judulnya terinspirasi dari lirik lagu. Btw, ini masih di konflik, jadi tunggu sampai ending yaaaa
Hari Minggu seperti yang dijanjikan, Bara dan Dena sudah siap akan membawa Baby Dam piknik. Lela juga sudah mempersiapkan segala keperluan Baby Dam, termasuk makanan yang bisa dimakan oleh batita 2 tahun itu. "Udah siap semuanya?" tanya Dena pada Lela. "Sudah Non, sudah saya kemas keperluan Baby Dam." "Oke, bawain ke mobil ya, biar Baby Dam sama aku!" ujar Dena semangat. Ia membuka tangannya untuk menggendong Baby Dam, tapi spontan anak itu menolak. "Ma!" panggil Baby Dam meringkuk pada Lela. Lela pun merasa bingung, Baby Dam sangat sensitif pada orang yang tidak ia kehendaki. Ia pun berusaha membujug Baby Dam selama setengah jam sampai Bara kesal. Bara dan dirinya tidak bicara setelah kejadian itu, hal itu membuat Lela merasa terluka tetapi dirinya memang tak berdaya. "Baby sayang, nanti Papa mau ajak liat Gajah sama Harimau loh." "Jajah? Halmo?" "Iya Sayang, makanya ikut Papa ya...." "Engg!" ia pun mengangguk. Alhasil Bara yang turun tangan menggendong Baby
"Papa!" panggil Baby Dam. Ia berusaha turun dari kursi makannya, membuat Lela pun bergegas membantunya. "Papa Papa!" panggil Baby Dam dengan tak sabaran. Ia berjalan dengan kakinya yang sebenarnya belum terlalu kencang, hal itu membuatnya tampak lebih menggemaskan. Ia dengan semangat menghampiri ayahnya yang tersenyum dan membuka tangan padanya. Bara langsung menggendongnya dan menciumi pipi anaknya dengan penuh kasih sayang. "Hem, bau buah! Udah makan ya anak Papa?" tanyanya dengan lembut. "Udah Papa, Papa matan juda (makan juga), yuk!" "Papa udah makan, masih kenyang. Beslk kita sarapan bareng ya?" Pemandangan itu adalah pemandanga yang sebenarnya ingin selalu Lela nikmati setiap hari. Akan tetapi apapun itu, asalkan Baby Dam bahagia, tidak apa-apa kalau ia harus pergi dan tidak bisa melihatnya setiap hari. Setelah memeluk anaknya dengan erat, ia pun menatap Lela yang hanya berdiri sambil tersenyum. "Saya mau bicara sama kamu," ujarnya dengan suara yang dingi
Lela berpikir bahwa Dika baik juga, maksudnya ia cukup perhatian. Padahal katanya hanya teman, sementara yang sesama perempuan--Bella yang pernah jadi rekan kerjanya malah tak percaya padanya. Ia berusaha tetap berpikir positif, mungkin Bella hanya tak melihat bukti bahwa ia tak bersalah. Lagipula ia juga tak bisa membuktikannya pada Bella. Sekarang Lela harus beres-beres untuk pergi besok. Ini hari terakhirnya tinggal di Mansion mewah ini. Ia sudah dibelikan tiket dan akan pindah ke luar negeri. Bukannya pulang ke kampung halaman atau mencari pekerjaan lain di Jakarta. Ia sudah cukup malu untuk stay di Indonesia dengan berita yang menyebar tentang dirinya. Kehormatannya benar-benar dirusak, ia lelah menghadapi ini semua. Jadi ia ingin mencari tempat yang bisa memberinya perlindungan dari masa lalu yang kelabu. Hal terberat yang membuatnya kecewa adalah, Baby Dam, Bi Tati, dan orang-orang yang tetap ada di sisinya. Ia tak berpikir bahwa Bara juga akan merasa kehilangan, ia
