Belum tamat loh ya! Jangan lupa share ya... akan ada bonus yang mampit di akunmu ˙˚ʚ(´◡`)ɞ˚˙
Seminggu berlalu Bara pulang ke Jakarta, ia menunjukkan sifat pemarahnya lagi membuat orang-orang di Mansion mulai kualahan. Untungnya ia masih baik pada Baby Dam, tetapi Baby Dam jadi sering tantrum setelah kehilangan sosok ibu asi yang selama setahun 8 bulan itu menjaganya dengan kasih sayang seorang ibu. Keadaan Mansion sangat kacau, bahkan Dena sendiri tak berani menemui Bara di Mansion karena ini. Dena masih berusaha merebut hati Baby Dam, tapi sayangnya sulit sekali. Sementara Bara masih meledak-ledak. Hal itu membuatnya frustrasi dan tidak tahu harus bagaimana bersikap. Ia semakin pesimis untuk melanjutkan hubungan ini, padahal dulu posisi inilah yang ia dambakan, yaitu bisa menjadi calon istri dari Bara, orang yang ia kejar dengan gila-gilaan. Malam harinya, Dena pun berkumpul dengan teman-temannya membicarakan soal banyak hal termasuk gaya hidup mereka yang mewah itu. Namun Dena malah merasa sedih di tengah keramaian itu, yang membuat sahabatnya Gisel menyadarinya.
Meski Bara juga merasa kacau, ia tetap mengunjungi putra kecilnya dan kalau di rumah ia menyempatkan diri untuk bermain dengannya. Ini sudah sebulan pasca kepergian Lela, tapi Baby Dam masih saja menanyakan keberadaan Lela. "Pa! Mama mana?" tanyanya. Sakit rasanya mendengar pertanyaan itu dari mulut mungil Baby Dam yang polos. Ia tak bisa marah tentu saja, anaknya yang berharga dan masa kecilnya yang suram. Baby Dam mendapatkan masa kecil yang indah hanya saat bersama Lela, bagaimana bisa ia bisa move on begitu saja? Kadang ia sampai salah sebut seseorang saat memanggil, ia menyebut 'Lela' dan itu membuatnya jadi bahan gosip lagi di mansion. Tak hanya pembantu yang mendapatkan panggilan itu tapi Bi Tati dan Bi Hera. Kini Bi Tati harus tinggal di mansion, menggantikan Lela. "Mama lagi jalan-jalan Sayang, kapan-kapan pulang kok," jawab Bi Tati. Bara berdecak, "Bi! Jangan menjanjikan hal yang tidak mungkin." Bi Tati menegang mendapatkan tatapan membunuh dari Tuannya ya
"Kamu kenapa ngeliatin aku kayak sih?" tanya Dena sebelum memakan potongan steak-nya. Bara pun menggeleng, lalu tersenyum. "Akhir-akhir ini, ingatanku mulai kembali padahal aku gak konsumsi obat." Dena terlihat menegang, ia menelan steak yang ia kunyah dengan susah payah, lalu memberikan senyum paksa. Itu terlihat sekali di mata Bara. Meski Dena bisa menipu banyak orang, tidak dengan Bara. Semua akan terlihat jelas di matanya. "Kamu ingat apa aja?" tanya Dena. Bara menyeringai dan menatap Dena dengan main-main, seolah ia sedang menantang Dena. "Aku tahu ada banyak hal yang jadi privasimu, bisa aja nggak boleh tau, bahkan ketika ingatan itu ada tapi ... aku pengen tanya satu hal sama kamu tentang hubungan kamu sama Alex." Dena kaget, tetapi ia berusaha tetap tenang. "Apakah kalian memang pernah pacaran?" Dena terlihat berpikir, ia bingung harus jujur atau tidak tetapi dari track record Bara, ia tidak mungkin tidak tahu. Bahkan jika waktu penyelidikannya lama ia akan sege
Bara membuka matanya dan ia berada di rumah sakit. Ia menghela napas dan berusaha menemukan seseorang, tetapi ia hanya menemukan ruangan yang sepi tanpa seseorang bersamanya. Ia menekan tombol untuk memanggil Perawat di atas kepalanya. Namun sebelum mereka datang Dena masuk dan terkejut melihatnya sadar. "Kakak udah sadar?! Syukurlah!" ujarnya bahagia. Bara hanya berdehem, lalu melihat dua Perawat dan seorang dokter masuk ke ruangan VIP itu. "Panggil Dika untukku ya, De." Dena pun mengangguk dan langsung menelpon Dika. Setelah diperiksa, kondisi Bara sudah membaik. ••• Dika datang di jam makan siang, ia terlihat kurang tidur. "Butuh karyawan satu lagi buat bantu kamu?" Dika mengangguk, "Ya." "Oke, atur aja di HRD." Itu basa-basi, lalu berlanjut ke hal inti kenapa ia memanggil Dika ke sini bukannya bicara lewat telpon. "Dika, saya masih punya urusan lain yang perlu saya selidiki tentang Lela. Jadi saya ingin kamu mengurus masalah Pak Bagus dan antek-anteknya d
