Besok aku libur ya Guys😘
Lela menghela napas saat Baby Dam tertidur lagi, ia merasa resah dengan situasi tadi. Padahal tadinya ia ingin memberi saran untuk Bara, karena sudah mau bertunangan dengan Dena, harusnya Dena mulai belajar mendekati Baby Dam. Kalau Dena dekat dengan Baby Dam, ia akan merasa lega melepas pekerjaan itu karena sudah ada ibu yang bisa menggantikannya di sisi Baby Dam. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Jika pada akhirnya ia memperpanjang kontrak itu, ia harus terlibat dengan Bara dan segala dinamikanya, termasuk Dena. Apalagi orang-orang menganggap kalau ia menyukai Bara, pasti ia akan menjadi antagonis dalam hidup mereka. ••• Di malam hari ketika Lela sudah berhasil menidurkan Baby Dam, tiba-tiba ia merasa ingin memakan sesuatu. Kebetulan ia mendengar ada suara Tukang Bakso yang lewat, jadi dia langsung turun ke lantai dasar dan minta izin ke Bodyguard untuk keluar sebentar membeli bakso. "Biar saya aja Mbak yang beli," ujar salah satu bodyguard." "Enggak usah, aku mau k
"Kami akan dihukum habis-habisan, Mbak," ujar Arif. "Hah?! Dihukum gimana?" tanya Lela lagi kaget dan bingung. "Sebelum kami jadi bawahan Tuan Bara, kami sudah dipahamkan bahwa tugas kami adalah melindungi artinya kami harus kuat. Nah dengan moto itu pula, kamiakan dihukum secara fisik juga." "Yang menghukum Tuan Bara sendiri." "Btw, Tuan Bara itu kuat banget. Dia punya badan sebagus itu bukan hanya karena rajin ngegym dan joging, tapi karena dia juga punya kemampuan bela diri tinggi. Silat, Taekwondo, dan Karate. Katanya sempat ikut K****u tapi dulu keburu jadwalnya padat, jadi gak bisa menyelesaikan pelatihannya, hanya di dasar aja yang dipelajari." "What?!" Lela tambah shock mendengarnya, ia tak tau kalau mereka harus menerima hukuman fisik kalau sampai melakukan kesalahan. "Berarti ini termasuk kalau karyawan di sini terluka atau diculik, kalian akan membelanya dan kalau gagal dihukum?" tanya Lela. Ketua Bodyguard pun mengajak Lela ke dalam dulu, jadi ia akan menjelaskan s
"Ada jutaan orang yang ingin ada di posisimu, Sayang," ujar Arabela dari telpon. "Tapi jutaan orang itu bukanlah aku," balas Bara. Aabella terdengar penggalan nafas. Ia memang tidak bisa melawan argumen anaknya, pun ia tahu bagaimana sulitnya dia ada di posisi Bara. Ketika mencintai harus dibatasi, ketika untuk bertahan harus menjadi orang yang tidak bebas memilih dengan perasaannya. Hidup memang tidak selalu menggunakan perasaan, tapi perasaannya tidak diperbolehkan lagi untuk hidup, ia tak memiliki opsi dalam hidup. "Kamu bisa kehilangan segalanya kalo nekat," ungkap Arabela khawatir. "Apakah selama ini aku sudah memiliki segalanya? CEO hanya gelar, segala hal yang orang lihat adalah milikku, itu masih dalam genggaman Papi." "Oke, ini... sulit.""Makanya aku nggak bisa meneruskan semua ini."Arabela langsung menyanggah, "... dan membiarkan orang lain mawaris harta itu?""Kalau itu yang diinginkan Papi, biarkan saja aku gak perduli.""Oh Sayang, serius kamu rela itu terjad
