Aku buat secara sederhana biar gak belok genre jadi Misteri hehe
"Kamu kenapa ngeliatin aku kayak sih?" tanya Dena sebelum memakan potongan steak-nya. Bara pun menggeleng, lalu tersenyum. "Akhir-akhir ini, ingatanku mulai kembali padahal aku gak konsumsi obat." Dena terlihat menegang, ia menelan steak yang ia kunyah dengan susah payah, lalu memberikan senyum paksa. Itu terlihat sekali di mata Bara. Meski Dena bisa menipu banyak orang, tidak dengan Bara. Semua akan terlihat jelas di matanya. "Kamu ingat apa aja?" tanya Dena. Bara menyeringai dan menatap Dena dengan main-main, seolah ia sedang menantang Dena. "Aku tahu ada banyak hal yang jadi privasimu, bisa aja nggak boleh tau, bahkan ketika ingatan itu ada tapi ... aku pengen tanya satu hal sama kamu tentang hubungan kamu sama Alex." Dena kaget, tetapi ia berusaha tetap tenang. "Apakah kalian memang pernah pacaran?" Dena terlihat berpikir, ia bingung harus jujur atau tidak tetapi dari track record Bara, ia tidak mungkin tidak tahu. Bahkan jika waktu penyelidikannya lama ia akan sege
Bara membuka matanya dan ia berada di rumah sakit. Ia menghela napas dan berusaha menemukan seseorang, tetapi ia hanya menemukan ruangan yang sepi tanpa seseorang bersamanya. Ia menekan tombol untuk memanggil Perawat di atas kepalanya. Namun sebelum mereka datang Dena masuk dan terkejut melihatnya sadar. "Kakak udah sadar?! Syukurlah!" ujarnya bahagia. Bara hanya berdehem, lalu melihat dua Perawat dan seorang dokter masuk ke ruangan VIP itu. "Panggil Dika untukku ya, De." Dena pun mengangguk dan langsung menelpon Dika. Setelah diperiksa, kondisi Bara sudah membaik. ••• Dika datang di jam makan siang, ia terlihat kurang tidur. "Butuh karyawan satu lagi buat bantu kamu?" Dika mengangguk, "Ya." "Oke, atur aja di HRD." Itu basa-basi, lalu berlanjut ke hal inti kenapa ia memanggil Dika ke sini bukannya bicara lewat telpon. "Dika, saya masih punya urusan lain yang perlu saya selidiki tentang Lela. Jadi saya ingin kamu mengurus masalah Pak Bagus dan antek-anteknya d
"Siapa Ayahnya?" tanya Bara ngegas."Wait... kita juga gak tau."Maka mereka pun mulai diam dan berpikir dengan pikiran masing-masing, sebelum akhirnya Greg dan Blenda duduk di samping ranjang milik Bara dan bercerita tentang awal mula dari apa yang mereka tahu."Sayangnya kita udah terlambat, itu karena gue gak sengaja diceritain sama temen gue di RS X itu. Seorang perempuan berhijab yang hamil, terus... kelihatan gak bahagia. Pas dia cerita asalnya, itu daerah mansion lo, temen gue kira dia pembantu di perumahan elit. Tapi... pas gue iseng tanya usianya, bikin gue keinget Lela dan sebenernya ini gak etis tapi gue langsung tanya nama dan langsung gue cek ke CCTV, ternyata itu beneran Lela." "Ya terus siapa Ayahnya, dia bukan cewek yang akan tidur dengan sembarang orang bahkan... sahabatnya sendiri, mereka hanya akan ketemu di tempat umum," ujar Bara menggebu. Ia seolah membela Lela, seolah sangat tau kepribadian Lela yang tak sembarangan. "Lo yakin banget, emang lo tau Lela sejauh
