Lela terkejut saat membuka pintu flat itu, ia bertemu dengan Reza yang berdiri di sana sambil menenteng totebag makanan. Senyum itu masih sama, ceria dan menenangkan. Ia pun berusaha tersenyum dan menanggap keberadaannya. Ia meminta pembantunya untuk menyiapkan cemilan untuk mereka. Ia ketar-ketir sendiri, untungnya kandungannya baru 3 bulan, jadi belum terlihat besar. "Gimana kabarnya, Lel? Lu keliatan berisi...." canda Reza. Lela langsung terkejut, entah kejutan ke berapa sejak ia bertemu Reza setengah jam yang lalu. Reza benar-benar tak terduga. "Ya gitu deh," ujar Lela seadanya. Reza pun tersenyum mendengarnya, "Em, by the way, kan aku nggak ngasih tahu tepatnya di mana. Kok kamu di sini sih?" "Ya aku kan punya banyak informan." "Iya tau, tapi ini terlalu tepat! Aku sampai kaget tadi." "Ya namanya juga surprise, harus kaget dong!" "Dih! Tapi aku masih heran kok bisa sampe depan pintu? Gak nyasar?!" tanya Lela. Mereka langsung berkomunikaso dengan lancar seperti biasa.
"Ada lah...." ujar Lela akhirnya. Ia tak menemukan kata yang tepat untuk menjawab dwngan baik, sehingga membuat alasan yang mengada-ada. Reza menghela napas, ingin mendesak tapi takut Lela malah kesal padanya dan berhenti percaya padanya. Ia tak tau kondisi psikologis Lela yang sebenarnya sekarang, jangan sampai ia melangkah terlalu jauh dan tambah membebani Lela."Ke pantai yuk!""Bagusan pas sore gak sih?" tanya Lela."Tenang sampai sore, kok."Lela pun mengangguk setuju. Mereka pindah ke pantai dan menikmati waktu bercerita sambil menikmati deburan ombak dan rasanya pasir putih di bawah kaki mereka. Lela tetap menggunakan sendal yang memiliki tali sehingga kencang, sementara Reza nyeker dan menenteng sepatunya.Seperti biasa, Reza memiliki penampilan yang casual tetapi rapih. Rambutnya memang acak-acakan, tapi entah kenapa ia selalu terlihat bagus."Btw, kamu masih pacaran sama Sella?" tanya Lela."Nggak, aku males.""Lah kenapa?" "Gak tau pingin sendiri dulu sih...."Lela mengan
"Why?" tanya Lela pada Reza. "Karena aku belum mau aja...." jawab Reza enteng. Lela tak yakin dengan itu, pasti semua ini salah. "Reza, kamu bukan tipe orang yang akan melakukan sesuatu tanpa alasan yang jelas, hanya karena belum mau. Kamu orang yang bertekad dan akan melakukan semua hal demi tercapainya tujuan kamu." Lela tak percaya jika apa yang dikatakan Reza adalah alasan utamanya, pasti ada campur tangan hal yang lain yang menghalanginya. "Kamu gak usah khawatir, semuanya aman," ujar Reza dengan nada santai. Lela merasa gelisah, kalau ini gara-gara dia itu akan membuatnya merasa bersalah pada orang tua Reza. Ia bukannya khawatir pada Reza, tapi khawatir pada alasan Reza menolak semua perempuan yang dijodohkan dengannya. Ia takut jika Reza memang menolak mereka karena masih ada rasa padanya.Masalahnya karena Reza dalam posisi tidak tahu atas kehamilannya, jelas ia taunya ia sedang jomblo dan tidak terikat dengan pekerjaan bersama Bara. Ia jadi bingung apa yang akan ia ka
Reza benar-benar merasa tak berdaya, ia harusnya menemani Lela bukan malah marah dan ketemuan dengan temannya yang tinggal di daerah sana. Alhasil Lela jatuh saat akan menghampirinya dan masuk rumah sakit. Ia bingung dengan Lela, apa yang sebenarnya terjadi padanya. Bahkan beberapa orang berbisik kalau itu pendarahan kehamilan.Kini ia sedang di ambulans bersama temannya menuju ke rumah sakit terdekat. Sampai di sana mereka menunggu Lela ditangani, sementara temannya Keanu memilih untuk membelikan temannya kopi agar tenang. Seperti yang Reza katakan Keanu tau kalau Reza menyukai orang yang sedang ditangani itu, makanya ia tak memberitahu Reza secara langsung kalau Lela adalah ibu hamil. Antara ia merasa tak berhak, atau ia takut membuat Reza patah hati lagi."Ini, Bro!" ujar Keanu menyerahkan satu cup kopi untuk temannya."Makasih."Reza merenung sejenak saat Keanu duduk di sampingnya sambil menyesap kopinya."Gue denger beberapa orang bilang kalau Lela pendarahan hamil, tapi ... ma
