Semoga suka
"Aku udah bilang sama Blenda, tapi aku gak nyngka kalo sejauh itu pemikiran dia." "Gimana?" tanya Lela. Bara menghela napas, "Dia malah dukung aku buat cerita ke yang lain." Lela terkejut, "Hah, serius?!" Bara mengangguk, lalu berkata kalau ia akan melakukan janji temu dengan teman-temannya. Ia tak ingin kesalahpahaman ini terus berlanjut, bahkan memperngaruhi bisnisnya. Ia pun membuat janji dengan teman-temannya karena perbedaan tempat dan banyak yang harus mereka kerjakan jadi sulit untuk menemukan waktu yang tepat. Alhasil, mereka memutuskan untuk video call. Namun mereka juga sudah dibriefing oleh Bara untuk tidak merecord semua yang mereka bicarakan hari itu. Bara percaya pada teman-temannya bahwa mereka bukan tipe teman-teman yang suka Cepu, apalagi ini tentang Greg yang menjadi alasan mereka video call malam ini. "Jadi, gue cuma mau bilang. Gue harap kalian jaga rahasia kita. Kemarin kalian nyalahin gue tentang Greg, tapi gak ada yang bener-bener tahu apa yang seb
"Ukuran payudaranya berapa, Mbak? Emangnya cukup nyusuin bayi kalau sekecil itu?" "Iya, loh. Dilihat dari penampakannya, kayanya Asi Mbak gak cukup banyak, deh?" “Kalaupun asinya banyak, pasti encer dan gak berkualitas, ya?” Lela seketika melongo mendengar ucapan-ucapan wanita di sekelilingnya. Tanpa sadar dia menutupi bagian dadanya yang sudah terhalangi hijab creamnya. Gadis yang sedang stress akibat proses skripsi dan utang ayahnya itu melamar kerja karena melihat status penjual sayur langganannya. Katanya, ada orang kaya yang sedang mencari ibu asuh untuk anaknya dengan gaji tinggi. Dipikirnya, ini kesempatan besar agar dia dapat kerja di satu tempat alih-alih memiliki 3 pekerjaan sampingan. Tapi, kok pelamar lain malah mengomentari ukuran payudaranya dan membawa-bawa perihal asi? Dengan cepat, Lela pun melihat ponselnya lagi dan melihat judul bannernya. Namun, matanya membelalak karena apa yang ditanyakan ibu-ibu tadi masuk akal. [SELEKSI IBU ASI! GAJI 10JT PER BULAN + T
“Mbak gak bercanda, kan?”Mendengar itu, Lela jadi merasa tak enak. Tapi, biar bagaimanapun juga, dia memang tidak bisa jadi ibu asi tanpa pernah hamil dan punya anak, kan?“Ehem…” Pria yang tadi mengenalkan diri sebagai dokter keluarga itu tiba-tiba berdeham dan memecah keheningan.“Sebenarnya ada caranya. Bagaimanapun, karena Tuan Muda sangat butuh asi akibat alergi susu sapi dan juga karena Tuan Muda sepertinya menyukai Mbak, kami bisa mengusahakan untuk melakukan sesuatu.”“Maksudnya melakukan apa, saya gak harus hamil dulu kan?” tanya Lela, tak mengerti.Dokter Greg pun menggeleng, "Tentu saja tidak, Mbak, tenang saja, ami tidak akan melakukan hal sejauh itu. Dengar penjelasan saya dulu."Lela pun mengangguk patuh, ia was-was dengan apa yang akan disampaikan oleh dokter itu. Posisinya yang lemah akan membuatnya mudah dibujug dan dikendalikan.Lalu Dokter Greg pun mulai menjelaskan cara apa yang bisa Lela lakukan agar bisa menghasilkan Asi.Salah satunya melakukan induksi laktasi.
