Share

Bab 64

Penulis: Pena_Zahra
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Bukan gitu, Pak," ringis Ayleen, berharap lelaki itu percaya.

"Lalu, apa?!" tuduh Abraham lagi. Kembali meringis karena kepalanya justru semakin berdenyut. "sudahlah! Cepat kemari kan buburnya, biar saya bisa segera minum obat," titahnya, menyodorkan tangan.

Ayleen menurut, memberikan mangkuk ke hadapan sang majikan, bersiap meninggalkan lelaki itu. Namun, baru saja dirinya berbalik, suara denting sendok yang terjatuh ke atas lantai justru terdengar. Refleks dirinya berbalik dan terkejut saat melihat raut pucat Abraham.

"Pak! Bapak gak apa-apa?!" pekiknya, tanpa sadar memegang pundak Abraham dengan raut panik di wajah.

"Bantu saya menyuap bubur, Ay," titah Abraham.

"Baik, Pak. Sebentar, saya ambilkan sendok yang baru," ujar Ayleen, berjalan ke arah pintu keluar. Tak lama kemudian, wanita itu kembali dengan sendok yang baru, lalu dengan telaten menyuapi sang majikan yang kini duduk bersender.

Ayleen bahkan membantu Abraham meminu
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Pena_Zahra
sama sama Akaak
goodnovel comment avatar
ulfatu ludfiati
terimakasih kakak, hari ini up panjang setia menunggu lanjutannya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 65

    "... Abra! Abra bangun! ABRA!" panggil seseorang dengan kencang, menggoyangkan lengan atas lelaki itu yang sedari tadi bergerak gelisah, keringat bercucuran serta mulut mengigau.Abraham pun seketika membuka mata. Ia terengah-engah sambil beringsut duduk dengan tatapan nyalang ke sekitar, nampak linglung.Tatkala dirinya benar-benar sadar seratus persen, lelaki itu menatap nanar ke arah orang yang telah membangunkan tidurnya. "Ma ... ma," panggilnya teramat lirih."Iya, ini Mama, Nak. Ada apa? Kenapa kamu tiba-tiba berteriak kencang seperti itu? Apa kamu tengah bermimpi buruk?" tanya Bu Emil bertubi-tubi."Aku—," Suara Abraham tercekat. Ia bahkan berusaha menarik napas yang seketika tersendat. Jakunnya bahkan terlihat naik turun karena tenggorokannya mengering.Bu Emil yang melihat sang putra nampak kesulitan, segera meraih segelas air yang berada di atas nakas, memberikannya pada lelaki itu yang segera meminumnya setelah mengucapkan basm

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 66

    "M-maaf, Pak. Tapi, saya boleh bertanya, gak?" ucap Ayleen takut-takut."Tanyalah," sahut Abraham penasaran bersama degup jantungnya yang berdetak semakin kencang."Itu ... kejadian tadi malam, apakah Bapak tidak mengingatnya sedikit pun?" desak Ayleen.Abraham bungkam, matanya menatap lurus pada Ayleen yang seketika ikut gugup, menahan tegang. "Tidak." Lelaki itu berujar tegas.Ayleen seketika menghela napas lega, mengusap dadanya, sedikit tersenyum."Kenapa kamu terlihat lega seperti itu? Apa itu berarti, tidak ada yang terjadi di antara kita?" tanya Abraham, sedikit berbinar."Iya, Pak. Tidak ada," sahut Ayleen, tersenyum lebar."Oh, syukurlah. Saya takut telah bertingkah aneh padamu saat sakit. Karena jujur saja, saya suka bertingkah manja. Jadi saya sangat senang mendengar ucapan kamu ini," ungkap Abraham senang.Namun, tatkala dirinya melihat perubahan signifikan reaksi Ayleen, lelaki itu kembali diserang

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 67

    Hartawan terlihat menghela napas berat, nampak beban berat menggelayuti wajahnya sehingga membuat keduanya saling pandang dengan kening berkerut. "Tapi, sebelum Papah mengatakannya? Lebih baik kita makan terlebih dahulu, karena topik pembicaraan yang akan kita bahas ... berat.""Apakah pembicaraan itu berhubungan dengan kami berdua?" tanya Abraham."Tentu saja, dan hal ini berkaitan erat dengan Ayleen. Karena itu ...," Pak Hartawan kembali menarik napas dalam-dalam, merasa sangat gugup saat ditatap sedemikian rupa oleh keduanya. "mari kita makan terlebih dahulu," ajaknya."Baik. Saya paham, Pah. Ayo, Ay, kita makan dulu," ajak Abraham, menengahi.Ayleen menurut, kembali duduk di tempatnya semula. Sementara Sam kini ia letakkan di atas stroller yang memang mereka bawa dari rumah. Bocah itu terlihat asyik bermain dengan food feeder miliknya.Ketiganya makan dalam diam, hanya terdengar bunyi denting alat makan beradu sehingga atmosfer ruanga