Melihat kepergian Lela dari CCTV yang ada di mansion. Itulah yang sedang Bara lakukan saat ini. Di dalam kantornya yang ada di Shanghai-China, sampai-sampai ia mengabaikan tumpukan pekerjaan yang harusnya ia selesaikan segera. Saat ini, ia hanya ingin melihat Lela untuk yang terakhir kali dari CCVLTV. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk move on dari Lela. Bagaimanapun, ia akan menikah dan ia harus mulai belajar untuk mencintai Dena. Tiba-tiba orang yang ia pikirkan menghubunginya, Dena. "Halo, Sayang, kamu lagi ngapain?" sapanya ceria. "Kerja, sekarang kan jam kerja." Dena menghelan nafas, Bara masih saja dingin padanya. "Kamu udah tahu kan, kalau Lela hari ini pergi? Kenapa kamu nggak nungguin dia pergi, malah ke Shanghai dulu?" tanya Dena. "Emang dia siapa sampai aku harus nungguin dia pergi, sementara aku bakal rugi miliaran untuk nungguin orang yang nggak penting?" Dena tidak menjawab apa-apa, tetapi ia mengalihkan pembicaraan untuk menghindari konflik. Ia
Seminggu berlalu Bara pulang ke Jakarta, ia menunjukkan sifat pemarahnya lagi membuat orang-orang di Mansion mulai kualahan. Untungnya ia masih baik pada Baby Dam, tetapi Baby Dam jadi sering tantrum setelah kehilangan sosok ibu asi yang selama setahun 8 bulan itu menjaganya dengan kasih sayang seorang ibu. Keadaan Mansion sangat kacau, bahkan Dena sendiri tak berani menemui Bara di Mansion karena ini. Dena masih berusaha merebut hati Baby Dam, tapi sayangnya sulit sekali. Sementara Bara masih meledak-ledak. Hal itu membuatnya frustrasi dan tidak tahu harus bagaimana bersikap. Ia semakin pesimis untuk melanjutkan hubungan ini, padahal dulu posisi inilah yang ia dambakan, yaitu bisa menjadi calon istri dari Bara, orang yang ia kejar dengan gila-gilaan. Malam harinya, Dena pun berkumpul dengan teman-temannya membicarakan soal banyak hal termasuk gaya hidup mereka yang mewah itu. Namun Dena malah merasa sedih di tengah keramaian itu, yang membuat sahabatnya Gisel menyadarinya.
Meski Bara juga merasa kacau, ia tetap mengunjungi putra kecilnya dan kalau di rumah ia menyempatkan diri untuk bermain dengannya. Ini sudah sebulan pasca kepergian Lela, tapi Baby Dam masih saja menanyakan keberadaan Lela. "Pa! Mama mana?" tanyanya. Sakit rasanya mendengar pertanyaan itu dari mulut mungil Baby Dam yang polos. Ia tak bisa marah tentu saja, anaknya yang berharga dan masa kecilnya yang suram. Baby Dam mendapatkan masa kecil yang indah hanya saat bersama Lela, bagaimana bisa ia bisa move on begitu saja? Kadang ia sampai salah sebut seseorang saat memanggil, ia menyebut 'Lela' dan itu membuatnya jadi bahan gosip lagi di mansion. Tak hanya pembantu yang mendapatkan panggilan itu tapi Bi Tati dan Bi Hera. Kini Bi Tati harus tinggal di mansion, menggantikan Lela. "Mama lagi jalan-jalan Sayang, kapan-kapan pulang kok," jawab Bi Tati. Bara berdecak, "Bi! Jangan menjanjikan hal yang tidak mungkin." Bi Tati menegang mendapatkan tatapan membunuh dari Tuannya ya
"Kamu kenapa ngeliatin aku kayak sih?" tanya Dena sebelum memakan potongan steak-nya. Bara pun menggeleng, lalu tersenyum. "Akhir-akhir ini, ingatanku mulai kembali padahal aku gak konsumsi obat." Dena terlihat menegang, ia menelan steak yang ia kunyah dengan susah payah, lalu memberikan senyum paksa. Itu terlihat sekali di mata Bara. Meski Dena bisa menipu banyak orang, tidak dengan Bara. Semua akan terlihat jelas di matanya. "Kamu ingat apa aja?" tanya Dena. Bara menyeringai dan menatap Dena dengan main-main, seolah ia sedang menantang Dena. "Aku tahu ada banyak hal yang jadi privasimu, bisa aja nggak boleh tau, bahkan ketika ingatan itu ada tapi ... aku pengen tanya satu hal sama kamu tentang hubungan kamu sama Alex." Dena kaget, tetapi ia berusaha tetap tenang. "Apakah kalian memang pernah pacaran?" Dena terlihat berpikir, ia bingung harus jujur atau tidak tetapi dari track record Bara, ia tidak mungkin tidak tahu. Bahkan jika waktu penyelidikannya lama ia akan sege