Di sisi lain, Lela kini berdiam diri di kamar kost-an. Dia memikirkan apa yang harus ia pilih. Terlebih, sejak kemarin, hatinya pedih kala mendengar tentang kisah perceraian orang tua Baby Dam dan ibunya yang tak ingin merawat bayi tampan itu. Lela jadi tak tenang saat kuliah dan bekerja taditadi. Namun melihat tidak adanya pesan dari mereka, sepertinya Baby Dam dalam keadaan baik? Sepertinya, keputusan menolak jadi Ibu Asi Baby Dam tidak menimbulkan masalah…. “Lela, KELUAR KAMU!” Suara teriakan pria dari luar kost membuat Lela tersentak dan tersadar dari lamunannya. Ada ribut-ribut apa ini? Gadis itu pun keluar kamar, tetapi dia terkejut kala menemukan tetangga kostnya sudah berkerumunan menonton tiga pria berpenampilan preman yang baru saja berteriak di depan kamarnya. "Ada apa ini, Pak?" tanya Lela bingung. "Kamu anak dari Pak Suyanto Wijoyo, kan?" Meski masih bingung, Lela pun mengangguk. "Iya, ada apa ya Pak?" "Bapakmu kabur! Gak ada yang bisa ditagih
"Lela? Ngapain kamu di rumah saya?"Mendengar itu, Lela seketika merapikan bajunya. "Ja–jadi... Bapak adalah Ayah dari Baby Dam?" tanyanya–memastikan.Melihat Bara mengangguk, Lela tercengang.Ruangan seketika hening dan baru terpecah karena Baby Dam mulai menangis.Jadi, Lela langsung bereaksi untuk menggendongnya dan memberikan Asi kembali untuk Baby Dam.Lela bahkan lupa kalau Bara masih di sana.Untungnya, pria dingin itu peka dan langsung keluar dari kamar anaknya agar Lela leluasa memberikan asi pada anaknya.Hanya saja, wajah Bara tampak mengeras. saat menemui asistennya."Dika, kamu apa-apaan sih, dia itu mahasiswa bimbingan saya! Kok bisa kamu sampai nggak tahu?!"Dika sendiri tampak terkejut. "Mohon maaf Pak, tapi saya tidak mendapatkan informasi itu. Hanya, yang saya tahu, Mbak Lela atau Laila itu memang kuliah di Universitas yang sama dengan tempat Anda mengajar, tapi saya tidak tahu kalau dia anak bimbingan Anda," jelasnya.Ctas!Bara membanting tempat pulpennya hingga jat
Untungnya ... setelah pertemuan itu, Lela berhasil menghindari Bara. Dia hanya berkomunikasi lewat chat atau email untuk mengirim dokumen revisinya. Tampaknya, Bara juga berlaku demikian. Hanya saja, tepat tengah malam, Bara yang baru pulang dari kantor mampir ke kamar Baby Dam yang didesign agar diapit kamar utama yang ditempatinya dan kamar pengasuhnya. Namun, Bara tak menyangka jika Lela tertidur di sana dengan posisi memberikan asi padanya. 'Shit...' ucapnya dalam hati. Seketika, dia teringat bahwa mahasiswinya itu sudah menjadi ibu susu putranya. Masalahnya ... posisi Lela miring menghadap ke pintu, sehingga sebagian dada gadis itu terlihat! Srak! Bara langsung melemparkan jasnya ke arah Lela sebelum mendekat untuk memindahkan Baby Dam ke keranjang bayinya. Sebisa mungkin, dia tak melihat aset mahasiswinya itu. Sayangnya, saat ia akan mengambil Baby Dam, tiba-tiba Lela bangun. "Aaaaa!" teriaknya, kaget. Matanya melebar dan penuh tuduhan. "Oeeek!" Gara-gara teriakan