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 68

    Ayleen akhirnya tenang setelah beberapa saat berlalu. Wanita itu bahkan kini telah menyelesaikan makannya yang sempat tertunda.Ruangan nampak hening, semuanya terlihat larut dalam lamunan masing-masing saat pintu tiba-tiba dibuka dari luar, membuat Ayleen dan juga Abraham menoleh serempak."Akhirnya kamu datang juga!" seru Pak Hartawan sambil tersenyum lebar. Ia bahkan segera bangkit berdiri guna menyambut kedatangan orang tersebut. Berbeda dengan Abraham yang justru segera membuang muka. Wajahnya bahkan terlihat begitu dingin.Sementara Ayleen sedikit kikuk, bingung antara menyambut atau diam saja."Papah nyuruh aku datang, buat apa?" tanya Airin sedikit ketus saat melihat keberadaan Ayleen di sana. Ia meletakkan sedikit kasar tas tangan miliknya di atas meja. Namun tatkala dirinya melihat keberadaan Abraham, wanita itu segera mengubah mimik wajahnya menjadi lebih lembut."Eh, ada papahnya Sam." Rambut panjangnya segera ia selipkan di b

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 69

    Ayleen langsung membuang wajahnya menatap ke arah jalanan. Andai saja dia sedang sendirian saat ini, mungkin ia akan mengibas-ngibas wajahnya dengan telapak tangannya.'Kenapa wajahku memanas gini cuma karena hal sepele begitu, sih?' rutuk Ayleen dalam hati.Ia lantas berusaha mengalihkan fokusnya dengan mengajak Sam berceloteh meskipun bocah kecil itu belum bisa menyahuti celotehan Ayleen. Sementara, Abraham tetap fokus menyetir hingga akhirnya mobil yang mereka tumpangi berhenti.Abraham sigap turun lebih dulu dan membantu Ayleen menggendong Sam. "Saya masuk duluan, ya," ucap Abraham seraya bersiap melangkah."Iya, Pak. Silakan." Ayleen menyahut singkat saat dirinya sibuk membereskan beberapa barang bawaan di dalam bagasi mobil. Abraham lantas berjalan masuk ke rumah lebih dulu, sementara Ayleen menyusul setelahnya, tangan kanan dan kirinya penuh dengan barang barang bawaan Sam, termasuk stroller. Rumah mewah itu tampak lengang, sepertinya Bi Ida dan Bu Emil sudah masuk ke kamar d

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 70

    "Airin memang karakternya seperti itu, Ay. saya rasa kamu nggak perlu terlalu mikirin sikap dia ke kamu. Dia memang begitu sikapnya," ucap Abraham berusaha menghibur gundah hati yang dirasakan Ayleen.Ayleen terdengar menghela napasnya berat. Rasanya ia masih tidak menyangka kalau ternyata dia dan Airin adalah saudara kembar yang cukup lama terpisah. "Pak Abra benar, seharusnya ini menjadi kabar yang membahagiakan buat saya, bukan? Nggak seharusnya saya bersedih begini," sahut Ayleen. Entah mengapa perasaannya justru jauh lebih baik dari sebelumnya."Benar, seharusnya kamu bahagia dengan kabar itu, Ay. Sungguh, saya juga nggak menyangka kalau ternyata kamu merupakan anak kandung Papah juga. Itulah kenapa, saat pertama melihatmu saya seperti melihat Airin, tapi dengan versi yang berbeda, bahkan sempat berburuk sangka bahwa kamu adalah Airin yang sedang mencari perhatian saya kembali dengan melakukan penyamaran." Abraham pun menyatakan pendapatnya tentang fakta yang baru terungkap mala

