Yuk kasih ulasan pada novel ini☺
"Sayang, kamu mau kan nemenin aku ke party sahabat aku?" tanya Dena sambil melendot pada Bara. Bara hanya mengangguk saja, sambil terus membaca dokumen di tabletnya. Mereka habis makan siang bersama. Usai mereka bertunangan, saat Dena tidak ada kerjaan ia selalu menyempatkan waktu untuk ke kantor Bara, dan mengajaknya makan siang. Melihat Bara yang fokus pada tabletnya membuat Dena sedikit kecewa. "Aku dengar-dengar kemarin *Baby kita nangis gara-gara udah nggak nyusu lagi sama ibu asinya ya?" tanya Dena. "Ya begitulah," jawab Bara tidak berminat. Sikap dingin Bara tidak masalah bagi Dena, yang ia perdulikan hanyalah sekarang Bara mulai terbuka padanya. "Pokoknya besok hari Minggu kita bakal jalan-jalan sama Baby kita, ya. Pasti seru!" ujarnya antusias. Mengingat hal itu, Bara pun menghentikan kesibukannya membaca dokumen dan mulai menatap Dena dengan serius. Hal itu membuat Dena bahagian, ia kira Bara mulai berubah. "Aku tahu kamu melakukan semua itu demi citra di
Pak Bagus langsung melepaskan Lela, karena spontan sampai Lela terjatuh. Bara yang masuk ke ruangan itu bersama Direktur Keuangan pun terkejut dengan adegan itu. Mereka menatap keduanya dengan tatapan penuh tanya, curiga dan menuduh. "Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Pak Dava--Direktur Keuangan. "Bisa menjelaskannya, Pak Bagus?" Lebih gawatnya lagi, semua yang ada di devisi keuangan ribut dan melihat ke arah ruangan di mana ruangan itu sudah tidak tertutup gorden. Lela sendiri masih memungut file yang jatuh, kemudian memasukannya ke dalam map sebelum berdiri lagi dengan baik. Kamera dari ponsel masing-masing pun menyorot dengan jelas, hal itu membuat Lela takut dan merasa pusing. "Dia merayu saya, Pak!" ujar Pak Bagus lantang sambil menunjuk Lela. Lela langsung menggeleng, ia meletakkan map yang ada di tangannya di atas sofa. "Tidak Pak, itu tidak benar. Pak Bagus yang mengganggu saya, dia melecehkan saya!" jelas Lela berusaha membela diri. "Heh, gak usah playing
"Baik, dimulai dari Lela, apa pembelsanmu terhadap tuduhan Pak Bagus kalau kaku merayunya?" tanya Bara memulai sidang dadakan itu. Lela dengan yakin langsung menjawab, "Saya ditugaskan oleh Senior saya di devisi marketing untuk mengantarkan file pada Pak Bagus sebagai Manager Keuangan, tetapi beliau malah mengganggu saya. Ini bukan pertama kalinya bagi saya, saya sering mengalami pelecehan baik verbal maupun non verbal. Saya berusaha menghindari kemungkinan untuk bertemu dengan Pak Bagus, tapi keadaan memaksa saya. Anda bisa mengecek CCTV untuk mengonfirmasi hal itu." "Bagaimana Anda akan membela diri, Pak?" tanya Bara kemudian. Pak Bagus terlihat gugup sejenak, tetapi sebuah ketukan pintu membuat senyumnya merekah. "Permisi!" sapanya. Dika pun segera membuka pintu dan melihat ada salah satu anak devisi sistem. Entah siapa yang memanggiknya, tetapi ia sudah datang di sana. "Hallo, Pak! Perkenalkan saya Aji, saya di sini karena ada kesalahpahaman kata beberapa karyawan devi