"Sialan!" umpat Bara di kantornya. Ia mulai menenggelamkan dirinya ke dalam pekerjaan lagi dan lagi, hingga tak pernah bertemu anaknya sampai seminggu gara-gara sering begadang di kantor. Ia pun melakukan video call pada pengasuh Baby Dam, menanyakan kabar anaknya. "Halo Bi, gimana kabarnya Demian?" tanyanya. Bi Tati langsung memperlihatkan Baby Dam ke arah layar. Ia sedang bermain seperti biasa, tetapi ia bermain tidak sesenang seperti saat bersama Lela. Meskipun para pembantu sudah membantu Bi Tati untuk menghibur Baby Dam, tetapi tetap saja ia tidak bisa sebahagia dulu. "Baby Dam seperti biasa, baik Tuan. Dia lagi main sama Arum, setelah tadi sama guru parentingnya."Bara pun mengangguk lalu menghela nafas, "...apa kamu ngerass Damien jadi diam ya?" tanyanya pada Bi Tati."Ya sepertinya, Tuan bisa menebaknya sendiri sejak kapan itu terjadi," jawab Bi Tati seadanya.Bara hanya diam kemudian meminta Bi Tati untuk memperlihatkan kepadanya wajah anaknya, tetapi Baby Dam se
Bi Hera dan Bi Tati bingung menatap satu setel baju tidur itu, milik Lela sebelumnya. Bi Tati menitipkan Baby Dam pada Arum, sementara ia dan Bi Hera dikumpulkan untuk dimintai keterangan. Tetapi mereka bingung karena Tuan mereka hanya memberi mereka sesetel pakaian tidur itu, tanpa mengatakan apa-apa. "Ada apa, Tuan?" tanya Bi Hera akhirnya. "Ini, dipakai siapa sebelumnya?" tanya Bara. "Lela, Tuan. Pas saya tidur di kamar itu, saya bawa baju sendiri," ujar Bi Tati takut. Bara mengangguk-angguk saja, "Oke."Hanya dengan jawaban itulah Bara akhirnya mengerti, seolah semua puzzle-puzzle itu memang mengarah kepada malam pertunangannya dengan Dena, dan fakta bahwa orang yang tidur dengannya bukan Dena.Itu semua dimanipulasi, jelas karena Dana yang bangun di sebelahnya pagi itu, berarti Dena juga terlibat."Jadi aku Ayah dari anak Lela?"Maka ia akan menuntutnya sekarang juga.•••Ia tiba di apartemen Dena, ia datang dan meminta orang lain yang ada di kamar milik Dena keluar.
Tak menunggu waktu lama, Bara pergi ke Australia untuk mengecek keberadaan Lela. Ternyata apa yang dikatakan Dena memang benar adanya. Ia berada di cafe yang ada di depan flat cantik milik Dena. Bara memakai kacamata hitam, baju casual dan duduk dengan santai padahal sedang mengintai. Perut Lela memang belum terlihat besar tetapi, ada tanda-tandanya cara berjalannya berbeda. Bara lega melihat Lela menjalani harinya yang baru selama sebulan itu dengan baik, dibantu dengan bawahan Dena. Rasanya ia ingin berterima kasih pada Dena, tetapi masih gengsi. Meskipun ia terjerat oleh perjanjiannya pernikahan itu, ia tak masalah jika Lela aman. Ia tidak mengerti kenapa akhirnya mereka ada di situasi seperti ini, sungguh ia tidak ingin menghamili Lela dalam keadaan belum menikah. Ia sungguh ingin menjaga kehormatan Lela, tetapi dirinya yang kehilangan kesadaran karena alkohol. Ia hilang arah lagi saat itu dan melakukan hal keji pada seorang gadis suci yang telah ia nodai. Ia ingin sek
Lela membuka buku diary-nya. Menulis kegiatannya sehari-hari di Australia, di mana ia memulai kehidupan yang baru dan memilih untuk menghilang selama beberapa tahun. Ia tidak tahu apakah ia bisa kembali ke Indonesia, mungkin bisa, tapi jangan sampai ia bertemu dengan Bara. Ia sungguh tidak ingin merusak kebahagiaan Dena yang sudah baik padanya. Ia tidak boleh menjadi orang yang tidak tahu diri. Keberadaannya di sini aman karena ada Dena yang melindunginya, meskipun tidak memungkidi bahwa semua atas kehendak Allah. Ia sebenarnya sering dimata-matai oleh seseorang seperti Bodyguard Bara, dan lain-lain. Jadi ia peka dengan sekitar, ia sempat melihat ada seseorang yang mengawasinya. Ia berasumsi bahwa itu kiriman Dena. Namun, untuk memastikannya ia bertanya pada Dena. "Maaf, Non. Saya liat ada orang yang mengawasiku, siapa ya?" "Oooh itu... aku yang nyuruh, buat security aja." "Owalah, aku was-was, takutnya itu dikirim oleh Bara atau siapapun yang ingin mengejarku." Namun