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 71

    Sinar mentari pagi menembus masuk ke dalam kamar Abra, melalui celah ventilasi. Abraham yang baru saja membuka mata, tampak menggeliat perlahan untuk meregangkan otot-ototnya.Abraham duduk lalu bersandar di kepala ranjang. Duda tampan beranak satu itu tiba-tiba mengusap wajahnya beberapa kali dengan kasar."Astaga … bisa-bisanya aku menawarkan Ayleen untuk mengantarnya mengunjungi makam ibunya. Apa-apaan kau ini, Abra!" rutuk Abra pada dirinya sendiri.Ya, pria itu memang menyesali ucapannya pada Ayleen sepanjang malam. Ia pikir karena terbawa suasana saja sampai-sampai dia menawarkan untuk mengantar Ayleen."Cih, ada-ada saja kau, Abra. Terlalu terbawa suasana, malah mengatakan hal yang tak perlu," ucapnya lagi sambil mengusap-usap wajahnya yang terasa kasar. Cambang halusnya mulai memanjang, dan Abra pikir hari ini dia harus bercukur sedikit. "Ayleen pasti bingung dengan perkataan saya itu, pokoknya saya harus jelaskan biar dia tidak salah paham," ucapnya. Pria itu lantas turun d

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 72

    "Maaf, tapi maksud Ibu apa ya?" tanya Ayleen ragu-ragu.Ayleen melirik ke arah Abraham yang tampak sibuk menatap jam tangannya. Abraham bahkan pura-pura tak melihat saat Ayleen menanyakan kenapa Bu Emil bersikap begini secara tiba-tiba dari gerak bibir tipisnya.Pria itu justru berdiri tanpa memberi jawaban pada Ayleen yang dilanda kebingungan. "Ma, Abra berangkat ke kantor dulu," ucap Abraham menginterupsi. Bu Emil lantas melepaskan pelukannya terhadap Ayleen dan melihat putranya bersiap pergi.Abraham mengulurkan tangan untuk meraih punggung tangan Bu Emil lantas menciumnya takzim sebelum berangkat ke kantornya. Hal yang selalu dia lakukan selama ini meskipun terkesan kolot, karena kebanyakan sudah tidak ada yang melakukan hal demikian saat hendak pergi ke mana pun."Hati-hati di jalannya, Abra," ucap Bu Emil sembari mengusap pelan belakang kepala Abraham. Pria itu mengangguk, lalu kini tatapannya beralih pada Sam yang berada di gendongan Ayleen yang masih menanti jawaban dari ibu

Bab terbaru

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 113

    Ayleen menjejakkan kakinya ke dalam kamar hotel yang telah diatur, seolah-olah menunggu kedatangan pasangan pengantin baru. Cahaya lembut dari lentera aroma menyala redup, memancar ke seluruh ruangan, menyelimuti segala sudut dengan kehangatan yang mengundang. Di pojok kamar yang menawarkan sudut yang paling menenangkan, sebuah ranjang yang menggoda dengan ukuran king terhampar dengan sempurna, menciptakan fokus yang tak terhindarkan begitu seseorang memasuki ruangan. Ranjang itu bukan hanya sekadar furniture biasa; ia adalah pusat segala kemewahan dan keindahan. Di sekelilingnya, kelambu sutra putih mengalir dengan anggun, membingkai ranjang dengan sentuhan lembut yang melambangkan keintiman dan romansa. Setiap lipatan kelambu menambahkan kedalaman pada suasana ruangan, seolah-olah mengundang seseorang untuk memasuki dunia impian yang diciptakan oleh ranjang itu sendiri. Dan di puncak ranjang, sepasang bantal berwarna krim diletakkan dengan hati-hati, menambahkan sentuhan akhir da

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 112

    Dinginnya sel penjara menyergap Airin begitu dia terbangun dari tidurnya yang tidak nyenyak. Dengan mata yang terbuka perlahan, dia merasakan kekakuan menyelubungi tubuhnya seperti selimut yang tak diinginkan. Udara di sekelilingnya terasa padat, menyebabkan napasnya tersengal-sengal di dalam ruangan sempit dan gelap itu.Langit-langit yang rendah menyelimuti sel itu dengan kegelapan. Cahaya redup dari lampu yang kusam hanya menyorot sudut-sudut gelap, meninggalkan bayangan-bayangan menyeramkan di setiap sudut ruangan. Udara terasa kaku dan hampa.Airin berusaha untuk duduk tegak, tetapi rasa lesu yang melumpuhkan tubuhnya membuatnya terpaksa membiarkan dirinya terbaring kembali di atas kasur yang keras dan dingin. Dia merasakan getaran dingin merambat dari lantai beton ke dalam tulang-tulangnya, menyebabkan tubuhnya menggigil tanpa henti.Setiap hembusan napasnya terasa berat, seperti tercekik oleh udara yang terasa sesak. Dia merasakan kekosongan yang mengisi ruang di dalam dadanya,

