Share

Bab 45 - ISKST

Penulis: Pena_Zahra
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Kita langsung berangkat aja, Bik!" ajak Ayleen, enggan menjawab pertanyaan Bik Ida.

"Oh, ya udah. Siap, Neng!" sahut Bik Ida.

Keduanya lantas berjalan bersisian menuju pintu gerbang. Bik Ida menutup pintu dari luar begitu mereka telah keluar dari gerbang.

"Udah, Bik?" tanya Ayleen, berdiri di belakang Bik Ida yang nampak sibuk memasang slot kunci. Tak lama, wanita paruh baya itu mengangguk. Lalu mereka pun mulai berjalan menuju tempat yang dituju.

Mereka memang memilih untuk menempuh perjalanan dengan berjalan kaki, sembari berolah-raga.

"Inilah pasar yang Bibik bilang, Neng," ungkap Bik Ida. "Deket, kan? Apalagi kalo jalan sambil ngobrol. Gak berasa jadinya," lanjutnya lagi.

Ayleen mengangguk mengiyakan. "Iya, Bik."

"Yuk, Neng. Kita masuk ke dalam! Mumpung masih jam segini, yang jualan udah pada buka semua," ajak Bik Ida. Tangan kanannya terulur, menepuk pelan punggung Ayleen seraya melangkah masuk.

"Iya, Bik," sahut Ayleen, mengikuti langkah kaki Bik Ida.

Keduanya lantas mulai memb
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (5)
goodnovel comment avatar
Septriani
semoga cpt sehat ayahnya
goodnovel comment avatar
Septriani
akhirnya ayleen nongol juga,apa karena saking asyiknya baca jd berasa dikit banget perasaan baru baca sebentar udh habis
goodnovel comment avatar
ulfatu ludfiati
syafakallah untuk ayahnya kakak, selalu setia menunggu .........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 46 - ISKDT

    Bab 46"Ba-bagaimana bisa?!" tanya Bu Emil tergagap, matanya bergerak liar, berusaha mencari jawaban.Bik Ida tidak bisa menjawab sepatah katapun. Ia hanya bisa tergugu semakin nyaring, membuat Bu Emil panik."Bik, coba cerita pelan-pelan, bagaimana kejadian yang sebenarnya? Kan, siapa tau kalau Ayleen sedang pergi beli pulsa ke counter, ataunada keperluan lainnya mungkin," tukas Bu Emil, berusaha meyakinkan Bik Ida, meskipun dirinya sendiri tidak yakin dengan ucapannya."Neng Ayleen beneran hilang, Bu," balas Bik Ida di tengah isakannya."Kenapa Bibik bisa yakin, kalau Ayleen hilang?!" desak Bu Emil."Ka-karena ... be-belanjaan berserakan di atas tanah, di ... di tempat Neng Ayleen nungguin Bibik, Bu!" Terang Bik Ida lagi, dengan suara terbata-bata."Astaghfirullah hal adziim!" ucap Bu Emil, wanita yang melahirkan Abraham itu tampak terkejut, ia lemas dan seketika kembali menjatuhkan bobot diri di sofa."Bagai

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 47 - ISKDT

    Bab 47"Apa kamu tahu, siapa kira-kira yang menculik Ayleen, Abra?" tanya Bu Emil frustrasi."Saya belum tahu, Ma," sahut Abraham, menggeleng lemah."Kalau orang yang dicurigai? Mama sih takutnya ada orang yang berniat jahat sama Ayleen. Misalnya orang yang gak suka sama dia, mungkin." Bu Emil terus meraba-raba."Apa jangan-jangan yang menculiknya ayahnya sendiri? Mungkin saja, kan, dia kesal karena Ayleen tidak bersedia memberi uang. Seperti cerita mu beberapa hari yang lalu!""Lalu dia menculik Ayleen dengan niat agar kita memberikan uang tebusan. Bagaimana menurutmu, Abra?" tanyanya berapi-api."Itu tidak mungkin, Ma.""Kenapa kamu bisa seyakin itu?" tuntut Bu Emil."Karena saya selalu mengawasinya sejak hari itu, dan tidak ada satupun hal mencurigakan yang dia lakukan setiap harinya," ungkap Abraham.Bu Emil lantas menganggukkan kepalanya mengerti bersama hela napas pendek yang ia hembuskan."Lalu ... menurut kamu, siapa pelakunya?" tanya Bu Emil kembali, berharap segera mendapatk

