Semoga suka
Bara membuka matanya dan ia berada di rumah sakit. Ia menghela napas dan berusaha menemukan seseorang, tetapi ia hanya menemukan ruangan yang sepi tanpa seseorang bersamanya. Ia menekan tombol untuk memanggil Perawat di atas kepalanya. Namun sebelum mereka datang Dena masuk dan terkejut melihatnya sadar. "Kakak udah sadar?! Syukurlah!" ujarnya bahagia. Bara hanya berdehem, lalu melihat dua Perawat dan seorang dokter masuk ke ruangan VIP itu. "Panggil Dika untukku ya, De." Dena pun mengangguk dan langsung menelpon Dika. Setelah diperiksa, kondisi Bara sudah membaik. ••• Dika datang di jam makan siang, ia terlihat kurang tidur. "Butuh karyawan satu lagi buat bantu kamu?" Dika mengangguk, "Ya." "Oke, atur aja di HRD." Itu basa-basi, lalu berlanjut ke hal inti kenapa ia memanggil Dika ke sini bukannya bicara lewat telpon. "Dika, saya masih punya urusan lain yang perlu saya selidiki tentang Lela. Jadi saya ingin kamu mengurus masalah Pak Bagus dan antek-anteknya d
"Siapa Ayahnya?" tanya Bara ngegas."Wait... kita juga gak tau."Maka mereka pun mulai diam dan berpikir dengan pikiran masing-masing, sebelum akhirnya Greg dan Blenda duduk di samping ranjang milik Bara dan bercerita tentang awal mula dari apa yang mereka tahu."Sayangnya kita udah terlambat, itu karena gue gak sengaja diceritain sama temen gue di RS X itu. Seorang perempuan berhijab yang hamil, terus... kelihatan gak bahagia. Pas dia cerita asalnya, itu daerah mansion lo, temen gue kira dia pembantu di perumahan elit. Tapi... pas gue iseng tanya usianya, bikin gue keinget Lela dan sebenernya ini gak etis tapi gue langsung tanya nama dan langsung gue cek ke CCTV, ternyata itu beneran Lela." "Ya terus siapa Ayahnya, dia bukan cewek yang akan tidur dengan sembarang orang bahkan... sahabatnya sendiri, mereka hanya akan ketemu di tempat umum," ujar Bara menggebu. Ia seolah membela Lela, seolah sangat tau kepribadian Lela yang tak sembarangan. "Lo yakin banget, emang lo tau Lela sejauh
"Sialan!" umpat Bara di kantornya. Ia mulai menenggelamkan dirinya ke dalam pekerjaan lagi dan lagi, hingga tak pernah bertemu anaknya sampai seminggu gara-gara sering begadang di kantor. Ia pun melakukan video call pada pengasuh Baby Dam, menanyakan kabar anaknya. "Halo Bi, gimana kabarnya Demian?" tanyanya. Bi Tati langsung memperlihatkan Baby Dam ke arah layar. Ia sedang bermain seperti biasa, tetapi ia bermain tidak sesenang seperti saat bersama Lela. Meskipun para pembantu sudah membantu Bi Tati untuk menghibur Baby Dam, tetapi tetap saja ia tidak bisa sebahagia dulu. "Baby Dam seperti biasa, baik Tuan. Dia lagi main sama Arum, setelah tadi sama guru parentingnya."Bara pun mengangguk lalu menghela nafas, "...apa kamu ngerass Damien jadi diam ya?" tanyanya pada Bi Tati."Ya sepertinya, Tuan bisa menebaknya sendiri sejak kapan itu terjadi," jawab Bi Tati seadanya.Bara hanya diam kemudian meminta Bi Tati untuk memperlihatkan kepadanya wajah anaknya, tetapi Baby Dam se
Bi Hera dan Bi Tati bingung menatap satu setel baju tidur itu, milik Lela sebelumnya. Bi Tati menitipkan Baby Dam pada Arum, sementara ia dan Bi Hera dikumpulkan untuk dimintai keterangan. Tetapi mereka bingung karena Tuan mereka hanya memberi mereka sesetel pakaian tidur itu, tanpa mengatakan apa-apa. "Ada apa, Tuan?" tanya Bi Hera akhirnya. "Ini, dipakai siapa sebelumnya?" tanya Bara. "Lela, Tuan. Pas saya tidur di kamar itu, saya bawa baju sendiri," ujar Bi Tati takut. Bara mengangguk-angguk saja, "Oke."Hanya dengan jawaban itulah Bara akhirnya mengerti, seolah semua puzzle-puzzle itu memang mengarah kepada malam pertunangannya dengan Dena, dan fakta bahwa orang yang tidur dengannya bukan Dena.Itu semua dimanipulasi, jelas karena Dana yang bangun di sebelahnya pagi itu, berarti Dena juga terlibat."Jadi aku Ayah dari anak Lela?"Maka ia akan menuntutnya sekarang juga.•••Ia tiba di apartemen Dena, ia datang dan meminta orang lain yang ada di kamar milik Dena keluar.