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 111

    Langit senja memerah di ufuk barat ketika Hartawan memarkir mobilnya di depan rumah sakit. Udara sejuk April menyapa mereka begitu mereka keluar dari mobil. Di sampingnya, Ayleen menatap bangunan putih itu dengan ekspresi khawatir yang tersemat di wajahnya. Di dalam, Abraham baru saja diberi izin untuk pulang, tetapi kemampuan fisiknya masih terbatas. Pak Hartawan membantu Abraham, memastikan bahwa kursi roda sudah terpasang dengan baik. Abraham terlihat rapuh di antara dua sosok kuat di sisinya. Ayleen menggenggam erat tangan Abraham."Pak Abra, pasti bisa melakukannya," kata Ayleen dengan lembut, matanya penuh dengan keyakinan.Abraham tersenyum tipis. "Saya tahu."Pak Hartawan menatap kedua anak itu. Dia melangkah maju dan membuka pintu rumah, mempersilakan mereka berdua masuk. Pak Hartawan berjalan di depan, memastikan bahwa jalur keluar tidak terhalang.Mereka melintasi lorong-lorong yang dikenal oleh Abraham dengan hati-hati. Setiap langkah terasa berat bagi Abraham, tetapi dia

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 110

    Pak Hartawan menatap layar ponselnya dengan pandangan tajam, mata yang biasanya berkilat dengan kemarahan. Tangannya gemetar ketika ia mencoba menekan nomor telepon Airin, namun tak ada jawaban yang menyambut. Dia telah mencoba berkali-kali, tapi hasilnya tetap sama: keheningan dari sisi lain jalur telepon."Sial!" Pak Hartawan melemparkan ponselnya ke sofa dengan geraman frustrasi. Setelah mengetahui bahwa Airin adalah dalang di balik tragedi yang menimpa Abraham, api kemarahannya semakin berkobar. Ia tak bisa lagi menahan amarahnya yang memuncak, dan satu-satunya pikiran yang menghantui benaknya adalah bagaimana untuk menemui wanita itu.Tanpa ragu, Pak Hartawan bangkit dari sofa dan melangkah menuju pintu. Langkahnya cepat. Sebelum meninggalkan rumah, ia mengambil teleponnya kembali, kali ini untuk menelepon polisi. Setelah kemarin ragu untuk memberitahu lokasi Airin, akhirnya dia memutuskan memberi informasi itu sekarang."Saya tahu di mana Airin berada," ucap Pak Hartawan dengan

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 109

    Dalam ruang interogasi yang redup, Surya duduk dengan tatapan kosong, merasakan beban keheningan yang menekan di sekelilingnya. Di hadapannya, barisan petugas polisi duduk dengan serius, wajah-wajah mereka memancar tajam. Detik-detik terasa berlalu dalam suasana yang kaku dan hening, seolah-olah waktu telah membeku di tempat itu.Tidak ada yang mengucapkan sepatah kata pun, kecuali mungkin suara desisan halus kertas yang terlipat saat petugas mencatat apa yang dikatakan Surya. Tatapan mereka menuju ke arah Surya, menembus ke dalam dirinya dengan tajam, mencari kebenaran di balik kata-katanya, mencari jejak kelemahan yang mungkin bisa mereka manfaatkan.Surya merasakan tekanan, menghantamnya seperti badai yang mengguncang pikirannya. Dia merasa seperti ditempatkan di bawah mikroskop, diperiksa setiap pikiran dan perasaannya, tanpa celah untuk bersembunyi dari pandangan tajam petugas yang duduk di hadapannya. Rasa tak nyaman yang dalam menyelimuti hatinya, seolah-olah membalutnya.Dalam