Untungnya, Bi Tati menyusul masuk dengan teko di tangannya.Wanita paruh baya itu langsung menyapa mantan Nyonya mansion itu yang sedang menatap Lela. "Selamat datang, Nyonya. Mau ketemu sama Tuan Muda ya?" tanya Bi Tati. Jujur, Lela kaget karena Bi Tati terlihat sangat berani menghadapi Riri yang memiliki wajah judes itu.Bi Tati bahkan tak peduli dengan Riri yang terlihat kesal. "Hallo, kamu pengasuh barunya?" tanya wanita itu menatap tajam Lela. Lela mengangguk, "Betul, Nyonya." "Gak pelu panggil Nyonya, aku bukan istri Bos kalian lagi," ujarnya lalu maju untuk melihat putranya. Baby Dam terlihat menatapnya dengan heran seolah menelisik siapa yang ada di depannya. Melihat respon Baby Dam yang pasif, wajah Riri seolah kecewa dan langsung melepaskan tangannya dari kepala si bayi. "Ck! Saya pamit dulu!" ujarnya pergi dari sana. Bi Tati pun mengikutinya, meninggalkan Lela dengan Baby Dam. Melihat kepergian sang ibu, Baby Dam seolah tak merasa terusik, ia hanya diam d
"Kamu.. kalo udah selesai, cepet susuin Baby Dam. Jangan males-malesan!" ujarnya judes, setelah berhasil mengendalikan diri. Tanpa basa-basi, pria itu berbalik dan keluar kamar. Lela sendiri hanya bisa mengangguk, mengiyakan. Tapi, entah mengapa rasanya dia jadi malu dan takut menemui Bara lagi! Untungnya, Lela berhasil memompa asi meski tidak sebanyak biasanya. Gadis itu pun keluar untuk mencari Baby Dam. Namun siapa sangka dia malah menemukan Dosen sekaligus Bosnya itu sedang menunggunya sambil mencoba menenangkan Baby Dam yang terus menangis. Tatapan Bara sudah seperti namanya--membara! Lela sampai takut saat mengulurkan tangan untuk menggendong Baby Dam. Diambilnya Baby Dam lalu diberikannya bayi itu, asi di kamar. Sementara itu, Bara pergi ke kamar untuk bersih-bersih. Namun belum sempat masuk kamar, Bara langsung disuguhkan pemandangan Baby Dam tantrum. Putranya itu menangis kencang. Segera saja, Bara menghampiri Lela dan Baby Dam. "Astagah, La! Kenapa nangis lagi?
"Aku udah bilang sama Blenda, tapi aku gak nyngka kalo sejauh itu pemikiran dia." "Gimana?" tanya Lela. Bara menghela napas, "Dia malah dukung aku buat cerita ke yang lain." Lela terkejut, "Hah, serius?!" Bara mengangguk, lalu berkata kalau ia akan melakukan janji temu dengan teman-temannya. Ia tak ingin kesalahpahaman ini terus berlanjut, bahkan memperngaruhi bisnisnya. Ia pun membuat janji dengan teman-temannya karena perbedaan tempat dan banyak yang harus mereka kerjakan jadi sulit untuk menemukan waktu yang tepat. Alhasil, mereka memutuskan untuk video call. Namun mereka juga sudah dibriefing oleh Bara untuk tidak merecord semua yang mereka bicarakan hari itu. Bara percaya pada teman-temannya bahwa mereka bukan tipe teman-teman yang suka Cepu, apalagi ini tentang Greg yang menjadi alasan mereka video call malam ini. "Jadi, gue cuma mau bilang. Gue harap kalian jaga rahasia kita. Kemarin kalian nyalahin gue tentang Greg, tapi gak ada yang bener-bener tahu apa yang seb
"Hallo, Nda." "Hallo, Bar. Kenapa?" "Gue mau minta pendapat lo, tentang temen-temen gue sama Greg. Masalahnya, gue sekarang jadi dimusuhin sama circle gue gegara kasus suami lo. Gimana nih?" "Mau lo apa?" tanya Blenda santai. "Ya gue mau cerita ke mereka." "Cerita aja," jawab Blenda santai. "Loh?" "Iya, cerita aja biar lo gak disalahin sama mereka." "Lo gak papa?" tanya Bara memastikan. "Ya nggak papa, emang gue kenapa? Gue kan sengaja bioin dia sengsara sekalian karena udah mengkhianati kepercayaan gue. Gue udah bilang sama lu kan, kalau gua juga pengen dia ngerasain hancur, sehancur-hancurnya. Terus apa masalahnya?" "Gue kira lu gak terima kalo gue cerita ke mereka." "Serius, gue gak masalah." "Gue justru terbantu dengan itu. Lo cerita ke mereka, sehingga temen-temen lo pada berpihak ke lo. Setelah itu Greg bener-bener ditinggal sama semua teman-temannya, terus enggak ada tempat bersandar, endingnya? Dia bakal balik ke gue, mohon-mohon dan itu tujuan gue." B