Bara membuka matanya dan ia berada di rumah sakit. Ia menghela napas dan berusaha menemukan seseorang, tetapi ia hanya menemukan ruangan yang sepi tanpa seseorang bersamanya. Ia menekan tombol untuk memanggil Perawat di atas kepalanya. Namun sebelum mereka datang Dena masuk dan terkejut melihatnya sadar. "Kakak udah sadar?! Syukurlah!" ujarnya bahagia. Bara hanya berdehem, lalu melihat dua Perawat dan seorang dokter masuk ke ruangan VIP itu. "Panggil Dika untukku ya, De." Dena pun mengangguk dan langsung menelpon Dika. Setelah diperiksa, kondisi Bara sudah membaik. ••• Dika datang di jam makan siang, ia terlihat kurang tidur. "Butuh karyawan satu lagi buat bantu kamu?" Dika mengangguk, "Ya." "Oke, atur aja di HRD." Itu basa-basi, lalu berlanjut ke hal inti kenapa ia memanggil Dika ke sini bukannya bicara lewat telpon. "Dika, saya masih punya urusan lain yang perlu saya selidiki tentang Lela. Jadi saya ingin kamu mengurus masalah Pak Bagus dan antek-anteknya d
Lela jadi khawatir, apa yang sebenarnya terjadi. Sementara itu tiba-tiba Hani menelponnya dengan heboh. "La! Lo harus tau!" ujarnya tanpa salam atau sapa. "Iya iya, tau apa?" Lela juga ikut gemas dengan Hani, yang kalau cerita selalu heboh dulu baru menceritakan inti dari informasi yang ingin ia sampaikan."Jadi teman kampus kita banyak yang speak up or lebih tepatnya nyebar hoax.""Hoax apa, jangan ngadi-adi lo," balas Lela.Pasalnya Hani kalau ngomong suka asal."Ini tentang elu sama Pak Bara. Mereka bilang kalau lu caper sama dia. Lu jadi sugar baby Pak Bara, katanya lo hamil duluan dan sering ngelakuin itu sama Pak Bara waktu masih kuliah."Lela pun menghela nafas. "Ya, kalau yang hamil duluan. Emang iya, bener. Tapi kalau yang aku jadi sugar baby-nya Pak Bara itu nggak bener. Keterlaluan banget mereka fitnah kami. Kenapa sih orang-orang pada kayak gitu?" balas Lela kesal."Ya nggak tau, gua juga nggak paham. Palingan iri, apalagi."Lela terkekeh mendengarnya."Dih, lu kok
Lela menghela napas setelah Baby Alesha benar-benar tidur, tetapi ia bingung saat melihat Arum gelisah. "Arum, kenapa mojok di situ?" tanya Lela bercanda. Arum langsung kaget dan tertawa garing. "Hehe, enggak Nyah. Aku cuma..." "Kenapa?" Lela merasa Arum banyak pikiran. Sepertinya ia harus membiarkan Arum untuk istirahat terlebih dahulu. "Rum, keknya kamu cuma butuh istirahat deh," ujar Lela. Arum pun menggeleng, "Enggak, Nyah." "Ya udah kamu lebih baik istirahat aja dulu. Soalnya dari kemarin kan sibuk terus, belum istirahat penuh." Lela melihat kegundahan di wajah Arum, jadi ia berkata lagi. "Tenang aja, nanti aku minta pelayan yang lain kalau aku butuh sesuatu." Arum pun merasa lega, dan segera pamit. "Kalau begitu saya pamit dulu ya Nyah," ujarnya agak canggung. Lela pun mengangguk dan melihat kepergian Arum dengan khawatir. "Apa yang terjadi padanya?" Perasaan Lela jadi tidak enak, kemudian membuka dan melihat CCTV yang ada di Mansion-Jakarta. Ia