Hari Minggu seperti yang dijanjikan, Bara dan Dena sudah siap akan membawa Baby Dam piknik. Lela juga sudah mempersiapkan segala keperluan Baby Dam, termasuk makanan yang bisa dimakan oleh batita 2 tahun itu. "Udah siap semuanya?" tanya Dena pada Lela. "Sudah Non, sudah saya kemas keperluan Baby Dam." "Oke, bawain ke mobil ya, biar Baby Dam sama aku!" ujar Dena semangat. Ia membuka tangannya untuk menggendong Baby Dam, tapi spontan anak itu menolak. "Ma!" panggil Baby Dam meringkuk pada Lela. Lela pun merasa bingung, Baby Dam sangat sensitif pada orang yang tidak ia kehendaki. Ia pun berusaha membujug Baby Dam selama setengah jam sampai Bara kesal. Bara dan dirinya tidak bicara setelah kejadian itu, hal itu membuat Lela merasa terluka tetapi dirinya memang tak berdaya. "Baby sayang, nanti Papa mau ajak liat Gajah sama Harimau loh." "Jajah? Halmo?" "Iya Sayang, makanya ikut Papa ya...." "Engg!" ia pun mengangguk. Alhasil Bara yang turun tangan menggendong Baby
"Papa!" panggil Baby Dam. Ia berusaha turun dari kursi makannya, membuat Lela pun bergegas membantunya. "Papa Papa!" panggil Baby Dam dengan tak sabaran. Ia berjalan dengan kakinya yang sebenarnya belum terlalu kencang, hal itu membuatnya tampak lebih menggemaskan. Ia dengan semangat menghampiri ayahnya yang tersenyum dan membuka tangan padanya. Bara langsung menggendongnya dan menciumi pipi anaknya dengan penuh kasih sayang. "Hem, bau buah! Udah makan ya anak Papa?" tanyanya dengan lembut. "Udah Papa, Papa matan juda (makan juga), yuk!" "Papa udah makan, masih kenyang. Beslk kita sarapan bareng ya?" Pemandangan itu adalah pemandanga yang sebenarnya ingin selalu Lela nikmati setiap hari. Akan tetapi apapun itu, asalkan Baby Dam bahagia, tidak apa-apa kalau ia harus pergi dan tidak bisa melihatnya setiap hari. Setelah memeluk anaknya dengan erat, ia pun menatap Lela yang hanya berdiri sambil tersenyum. "Saya mau bicara sama kamu," ujarnya dengan suara yang dingi
Lela berpikir bahwa Dika baik juga, maksudnya ia cukup perhatian. Padahal katanya hanya teman, sementara yang sesama perempuan--Bella yang pernah jadi rekan kerjanya malah tak percaya padanya. Ia berusaha tetap berpikir positif, mungkin Bella hanya tak melihat bukti bahwa ia tak bersalah. Lagipula ia juga tak bisa membuktikannya pada Bella. Sekarang Lela harus beres-beres untuk pergi besok. Ini hari terakhirnya tinggal di Mansion mewah ini. Ia sudah dibelikan tiket dan akan pindah ke luar negeri. Bukannya pulang ke kampung halaman atau mencari pekerjaan lain di Jakarta. Ia sudah cukup malu untuk stay di Indonesia dengan berita yang menyebar tentang dirinya. Kehormatannya benar-benar dirusak, ia lelah menghadapi ini semua. Jadi ia ingin mencari tempat yang bisa memberinya perlindungan dari masa lalu yang kelabu. Hal terberat yang membuatnya kecewa adalah, Baby Dam, Bi Tati, dan orang-orang yang tetap ada di sisinya. Ia tak berpikir bahwa Bara juga akan merasa kehilangan, ia
Melihat kepergian Lela dari CCTV yang ada di mansion. Itulah yang sedang Bara lakukan saat ini. Di dalam kantornya yang ada di Shanghai-China, sampai-sampai ia mengabaikan tumpukan pekerjaan yang harusnya ia selesaikan segera. Saat ini, ia hanya ingin melihat Lela untuk yang terakhir kali dari CCVLTV. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk move on dari Lela. Bagaimanapun, ia akan menikah dan ia harus mulai belajar untuk mencintai Dena. Tiba-tiba orang yang ia pikirkan menghubunginya, Dena. "Halo, Sayang, kamu lagi ngapain?" sapanya ceria. "Kerja, sekarang kan jam kerja." Dena menghelan nafas, Bara masih saja dingin padanya. "Kamu udah tahu kan, kalau Lela hari ini pergi? Kenapa kamu nggak nungguin dia pergi, malah ke Shanghai dulu?" tanya Dena. "Emang dia siapa sampai aku harus nungguin dia pergi, sementara aku bakal rugi miliaran untuk nungguin orang yang nggak penting?" Dena tidak menjawab apa-apa, tetapi ia mengalihkan pembicaraan untuk menghindari konflik. Ia