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 48 - ISKDT

    48Ayleen terkejut setengah mati. Ia bahkan menyeret tubuhnya agar berhasil menjauhi Erwin yang ia anggap tengah kesurupan. Air matanya berlinang membasahi pipi. Kepalanya bahkan menggeleng kaku, merasa sangat ketakutan saat melihat Erwin benar-benar melucuti pakaiannya satu persatu."Ja-jangan lakukan itu, Bang! Aku mohon!" pinta Ayleen dengan bibir bergetar hebat, begitupula dengan sekujur tubuhnya yang ikut bergetar."Kenapa aku harus menuruti kemauan mu, Sayang," kekeh Erwin menolak permintaan Ayleen. Lelaki itu bahkan menyeringai lebar dengan air liur hampir menetes saat melihat wajah ketakutan Ayleen, bukannya membuatnya kasihan melainkan semakin berhasrat ingin segera menuntaskan keinginannya.Dengan langkah bak serigala lapar, Erwin berjalan mendekati Ayleen yang semakin cepat menyeret tubuhnya agar semakin menjauh. Erwin terkekeh nyaring, senang melihat Ayleen bertingkah layaknya gadis yang masih utuh."Ayo, Sayang ... layani aku, aku sudah sangat rindu harum tubuhmu," pinta

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 49 - ISKDT

    49Abraham kembali menggelengkan kepalanya, merasa pemikirannya mulai terganggu oleh hal yang ia anggap sebagai pemecah konsentrasi.Abraham bahkan harus menghela napas berat guna menghilangkan pemikiran tersebut dari kepalanya. "Sadar Abra! Kamu gak mungkin jatuh cinta pada ibu susu putramu sendiri!" desahnya, penuh sesal."Seandainya benar pun, kamu jatuh cinta sama dia? Dia yang gak mungkin jatuh cinta sama kamu! Kamu sudah tua Abra! Sementara Ayleen itu masih sangat muda.Dirinya pasti mencari lelaki yang seumuran dengannya, yang masih gagah, tampan juga berdompet ... tebal," gumamnya lirih di akhir kalimat.Kening Abraham berkerut saat menyadari apa yang ia ucapkan justru merujuk pada dirinya sendiri. "Eh, tapi ...," Suaranya tercekat. Ia lantas menghela napas berat kembali."Ahh ... pokoknya gak mungkin! Ayleen gak mungkin suka sama kamu Abra! Kamu harus ingat, jika kamu itu sudah terlalu tua untuknya. Meskipun kamu berwaja

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 50 - ISKDT

    50Erwin terus saja melanjutkan aksinya, masa bod0h dengan respon Ayleen yang terus berusaha menolaknya. Ayleen tidak pasrah begitu saja. Ia kembali memberontak sekuat tenaga yang ia bisa, membuat Erwin semakin kesal.Erwin dengan cepat bangkit dari atas tubuhnya, tangan kanannya terangkat ke atas, lalu turun ke bawah dengan cepat, ke arah pipi Ayleen hingga suara kedua benda yang beradu dengan keras itupun tidak bisa ia hindari.Kepala Ayleen tertoleh ke kiri, sudut bibirnya kembali pecah hingga membuat cairan merah kental berbau amis keluar dari celah bibirnya yang terbuka.Mata Ayleen terbelalak, tidak menyangka jika dirinya kembali dit4m - p4r oleh sang mantan suami.Bertepatan dengan itu, Abraham yang akhirnya telah tiba di depan pintu depan, terkejut saat mendengar suara dua buah benda saling beradu kencang hingga menimbulkan suara tepukan nyaring, mata Abraham bahkan membola. "Ayleen," ucapnya lirih, terdengar panik.Abrah

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 51 - ISKDT

    Namun lelaki itu gegas menggeleng kuat, berusaha menyadarkan dirinya sendiri dari rasa kagum yang ia rasakan. "Ini gak boleh terjadi Abra! Ingat, kamu sudah tua. Sementara Ayleen masih sangat muda. Dia tidak mungkin menyukaimu, apalagi sampai jatuh cinta denganmu," batinnya, berusaha keras menolak kenyataan yang ada.Ayleen yang melihat sang majikan mengangguk lalu menggeleng, seketika mengerutkan keningnya heran. Tidak mengerti kenapa lelaki itu bertingkah di luar kebiasaannya yang selalu kaku dan datar layaknya robot.Ayleen lantas kembali memberanikan dirinya untuk bertanya. "Pak," panggilnya pelan."Heh!" ucap Abraham, tanpa sadar menyeletuk. Ia lantas membungkam mulutnya sendiri, merasa sangat malu karena telah bersikap tidak jelas.Sementara Ayleen hanya bisa ternganga lebar, tidak menyangka jika sang majikan yang selalu bersikap kaku bisa merubah sikapnya layaknya manusia biasa.Abraham pun berdehem singkat, menarik perhatian Ayleen, membuat mata wanita itu mengerjap, lalu menu

