"Siapa kamu?!" tanya Bara kaget. Ia baru bangun dan langsung bertemu dengan Dena yang menjaganya. Dena pun shock dan langsung menoleh pada semua kerabat yang ada di sana. Sementara itu dokter sedang menuju ke ruangan itu stelah dipanggil tadi. "Aku... kamu gak inget aku?" Tak lama kemudian dokter pun datang dan langsung memeriksanya, di tengah kebingungan Dena dan keluarga Bara. Bahkan Arabela yang baru datang langsung syok ketika Bara tidak mengenalnya, ibunya sendiri.Kemudian dokter pun menyatakan bahwa Bara lupa ingatan."Mohon maaf sebelumnya, saya sudah menyampaikan kepada Pak Hendra terkait kemungkinan ini sebelumnya, dan kami harus memberitahukan bahwa Pak Bara mengalami lupa ingatan, karena benturan yang terlalu keras. Akan tetapi, untuk lupa ingatan sementara atau permanennya kami akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Sekarang kami belum bisa mengeluarkan diagnosa terkait hal itu." "Lalu kamu harus gimana dok?""... jadi keluarganya diharapkan untuk membantu meng
Deg! Lela terdiam, ia mencoba mengobrak-abrik otaknya untuk mencari jawaban yang tepat. Bara pun terlihat menunggu tanpa mendesak. Namun dalam hati Bara, ia berharap ada jawaban jujur dari gadis di depannya itu. "Saya hanya pengasuh biasa," ujar Lela. Bara terlihat tak percaya, "Lalu kenapa saya ngerass nyaman saat di dekat kamu?" "Hem..." Lela bingung, "saya tidak mengerti dengan apa yang Bapak bicarakan tapi, jika itu mengenai perasaan Bapak, saya tidak bisa menjawabnya, karena itu Bapak yang merasakan." "Tidak tidak, saya hanya sedang menceritakan perasaan saya. Saya merasa bahwa ada sesuatu di antara kita, lebih dari kontrak dan ikatan kerja," jelas Bara yakin. Lela merasa bingung harus menjawab apa, faktanya ia juga tidak yakin tentang perasaan Barat sebelumnya, karena Bara tidak pernah menyampaikan padanya. Semua hanya dugaan-dugaan lewat Bi Tati, Bi Hera, Blenda, dan Dika, itu tidak dikonfirmasi oleh Bara sendiri. "Maksud Bapak kedekatan kita ya?" tanya Lela.
Pagi hari, Lela menjalani harinya seperti biasa. Mulai menyusui Baby Dam, lalu berangkat ngantor. Bara melihatnya dan merasa aneh, Lela bertindak selayaknya seorang ibu dari anaknya. Tetapi ia merasa bahwa pantas dirinya menyukai sosok Lela yang lembut itu, ternyata Lela adalah orang yang layak menjadi ibu dari anaknya. Saat Lela keluar di parkiran, ia pun segera menyusul keluar dan mengajak Lela untuk pergi bersama."La! Ayo masuk!" ujarnya.Lela terkejut dan mendekati Bara yang sudah di dalam mobil bersama sopir."Mohon maaf, Pak, tapi saya tidak bisa berangkat bersama Bapak, karena saya bawa motor. Kalau saya bersama Bapak akan menjadi rumor yang aneh."Bara mengerti, "Oh gitu... terus kamu pake motor sini kan?" tanyanya lagi."Iya Pak.""Bapak yang memberikan pada Lela," sahut Pak Jamal."Jadi?" tanya Bara minta konfirmasi dari Lela.""Em... motor itu Anda yang memberikan pada Lela."Lela terlihat canggung dan tak enak hati, "Baiklah kalau gitu. Saya berangkat dulu, ya. Sampai
Hari pertunangan Bara dan Dena pun tiba, tiada yang merasa aneh dengan semuanya. Baik Dena dan Bara terlihat bahagia, meski di media sosial banyak spekulasi yang diberikan oleh para netizen tentang kecelakaan Bara. Baby Dam juga terlihat nyaman di gendongan Bi Tati. Acara dimulai pada jam 16.00 WIB sampai jam 23.30 WIB, rencananya. Akan tetapi karena pesta, tidak tahu sampai jam berapa. Intinya Lela belum siap karena baru pulang dari kantor. Baru setelah bersih-bersih dan memakai dresscode pembantu, Lela pun menghampiri Bi Tati yang akan pulang. Sayangnya Bi Tati tidak bisa tidak pulang, karena kini ia juga mengurus cucu yang berusia 12 tahun, jadi harus memastikan ia tidak neko-neko karena sudah remaja. "Majasih ya, Bi." "Sama-sama La, sambil makan dulu, susui dulu Baby Dam," ujarnya bisik-bisik. Lela pun langsung mengiyakan, ia naik ke lantai dua dan ke kamar Baby Dam untuk menyusuinya. Tak lupa ia mengunci pintunya agar tidak ada yang tiba-tiba masuk. Lela tadi sempat
