Pak Bagus langsung melepaskan Lela, karena spontan sampai Lela terjatuh. Bara yang masuk ke ruangan itu bersama Direktur Keuangan pun terkejut dengan adegan itu. Mereka menatap keduanya dengan tatapan penuh tanya, curiga dan menuduh. "Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Pak Dava--Direktur Keuangan. "Bisa menjelaskannya, Pak Bagus?" Lebih gawatnya lagi, semua yang ada di devisi keuangan ribut dan melihat ke arah ruangan di mana ruangan itu sudah tidak tertutup gorden. Lela sendiri masih memungut file yang jatuh, kemudian memasukannya ke dalam map sebelum berdiri lagi dengan baik. Kamera dari ponsel masing-masing pun menyorot dengan jelas, hal itu membuat Lela takut dan merasa pusing. "Dia merayu saya, Pak!" ujar Pak Bagus lantang sambil menunjuk Lela. Lela langsung menggeleng, ia meletakkan map yang ada di tangannya di atas sofa. "Tidak Pak, itu tidak benar. Pak Bagus yang mengganggu saya, dia melecehkan saya!" jelas Lela berusaha membela diri. "Heh, gak usah playing
"Baik, dimulai dari Lela, apa pembelsanmu terhadap tuduhan Pak Bagus kalau kaku merayunya?" tanya Bara memulai sidang dadakan itu. Lela dengan yakin langsung menjawab, "Saya ditugaskan oleh Senior saya di devisi marketing untuk mengantarkan file pada Pak Bagus sebagai Manager Keuangan, tetapi beliau malah mengganggu saya. Ini bukan pertama kalinya bagi saya, saya sering mengalami pelecehan baik verbal maupun non verbal. Saya berusaha menghindari kemungkinan untuk bertemu dengan Pak Bagus, tapi keadaan memaksa saya. Anda bisa mengecek CCTV untuk mengonfirmasi hal itu." "Bagaimana Anda akan membela diri, Pak?" tanya Bara kemudian. Pak Bagus terlihat gugup sejenak, tetapi sebuah ketukan pintu membuat senyumnya merekah. "Permisi!" sapanya. Dika pun segera membuka pintu dan melihat ada salah satu anak devisi sistem. Entah siapa yang memanggiknya, tetapi ia sudah datang di sana. "Hallo, Pak! Perkenalkan saya Aji, saya di sini karena ada kesalahpahaman kata beberapa karyawan devi
Hari Minggu seperti yang dijanjikan, Bara dan Dena sudah siap akan membawa Baby Dam piknik. Lela juga sudah mempersiapkan segala keperluan Baby Dam, termasuk makanan yang bisa dimakan oleh batita 2 tahun itu. "Udah siap semuanya?" tanya Dena pada Lela. "Sudah Non, sudah saya kemas keperluan Baby Dam." "Oke, bawain ke mobil ya, biar Baby Dam sama aku!" ujar Dena semangat. Ia membuka tangannya untuk menggendong Baby Dam, tapi spontan anak itu menolak. "Ma!" panggil Baby Dam meringkuk pada Lela. Lela pun merasa bingung, Baby Dam sangat sensitif pada orang yang tidak ia kehendaki. Ia pun berusaha membujug Baby Dam selama setengah jam sampai Bara kesal. Bara dan dirinya tidak bicara setelah kejadian itu, hal itu membuat Lela merasa terluka tetapi dirinya memang tak berdaya. "Baby sayang, nanti Papa mau ajak liat Gajah sama Harimau loh." "Jajah? Halmo?" "Iya Sayang, makanya ikut Papa ya...." "Engg!" ia pun mengangguk. Alhasil Bara yang turun tangan menggendong Baby
"Papa!" panggil Baby Dam. Ia berusaha turun dari kursi makannya, membuat Lela pun bergegas membantunya. "Papa Papa!" panggil Baby Dam dengan tak sabaran. Ia berjalan dengan kakinya yang sebenarnya belum terlalu kencang, hal itu membuatnya tampak lebih menggemaskan. Ia dengan semangat menghampiri ayahnya yang tersenyum dan membuka tangan padanya. Bara langsung menggendongnya dan menciumi pipi anaknya dengan penuh kasih sayang. "Hem, bau buah! Udah makan ya anak Papa?" tanyanya dengan lembut. "Udah Papa, Papa matan juda (makan juga), yuk!" "Papa udah makan, masih kenyang. Beslk kita sarapan bareng ya?" Pemandangan itu adalah pemandanga yang sebenarnya ingin selalu Lela nikmati setiap hari. Akan tetapi apapun itu, asalkan Baby Dam bahagia, tidak apa-apa kalau ia harus pergi dan tidak bisa melihatnya setiap hari. Setelah memeluk anaknya dengan erat, ia pun menatap Lela yang hanya berdiri sambil tersenyum. "Saya mau bicara sama kamu," ujarnya dengan suara yang dingi