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 52 - ISKDT

    Bab 52"Ini tidak seperti yang kamu lihat!" tegur Abraham, berjalan ke arah Helmi, menepuk pundak kirinya. "cepat lepaskan tali yang mengikat Ayleen agar kita bisa segera pulang ke rumah.""Baik, Pak!" sahut Helmi tegas, sedikit meringis karenanya pundaknya sakit bekas diremas kuat sang atasan yang nampaknya kesal padanya.Helmi lantas mengerjakan perintah Abraham, sementara lelaki itu segera berlalu dari sana menuju mobil, duduk di dalamnya."Astaghfirullah hal adziim! Bisa-bisanya kamu seperti itu, Abra!" desahnya, mengacak kasar rambut hingga berantakan.***Ayleen dan Helmi berjalan beriringan menuju mobil Abraham. Sementara Erwin telah dibawa oleh anak buahnya ke dalam mobil mereka.Helmi mengetuk kaca mobil, membuat Abraham menurunkan kacanya ke bawah. "Bu Ayleen ikut mobil saya atau mobil Bapak?" tanyanya berhati-hati.Abraham tidak menjawab, hanya lirikan tajam yang ia berikan. Namun mampu membuat Helmi mengerti. Lelaki itu lantas meminta Ayleen untuk masuk ke dalam mobil.Ay

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 53

    Ayleen segera kembali setelah selesai mengganti pakaiannya. Namun ia segera menghentikan langkah, begitu tiba di belakang Abraham yang nampak sibuk menerima panggilan telepon."Iya, Ma. Sudah sama saya, kok. Mama tenang aja," tukas Abraham dengan lembut. Nampak begitu sabar mendengarkan seluruh ucapan ibunya."Beneran?! Terus, Ayleen nya mana?" desak Bu Emil, antusias."Ayleen lagi ganti baju, Ma," terang Abraham."Tadi bajunya kotor jadi saya minta untuk ganti. sekarang kami sedang mampir di salah satu rumah makan yang ada di kawasan jalan XXX. Karena Ayleen bilang kalo dia lapar," beber Abraham, sebelum sang mama bertanya lebih jauh lagi."Ohh ... Ayleen lapar, toh! Makanya langsung berangkat ke rumah makan," goda Bu Emil, meledek Abraham.Abraham mendengkus, enggan menjawab karena tak mau ribet.Sementara di sisi lain, tampak Ayleen sudah selesai dengan aktifitas ganti bajunya. Ia segera mendekat, memanggil sang majik

Bab terbaru

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 113

    Ayleen menjejakkan kakinya ke dalam kamar hotel yang telah diatur, seolah-olah menunggu kedatangan pasangan pengantin baru. Cahaya lembut dari lentera aroma menyala redup, memancar ke seluruh ruangan, menyelimuti segala sudut dengan kehangatan yang mengundang. Di pojok kamar yang menawarkan sudut yang paling menenangkan, sebuah ranjang yang menggoda dengan ukuran king terhampar dengan sempurna, menciptakan fokus yang tak terhindarkan begitu seseorang memasuki ruangan. Ranjang itu bukan hanya sekadar furniture biasa; ia adalah pusat segala kemewahan dan keindahan. Di sekelilingnya, kelambu sutra putih mengalir dengan anggun, membingkai ranjang dengan sentuhan lembut yang melambangkan keintiman dan romansa. Setiap lipatan kelambu menambahkan kedalaman pada suasana ruangan, seolah-olah mengundang seseorang untuk memasuki dunia impian yang diciptakan oleh ranjang itu sendiri. Dan di puncak ranjang, sepasang bantal berwarna krim diletakkan dengan hati-hati, menambahkan sentuhan akhir da