Bara merasakan perasaan aneh saat bangun tidur, lebih bugar dari biasanya. Cahaya masuk dari sela-sela gorden yang terbuka, dan ia mulai mencoba menyadarkan dirinya. Ia melenguh sebelum akhirnya duduk dan mengusir kantuknya. Namun, ia melihat jam di atas nakas menunjukkan pukul 11.00 WIB. Tidak aneh kalau ia bangun jam segitu karena ia libur hari ini. Akan tetapi ia merasa badannya lengket dan ia baru sadar, kenapa ia merasa seperti.... Ia langsung menoleh ke samping dan mendapati seorang perempuan sedang tidur membelakanginya, bagian atasnya terbuka. "Apa-apaan ini?" gumamnya. Melihat itu ia segera membuka selimutnya dan terkejut karena keduanya tidak berbusana. Ia mengenali tubuh itu, "Dena!" Lalu ia mengguncang tubuh wanita yang ia panggil Dena itu, tetapi benar saja, itu Dena. "Enghhh!" keluh Dena mengucek matanya yang mengantuk. "Dena, apa-apaan ini?!" bentak Bara akhirnya. Setelah terkejut tanpa hisa berkata-kata, ia segera berdiri dan memakai celana kolorny
Bara keluar kamar untuk menantarkan Dena pulang. Akan tetapi sebelum itu, ia mendengar suara tangisan Baby Dam. "Ada apa, Bi?" tanya Bara pada Bi Tati. "Gak tau, Tuan. Padahal sebelum berangkat Lela udah nyetok susu dan udah disusuin," ujar Bi Tati sambil menenangkan Baby Dam. "Lela suruh pulang!" ujar Bara. "Dia..." Bi Tati terlihat ragu membuat Bara bingung, "Kenapa?" Dena ikut menunggu jawaban Bi Tati, dan tiba-tiba telpon dari Dika pun terdengar di ponsel Bara. "Siang Pak, apakah Bapak sudah menemukan Lela?" tanya Dika to the point. "Apa maksudmu, ketemu gimana? Emang dia lagi di mana? Saya baru bangun, terus kamu nelpon dengan pertanyaan itu, maksudnya apa?" tanya Bara masih santai. "Loh, Pak! Bapak nggak tahu kalau Lela nggak bisa dihubungi dan nggak ke kantor?" "Gak ada di kantor? Dia gak mungkin bolos kan?" "Itu dia, dia gak bisa dihubungi dan ponselnya ada di kamarnya." Bara langsung berlari ke kamar Lela dan menemukan ponsel itu di atas kasur. "Tim
Lela pulang ke mansion pada malam harinya, lalu ke kamarnya untuk bersih-bersih sebelum menemui Baby Dam. Ia dengar dari Bara kalau Baby Dam sempat tantrum saat ia dinyatakan hilang. Ia menyesal tapi, andai ia tidak bisa ditemukan ia akan pergi sejauh mungkin.Melihat baby Dam tidur membuat Lela menyesali dirinya sendiri, ia terlanjur membuat batita itu jatuh cinta padanya, tetapi ia juga yang meninggalkannya. Atau jika Baby Dam besar nanti, ia akan menganggap bahwa ibu asinya adalah seorang penjahat yang tak bisa di sisinya selamanya. Lela ingin sekali bisa menjadi bagian dari perjalanan kehidupan Baby Dam, tetapi itu hanyalah angan-angan Lela saja. Baby Dam akan memiliki kehidupannya di masa depan, hidupnya akan terjamin dengan kehadiran keluarga kaya yang memberikan segala hal terbaik untuknya. Namun Lela lupa, kalau pendidikan anak bukan hanya materi tapi bagaimana kedua orang tuanya bisa menjadi sample yang baik untuk anak-anaknya. "La!" panggilan dari pintu kamar Baby Dam me
"Sudah Dok, saya memang sudah ngide dari dulu, tapi baru saya bicarakan tadi malam sama Pak Bara." Blenda seolah merasa sedih, "Aku gak bisa maksain kamu untuk tetep stay di sini, terlepas perasaan kalian berdua yang terhalsng kasta. Aku ngerasa takut kalau nanti Baby Dam gak bisa hidup dengan baik tanpamu." "Itu gak mungkin, Dok. Aku yakin semuanya baik-baik aja." "Mungkin aja. Pengasuhan itu ilmu jiwa, yang bahkan dokter anak sepertiku belum tentu bisa menandingi sabarmu." Lela tak tahu harus merespon apa, itu terlalu berlebihan baginya. Ia tidak sesabar itu, ia hanya berpikir bahwa Baby Dam adalah makhluk suci yang tidak memiliki dosa. Ia tidak bersalah atas semua yang terjadi di sekelilingnya, tentang masalah yang ada di antara orang-orang yang bersangkutan dengannya. Sesederhana itu pikirannya untuk menyayangi seorang anak. Namun, seperti halnya apa yang dibicarakan oleh Blenda, tidak semua orang memiliki pemikiran sesederhana itu untuk mencintai anak kecil. Kebanyaka