Semoga suka ;D
"Sialan!" umpat Bara di kantornya. Ia mulai menenggelamkan dirinya ke dalam pekerjaan lagi dan lagi, hingga tak pernah bertemu anaknya sampai seminggu gara-gara sering begadang di kantor. Ia pun melakukan video call pada pengasuh Baby Dam, menanyakan kabar anaknya. "Halo Bi, gimana kabarnya Demian?" tanyanya. Bi Tati langsung memperlihatkan Baby Dam ke arah layar. Ia sedang bermain seperti biasa, tetapi ia bermain tidak sesenang seperti saat bersama Lela. Meskipun para pembantu sudah membantu Bi Tati untuk menghibur Baby Dam, tetapi tetap saja ia tidak bisa sebahagia dulu. "Baby Dam seperti biasa, baik Tuan. Dia lagi main sama Arum, setelah tadi sama guru parentingnya."Bara pun mengangguk lalu menghela nafas, "...apa kamu ngerass Damien jadi diam ya?" tanyanya pada Bi Tati."Ya sepertinya, Tuan bisa menebaknya sendiri sejak kapan itu terjadi," jawab Bi Tati seadanya.Bara hanya diam kemudian meminta Bi Tati untuk memperlihatkan kepadanya wajah anaknya, tetapi Baby Dam se
Bi Hera dan Bi Tati bingung menatap satu setel baju tidur itu, milik Lela sebelumnya. Bi Tati menitipkan Baby Dam pada Arum, sementara ia dan Bi Hera dikumpulkan untuk dimintai keterangan. Tetapi mereka bingung karena Tuan mereka hanya memberi mereka sesetel pakaian tidur itu, tanpa mengatakan apa-apa. "Ada apa, Tuan?" tanya Bi Hera akhirnya. "Ini, dipakai siapa sebelumnya?" tanya Bara. "Lela, Tuan. Pas saya tidur di kamar itu, saya bawa baju sendiri," ujar Bi Tati takut. Bara mengangguk-angguk saja, "Oke."Hanya dengan jawaban itulah Bara akhirnya mengerti, seolah semua puzzle-puzzle itu memang mengarah kepada malam pertunangannya dengan Dena, dan fakta bahwa orang yang tidur dengannya bukan Dena.Itu semua dimanipulasi, jelas karena Dana yang bangun di sebelahnya pagi itu, berarti Dena juga terlibat."Jadi aku Ayah dari anak Lela?"Maka ia akan menuntutnya sekarang juga.•••Ia tiba di apartemen Dena, ia datang dan meminta orang lain yang ada di kamar milik Dena keluar.
Tak menunggu waktu lama, Bara pergi ke Australia untuk mengecek keberadaan Lela. Ternyata apa yang dikatakan Dena memang benar adanya. Ia berada di cafe yang ada di depan flat cantik milik Dena. Bara memakai kacamata hitam, baju casual dan duduk dengan santai padahal sedang mengintai. Perut Lela memang belum terlihat besar tetapi, ada tanda-tandanya cara berjalannya berbeda. Bara lega melihat Lela menjalani harinya yang baru selama sebulan itu dengan baik, dibantu dengan bawahan Dena. Rasanya ia ingin berterima kasih pada Dena, tetapi masih gengsi. Meskipun ia terjerat oleh perjanjiannya pernikahan itu, ia tak masalah jika Lela aman. Ia tidak mengerti kenapa akhirnya mereka ada di situasi seperti ini, sungguh ia tidak ingin menghamili Lela dalam keadaan belum menikah. Ia sungguh ingin menjaga kehormatan Lela, tetapi dirinya yang kehilangan kesadaran karena alkohol. Ia hilang arah lagi saat itu dan melakukan hal keji pada seorang gadis suci yang telah ia nodai. Ia ingin sek
Lela membuka buku diary-nya. Menulis kegiatannya sehari-hari di Australia, di mana ia memulai kehidupan yang baru dan memilih untuk menghilang selama beberapa tahun. Ia tidak tahu apakah ia bisa kembali ke Indonesia, mungkin bisa, tapi jangan sampai ia bertemu dengan Bara. Ia sungguh tidak ingin merusak kebahagiaan Dena yang sudah baik padanya. Ia tidak boleh menjadi orang yang tidak tahu diri. Keberadaannya di sini aman karena ada Dena yang melindunginya, meskipun tidak memungkidi bahwa semua atas kehendak Allah. Ia sebenarnya sering dimata-matai oleh seseorang seperti Bodyguard Bara, dan lain-lain. Jadi ia peka dengan sekitar, ia sempat melihat ada seseorang yang mengawasinya. Ia berasumsi bahwa itu kiriman Dena. Namun, untuk memastikannya ia bertanya pada Dena. "Maaf, Non. Saya liat ada orang yang mengawasiku, siapa ya?" "Oooh itu... aku yang nyuruh, buat security aja." "Owalah, aku was-was, takutnya itu dikirim oleh Bara atau siapapun yang ingin mengejarku." Namun