Seminggu berlalu Bara pulang ke Jakarta, ia menunjukkan sifat pemarahnya lagi membuat orang-orang di Mansion mulai kualahan. Untungnya ia masih baik pada Baby Dam, tetapi Baby Dam jadi sering tantrum setelah kehilangan sosok ibu asi yang selama setahun 8 bulan itu menjaganya dengan kasih sayang seorang ibu. Keadaan Mansion sangat kacau, bahkan Dena sendiri tak berani menemui Bara di Mansion karena ini. Dena masih berusaha merebut hati Baby Dam, tapi sayangnya sulit sekali. Sementara Bara masih meledak-ledak. Hal itu membuatnya frustrasi dan tidak tahu harus bagaimana bersikap. Ia semakin pesimis untuk melanjutkan hubungan ini, padahal dulu posisi inilah yang ia dambakan, yaitu bisa menjadi calon istri dari Bara, orang yang ia kejar dengan gila-gilaan. Malam harinya, Dena pun berkumpul dengan teman-temannya membicarakan soal banyak hal termasuk gaya hidup mereka yang mewah itu. Namun Dena malah merasa sedih di tengah keramaian itu, yang membuat sahabatnya Gisel menyadarinya.
Jujur saja Lela agak skeptis dengan Bi Tati yang berubah itu. Akan tetapi, sebelum pergi ia menawarkan Bi Tatk dulu agar tidak ada gesekan ke depannya."Bi Tati yakin nggak mau ikut?" tanya Lela.Sebelumnya Lela juga sudah menawarkan pada Bi Tati, tetapi Bi Tati tidak mau dan menjawabnya dengan ketus.Lagi-lagi, Lela tidak mempermasalahkan nada bicara yang makin hari makin lebih berani. Kalau diurutkan sebagai Majikan dan Bawahan, Bi Tati tidak memenuhi standar dasar bawahan.Lela juga terlalu lembek padanya. Itu dilatarbelakangi oleh fakta masa lalu mereka. Lela menghormatinya sebagai orang yang dipercaya oleh suaminya, dan orang yang lebih tua darinya. Bahkan Bi Tatilah yang membuat Lela bertahan di rumah itu, dari saat ia belum menjadi istri Bara. Kali ini Bi Tati hanya menggeleng.Lela mengerti, "Oke deh. Baik-baik ya kalian semua!" ujarnya pada Bi Tati dan yang lainnya."Iya, semoga kalian selamat sampai tujuan," ujar Bi Tati sebagai formalitas.Lela tersenyum lebih lebar, mer
"Haha! Kau pasti bercanda!" balas Bara kemudian menyesap kopinya. Melihat reaksi itu Juri terkekeh, "Hehe... aku serius." Bara sampai susah menelan kopinya, tetapi ia harus tetap santai. "Tapi kamu pacar sahabatku," ujar Bara mengingatkan. "I know, tapi cinta tak memandang siapa orangnya kan?" Bara menyeringai, "Lalu kenapa kau tidak naksir saja pada Kevin, kalau kau bilang cinta tak memandang siapa orangnya?" Kevin adalah teman Bara juga ia berpostur gemuk dan hobi makan berat. Kalau sekarang mungkin seperti mukbang, ia makan apapun dengan jumlah yang sangat banyak. Orang-orang seperti Juri menurut Bara menyebalkan. Jujurlah kalau cinta juga tentang persepsi. Kalau Juri bilang ia jatuh cinta padanya tanpa memandang siapa orangnya, harusnya ia bisa menyukai yang lain. Itu kata-kata yang dangkal. Jika benar Juri tak memandang siapa orangnya, maka Kevin tidak masalah baginya. Namun, Juri terus membully Kevin di masa lalu. Itu yang membuat Bara makin sebal padanya. "K