"Alex, lo gak bilang kalo ada di Jakarta." Alex tertawa garing, "Yah gitu...." Bara tiba-tiba merasa tak enak dengan suasana ini. Ia memang sudah beberapa waktu lalu berselisih dengan Alex terkait hubungannya dengan Dena di masa lalu. Padahal Alex sempat mengelak, ternyata memang benar hubungannya dengan Dena pernah terjadi. Namun Alex menyembunyikan itu karena sejak awal ia memang tidak suka dengan Dena. Ia mengakui kalau ia malu untuk mengungkapkan itu. Lalu sebuah kejadian membuat mereka akhirnya saling menyukai. "Kapan sampe?" tanya Bara. "Tadi pagi," jawab Alex. Tiba-tiba Alex mengulurkan tangannya kepada Bara dan Bara pun menyalaminya secara otomatis. "Apa ini?" tanya Bara.Alex pun menggenggam tangan mereka dan berkata padanya."Yah, guwle minta maaf karena udah ngegas waktu itu."Bara lega, "Nggak papa sih ... gue juga ngegas waktu itu," blasnya. Kemudian mereka saling tersenyum dan melepaskan salaman mereka. Bara pun berpindah untuk duduk di sofa bersama Alex un
Lela mengalihkan embicaraan agar Bara tidak fokus pada itu. "Aku ngantuk dan capek, tidur di kamar yuk! Katanya mau ngecas energi?" Ia langsung berdiri dan merentangkan tangan minta dipeluk. Bara pun tak membahas apa yang ia tanyakan tadi pada istrinya, dan segera menyambut pelukannya. Namun, sebelum itu ia meminta Bi Tati untuk memindahkan Damien ke kamarnya. Apartemen itu ada 1 kamar utama, dua kamar ukuran sedang untuk Baby Alesha juga Damien sendiri-sendiri, dan untuk pembantu satu kamar tapi dua ranjang, ukurannya juga luas. Bara dan Lela masuk kamar dengan bahagia, saking rindunya sampai melupakan anaknya. Untung mereka kaya dan ada yang bisa diperintah, kalau tidak, parah sih. ••• Paginya, Bara dan Lela ke rumah sakit untuk mengunjungi Hendra lagi. Kali ini mereka membawa serta anak-anak, karena ada Bara juga. Namun sebelum mereka masuk, mereka mendengar teriakan Eva. "Mas, padahal tinggal bilang dengan baik-baik kok, kenapa harus pake bahasa yang kasar?!" ke
Sudah dua pekan Lela di Bandung, tiba-tiba Bara menelpon di jam kerjanya. Biasnaya ia akan mengambil waktu istirahat untuk telpon. "Kenapa sih?" tanya Lela pada suaminya di video call. Namun sepertinya Bara sedang di Mansion, terlihat backgrounnya kamar Damien. "Nih, Damien nangis pingin ketemu Mama katanya," ujar Bara. Kamera pun disorot ke Damien yang sedang menangis, ia terlihat sangat sedih. Lela jadi ketularan sedih dan langsung menghela napas. "Ya Allah Sayangku, kenapa nangis?" tanyanya lembut. "Pingin ikuuuuut," jawab Damien dengan isak tangisnya. Sementata itu Baby Alesha menyembul di balik hijab Lela, ia baru selesai menyusu dan melihat ke arah kamera. "Nih, diliatin Dedek Alesha. Masa Abang gak malu?" ujar Lela. Damien pun mengusap air matanya, ia memang anak yang cukup gengsian. Apalagi sejak Alesha lahir, Damien berperan menjadi kakak jagoan yang selalu melindungi adiknya. Bahkan setiap teman-teman Bara atau Lela datang menbawa anak-anak mereka, Damien