Lela terpesona dengan bangunan-bangunan yang ada di sana. Memang tak jauh beda dari mansion yang ada di Jakarta, tapi yang ini lebih nyata karena benar-benar konsep seperti di negara asal. Konsep Mansion yang di Jakarta memang mengambil konsep dari Amerika, makanya Lela tak terlalu kagt karena hampir sama. Kalau dipikir-pikir suaminya terlalu kaya, ia punya properti dimana pun. Sebenarnya ia juga punya properti pemberian Bara, tapi ia mengira bahwa itu masih punya suaminya juga. Jadi ia memantau sekedarnya saja. Bara ingin memberinya restoran dan beberapa usaha lainnya, agar Lela tidak terlalu bosan dalam menjalani kehidupan sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya. IIa selalu mengharapkan untuk hidup dengan nyaman di sisinya. Ia tidak ingin Lela tertekan atau merasa terpaksa menjadi seorang istri dan ibu, dengan melepas kehidupannya sebelum menikah. Bara pun mengantar Lela untuk istirahat dan gantian menggendong Baby Alesha yang sudah tidur untuk dipindahkan ke keranjang ba
Jujur saja Lela agak skeptis dengan Bi Tati yang berubah itu. Akan tetapi, sebelum pergi ia menawarkan Bi Tati dulu agar tidak ada gesekan ke depannya. "Bi Tati yakin nggak mau ikut?" tanya Lela. Sebelumnya Lela juga sudah menawarkan pada Bi Tati, tetapi Bi Tati tidak mau dan menjawabnya dengan ketus. Lagi-lagi, Lela tidak mempermasalahkan nada bicara yang makin hari makin lebih berani. Kalau diurutkan sebagai Majikan dan Bawahan, Bi Tati tidak memenuhi standar dasar bawahan. Lela juga terlalu lembek padanya. Itu dilatarbelakangi oleh fakta masa lalu mereka. Lela menghormatinya sebagai orang yang dipercaya oleh suaminya, dan orang yang lebih tua darinya. Bahkan Bi Tatilah yang membuat Lela bertahan di rumah itu, dari saat ia belum menjadi istri Bara. Kali ini Bi Tati hanya menggeleng. Lela mengerti, "Oke deh. Baik-baik ya kalian semua!" ujarnya pada Bi Tati dan yang lainnya. "Iya, semoga kalian selamat sampai tujuan," ujar Bi Tati sebagai formalitas. Lela tersenyum
"Haha! Kau pasti bercanda!" balas Bara kemudian menyesap kopinya. Melihat reaksi itu Juri terkekeh, "Hehe... aku serius." Bara sampai susah menelan kopinya, tetapi ia harus tetap santai. "Tapi kamu pacar sahabatku," ujar Bara mengingatkan. "I know, tapi cinta tak memandang siapa orangnya kan?" Bara menyeringai, "Lalu kenapa kau tidak naksir saja pada Kevin, kalau kau bilang cinta tak memandang siapa orangnya?" Kevin adalah teman Bara juga ia berpostur gemuk dan hobi makan berat. Kalau sekarang mungkin seperti mukbang, ia makan apapun dengan jumlah yang sangat banyak. Orang-orang seperti Juri menurut Bara menyebalkan. Jujurlah kalau cinta juga tentang persepsi. Kalau Juri bilang ia jatuh cinta padanya tanpa memandang siapa orangnya, harusnya ia bisa menyukai yang lain. Itu kata-kata yang dangkal. Jika benar Juri tak memandang siapa orangnya, maka Kevin tidak masalah baginya. Namun, Juri terus membully Kevin di masa lalu. Itu yang membuat Bara makin sebal padanya. "K
"Minder kenapa? Lagian kan ada Papa sama Mama yang bisa ngatur semuanya." "Ya udah sih orang udah lewat." "Bisa aja kan kalo Bara mau, kenapa kalian gak ninggalin pasangan masing-masing?" "Mom! Please, Bara udah bahagia sama pasangannya," kecam Blenda. "Maksudnya si perempuan kampungan itu?" Blenda menghela napas, ia tak suka dengan sikap ibunya yang suka merendahkan orang itu. Maklum, ia anak orang kaya dari lahir dan menikah dengan ayahnya yang merupakan salah satu penguasa di negeri ini. "Gak usah marahlah, Mami kan cuma mau kamu menyelesaikan semuanya dengan jelas. Ceraikan saja Greg yang tidak tahu diri itu." Blenda menghela napas, "Akan aku pikirkan." ••• Bara baru selesai dengan pekerjaannya siang itu, kemudian memilih untuk istirahat. Ia sudah melewatkan satu jam waktu istirahat.Rasanya sangat lelah sekali karena harus membereskan semua kekacauan itu dan memulai dari awal. Ia benar-benar kelhilangan banyak pekerja, kepercayaan klien dan semua yang terkait de