Lela memikirkan apa yang dikatakan Fani, anak itu kritis dan penuh pertimbangan, ia pintar. "Tuan sedang di Bogor sekarang," ujar Bi Tati sebelum pulang. Lela sudah pulang, bersih-bersih, setelah itu ia menemanibaby Dam. Kini ia sedang menggendong Baby Dam dan terkejut mendengar informasi itu. "Bukannya harusnya pulang lusa, kok cepet banget?" tanya Lela. "Yah lusa baru sampe sini, tapi sekarang nginep di Bogor." "Oh gitu...." "Dah, Bibi pulang dulu ya. Baik-baik sama Mama ya, Baby Dam?" salam Bi Tati sebelum pergi. "Iya Bi, hati-hati." "Oke, assalamualaikum." "Waalaikumsalam." Bi Tati pun pergi meninggalkan Lela dan Baby Dam yang tadi ada di ruang santai. Lela memang merasakan perasaan yang tidak enak, entah kenapa. Ada firasat buruk yang membuatnya ragu. Apa jangan-jangan Padahal yang terjadi pada Bara?•••"Mba Lela!" panggil seseorang dari balik pintu kamarnya kencang.Brak! Brak! Brak!Ketukan pintu itu sangat brutal membuat Lela langsung lompat dari kasurnya dan
"Dilindungi itu pasti. Masalahnya, bisa jadi Baby Dam akan menjadi pewaris berikutnya menggantikan Ayahnya, dan hidup di tangan Kakeknya. Kamu paham kan maksudku?" Lela mengangguk paham, hidup Baby Dam akan diatur oleh kakeknya sepenuhnya. Padahal Baby Dam perlu hidup dengan bebas, bebas memilih apa yang ia inginkan. "Semoga Aran baik-baik saja," ujar Arabela. "Aamiin," sahut Lela. •••Kemarin saat Bara pergi ke Bogor, ia ditemani Arabela. Arabela sangat takut jika mantan suaminya nekat melukai anaknya, ia tak ingin Bara benar-benar dilenyapkan oleh pria keras itu."Kenapa kamu ke sini malam-malam?" tanya Hendra duduk di depan Bara dan Arabela. "Dan, Bela?" Matanya menatap keduanya bergantian, Barmemang mirip dengan ibunya sehingga fisiknya seperti bule.Di sisi Hendra ada istrinya yang menemaninya, ia terlihat biasa tapi Arabela tau kalau ia juga tertekan dengan situasi itu.Kopi dan teh mengepul di depan mereka, tetapi itu tak cukup untuk mencairkan suasana. Ketegangan itu
Lela hampir tertidur di atas kursi ketika botol susu yang dipegangnya terjatuh ke lantai. Prak! Itu membuat Dika tidak tega melihatnya. Maka ia meminta Lela untuk pulang terlebih dahulu. Biar ia yang menjaga Bara, karena akan aneh kalau Lela juga libur. Jadi Dika memerintahkan Lela untuk masuk hari ini, sehingga Lela pun pulang diantar Bela. Lel juga membawa Baby Dam pulang, untuk kemudian dititipkan kepada Bi Tati. Untunglah saat di rumah sakit tadi Baby Dam tidak menangis. Setelah sampai rumah, baru ia menangis kencang minta disusui.Setelah menyusui Baby Dam, Lela pamit pada Bi Tati kalau ia akan berangkat kerja."Kamu nggak nungguin Tuan di rumah sakit?"Lela menggeleng, "Akan jadi aneh kalau aku ikut libur. Toh sudah ada Kak Dika di sana, keluarganya Lak Bara juga udah pada datang, termasuk Dena," ujar Lela yakin.Ia memang tidak bertemu langsung dengan Dena tapi, ia melihat Dena masuk rumah sakit saat ia ada di mobil Bela menuju ke Mansion. Bi Tati pun mengangguk paham, la
"Siapa kamu?!" tanya Bara kaget. Ia baru bangun dan langsung bertemu dengan Dena yang menjaganya. Dena pun shock dan langsung menoleh pada semua kerabat yang ada di sana. Sementara itu dokter sedang menuju ke ruangan itu stelah dipanggil tadi. "Aku... kamu gak inget aku?" Tak lama kemudian dokter pun datang dan langsung memeriksanya, di tengah kebingungan Dena dan keluarga Bara. Bahkan Arabela yang baru datang langsung syok ketika Bara tidak mengenalnya, ibunya sendiri.Kemudian dokter pun menyatakan bahwa Bara lupa ingatan."Mohon maaf sebelumnya, saya sudah menyampaikan kepada Pak Hendra terkait kemungkinan ini sebelumnya, dan kami harus memberitahukan bahwa Pak Bara mengalami lupa ingatan, karena benturan yang terlalu keras. Akan tetapi, untuk lupa ingatan sementara atau permanennya kami akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Sekarang kami belum bisa mengeluarkan diagnosa terkait hal itu." "Lalu kamu harus gimana dok?""... jadi keluarganya diharapkan untuk membantu meng