Bara masih memikirkan apa yang dikatakan Ryan kemarin. Ryan memang tinggal di Jepang karena istrinya orang Jepang dan keduanya bekerja di sana. Sementara itu Bara dan Ryan sengaja janjian. Awalnya obrolan ringan, tapi lama-lama mereka membahas tentang Greg yang sudah mendekam di penjara. Melihat Bara yang terdiam sedari tadi, membuat Lela bingung. "Kenapa lagi sih?" tanyanya lembut. Bara menoleh ke arah istrinya. Mereka sedang di restoran Jepang yang halal dan makan beberapa menu yang enak. "Kenapa?" tanya Lela lagi. Suaminya seolah nge-lag, membuatnya curiga. Sambil menyuapi Damien, ia mengamati wajah serius suaminya. Baby Alesha di samping Bara, tetapi sedang tidur. Awalnya ada di gendongan Bara sebelum tidur. Baby Alesha tipe bayi yang jarang mau minum susu langsung dari sumbernya, jadi itu ringan bagi Lela yang bisa ditinggal-tinggal dan tidak terlalu nempel. "Gak papa, cuman... kemarin abis ketemu Ryan bahas soal Greg." "Oh, gimana?" tanya Lela. Bara
"Lu tega banget sama Greg, Bro." Bara mengeryitkan alisnya, "Maksud lo?" "Gue gak tau apa latarbelakang lo ngelakuin ini, tapi Greg sahabat kita juga dan pernah bantu lo, kenapa lo tega banget sama dia?" Bara menghela napas melihat ocehan Ryan, sahabat yang paling dekat dengan Greg. "Lo kira gue pingin jeblosin dia ke penjara? Gue pingin semuanya damai, tapi dia yang gak mau diajak kompromi dan 'main media'. Apa yang bisa gue lakuin biar bikin dia berhenti selain ini, apa lo punya solusi lain?!" tegas Bara membalikan semua pembelaan Ryan padanya. "Gue..." Ryan tak bisa berkata-kata, membuat Bara hanya bisa menghela napas. "Bahkan setelah semua ini, dia dan keluarganya fitnah gue dan istri gue. Apa yang buat mereka berhenti selain mengalahkan mereka di pengadilan? Gue ngelakuin ini juga bulan tanpa kompromi, gue udah berusaha bujug untuk pake cara damai. Lo kira kalo dia mau diajak damai, dia bakal mendekam di penjara? Kagak!" "... tapi kenapa sih kita tuh semua sahabat,
Dokter Greg yang biasanya menjadi idola fansnya, kini berbalik menjadi bahan rujakan. Bahkan ia yang selalu menjadi rujukan ketika ada persoalan kesehatan, atau penjelasan tentang dunia medis, ternyata memiliki noda yang membuat para netizen dari skeptis padanya. Meskipun masih banyak juga yang membelanya karena terlanjur ngefans atau terlanjur percaya padanya, sehingga alasan apapun yang diberikan oleh Greg, masih ada yang percaya. Ya bagaimana lagi, dunia ini juga diisi dengan orang-orang yang random. Kita tidak tahu kapasitas seorang berpikir seperti apa. Kadang lebih banyak orang yang tidak bertumpu pada etika dan moral, lalu memilih untuk mendukung mereka yang melakukan kesalahan. Bahkan keterangan dari Bara tentang Greg tidak digubris. Fans Greg sampai menghujat akun media sosial Bara yang memenjarakan idola mereka. Padahal Bara juga sudah membuat konferensi pers sampai membuat pernyataan di salah satu platform berita. Akan tetapi itu tidak akan berarti kalau sudah benci.