Lela tersenyum masuk ruangan rawat inap Hendra bersama suaminya. Bahkan sedari tadi, Bara terus merangkulnya sampai susah masuk di pintu masuk karena Bara yang besar. "Assalamualaikum, Papi, Mama!" sapa Lela pada mertuanya. Eva pun tersenyum dan langsung berdiri. Lihatlah, ia anggun sekali seperti Ratu Inggris yang penuh etiket. Pakaiannya juga sangat sopan meski tidak berhijab, ia sangat rapih dan berkelas. "Waalaikumsalam, Sayang." "Gimana kabarnya, Papi sekarang?" tanya Bara. "Loh katanya Bara mau balik ke Jakarta?" tanya Eva setelah menyalami dan memeluk Lela. "Iya, ini abis dari sini langsung balik ke Jakarta." Eva mengangguk-angguk, "Papi kamu udah mulai membaik, tinggal pemulihan. Tapi Mama mau Papi kamu dirawat dulu sampai bisa jalan," ujarnya. "Takut banget kalo ada apa-apa nanti, masalahnya kan Nyonya Yun... eh Mami lagi sakit juga, abis tenggelam di kolam waktu di Bali." Lela terkejut, "Loh terus gimana sekarang?" "Udah baik katanya. Dia kayaknya mau
Hendra terkena stroke dan dirawat di rumah sakit di Bandung. Maka, dalam keadaan itu Bara datang mengunjungi ayahnya dan melihat ayahnya tidak bisa bicara dengan baik. Sayangnya, Bara tidak bisa menjaga ayahnya karena harus bekerja. Kakak-kakaknya juga tak bisa datang karena sudah sibuk dengan pekerjaan dan keluarga mereka di luar negeri. Melihat situasi itu, Lela minta izin pada Bara untuk ikut merawat Ayah mertuanya dan tinggal di sekitar rumah sakit. Awalnya Bara tidak mengizinkannya karena ia khawatir pada Lela yang masih harus bersama dengan Baby Alesha. Akan tetapi, Lela berhasil meyakinkan suaminya dan meyakinkannya bahwa itu adalah baktinya yang harus ia sampaikan kepada mertuanya. Ia berkata pada Bara. "Mas, selama ini aku nggak 100% nyalahin sikap Papi sama aku. Sikapnya itu sangat wajar, karena dia hanyalah orang tua. Umumnya orang tua ya selalu ingin yang terbaik untuk anaknya dan aku mungkin gak masuk pada kriteria dia waktu itu. Wajar buat dia untuk berkomentar
Hal yang Lela khawatirkan adalah fakta bahwa ayahnya sudah keluar dari penjara saat ia pulang ke Jakarta. "Kenapa, Sayang?" tanya Bara lembut. "Aku pingin kamu lakuin satu hal." "Apa itu?" tanya Bara khawatir dengan sorot mata istrinya yang penuh ketakutan. "Itu..." Lela berat mengatakannya. "Lindungi Ibu dan adik-adikku. Tolong ya..." Bara berpikir sejenak, "Itu pasti, tapi kenapa?" "Bapakku udah keluar dari penjara, setidaknya tepat kita sampai di Jakarta." Bara terkejut, itu benar. Ayah mertuanya yang kriminal itu harusnya akan keluar dalam hitungan hari. "Aku akan kirim orang untuk melindungi mereka, kamu jangan khawatir. Kalo bisa, aku akan pindahkan mereka. Oke?" "Atau... Biarin ibu dan adik-adik tinggal sebentar di mansion, sebelum kita pindahkan mereka ke tempat lain." Bara pun merasa itu ide yang bagus. "Boleh. Akan aku urus semuanya." "Makasih, Mas." "Apapun buat kamu, Sayang." Lela pun lega mendengarnya, bagaimanapun ayahnya belum tentu jera sete
Bara selesai menggarap urusan di Jepang lebih cepat dari biasanya, ia sudah menyerahkan kasus yang ia alami kemarin pada teman-temannya yang lain. Tentu saja itu dengan bayaran yang sepadan. Namun sebelum Bara dan timnya benar-benar menangkap Dinda, Dinda sendiri sudah menyerah duluan. Mudah untuk ditebak sih, karena Dinda memang tidak punya backing yang kuat. Ia melakukan drama itu dengan model nekat, tanpa berpikir panjang. Dan yang lebih parahnya lagi, muncul berita bahwa Dinda keguguran gara-gara stress. Blenda sendiri yang memberitahu Bara dan teman-temannya. Itu karena Dinda pergi ke kliniknya dan diurus di sana, tempat yang dulu juga tempat kerja Dinda. Di situlah Dinda seolah menerima karmanya lebih cepat dari yang orang kira. Pada akhirnya, Dinda harus menerima semua bantuan yang dilakukan oleh Blenda padanya. Padahal Blenda hanya brrsikap profesional sebagai seorang dokter. Sementara netizen yang heboh pun langsung kecewa, karena ternyata dramanya tidak seru.