Deg! Lela terdiam, ia mencoba mengobrak-abrik otaknya untuk mencari jawaban yang tepat. Bara pun terlihat menunggu tanpa mendesak. Namun dalam hati Bara, ia berharap ada jawaban jujur dari gadis di depannya itu. "Saya hanya pengasuh biasa," ujar Lela. Bara terlihat tak percaya, "Lalu kenapa saya ngerass nyaman saat di dekat kamu?" "Hem..." Lela bingung, "saya tidak mengerti dengan apa yang Bapak bicarakan tapi, jika itu mengenai perasaan Bapak, saya tidak bisa menjawabnya, karena itu Bapak yang merasakan." "Tidak tidak, saya hanya sedang menceritakan perasaan saya. Saya merasa bahwa ada sesuatu di antara kita, lebih dari kontrak dan ikatan kerja," jelas Bara yakin. Lela merasa bingung harus menjawab apa, faktanya ia juga tidak yakin tentang perasaan Barat sebelumnya, karena Bara tidak pernah menyampaikan padanya. Semua hanya dugaan-dugaan lewat Bi Tati, Bi Hera, Blenda, dan Dika, itu tidak dikonfirmasi oleh Bara sendiri. "Maksud Bapak kedekatan kita ya?" tanya Lela.
Jujur saja Lela agak skeptis dengan Bi Tati yang berubah itu. Akan tetapi, sebelum pergi ia menawarkan Bi Tatk dulu agar tidak ada gesekan ke depannya."Bi Tati yakin nggak mau ikut?" tanya Lela.Sebelumnya Lela juga sudah menawarkan pada Bi Tati, tetapi Bi Tati tidak mau dan menjawabnya dengan ketus.Lagi-lagi, Lela tidak mempermasalahkan nada bicara yang makin hari makin lebih berani. Kalau diurutkan sebagai Majikan dan Bawahan, Bi Tati tidak memenuhi standar dasar bawahan.Lela juga terlalu lembek padanya. Itu dilatarbelakangi oleh fakta masa lalu mereka. Lela menghormatinya sebagai orang yang dipercaya oleh suaminya, dan orang yang lebih tua darinya. Bahkan Bi Tatilah yang membuat Lela bertahan di rumah itu, dari saat ia belum menjadi istri Bara. Kali ini Bi Tati hanya menggeleng.Lela mengerti, "Oke deh. Baik-baik ya kalian semua!" ujarnya pada Bi Tati dan yang lainnya."Iya, semoga kalian selamat sampai tujuan," ujar Bi Tati sebagai formalitas.Lela tersenyum lebih lebar, mer
"Haha! Kau pasti bercanda!" balas Bara kemudian menyesap kopinya. Melihat reaksi itu Juri terkekeh, "Hehe... aku serius." Bara sampai susah menelan kopinya, tetapi ia harus tetap santai. "Tapi kamu pacar sahabatku," ujar Bara mengingatkan. "I know, tapi cinta tak memandang siapa orangnya kan?" Bara menyeringai, "Lalu kenapa kau tidak naksir saja pada Kevin, kalau kau bilang cinta tak memandang siapa orangnya?" Kevin adalah teman Bara juga ia berpostur gemuk dan hobi makan berat. Kalau sekarang mungkin seperti mukbang, ia makan apapun dengan jumlah yang sangat banyak. Orang-orang seperti Juri menurut Bara menyebalkan. Jujurlah kalau cinta juga tentang persepsi. Kalau Juri bilang ia jatuh cinta padanya tanpa memandang siapa orangnya, harusnya ia bisa menyukai yang lain. Itu kata-kata yang dangkal. Jika benar Juri tak memandang siapa orangnya, maka Kevin tidak masalah baginya. Namun, Juri terus membully Kevin di masa lalu. Itu yang membuat Bara makin sebal padanya. "K