"Saya tidak bertanggungjawab atas imajinasi para mahasiswa yang memberi keterangan itu. Saya sudah menjelaskannya kalau saya dan istri saya belum memiliki hubungan khusus sebelum istri saya lulus. Kami muai saling tau perasaan masing-masing saat kontraknya hampir habis. Bisa dibilang 4 bulan setelah dia wisuda, kami makin dekat." "Tapi keterangan di media sosial, informasi yang kami dapat lebih banyak mendominasi soal hubungan terlarang." Bara mengangguk santai. "Informaai buruk tentang orang lain adalah makanan yang lebih enak kan? Maksudnya, lebih banyak yang suka sehingga gampang naik. Itu strategi bisnis atau rahasianya konten viral." "Oke...." Pembawa Berita terlihat kehilangan kata-kata dan berpikir sejenak. "Baik, kalo diperhatikan lagi... rentang waktunya tepat seperti yang Anda ceitakan. Jadi Nyonya Raniero lulus, lalu kalian dekat 4 bulan kemudian. Lanjut kalian menikah sebulan kemudian, Nyonya Raniero mengandung, hingga melahirkan, dan kalian baru melakukan resep
Lela jadi khawatir, apa yang sebenarnya terjadi. Sementara itu tiba-tiba Hani menelponnya dengan heboh. "La! Lo harus tau!" ujarnya tanpa salam atau sapa. "Iya iya, tau apa?" Lela juga ikut gemas dengan Hani, yang kalau cerita selalu heboh dulu baru menceritakan inti dari informasi yang ingin ia sampaikan. "Jadi teman kampus kita banyak yang speak up or lebih tepatnya nyebar hoax." "Hoax apa, jangan ngadi-adi lo," balas Lela. Pasalnya Hani kalau ngomong suka asal. "Ini tentang elu sama Pak Bara. Mereka bilang kalau lu caper sama dia. Lu jadi sugar baby Pak Bara, katanya lo hamil duluan dan sering ngelakuin itu sama Pak Bara waktu masih kuliah." Lela pun menghela nafas. "Ya, kalau yang hamil duluan. Emang iya, bener. Tapi kalau yang aku jadi sugar baby-nya Pak Bara itu nggak bener. Keterlaluan banget mereka fitnah kami. Kenapa sih orang-orang pada kayak gitu?" balas Lela kesal. "Ya nggak tau, gua juga nggak paham. Palingan iri, apalagi." Lela terkekeh mendengarnya. "Dih,
Lela menghela napas setelah Baby Alesha benar-benar tidur, tetapi ia bingung saat melihat Arum gelisah. "Arum, kenapa mojok di situ?" tanya Lela bercanda. Arum langsung kaget dan tertawa garing. "Hehe, enggak Nyah. Aku cuma..." "Kenapa?" Lela merasa Arum banyak pikiran. Sepertinya ia harus membiarkan Arum untuk istirahat terlebih dahulu. "Rum, keknya kamu cuma butuh istirahat deh," ujar Lela. Arum pun menggeleng, "Enggak, Nyah." "Ya udah kamu lebih baik istirahat aja dulu. Soalnya dari kemarin kan sibuk terus, belum istirahat penuh." Lela melihat kegundahan di wajah Arum, jadi ia berkata lagi. "Tenang aja, nanti aku minta pelayan yang lain kalau aku butuh sesuatu." Arum pun merasa lega, dan segera pamit. "Kalau begitu saya pamit dulu ya Nyah," ujarnya agak canggung. Lela pun mengangguk dan melihat kepergian Arum dengan khawatir. "Apa yang terjadi padanya?" Perasaan Lela jadi tidak enak, kemudian membuka dan melihat CCTV yang ada di Mansion-Jakarta. Ia
Lela terpesona dengan bangunan-bangunan yang ada di sana. Memang tak jauh beda dari mansion yang ada di Jakarta, tapi yang ini lebih nyata karena benar-benar konsep seperti di negara asal. Konsep Mansion yang di Jakarta memang mengambil konsep dari Amerika, makanya Lela tak terlalu kagt karena hampir sama. Kalau dipikir-pikir suaminya terlalu kaya, ia punya properti dimana pun. Sebenarnya ia juga punya properti pemberian Bara, tapi ia mengira bahwa itu masih punya suaminya juga. Jadi ia memantau sekedarnya saja. Bara ingin memberinya restoran dan beberapa usaha lainnya, agar Lela tidak terlalu bosan dalam menjalani kehidupan sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya. IIa selalu mengharapkan untuk hidup dengan nyaman di sisinya. Ia tidak ingin Lela tertekan atau merasa terpaksa menjadi seorang istri dan ibu, dengan melepas kehidupannya sebelum menikah. Bara pun mengantar Lela untuk istirahat dan gantian menggendong Baby Alesha yang sudah tidur untuk dipindahkan ke keranjang ba