Kira-kira kenapa dengan Lela?
Lela pulang ke mansion pada malam harinya, lalu ke kamarnya untuk bersih-bersih sebelum menemui Baby Dam. Ia dengar dari Bara kalau Baby Dam sempat tantrum saat ia dinyatakan hilang. Ia menyesal tapi, andai ia tidak bisa ditemukan ia akan pergi sejauh mungkin.Melihat baby Dam tidur membuat Lela menyesali dirinya sendiri, ia terlanjur membuat batita itu jatuh cinta padanya, tetapi ia juga yang meninggalkannya. Atau jika Baby Dam besar nanti, ia akan menganggap bahwa ibu asinya adalah seorang penjahat yang tak bisa di sisinya selamanya. Lela ingin sekali bisa menjadi bagian dari perjalanan kehidupan Baby Dam, tetapi itu hanyalah angan-angan Lela saja. Baby Dam akan memiliki kehidupannya di masa depan, hidupnya akan terjamin dengan kehadiran keluarga kaya yang memberikan segala hal terbaik untuknya. Namun Lela lupa, kalau pendidikan anak bukan hanya materi tapi bagaimana kedua orang tuanya bisa menjadi sample yang baik untuk anak-anaknya. "La!" panggilan dari pintu kamar Baby Dam me
"Sudah Dok, saya memang sudah ngide dari dulu, tapi baru saya bicarakan tadi malam sama Pak Bara." Blenda seolah merasa sedih, "Aku gak bisa maksain kamu untuk tetep stay di sini, terlepas perasaan kalian berdua yang terhalsng kasta. Aku ngerasa takut kalau nanti Baby Dam gak bisa hidup dengan baik tanpamu." "Itu gak mungkin, Dok. Aku yakin semuanya baik-baik aja." "Mungkin aja. Pengasuhan itu ilmu jiwa, yang bahkan dokter anak sepertiku belum tentu bisa menandingi sabarmu." Lela tak tahu harus merespon apa, itu terlalu berlebihan baginya. Ia tidak sesabar itu, ia hanya berpikir bahwa Baby Dam adalah makhluk suci yang tidak memiliki dosa. Ia tidak bersalah atas semua yang terjadi di sekelilingnya, tentang masalah yang ada di antara orang-orang yang bersangkutan dengannya. Sesederhana itu pikirannya untuk menyayangi seorang anak. Namun, seperti halnya apa yang dibicarakan oleh Blenda, tidak semua orang memiliki pemikiran sesederhana itu untuk mencintai anak kecil. Kebanyaka
"Sayang, kamu mau kan nemenin aku ke party sahabat aku?" tanya Dena sambil melendot pada Bara. Bara hanya mengangguk saja, sambil terus membaca dokumen di tabletnya. Mereka habis makan siang bersama. Usai mereka bertunangan, saat Dena tidak ada kerjaan ia selalu menyempatkan waktu untuk ke kantor Bara, dan mengajaknya makan siang. Melihat Bara yang fokus pada tabletnya membuat Dena sedikit kecewa. "Aku dengar-dengar kemarin *Baby kita nangis gara-gara udah nggak nyusu lagi sama ibu asinya ya?" tanya Dena. "Ya begitulah," jawab Bara tidak berminat. Sikap dingin Bara tidak masalah bagi Dena, yang ia perdulikan hanyalah sekarang Bara mulai terbuka padanya. "Pokoknya besok hari Minggu kita bakal jalan-jalan sama Baby kita, ya. Pasti seru!" ujarnya antusias. Mengingat hal itu, Bara pun menghentikan kesibukannya membaca dokumen dan mulai menatap Dena dengan serius. Hal itu membuat Dena bahagian, ia kira Bara mulai berubah. "Aku tahu kamu melakukan semua itu demi citra di
Pak Bagus langsung melepaskan Lela, karena spontan sampai Lela terjatuh. Bara yang masuk ke ruangan itu bersama Direktur Keuangan pun terkejut dengan adegan itu. Mereka menatap keduanya dengan tatapan penuh tanya, curiga dan menuduh. "Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Pak Dava--Direktur Keuangan. "Bisa menjelaskannya, Pak Bagus?" Lebih gawatnya lagi, semua yang ada di devisi keuangan ribut dan melihat ke arah ruangan di mana ruangan itu sudah tidak tertutup gorden. Lela sendiri masih memungut file yang jatuh, kemudian memasukannya ke dalam map sebelum berdiri lagi dengan baik. Kamera dari ponsel masing-masing pun menyorot dengan jelas, hal itu membuat Lela takut dan merasa pusing. "Dia merayu saya, Pak!" ujar Pak Bagus lantang sambil menunjuk Lela. Lela langsung menggeleng, ia meletakkan map yang ada di tangannya di atas sofa. "Tidak Pak, itu tidak benar. Pak Bagus yang mengganggu saya, dia melecehkan saya!" jelas Lela berusaha membela diri. "Heh, gak usah playing