"Minder kenapa? Lagian kan ada Papa sama Mama yang bisa ngatur semuanya." "Ya udah sih orang udah lewat." "Bisa aja kan kalo Bara mau, kenapa kalian gak ninggalin pasangan masing-masing?" "Mom! Please, Bara udah bahagia sama pasangannya," kecam Blenda. "Maksudnya si perempuan kampungan itu?" Blenda menghela napas, ia tak suka dengan sikap ibunya yang suka merendahkan orang itu. Maklum, ia anak orang kaya dari lahir dan menikah dengan ayahnya yang merupakan salah satu penguasa di negeri ini. "Gak usah marahlah, Mami kan cuma mau kamu menyelesaikan semuanya dengan jelas. Ceraikan saja Greg yang tidak tahu diri itu." Blenda menghela napas, "Akan aku pikirkan." ••• Bara baru selesai dengan pekerjaannya siang itu, kemudian memilih untuk istirahat. Ia sudah melewatkan satu jam waktu istirahat.Rasanya sangat lelah sekali karena harus membereskan semua kekacauan itu dan memulai dari awal. Ia benar-benar kelhilangan banyak pekerja, kepercayaan klien dan semua yang terkait de
"Seperti yang kamu denger kemarin, sedang diproses." Lela pun terkejut, "Apa gak ada keringanan?" Bara menoleh pada istrinya sambil mengancingkan jasnya. "Kita bicarain setelah aku balik dari Amerika ya." Setelah itu Bara menyeret kopernya, menciun dan memeluk istrinya sejenak sebelum benar-benar pergi. Kemudian, Lela menidurkan Baby Alesha sebelum akhirnya menyusul suaminya ke lantai dasar untuk mengantarnya pergi. "Kamu buru-buru banget ya," ujar Lela menahan tangan Bara yang akan masuk ke mobil. Bara pun berbalik dan menoleh melihat istrinya yang terlihat sedang tidak ingin ditinggal. Wajahnya cemberut dengan tatapan sedih, sepertinya ia masih kepikiran apa yang menimpanya. "Sayangku, aku harus cepet sampai di sana karena ini darurat banget. Aku usahain untuk selesain secepatnya ya." Lela mengangguk dan melepaskan pegangan tangannya pada lengan sama suami. Melihat itu, Bara pun menarik Lela ke dalam pelukannya lagi dan mencium kepalanya. "Udah ya, Sayang. Aku
Lela menghela nafas melihat bagaimana media membicarakan tentangnya dan Bara. Terutama membahas soal dirinya yang pernah melakukan induksi laktasi. Banyak yang mengkritik mereka karena melakukan tindakam ilegal dan melanggar norma. Akan tetapi lewat perjanjian itu pula banyak pakar hukum yang bilang kalau itu tidak melanggar hukum. Ia sekarang pun sedang menyusui putrinya, dan teringat saat dulu menyusui Demian yang sekarang sudah mulai belajar dengan guru yang diundang ke Mansion. Terkait Damien, sebenarnya Bara sempat berpikir untuk tidak membiarkan Demian sekolah di sekolah biasa. Bara ingin Demian homeschooling saja. Lela jelas tidak setuju, karena jika itu terjadi, bisa saja Demien tidak bahagia. Artinya Lela akan setuju untuk membiarkan Demien homeschooling jika Demien yang menginginkannya, tidak ada paksaan dari mereka berdua sebagai orang tua. Lalu syaratnya, harus homeschooling yang tetap keluar rumah. Lela tidak ingin Demien tumbuh menjadi Tuan Muda yang tidak berbaur
Semua orang pun langsung terkejut dan mulai riuh dengan banyak obrolan di dalam sana. Sorotan cahaya kamera semakin menggila membuat Lela sampai harus memejamkan mata karena tidak kuat dengan silaunya yang dihasilkan dari kamera-kamera itu. Lalu Bara segera memberinya kacamata hitam untuk melindunginya. Ia benar-benar suami yang act of service. Lela dan Bara melakukan konferensi tidak membawa anak-anak, karena posisi itu tidak aman sehingga anak-anak harus dititipkan di rumah. Setelah itu, Bara pun bersuara lagi memecah keributan yang ada di sana. "Oke kita balik lagi! Sebenarnya agak aneh kalau kalian terkejut dengan fakta ini, karena sudah diungkapkan, dan sudah ada bukti. Rasanya apa yang kalian ragukan dari bukti itu karena tidak berasal dari saya langsung kan? Maka saya konfirmasi bahwa itu benar." Bara terus memberikan menarik ulur penjelasannya agar para wartawan berpikir kritis dan tidak asal menulis berita dan bertanya lagi. Namun, tentu saja itulah pekerjaan mer