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 112

    Dinginnya sel penjara menyergap Airin begitu dia terbangun dari tidurnya yang tidak nyenyak. Dengan mata yang terbuka perlahan, dia merasakan kekakuan menyelubungi tubuhnya seperti selimut yang tak diinginkan. Udara di sekelilingnya terasa padat, menyebabkan napasnya tersengal-sengal di dalam ruangan sempit dan gelap itu.Langit-langit yang rendah menyelimuti sel itu dengan kegelapan. Cahaya redup dari lampu yang kusam hanya menyorot sudut-sudut gelap, meninggalkan bayangan-bayangan menyeramkan di setiap sudut ruangan. Udara terasa kaku dan hampa.Airin berusaha untuk duduk tegak, tetapi rasa lesu yang melumpuhkan tubuhnya membuatnya terpaksa membiarkan dirinya terbaring kembali di atas kasur yang keras dan dingin. Dia merasakan getaran dingin merambat dari lantai beton ke dalam tulang-tulangnya, menyebabkan tubuhnya menggigil tanpa henti.Setiap hembusan napasnya terasa berat, seperti tercekik oleh udara yang terasa sesak. Dia merasakan kekosongan yang mengisi ruang di dalam dadanya,

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 111

    Langit senja memerah di ufuk barat ketika Hartawan memarkir mobilnya di depan rumah sakit. Udara sejuk April menyapa mereka begitu mereka keluar dari mobil. Di sampingnya, Ayleen menatap bangunan putih itu dengan ekspresi khawatir yang tersemat di wajahnya. Di dalam, Abraham baru saja diberi izin untuk pulang, tetapi kemampuan fisiknya masih terbatas. Pak Hartawan membantu Abraham, memastikan bahwa kursi roda sudah terpasang dengan baik. Abraham terlihat rapuh di antara dua sosok kuat di sisinya. Ayleen menggenggam erat tangan Abraham."Pak Abra, pasti bisa melakukannya," kata Ayleen dengan lembut, matanya penuh dengan keyakinan.Abraham tersenyum tipis. "Saya tahu."Pak Hartawan menatap kedua anak itu. Dia melangkah maju dan membuka pintu rumah, mempersilakan mereka berdua masuk. Pak Hartawan berjalan di depan, memastikan bahwa jalur keluar tidak terhalang.Mereka melintasi lorong-lorong yang dikenal oleh Abraham dengan hati-hati. Setiap langkah terasa berat bagi Abraham, tetapi dia

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 110

    Pak Hartawan menatap layar ponselnya dengan pandangan tajam, mata yang biasanya berkilat dengan kemarahan. Tangannya gemetar ketika ia mencoba menekan nomor telepon Airin, namun tak ada jawaban yang menyambut. Dia telah mencoba berkali-kali, tapi hasilnya tetap sama: keheningan dari sisi lain jalur telepon."Sial!" Pak Hartawan melemparkan ponselnya ke sofa dengan geraman frustrasi. Setelah mengetahui bahwa Airin adalah dalang di balik tragedi yang menimpa Abraham, api kemarahannya semakin berkobar. Ia tak bisa lagi menahan amarahnya yang memuncak, dan satu-satunya pikiran yang menghantui benaknya adalah bagaimana untuk menemui wanita itu.Tanpa ragu, Pak Hartawan bangkit dari sofa dan melangkah menuju pintu. Langkahnya cepat. Sebelum meninggalkan rumah, ia mengambil teleponnya kembali, kali ini untuk menelepon polisi. Setelah kemarin ragu untuk memberitahu lokasi Airin, akhirnya dia memutuskan memberi informasi itu sekarang."Saya tahu di mana Airin berada," ucap Pak Hartawan dengan

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 109

    Dalam ruang interogasi yang redup, Surya duduk dengan tatapan kosong, merasakan beban keheningan yang menekan di sekelilingnya. Di hadapannya, barisan petugas polisi duduk dengan serius, wajah-wajah mereka memancar tajam. Detik-detik terasa berlalu dalam suasana yang kaku dan hening, seolah-olah waktu telah membeku di tempat itu.Tidak ada yang mengucapkan sepatah kata pun, kecuali mungkin suara desisan halus kertas yang terlipat saat petugas mencatat apa yang dikatakan Surya. Tatapan mereka menuju ke arah Surya, menembus ke dalam dirinya dengan tajam, mencari kebenaran di balik kata-katanya, mencari jejak kelemahan yang mungkin bisa mereka manfaatkan.Surya merasakan tekanan, menghantamnya seperti badai yang mengguncang pikirannya. Dia merasa seperti ditempatkan di bawah mikroskop, diperiksa setiap pikiran dan perasaannya, tanpa celah untuk bersembunyi dari pandangan tajam petugas yang duduk di hadapannya. Rasa tak nyaman yang dalam menyelimuti hatinya, seolah-olah membalutnya.Dalam