"Alex, lo gak bilang kalo ada di Jakarta." Alex tertawa garing, "Yah gitu...." Bara tiba-tiba merasa tak enak dengan suasana ini. Ia memang sudah beberapa waktu lalu berselisih dengan Alex terkait hubungannya dengan Dena di masa lalu. Padahal Alex sempat mengelak, ternyata memang benar hubungannya dengan Dena pernah terjadi. Namun Alex menyembunyikan itu karena sejak awal ia memang tidak suka dengan Dena. Ia mengakui kalau ia malu untuk mengungkapkan itu. Lalu sebuah kejadian membuat mereka akhirnya saling menyukai. "Kapan sampe?" tanya Bara. "Tadi pagi," jawab Alex. Tiba-tiba Alex mengulurkan tangannya kepada Bara dan Bara pun menyalaminya secara otomatis. "Apa ini?" tanya Bara.Alex pun menggenggam tangan mereka dan berkata padanya."Yah, guwle minta maaf karena udah ngegas waktu itu."Bara lega, "Nggak papa sih ... gue juga ngegas waktu itu," blasnya. Kemudian mereka saling tersenyum dan melepaskan salaman mereka. Bara pun berpindah untuk duduk di sofa bersama Alex un
Lela terkejut saat membuka pintu flat itu, ia bertemu dengan Reza yang berdiri di sana sambil menenteng totebag makanan. Senyum itu masih sama, ceria dan menenangkan. Ia pun berusaha tersenyum dan menanggap keberadaannya. Ia meminta pembantunya untuk menyiapkan cemilan untuk mereka. Ia ketar-ketir sendiri, untungnya kandungannya baru 3 bulan, jadi belum terlihat besar. "Gimana kabarnya, Lel? Lu keliatan berisi...." canda Reza. Lela langsung terkejut, entah kejutan ke berapa sejak ia bertemu Reza setengah jam yang lalu. Reza benar-benar tak terduga. "Ya gitu deh," ujar Lela seadanya. Reza pun tersenyum mendengarnya, "Em, by the way, kan aku nggak ngasih tahu tepatnya di mana. Kok kamu di sini sih?" "Ya aku kan punya banyak informan." "Iya tau, tapi ini terlalu tepat! Aku sampai kaget tadi." "Ya namanya juga surprise, harus kaget dong!" "Dih! Tapi aku masih heran kok bisa sampe depan pintu? Gak nyasar?!" tanya Lela. Mereka langsung berkomunikaso dengan lancar seperti biasa.
"Ada lah...." ujar Lela akhirnya. Ia tak menemukan kata yang tepat untuk menjawab dwngan baik, sehingga membuat alasan yang mengada-ada. Reza menghela napas, ingin mendesak tapi takut Lela malah kesal padanya dan berhenti percaya padanya. Ia tak tau kondisi psikologis Lela yang sebenarnya sekarang, jangan sampai ia melangkah terlalu jauh dan tambah membebani Lela."Ke pantai yuk!""Bagusan pas sore gak sih?" tanya Lela."Tenang sampai sore, kok."Lela pun mengangguk setuju. Mereka pindah ke pantai dan menikmati waktu bercerita sambil menikmati deburan ombak dan rasanya pasir putih di bawah kaki mereka. Lela tetap menggunakan sendal yang memiliki tali sehingga kencang, sementara Reza nyeker dan menenteng sepatunya.Seperti biasa, Reza memiliki penampilan yang casual tetapi rapih. Rambutnya memang acak-acakan, tapi entah kenapa ia selalu terlihat bagus."Btw, kamu masih pacaran sama Sella?" tanya Lela."Nggak, aku males.""Lah kenapa?" "Gak tau pingin sendiri dulu sih...."Lela mengan
"Why?" tanya Lela pada Reza. "Karena aku belum mau aja...." jawab Reza enteng. Lela tak yakin dengan itu, pasti semua ini salah. "Reza, kamu bukan tipe orang yang akan melakukan sesuatu tanpa alasan yang jelas, hanya karena belum mau. Kamu orang yang bertekad dan akan melakukan semua hal demi tercapainya tujuan kamu." Lela tak percaya jika apa yang dikatakan Reza adalah alasan utamanya, pasti ada campur tangan hal yang lain yang menghalanginya. "Kamu gak usah khawatir, semuanya aman," ujar Reza dengan nada santai. Lela merasa gelisah, kalau ini gara-gara dia itu akan membuatnya merasa bersalah pada orang tua Reza. Ia bukannya khawatir pada Reza, tapi khawatir pada alasan Reza menolak semua perempuan yang dijodohkan dengannya. Ia takut jika Reza memang menolak mereka karena masih ada rasa padanya.Masalahnya karena Reza dalam posisi tidak tahu atas kehamilannya, jelas ia taunya ia sedang jomblo dan tidak terikat dengan pekerjaan bersama Bara. Ia jadi bingung apa yang akan ia ka