Bug! Bara tak mau kalah, ia membalas pukulan Reza dengan tak kalah kerasnya. Sayangnya mereka sama-sama bertubuh tinggi dan berotot, sehingga imbang. "Sialan! Apa-apaan kamu!" bentak Bara tak terima. "Lo yang bikin Lela hamil, kan, Bangsat!" Bug! "Berhenti kalian!" teriak Keanu berusaha memisahkan keduanya. "Bangsat anjing!" Bug! Reza memukul Bara lagi dan begitu seterusnya, sampai 3 satpam datang dan memisahkan mereka. Bahkan Keanu terkena tonjokkan dari Reza saking kalapnya. Mereka berdua akhirnya diseret ke ruang keamanan dan ditanyain penyebabnya. Mereka tak mau mengaku dan memilih membicarakan kasus ini secara pribadi. Namun Keanu minta ditemani dua Satpam agar dua orang ini tidak baku hantam lagi. Mereka diobati dulu sebelum akhirnya membicarakan persoalan itu, tetapi tidak diawasi satpam tetapi Dena dan sopirnya yang baru datang. Kini mereka di ruangan inap milik Lela yang masih tertidur. "Apaan sih kalian udah tua malah berantem kek bocah, bikin malu aja,"
Kantor terasa sedikit berantakan, Dika tak tidur dua hari dan ia diijinkan menggunakan kamar milik bosnya untuk istirahat. Dibantu Bella dan satu karyawan devisi lainnya, ia akhirnya menyelesaikan pekerjaan Bara dan bisa tidur nyenyak. Namun tiba-tiba, pintu diketuk dengan terburu-buru dengan suara panik Bella. "Kak! Kak! Bangun, Kak!" teriaknya tak sabaran. Ia pun tersentak dan segera duduk, ia reflek mengambil kacamata dan ponselnya. "Apa?" tanyanya kesal. Ia pun menuju pintu, tetapi saat itu juga ia langsung tau kalau ia tak bisa tidur nyenyak lagi. ••• Semua terkejut mendengar suara Lela, tetapi sedetik berikutnya Bara bereaksi dan langsung memencet tombol memanggik Dokter atau Perawat. "Gimana perasaanmu, La?" tanyanya menatap Lela. Lela terkejut dengan keberadaan Bara, ia baru menyadari adanya Bara di sana. "Aku... kenapa Bapak di sini?" tanya Lela. Bara menelan ludahnya sendiri, ia harus menjawwb jujur atau tidak. Namun Dena segera maju diikuti Reza da
Reza, Dena, dan Bara menunggu dengan ekspresi yang berbeda-beda. Akan tetapi mereka mengharapkan jawaban yang jelas akan menentukan sikap mereka bertiga setelah kejadian itu. "Maafkan saya, tapi saya tidak bisa menikah dengan Pak Bara," jawab Lela tegas. Ia menunduk, membuat Reza lega tetapi tidak dengan Bara yang tak terima. "Kenapa La? Padahal kamu tadi sudah bilang kalau kamu menginginkanku juga!" tekan Bara asih berharap. Lela menggeleng tegas, "Maaf Pak, itu bukan satu-satunya indikasi yang bisa membuatku menyetujui pernikahan ini." "La... terus bayimu? Dia butuh Ayah," bujug Dena. Lela menggeleng dan menangis. Ia kesal dengan kepribadiannya sendiri yang hanya bisanya menangis. "Aku bisa kok jadi Ayah buat anak itu," sela Reza. "Apa?! Enggak!" tolak Bara cepat. "Za... kamu masih single, ini bukan hal yang bisa kamu putuskan dengan gegabah," tolak Lela. Ia sadar Reza juga sama posisinya dengan Bara, memiliki keluarga yang ketat bahkan lebih sulit dihadapi daripada keluar
Alex disuruh masuk oleh Bara, Dena sempat protes karena itu kamarnya tetapi Bara bertindak seolah itu tempatnya. "Tenang Dena, kita semua harus bicara. Aku yang memaksa Bara untuk ngasih tau lokasinya," jelas Alex. Dena kesal, ia meminum es dengan ekspresi yang ingin memakan orang. Sementara Bara, ia juga tidak sepenuhnya tidak bersalah. "Aku mancing dia, aku bilang aku nginep bareng kamu, terus Alex langsung ke sini karena cemburu," ungkap Bara. Hal itu membuat Dena kesal, ia sepertinya tak suka dengan kondisi itu. "Kalo ada paparazi gimana?" "Itu udah pasti, tapi bisa kuatasi," ujar Alex bertekad. Melihat interaksi dingin mereka, Bara penasaran. "Sebenarnya apa yang terjadi, padahal kalian sempat baik-baik saja?" tanya Bara. "Gak ada masalah kok," jawab Dena. "Ini salahku," balas Alex. "Kenapa?" tanya Bara. "Aku memutuskannya karena malu, kita sempet damai tapi... itu tidak mudah dimaafkan." Dena yang dibicarakan hanya melengos, seolah tidak peduli. Ya, Alex memang