Lela berpikir bahwa Dika baik juga, maksudnya ia cukup perhatian. Padahal katanya hanya teman, sementara yang sesama perempuan--Bella yang pernah jadi rekan kerjanya malah tak percaya padanya. Ia berusaha tetap berpikir positif, mungkin Bella hanya tak melihat bukti bahwa ia tak bersalah. Lagipula ia juga tak bisa membuktikannya pada Bella. Sekarang Lela harus beres-beres untuk pergi besok. Ini hari terakhirnya tinggal di Mansion mewah ini. Ia sudah dibelikan tiket dan akan pindah ke luar negeri. Bukannya pulang ke kampung halaman atau mencari pekerjaan lain di Jakarta. Ia sudah cukup malu untuk stay di Indonesia dengan berita yang menyebar tentang dirinya. Kehormatannya benar-benar dirusak, ia lelah menghadapi ini semua. Jadi ia ingin mencari tempat yang bisa memberinya perlindungan dari masa lalu yang kelabu. Hal terberat yang membuatnya kecewa adalah, Baby Dam, Bi Tati, dan orang-orang yang tetap ada di sisinya. Ia tak berpikir bahwa Bara juga akan merasa kehilangan, ia
Melihat kepergian Lela dari CCTV yang ada di mansion. Itulah yang sedang Bara lakukan saat ini. Di dalam kantornya yang ada di Shanghai-China, sampai-sampai ia mengabaikan tumpukan pekerjaan yang harusnya ia selesaikan segera. Saat ini, ia hanya ingin melihat Lela untuk yang terakhir kali dari CCVLTV. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk move on dari Lela. Bagaimanapun, ia akan menikah dan ia harus mulai belajar untuk mencintai Dena. Tiba-tiba orang yang ia pikirkan menghubunginya, Dena. "Halo, Sayang, kamu lagi ngapain?" sapanya ceria. "Kerja, sekarang kan jam kerja." Dena menghelan nafas, Bara masih saja dingin padanya. "Kamu udah tahu kan, kalau Lela hari ini pergi? Kenapa kamu nggak nungguin dia pergi, malah ke Shanghai dulu?" tanya Dena. "Emang dia siapa sampai aku harus nungguin dia pergi, sementara aku bakal rugi miliaran untuk nungguin orang yang nggak penting?" Dena tidak menjawab apa-apa, tetapi ia mengalihkan pembicaraan untuk menghindari konflik. Ia
Seminggu berlalu Bara pulang ke Jakarta, ia menunjukkan sifat pemarahnya lagi membuat orang-orang di Mansion mulai kualahan. Untungnya ia masih baik pada Baby Dam, tetapi Baby Dam jadi sering tantrum setelah kehilangan sosok ibu asi yang selama setahun 8 bulan itu menjaganya dengan kasih sayang seorang ibu. Keadaan Mansion sangat kacau, bahkan Dena sendiri tak berani menemui Bara di Mansion karena ini. Dena masih berusaha merebut hati Baby Dam, tapi sayangnya sulit sekali. Sementara Bara masih meledak-ledak. Hal itu membuatnya frustrasi dan tidak tahu harus bagaimana bersikap. Ia semakin pesimis untuk melanjutkan hubungan ini, padahal dulu posisi inilah yang ia dambakan, yaitu bisa menjadi calon istri dari Bara, orang yang ia kejar dengan gila-gilaan. Malam harinya, Dena pun berkumpul dengan teman-temannya membicarakan soal banyak hal termasuk gaya hidup mereka yang mewah itu. Namun Dena malah merasa sedih di tengah keramaian itu, yang membuat sahabatnya Gisel menyadarinya.
Meski Bara juga merasa kacau, ia tetap mengunjungi putra kecilnya dan kalau di rumah ia menyempatkan diri untuk bermain dengannya. Ini sudah sebulan pasca kepergian Lela, tapi Baby Dam masih saja menanyakan keberadaan Lela. "Pa! Mama mana?" tanyanya. Sakit rasanya mendengar pertanyaan itu dari mulut mungil Baby Dam yang polos. Ia tak bisa marah tentu saja, anaknya yang berharga dan masa kecilnya yang suram. Baby Dam mendapatkan masa kecil yang indah hanya saat bersama Lela, bagaimana bisa ia bisa move on begitu saja? Kadang ia sampai salah sebut seseorang saat memanggil, ia menyebut 'Lela' dan itu membuatnya jadi bahan gosip lagi di mansion. Tak hanya pembantu yang mendapatkan panggilan itu tapi Bi Tati dan Bi Hera. Kini Bi Tati harus tinggal di mansion, menggantikan Lela. "Mama lagi jalan-jalan Sayang, kapan-kapan pulang kok," jawab Bi Tati. Bara berdecak, "Bi! Jangan menjanjikan hal yang tidak mungkin." Bi Tati menegang mendapatkan tatapan membunuh dari Tuannya ya