Tak menunggu waktu lama, Bara pergi ke Australia untuk mengecek keberadaan Lela. Ternyata apa yang dikatakan Dena memang benar adanya. Ia berada di cafe yang ada di depan flat cantik milik Dena. Bara memakai kacamata hitam, baju casual dan duduk dengan santai padahal sedang mengintai. Perut Lela memang belum terlihat besar tetapi, ada tanda-tandanya cara berjalannya berbeda. Bara lega melihat Lela menjalani harinya yang baru selama sebulan itu dengan baik, dibantu dengan bawahan Dena. Rasanya ia ingin berterima kasih pada Dena, tetapi masih gengsi. Meskipun ia terjerat oleh perjanjiannya pernikahan itu, ia tak masalah jika Lela aman. Ia tidak mengerti kenapa akhirnya mereka ada di situasi seperti ini, sungguh ia tidak ingin menghamili Lela dalam keadaan belum menikah. Ia sungguh ingin menjaga kehormatan Lela, tetapi dirinya yang kehilangan kesadaran karena alkohol. Ia hilang arah lagi saat itu dan melakukan hal keji pada seorang gadis suci yang telah ia nodai. Ia ingin sek
Lela membuka buku diary-nya. Menulis kegiatannya sehari-hari di Australia, di mana ia memulai kehidupan yang baru dan memilih untuk menghilang selama beberapa tahun. Ia tidak tahu apakah ia bisa kembali ke Indonesia, mungkin bisa, tapi jangan sampai ia bertemu dengan Bara. Ia sungguh tidak ingin merusak kebahagiaan Dena yang sudah baik padanya. Ia tidak boleh menjadi orang yang tidak tahu diri. Keberadaannya di sini aman karena ada Dena yang melindunginya, meskipun tidak memungkidi bahwa semua atas kehendak Allah. Ia sebenarnya sering dimata-matai oleh seseorang seperti Bodyguard Bara, dan lain-lain. Jadi ia peka dengan sekitar, ia sempat melihat ada seseorang yang mengawasinya. Ia berasumsi bahwa itu kiriman Dena. Namun, untuk memastikannya ia bertanya pada Dena. "Maaf, Non. Saya liat ada orang yang mengawasiku, siapa ya?" "Oooh itu... aku yang nyuruh, buat security aja." "Owalah, aku was-was, takutnya itu dikirim oleh Bara atau siapapun yang ingin mengejarku." Namun
"Alex, lo gak bilang kalo ada di Jakarta." Alex tertawa garing, "Yah gitu...." Bara tiba-tiba merasa tak enak dengan suasana ini. Ia memang sudah beberapa waktu lalu berselisih dengan Alex terkait hubungannya dengan Dena di masa lalu. Padahal Alex sempat mengelak, ternyata memang benar hubungannya dengan Dena pernah terjadi. Namun Alex menyembunyikan itu karena sejak awal ia memang tidak suka dengan Dena. Ia mengakui kalau ia malu untuk mengungkapkan itu. Lalu sebuah kejadian membuat mereka akhirnya saling menyukai. "Kapan sampe?" tanya Bara. "Tadi pagi," jawab Alex. Tiba-tiba Alex mengulurkan tangannya kepada Bara dan Bara pun menyalaminya secara otomatis. "Apa ini?" tanya Bara.Alex pun menggenggam tangan mereka dan berkata padanya."Yah, guwle minta maaf karena udah ngegas waktu itu."Bara lega, "Nggak papa sih ... gue juga ngegas waktu itu," blasnya. Kemudian mereka saling tersenyum dan melepaskan salaman mereka. Bara pun berpindah untuk duduk di sofa bersama Alex un
Lela terkejut saat membuka pintu flat itu, ia bertemu dengan Reza yang berdiri di sana sambil menenteng totebag makanan. Senyum itu masih sama, ceria dan menenangkan. Ia pun berusaha tersenyum dan menanggap keberadaannya. Ia meminta pembantunya untuk menyiapkan cemilan untuk mereka. Ia ketar-ketir sendiri, untungnya kandungannya baru 3 bulan, jadi belum terlihat besar. "Gimana kabarnya, Lel? Lu keliatan berisi...." canda Reza. Lela langsung terkejut, entah kejutan ke berapa sejak ia bertemu Reza setengah jam yang lalu. Reza benar-benar tak terduga. "Ya gitu deh," ujar Lela seadanya. Reza pun tersenyum mendengarnya, "Em, by the way, kan aku nggak ngasih tahu tepatnya di mana. Kok kamu di sini sih?" "Ya aku kan punya banyak informan." "Iya tau, tapi ini terlalu tepat! Aku sampai kaget tadi." "Ya namanya juga surprise, harus kaget dong!" "Dih! Tapi aku masih heran kok bisa sampe depan pintu? Gak nyasar?!" tanya Lela. Mereka langsung berkomunikaso dengan lancar seperti biasa.