"Minder kenapa? Lagian kan ada Papa sama Mama yang bisa ngatur semuanya." "Ya udah sih orang udah lewat." "Bisa aja kan kalo Bara mau, kenapa kalian gak ninggalin pasangan masing-masing?" "Mom! Please, Bara udah bahagia sama pasangannya," kecam Blenda. "Maksudnya si perempuan kampungan itu?" Blenda menghela napas, ia tak suka dengan sikap ibunya yang suka merendahkan orang itu. Maklum, ia anak orang kaya dari lahir dan menikah dengan ayahnya yang merupakan salah satu penguasa di negeri ini. "Gak usah marahlah, Mami kan cuma mau kamu menyelesaikan semuanya dengan jelas. Ceraikan saja Greg yang tidak tahu diri itu." Blenda menghela napas, "Akan aku pikirkan." ••• Bara baru selesai dengan pekerjaannya siang itu, kemudian memilih untuk istirahat. Ia sudah melewatkan satu jam waktu istirahat.Rasanya sangat lelah sekali karena harus membereskan semua kekacauan itu dan memulai dari awal. Ia benar-benar kelhilangan banyak pekerja, kepercayaan klien dan semua yang terkait de
"Seperti yang kamu denger kemarin, sedang diproses." Lela pun terkejut, "Apa gak ada keringanan?" Bara menoleh pada istrinya sambil mengancingkan jasnya. "Kita bicarain setelah aku balik dari Amerika ya." Setelah itu Bara menyeret kopernya, menciun dan memeluk istrinya sejenak sebelum benar-benar pergi. Kemudian, Lela menidurkan Baby Alesha sebelum akhirnya menyusul suaminya ke lantai dasar untuk mengantarnya pergi. "Kamu buru-buru banget ya," ujar Lela menahan tangan Bara yang akan masuk ke mobil. Bara pun berbalik dan menoleh melihat istrinya yang terlihat sedang tidak ingin ditinggal. Wajahnya cemberut dengan tatapan sedih, sepertinya ia masih kepikiran apa yang menimpanya. "Sayangku, aku harus cepet sampai di sana karena ini darurat banget. Aku usahain untuk selesain secepatnya ya." Lela mengangguk dan melepaskan pegangan tangannya pada lengan sama suami. Melihat itu, Bara pun menarik Lela ke dalam pelukannya lagi dan mencium kepalanya. "Udah ya, Sayang. Aku
Lela menghela nafas melihat bagaimana media membicarakan tentangnya dan Bara. Terutama membahas soal dirinya yang pernah melakukan induksi laktasi. Banyak yang mengkritik mereka karena melakukan tindakam ilegal dan melanggar norma. Akan tetapi lewat perjanjian itu pula banyak pakar hukum yang bilang kalau itu tidak melanggar hukum. Ia sekarang pun sedang menyusui putrinya, dan teringat saat dulu menyusui Demian yang sekarang sudah mulai belajar dengan guru yang diundang ke Mansion. Terkait Damien, sebenarnya Bara sempat berpikir untuk tidak membiarkan Demian sekolah di sekolah biasa. Bara ingin Demian homeschooling saja. Lela jelas tidak setuju, karena jika itu terjadi, bisa saja Demien tidak bahagia. Artinya Lela akan setuju untuk membiarkan Demien homeschooling jika Demien yang menginginkannya, tidak ada paksaan dari mereka berdua sebagai orang tua. Lalu syaratnya, harus homeschooling yang tetap keluar rumah. Lela tidak ingin Demien tumbuh menjadi Tuan Muda yang tidak berbaur
Semua orang pun langsung terkejut dan mulai riuh dengan banyak obrolan di dalam sana. Sorotan cahaya kamera semakin menggila membuat Lela sampai harus memejamkan mata karena tidak kuat dengan silaunya yang dihasilkan dari kamera-kamera itu. Lalu Bara segera memberinya kacamata hitam untuk melindunginya. Ia benar-benar suami yang act of service. Lela dan Bara melakukan konferensi tidak membawa anak-anak, karena posisi itu tidak aman sehingga anak-anak harus dititipkan di rumah. Setelah itu, Bara pun bersuara lagi memecah keributan yang ada di sana. "Oke kita balik lagi! Sebenarnya agak aneh kalau kalian terkejut dengan fakta ini, karena sudah diungkapkan, dan sudah ada bukti. Rasanya apa yang kalian ragukan dari bukti itu karena tidak berasal dari saya langsung kan? Maka saya konfirmasi bahwa itu benar." Bara terus memberikan menarik ulur penjelasannya agar para wartawan berpikir kritis dan tidak asal menulis berita dan bertanya lagi. Namun, tentu saja itulah pekerjaan mer