"Seperti yang kamu denger kemarin, sedang diproses." Lela pun terkejut, "Apa gak ada keringanan?" Bara menoleh pada istrinya sambil mengancingkan jasnya. "Kita bicarain setelah aku balik dari Amerika ya." Setelah itu Bara menyeret kopernya, menciun dan memeluk istrinya sejenak sebelum benar-benar pergi. Kemudian, Lela menidurkan Baby Alesha sebelum akhirnya menyusul suaminya ke lantai dasar untuk mengantarnya pergi. "Kamu buru-buru banget ya," ujar Lela menahan tangan Bara yang akan masuk ke mobil. Bara pun berbalik dan menoleh melihat istrinya yang terlihat sedang tidak ingin ditinggal. Wajahnya cemberut dengan tatapan sedih, sepertinya ia masih kepikiran apa yang menimpanya. "Sayangku, aku harus cepet sampai di sana karena ini darurat banget. Aku usahain untuk selesain secepatnya ya." Lela mengangguk dan melepaskan pegangan tangannya pada lengan sama suami. Melihat itu, Bara pun menarik Lela ke dalam pelukannya lagi dan mencium kepalanya. "Udah ya, Sayang. Aku
Lela menghela nafas melihat bagaimana media membicarakan tentangnya dan Bara. Terutama membahas soal dirinya yang pernah melakukan induksi laktasi. Banyak yang mengkritik mereka karena melakukan tindakam ilegal dan melanggar norma. Akan tetapi lewat perjanjian itu pula banyak pakar hukum yang bilang kalau itu tidak melanggar hukum. Ia sekarang pun sedang menyusui putrinya, dan teringat saat dulu menyusui Demian yang sekarang sudah mulai belajar dengan guru yang diundang ke Mansion. Terkait Damien, sebenarnya Bara sempat berpikir untuk tidak membiarkan Demian sekolah di sekolah biasa. Bara ingin Demian homeschooling saja. Lela jelas tidak setuju, karena jika itu terjadi, bisa saja Demien tidak bahagia. Artinya Lela akan setuju untuk membiarkan Demien homeschooling jika Demien yang menginginkannya, tidak ada paksaan dari mereka berdua sebagai orang tua. Lalu syaratnya, harus homeschooling yang tetap keluar rumah. Lela tidak ingin Demien tumbuh menjadi Tuan Muda yang tidak berbaur
Semua orang pun langsung terkejut dan mulai riuh dengan banyak obrolan di dalam sana. Sorotan cahaya kamera semakin menggila membuat Lela sampai harus memejamkan mata karena tidak kuat dengan silaunya yang dihasilkan dari kamera-kamera itu. Lalu Bara segera memberinya kacamata hitam untuk melindunginya. Ia benar-benar suami yang act of service. Lela dan Bara melakukan konferensi tidak membawa anak-anak, karena posisi itu tidak aman sehingga anak-anak harus dititipkan di rumah. Setelah itu, Bara pun bersuara lagi memecah keributan yang ada di sana. "Oke kita balik lagi! Sebenarnya agak aneh kalau kalian terkejut dengan fakta ini, karena sudah diungkapkan, dan sudah ada bukti. Rasanya apa yang kalian ragukan dari bukti itu karena tidak berasal dari saya langsung kan? Maka saya konfirmasi bahwa itu benar." Bara terus memberikan menarik ulur penjelasannya agar para wartawan berpikir kritis dan tidak asal menulis berita dan bertanya lagi. Namun, tentu saja itulah pekerjaan mer