"Siapa Ayahnya?" tanya Bara ngegas."Wait... kita juga gak tau."Maka mereka pun mulai diam dan berpikir dengan pikiran masing-masing, sebelum akhirnya Greg dan Blenda duduk di samping ranjang milik Bara dan bercerita tentang awal mula dari apa yang mereka tahu."Sayangnya kita udah terlambat, itu karena gue gak sengaja diceritain sama temen gue di RS X itu. Seorang perempuan berhijab yang hamil, terus... kelihatan gak bahagia. Pas dia cerita asalnya, itu daerah mansion lo, temen gue kira dia pembantu di perumahan elit. Tapi... pas gue iseng tanya usianya, bikin gue keinget Lela dan sebenernya ini gak etis tapi gue langsung tanya nama dan langsung gue cek ke CCTV, ternyata itu beneran Lela." "Ya terus siapa Ayahnya, dia bukan cewek yang akan tidur dengan sembarang orang bahkan... sahabatnya sendiri, mereka hanya akan ketemu di tempat umum," ujar Bara menggebu. Ia seolah membela Lela, seolah sangat tau kepribadian Lela yang tak sembarangan. "Lo yakin banget, emang lo tau Lela sejauh
"Sialan!" umpat Bara di kantornya. Ia mulai menenggelamkan dirinya ke dalam pekerjaan lagi dan lagi, hingga tak pernah bertemu anaknya sampai seminggu gara-gara sering begadang di kantor. Ia pun melakukan video call pada pengasuh Baby Dam, menanyakan kabar anaknya. "Halo Bi, gimana kabarnya Demian?" tanyanya. Bi Tati langsung memperlihatkan Baby Dam ke arah layar. Ia sedang bermain seperti biasa, tetapi ia bermain tidak sesenang seperti saat bersama Lela. Meskipun para pembantu sudah membantu Bi Tati untuk menghibur Baby Dam, tetapi tetap saja ia tidak bisa sebahagia dulu. "Baby Dam seperti biasa, baik Tuan. Dia lagi main sama Arum, setelah tadi sama guru parentingnya."Bara pun mengangguk lalu menghela nafas, "...apa kamu ngerass Damien jadi diam ya?" tanyanya pada Bi Tati."Ya sepertinya, Tuan bisa menebaknya sendiri sejak kapan itu terjadi," jawab Bi Tati seadanya.Bara hanya diam kemudian meminta Bi Tati untuk memperlihatkan kepadanya wajah anaknya, tetapi Baby Dam se
Bi Hera dan Bi Tati bingung menatap satu setel baju tidur itu, milik Lela sebelumnya. Bi Tati menitipkan Baby Dam pada Arum, sementara ia dan Bi Hera dikumpulkan untuk dimintai keterangan. Tetapi mereka bingung karena Tuan mereka hanya memberi mereka sesetel pakaian tidur itu, tanpa mengatakan apa-apa. "Ada apa, Tuan?" tanya Bi Hera akhirnya. "Ini, dipakai siapa sebelumnya?" tanya Bara. "Lela, Tuan. Pas saya tidur di kamar itu, saya bawa baju sendiri," ujar Bi Tati takut. Bara mengangguk-angguk saja, "Oke."Hanya dengan jawaban itulah Bara akhirnya mengerti, seolah semua puzzle-puzzle itu memang mengarah kepada malam pertunangannya dengan Dena, dan fakta bahwa orang yang tidur dengannya bukan Dena.Itu semua dimanipulasi, jelas karena Dana yang bangun di sebelahnya pagi itu, berarti Dena juga terlibat."Jadi aku Ayah dari anak Lela?"Maka ia akan menuntutnya sekarang juga.•••Ia tiba di apartemen Dena, ia datang dan meminta orang lain yang ada di kamar milik Dena keluar.
Tak menunggu waktu lama, Bara pergi ke Australia untuk mengecek keberadaan Lela. Ternyata apa yang dikatakan Dena memang benar adanya. Ia berada di cafe yang ada di depan flat cantik milik Dena. Bara memakai kacamata hitam, baju casual dan duduk dengan santai padahal sedang mengintai. Perut Lela memang belum terlihat besar tetapi, ada tanda-tandanya cara berjalannya berbeda. Bara lega melihat Lela menjalani harinya yang baru selama sebulan itu dengan baik, dibantu dengan bawahan Dena. Rasanya ia ingin berterima kasih pada Dena, tetapi masih gengsi. Meskipun ia terjerat oleh perjanjiannya pernikahan itu, ia tak masalah jika Lela aman. Ia tidak mengerti kenapa akhirnya mereka ada di situasi seperti ini, sungguh ia tidak ingin menghamili Lela dalam keadaan belum menikah. Ia sungguh ingin menjaga kehormatan Lela, tetapi dirinya yang kehilangan kesadaran karena alkohol. Ia hilang arah lagi saat itu dan melakukan hal keji pada seorang gadis suci yang telah ia nodai. Ia ingin sek