba untuk menghindar dari makhluk itu. Tadinya Visha ingin melakukan hal ini ketika mereka kembali berada dalam mobil, Visha ingin Ehsam melupakan pesona dari tubuh perempuan ya
Ehsam melihat kepergian Marcel dengan perasaan yang tak bisa digambarkan, tadinya ia memang sangat marah kenapa Marcel membiarkan perempuan yang bersamanya itu bisa sampai ke tempat meja. Kenapa dia tidak menjagainya dengan baik, atau bila perlu segera mengajak pergi perempuan itu dari sini. Namun, saat melihat bagaimana dia menebus kesalahannya di depan semua orang seperti tadi, bahkan sampai mempermalukan dirinya sendiri. Ia merasa jadi tidak enak hati, kobaran api yang sudah menggunung itu tiba-tiba lenyap, yang tersisa kini hanya perasaan sedih sekaligus khawatir atas Sepeninggalan pria itu dari ruangan ini.Ehsam menghela nafas dalam, tenggorokannya kini terasa pahit. Ia jadi ikut merasakan, apa yang dirasakan oleh sahabatnya itu. Ia tidak tahu pasti, itu semua hanya sandiwara semata yang dibuat oleh Marcel, agar rencana mereka tidak ketahuan oleh Visha dan Clarie. Atau memang sebuah pengungkapan, untuk semua perasaan yang terpendam selama ini.Jika semua hanya rekayasa, agar d
Uhukk... uhukk. Air yang baru saja di minumnya hampir saja keluar lagi, saat melihat orang yang kini berdiri di hadapannya. Ehsam sama sekali tidak menduga, jika perempuan yang duduk bersama Marcel itu tiba-tiba menghampiri meja.Mata Ehsam mencari sosok Marcel yang tidak terlihat batang hidungnya di meja, bukankah mereka tadi sedang asik mengobrol. Tapi, kenapa perempuan ini bisa lepas dari genggaman sahabatnya itu.“Ya ampun, kenapa nggak bilang sih. Kalau kamu itu ada di sini juga,” ucapnya perempuan yang tidak lain adalah Clarie itu. Tanpa basa-basi Clarie langsung menghempaskan bokongnya, di sofa yang Ehsam tempati, bukan hanya duduk biasa melainkan memepet Ehsam dengan agresif. Ehsam sama sekali tidak berani melihat ke arah Visha, istrinya itu pasti sekarang sedang melongo melihat tingkah laku Clarie, ia sudah berusaha untuk bergeser. Namun, Clarie sama sekali tidak memberikannya ruang di antara mereka. Keringat dingin membasahi dahi Ehsam, di kala tangan Clarie di taruh di
Manik Ehsam menatap Visha, berharap gadis yang di hadapannya ini mau berubah pikiran, dan tidak jadi makan di restoran ini, sebab matanya tadi sempat menangkap sepasang sejoli, yang tidak lain adalah Marcel dan Clarie. Mereka sedang menikmati hidangan yang terletak di atas meja, yang tempatnya tidak jauh dari mereka berdiri.“Kita pindah saja, ya. Kamu lihat kan, di sini nggak ada tempat kosong lagi,” ucap Ehsam mencoba meyakinkan kembali.Namun, tiba-tiba seorang pegawai retoran justru menghampiri mereka. Bukan itu saja, pegawai itu juga justru merekomendasi tempat duduk, yang baru saja ditinggal oleh pengunjung sebelumnya.Ehsam tidak bisa berkutik, ketika Visha justru menyetujui apa yang barusan diusulkan oleh pegawai tersebut, mustahil baginya untuk meninggalkan Visha sendirian di sini. Bukankah ia sudah yang janji tadi, akan menemani gadis itu terlebih dahulu.“Sialan, kenapa mereka juga ada di sini?” batin Ehsam yang mulai merasa gelisah.Tadi ia sudah sedikit tenang, ketika men
Suara ketukan itu membuat Visha dan Ehsam panik, mereka langsung menjauhkan diri satu sama lain. Mereka langsung tersadar, jika masih berada di parkiran yang terletak di depan mall, Visha merapikan rambutnya terlebih dahulu sebelum menurunkan kaca mobilnya, beruntung kaca mobil Visha tidak tembus pandang. Meskipun tidak menghilangkan rasa cangung yang menjalar di antara mereka, ia sama sekali tidak bisa membayangkan, seandainya ada orang yang memergoki mereka sedang berciuman. “Ya ampun Mbak Visha, maafin saya ya. Seharusnya saya tadi nggak ninggalin Mbak Visya sendirian. Coba aja saya nggak diare, pasti Mbak nggak akan ngealamin hal seperti itu,” ucap Sisil panjang lebar, dibarengi dengan isak tangis.Dahi Visha berkerut mendengar suara asistennya terdengar besar itu, bahkan sampai mengundang atensi orang yang lewat di area parkir.“Udah aku nggak apa-apa kok, buruan masuk.” Visha mencoba menenangkan. “Enggak apa-apa gimana? Mbak Visha itu tadi habis disandra, kan. Gimana kalau ad