"Untuk apa kalian tau?" tanya Bara balik. Sebenarnya ia main-main saja, tapi Bara akan menjelaskannya seperti kesepakatannya dengan sang istri sebelumnya. Orang yang ditanya malah bingung, sehingga Bara terkekeh melihatnya. Sebelum bicara lagi, Bara menatap mata para wartawan di sana. "Ya kalau kalian bingung menjawabnya, saya gak mau jawab. Kenapa?" Ia menjeda lagi, melihat istrinya yang duduk tenang dan terus bermain-main dengan pikiran mereka. "Ya harusnya kalian juga berpikir dong, kenapa kalian harus tahu, lalu apa sih yang membuat kalian harus tahu? Kenapa kami harus memberitahu kalian tentang apa yang tidak kami beritahu kepada kalian?" Diam lagi. Semua diam tanpa berani menjawab. "Nah hal seperti itu harusnya kalian dalami dulu sebelum bertanya. Pertanyaan kalian harus ada basisnya. Kalian tuh harus jelas membutuhkan informasi itu. Kalo cuma fomo atau viral, itu jadi hoax karena informasinya gak guna buat kalian. Lah iya, kenapa kalian harus tau? Kalau hanya ka
"Sayang...." panggil Bara dengan manja. Lela terus memunggunginya di tempat tidur karena masih kesal dengan betapa jahatnya Greg dan betapa pasifnya Bara merespon hal itu. Padahal ia selalu melihat Bara yang galak pada karyawannya dan selalu tegas, tapi terhadap sahabat-sahabatnya ia bisa bersikap lemah lembut. "Say, kok masih marah sama aku sih? Aku udah minta maaf dan aku akan coba untuk beri dia sanksi, biar nggak kebiasaan," bujug Bara. "Itu kan yang kamu omongin, tapi faktanya kamu nggak ngelakuin itu. Kamu terlalu lembek sama Dokter Greg hanya karena persahabatan yang baik. Tapi kan kamu biasanya selalu ngikutin prinsip. Masa kamu gak tega sama dia?" Bara menghela napas, istrinya mulai melakukan konfrontasi. "Masalahnya aku juga terbatas sama keinginan dari Blenda. Dia nggak pengen aku ngungkapin permasalahan dalam rumah tangga mereka." "Ya tapi kamu dirugikan. Ini bukan hanya tentang Blenda, tapi kan kamu juga butuh keadilan. Kontrak yang harusnya dia tanda tangani seb
"Maaf... aku udah janji sama Blenda, kalau aku nggak akan membongkar hal itu." Lela merasa tidak adil, tapi bagaimana lagi semuanya sudah terjadi dan Blenda meminta agar mereka tidak buka mulut. Saat memikirkan itu, tiba-tiba. Bruk! Bara tergeletak di atas soda dengan lemas. "Mas!" Lela langsung berusaha menaikkan Bara ke atas kasur. Bara masih setengah sadar sehingga Lela tidak benar-benar mengangkat Bara sepenuunya. Ia kemudian menghubungi dokter keluarga Raniero yang lain. Sembari menunggu dokter datang, Lela pun mencoba untuk mengompres Bara dan memijit pelan-pelan badannya, agar ia lebih rileks. Namun, Bara masih mendengar suara Lela yang terus mengoceh karena sangat mengkhawatirkan suaminya. "Aku cuma butuh istirahat, Sayang. kamu nggak usah khawatir." Lela mendelik menatap suaminya, tidak setuju. "Hanya butuh istirahat apanya?! Kamu udah ngedrop banget! Kamu udah kecapean dari kemarin-kemarin. Kenapa sih, kamu susah banget kalau diajak istirahat? Kamu selalu p