"Baik, dimulai dari Lela, apa pembelsanmu terhadap tuduhan Pak Bagus kalau kaku merayunya?" tanya Bara memulai sidang dadakan itu. Lela dengan yakin langsung menjawab, "Saya ditugaskan oleh Senior saya di devisi marketing untuk mengantarkan file pada Pak Bagus sebagai Manager Keuangan, tetapi beliau malah mengganggu saya. Ini bukan pertama kalinya bagi saya, saya sering mengalami pelecehan baik verbal maupun non verbal. Saya berusaha menghindari kemungkinan untuk bertemu dengan Pak Bagus, tapi keadaan memaksa saya. Anda bisa mengecek CCTV untuk mengonfirmasi hal itu." "Bagaimana Anda akan membela diri, Pak?" tanya Bara kemudian. Pak Bagus terlihat gugup sejenak, tetapi sebuah ketukan pintu membuat senyumnya merekah. "Permisi!" sapanya. Dika pun segera membuka pintu dan melihat ada salah satu anak devisi sistem. Entah siapa yang memanggiknya, tetapi ia sudah datang di sana. "Hallo, Pak! Perkenalkan saya Aji, saya di sini karena ada kesalahpahaman kata beberapa karyawan devi
Hari Minggu seperti yang dijanjikan, Bara dan Dena sudah siap akan membawa Baby Dam piknik. Lela juga sudah mempersiapkan segala keperluan Baby Dam, termasuk makanan yang bisa dimakan oleh batita 2 tahun itu. "Udah siap semuanya?" tanya Dena pada Lela. "Sudah Non, sudah saya kemas keperluan Baby Dam." "Oke, bawain ke mobil ya, biar Baby Dam sama aku!" ujar Dena semangat. Ia membuka tangannya untuk menggendong Baby Dam, tapi spontan anak itu menolak. "Ma!" panggil Baby Dam meringkuk pada Lela. Lela pun merasa bingung, Baby Dam sangat sensitif pada orang yang tidak ia kehendaki. Ia pun berusaha membujug Baby Dam selama setengah jam sampai Bara kesal. Bara dan dirinya tidak bicara setelah kejadian itu, hal itu membuat Lela merasa terluka tetapi dirinya memang tak berdaya. "Baby sayang, nanti Papa mau ajak liat Gajah sama Harimau loh." "Jajah? Halmo?" "Iya Sayang, makanya ikut Papa ya...." "Engg!" ia pun mengangguk. Alhasil Bara yang turun tangan menggendong Baby
"Papa!" panggil Baby Dam. Ia berusaha turun dari kursi makannya, membuat Lela pun bergegas membantunya. "Papa Papa!" panggil Baby Dam dengan tak sabaran. Ia berjalan dengan kakinya yang sebenarnya belum terlalu kencang, hal itu membuatnya tampak lebih menggemaskan. Ia dengan semangat menghampiri ayahnya yang tersenyum dan membuka tangan padanya. Bara langsung menggendongnya dan menciumi pipi anaknya dengan penuh kasih sayang. "Hem, bau buah! Udah makan ya anak Papa?" tanyanya dengan lembut. "Udah Papa, Papa matan juda (makan juga), yuk!" "Papa udah makan, masih kenyang. Beslk kita sarapan bareng ya?" Pemandangan itu adalah pemandanga yang sebenarnya ingin selalu Lela nikmati setiap hari. Akan tetapi apapun itu, asalkan Baby Dam bahagia, tidak apa-apa kalau ia harus pergi dan tidak bisa melihatnya setiap hari. Setelah memeluk anaknya dengan erat, ia pun menatap Lela yang hanya berdiri sambil tersenyum. "Saya mau bicara sama kamu," ujarnya dengan suara yang dingi
Lela berpikir bahwa Dika baik juga, maksudnya ia cukup perhatian. Padahal katanya hanya teman, sementara yang sesama perempuan--Bella yang pernah jadi rekan kerjanya malah tak percaya padanya. Ia berusaha tetap berpikir positif, mungkin Bella hanya tak melihat bukti bahwa ia tak bersalah. Lagipula ia juga tak bisa membuktikannya pada Bella. Sekarang Lela harus beres-beres untuk pergi besok. Ini hari terakhirnya tinggal di Mansion mewah ini. Ia sudah dibelikan tiket dan akan pindah ke luar negeri. Bukannya pulang ke kampung halaman atau mencari pekerjaan lain di Jakarta. Ia sudah cukup malu untuk stay di Indonesia dengan berita yang menyebar tentang dirinya. Kehormatannya benar-benar dirusak, ia lelah menghadapi ini semua. Jadi ia ingin mencari tempat yang bisa memberinya perlindungan dari masa lalu yang kelabu. Hal terberat yang membuatnya kecewa adalah, Baby Dam, Bi Tati, dan orang-orang yang tetap ada di sisinya. Ia tak berpikir bahwa Bara juga akan merasa kehilangan, ia