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 108

    "Saya yakin Surya adalah pelakunya." Kalimat itu terucap dari bibir Helmy ketika ia menekan tombol telepon dengan gemetar. Suara deru kendaraan dan laporan polisi yang tak henti-hentinya terdengar di latar belakang, menciptakan suasana tak pasti di sekitar Helmi."Saya melihatnya di CCTV jalan," lanjutnya, suaranya terengah-engah karena kepanikan yang merasukinya. "Saya yakin itu dia. Surya!"Di ujung telepon, petugas polisi menangkap setiap kata Helmy dengan serius. "Baik, kami akan segera mengambil langkah-langkah selanjutnya. Apakah Anda bisa memberikan deskripsi lebih detail?" Helmi mencoba menenangkan dirinya sejenak sebelum memberikan deskripsi yang diperlukan. "Dia memiliki ciri-ciri khas, tinggi, berambut hitam. Saya yakin dia nggak akan jauh. Kami harus segera menangkapnya sebelum dia menghilang!"Petugas polisi mencatat dengan cermat setiap kata yang disampaikan Helmi. "Kami akan menyebarkan informasi ini ke seluruh anggota kami. Terima kasih atas bantuannya. Kami akan s

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 107

    Ayleen berdiri tegak di tengah dapur rumah sakit, menatap meja dengan serius. Di depannya terhampar berbagai bahan yang telah dia persiapkan untuk membuat bubur ayam, hidangan favorit Abraham. Tangan halusnya bergerak, mengambil bahan-bahan yang dibutuhkan.Dengan gerakan yang lembut, Ayleen mengambil mangkuk dari rak di sampingnya, dia menyalakan kompor, di mana api kecil mulai memancar di dalam ruangan yang terasa dingin. Cahaya api yang membara menari-nari di wajah Ayleen, menciptakan bayangan-bayangan yang menarik di dinding dapur.Ketika suara api kecil menggeliat dan berdentum di belakangnya, Ayleen mengalihkan perhatiannya kembali ke bahan-bahan di depannya. Dia dengan hati-hati menuangkan air ke dalam mangkuk, mendengarkan gemericikannya yang lembut saat air bertemu dengan permukaan logam. Setelah itu, dia mengatur api di bawah panci dengan hati-hati, memastikan bahwa suhu yang tepat tercapai untuk memasak bubur dengan sempurna.Dengan gerakan yang hati-hati, Ayleen mengambil

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 106

    Airin berbaring gelisah di atas ranjang hotel yang nyaman, matanya terpaku pada layar smartphone di tangannya. Cahaya yang samar dari lampu malam menyala memantul di wajahnya yang tegang, menciptakan bayangan yang menyeramkan di ruangan yang sunyi.Dengan napas yang terengah-engah dan jari-jemari yang gemetar, dia meluncurkan ujung jarinya di atas permukaan kaca halus ponselnya, memicu sentuhan elektronik yang membangkitkan kilatan cahaya biru. Di dalam relung internet, dia merambat dengan cermat, mencari setiap celah informasi yang mungkin bisa menghilangkan kegelisahannya. Detak jantungnya berdegup kencang, tak lagi mampu diatur oleh kesadarannya yang terjaga oleh gelisah. Ketakutannya meluap dalam aliran tak beraturan, membentuk riak-riak yang merayap dalam pikirannya. Khawatir yang tak kunjung mereda, menggelayuti dirinya seperti hujan deras yang tak kenal henti. Pikirannya hanya terisi oleh satu nama, Surya. Setiap klik dan ketukan di layar menyebabkan Airin semakin terbenam. C

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 105

    Langit pagi yang cerah menyambut Surya dengan hangat saat dia mencoba menghubungi Airin dengan telepon genggamnya. Cahaya matahari yang memancar melalui jendela memberikan suasana yang segar di ruangan itu. Namun, Surya merasa tegang saat panggilannya terus tak dijawab.Setelah beberapa nada panggilan, hanya ada suara hampa dari sisi lain telepon. Surya merasa jengkel, mendesah ringan ketika tidak mendapat respons. Dia memicingkan mata, mencoba untuk mengatasi rasa frustrasinya. Mungkin Airin sibuk, atau memang sengaja tak menjawab. Surya berusaha untuk tetap tenang dan sabar. Dia menyadari bahwa tidak selalu segala sesuatu berjalan sesuai rencana. Dengan pikiran yang masih tertuju pada Airin, dia memutuskan untuk mencoba lagi beberapa saat kemudian, berharap untuk mendapatkan jawaban yang dia cari."Sialan," desis Surya sambil mematikan teleponnya dengan gerakan kasar. "Kenapa dia tidak mengangkat telepon?"Rasa frustrasi menggelayutinya, membebani bahunya. Dia ingin mendengar suara

DMCA.com Protection Status