"Untuk apa kalian tau?" tanya Bara balik. Sebenarnya ia main-main saja, tapi Bara akan menjelaskannya seperti kesepakatannya dengan sang istri sebelumnya. Orang yang ditanya malah bingung, sehingga Bara terkekeh melihatnya. Sebelum bicara lagi, Bara menatap mata para wartawan di sana. "Ya kalau kalian bingung menjawabnya, saya gak mau jawab. Kenapa?" Ia menjeda lagi, melihat istrinya yang duduk tenang dan terus bermain-main dengan pikiran mereka. "Ya harusnya kalian juga berpikir dong, kenapa kalian harus tahu, lalu apa sih yang membuat kalian harus tahu? Kenapa kami harus memberitahu kalian tentang apa yang tidak kami beritahu kepada kalian?" Diam lagi. Semua diam tanpa berani menjawab. "Nah hal seperti itu harusnya kalian dalami dulu sebelum bertanya. Pertanyaan kalian harus ada basisnya. Kalian tuh harus jelas membutuhkan informasi itu. Kalo cuma fomo atau viral, itu jadi hoax karena informasinya gak guna buat kalian. Lah iya, kenapa kalian harus tau? Kalau hanya ka
"Sayang...." panggil Bara dengan manja. Lela terus memunggunginya di tempat tidur karena masih kesal dengan betapa jahatnya Greg dan betapa pasifnya Bara merespon hal itu. Padahal ia selalu melihat Bara yang galak pada karyawannya dan selalu tegas, tapi terhadap sahabat-sahabatnya ia bisa bersikap lemah lembut. "Say, kok masih marah sama aku sih? Aku udah minta maaf dan aku akan coba untuk beri dia sanksi, biar nggak kebiasaan," bujug Bara. "Itu kan yang kamu omongin, tapi faktanya kamu nggak ngelakuin itu. Kamu terlalu lembek sama Dokter Greg hanya karena persahabatan yang baik. Tapi kan kamu biasanya selalu ngikutin prinsip. Masa kamu gak tega sama dia?" Bara menghela napas, istrinya mulai melakukan konfrontasi. "Masalahnya aku juga terbatas sama keinginan dari Blenda. Dia nggak pengen aku ngungkapin permasalahan dalam rumah tangga mereka." "Ya tapi kamu dirugikan. Ini bukan hanya tentang Blenda, tapi kan kamu juga butuh keadilan. Kontrak yang harusnya dia tanda tangani seb
"Maaf... aku udah janji sama Blenda, kalau aku nggak akan membongkar hal itu." Lela merasa tidak adil, tapi bagaimana lagi semuanya sudah terjadi dan Blenda meminta agar mereka tidak buka mulut. Saat memikirkan itu, tiba-tiba. Bruk! Bara tergeletak di atas soda dengan lemas. "Mas!" Lela langsung berusaha menaikkan Bara ke atas kasur. Bara masih setengah sadar sehingga Lela tidak benar-benar mengangkat Bara sepenuunya. Ia kemudian menghubungi dokter keluarga Raniero yang lain. Sembari menunggu dokter datang, Lela pun mencoba untuk mengompres Bara dan memijit pelan-pelan badannya, agar ia lebih rileks. Namun, Bara masih mendengar suara Lela yang terus mengoceh karena sangat mengkhawatirkan suaminya. "Aku cuma butuh istirahat, Sayang. kamu nggak usah khawatir." Lela mendelik menatap suaminya, tidak setuju. "Hanya butuh istirahat apanya?! Kamu udah ngedrop banget! Kamu udah kecapean dari kemarin-kemarin. Kenapa sih, kamu susah banget kalau diajak istirahat? Kamu selalu p