Awalnya Bara dan teman-temannya memang ingin diam saja, ketika Dinda membuat drama di media sosial dan viral. Namun, itu berubah ketika Dena memberitahu mereka kalau sebenarnya Dinda juga menyewa buzzer untuk terus membuat opini bahwa semua kejadian itu mengarah pada Greg, yang terzolimi oleh Bara dan Lela.Sementara itu, fans garis keras dari Greg mulai mengopinikan dan mendukung pernyataan-pernyataan yang mengarah pada Bara dan Lela itu. Bahkan sampai ada yang memberikan statement bahwa Bara adalah mafia yang melatarbelakangi semua terjadinya kasus lain yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan Bara. Hal itu juga menjadi semakin parah dan mempengaruhi bisnis Bara. Sehingga Hendra ikut nimbrung dengan mengomeli anaknya karena kasus ini, membuat bisnis mereka menurun.Maka Bara pun tidak bisa berdiam diri. Ia kemudian memberikan keterangan di media sosialnya beruba video yang sangat tegas pada siapapun yang membuat konten drama itu. "Selamat Pagi, semuanya! Saya sedang berada d
"Aku udah bilang sama Blenda, tapi aku gak nyngka kalo sejauh itu pemikiran dia." "Gimana?" tanya Lela. Bara menghela napas, "Dia malah dukung aku buat cerita ke yang lain." Lela terkejut, "Hah, serius?!" Bara mengangguk, lalu berkata kalau ia akan melakukan janji temu dengan teman-temannya. Ia tak ingin kesalahpahaman ini terus berlanjut, bahkan memperngaruhi bisnisnya. Ia pun membuat janji dengan teman-temannya karena perbedaan tempat dan banyak yang harus mereka kerjakan jadi sulit untuk menemukan waktu yang tepat. Alhasil, mereka memutuskan untuk video call. Namun mereka juga sudah dibriefing oleh Bara untuk tidak merecord semua yang mereka bicarakan hari itu. Bara percaya pada teman-temannya bahwa mereka bukan tipe teman-teman yang suka Cepu, apalagi ini tentang Greg yang menjadi alasan mereka video call malam ini. "Jadi, gue cuma mau bilang. Gue harap kalian jaga rahasia kita. Kemarin kalian nyalahin gue tentang Greg, tapi gak ada yang bener-bener tahu apa yang seb
"Hallo, Nda." "Hallo, Bar. Kenapa?" "Gue mau minta pendapat lo, tentang temen-temen gue sama Greg. Masalahnya, gue sekarang jadi dimusuhin sama circle gue gegara kasus suami lo. Gimana nih?" "Mau lo apa?" tanya Blenda santai. "Ya gue mau cerita ke mereka." "Cerita aja," jawab Blenda santai. "Loh?" "Iya, cerita aja biar lo gak disalahin sama mereka." "Lo gak papa?" tanya Bara memastikan. "Ya nggak papa, emang gue kenapa? Gue kan sengaja bioin dia sengsara sekalian karena udah mengkhianati kepercayaan gue. Gue udah bilang sama lu kan, kalau gua juga pengen dia ngerasain hancur, sehancur-hancurnya. Terus apa masalahnya?" "Gue kira lu gak terima kalo gue cerita ke mereka." "Serius, gue gak masalah." "Gue justru terbantu dengan itu. Lo cerita ke mereka, sehingga temen-temen lo pada berpihak ke lo. Setelah itu Greg bener-bener ditinggal sama semua teman-temannya, terus enggak ada tempat bersandar, endingnya? Dia bakal balik ke gue, mohon-mohon dan itu tujuan gue." B