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 108

    "Saya yakin Surya adalah pelakunya." Kalimat itu terucap dari bibir Helmy ketika ia menekan tombol telepon dengan gemetar. Suara deru kendaraan dan laporan polisi yang tak henti-hentinya terdengar di latar belakang, menciptakan suasana tak pasti di sekitar Helmi."Saya melihatnya di CCTV jalan," lanjutnya, suaranya terengah-engah karena kepanikan yang merasukinya. "Saya yakin itu dia. Surya!"Di ujung telepon, petugas polisi menangkap setiap kata Helmy dengan serius. "Baik, kami akan segera mengambil langkah-langkah selanjutnya. Apakah Anda bisa memberikan deskripsi lebih detail?" Helmi mencoba menenangkan dirinya sejenak sebelum memberikan deskripsi yang diperlukan. "Dia memiliki ciri-ciri khas, tinggi, berambut hitam. Saya yakin dia nggak akan jauh. Kami harus segera menangkapnya sebelum dia menghilang!"Petugas polisi mencatat dengan cermat setiap kata yang disampaikan Helmi. "Kami akan menyebarkan informasi ini ke seluruh anggota kami. Terima kasih atas bantuannya. Kami akan s

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 107

    Ayleen berdiri tegak di tengah dapur rumah sakit, menatap meja dengan serius. Di depannya terhampar berbagai bahan yang telah dia persiapkan untuk membuat bubur ayam, hidangan favorit Abraham. Tangan halusnya bergerak, mengambil bahan-bahan yang dibutuhkan.Dengan gerakan yang lembut, Ayleen mengambil mangkuk dari rak di sampingnya, dia menyalakan kompor, di mana api kecil mulai memancar di dalam ruangan yang terasa dingin. Cahaya api yang membara menari-nari di wajah Ayleen, menciptakan bayangan-bayangan yang menarik di dinding dapur.Ketika suara api kecil menggeliat dan berdentum di belakangnya, Ayleen mengalihkan perhatiannya kembali ke bahan-bahan di depannya. Dia dengan hati-hati menuangkan air ke dalam mangkuk, mendengarkan gemericikannya yang lembut saat air bertemu dengan permukaan logam. Setelah itu, dia mengatur api di bawah panci dengan hati-hati, memastikan bahwa suhu yang tepat tercapai untuk memasak bubur dengan sempurna.Dengan gerakan yang hati-hati, Ayleen mengambil

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 106

    Airin berbaring gelisah di atas ranjang hotel yang nyaman, matanya terpaku pada layar smartphone di tangannya. Cahaya yang samar dari lampu malam menyala memantul di wajahnya yang tegang, menciptakan bayangan yang menyeramkan di ruangan yang sunyi.Dengan napas yang terengah-engah dan jari-jemari yang gemetar, dia meluncurkan ujung jarinya di atas permukaan kaca halus ponselnya, memicu sentuhan elektronik yang membangkitkan kilatan cahaya biru. Di dalam relung internet, dia merambat dengan cermat, mencari setiap celah informasi yang mungkin bisa menghilangkan kegelisahannya. Detak jantungnya berdegup kencang, tak lagi mampu diatur oleh kesadarannya yang terjaga oleh gelisah. Ketakutannya meluap dalam aliran tak beraturan, membentuk riak-riak yang merayap dalam pikirannya. Khawatir yang tak kunjung mereda, menggelayuti dirinya seperti hujan deras yang tak kenal henti. Pikirannya hanya terisi oleh satu nama, Surya. Setiap klik dan ketukan di layar menyebabkan Airin semakin terbenam. C

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 105

    Langit pagi yang cerah menyambut Surya dengan hangat saat dia mencoba menghubungi Airin dengan telepon genggamnya. Cahaya matahari yang memancar melalui jendela memberikan suasana yang segar di ruangan itu. Namun, Surya merasa tegang saat panggilannya terus tak dijawab.Setelah beberapa nada panggilan, hanya ada suara hampa dari sisi lain telepon. Surya merasa jengkel, mendesah ringan ketika tidak mendapat respons. Dia memicingkan mata, mencoba untuk mengatasi rasa frustrasinya. Mungkin Airin sibuk, atau memang sengaja tak menjawab. Surya berusaha untuk tetap tenang dan sabar. Dia menyadari bahwa tidak selalu segala sesuatu berjalan sesuai rencana. Dengan pikiran yang masih tertuju pada Airin, dia memutuskan untuk mencoba lagi beberapa saat kemudian, berharap untuk mendapatkan jawaban yang dia cari."Sialan," desis Surya sambil mematikan teleponnya dengan gerakan kasar. "Kenapa dia tidak mengangkat telepon?"Rasa frustrasi menggelayutinya, membebani bahunya. Dia ingin mendengar suara

DMCA.com Protection Status