"Dilindungi itu pasti. Masalahnya, bisa jadi Baby Dam akan menjadi pewaris berikutnya menggantikan Ayahnya, dan hidup di tangan Kakeknya. Kamu paham kan maksudku?" Lela mengangguk paham, hidup Baby Dam akan diatur oleh kakeknya sepenuhnya. Padahal Baby Dam perlu hidup dengan bebas, bebas memilih apa yang ia inginkan. "Semoga Aran baik-baik saja," ujar Arabela. "Aamiin," sahut Lela. •••Kemarin saat Bara pergi ke Bogor, ia ditemani Arabela. Arabela sangat takut jika mantan suaminya nekat melukai anaknya, ia tak ingin Bara benar-benar dilenyapkan oleh pria keras itu."Kenapa kamu ke sini malam-malam?" tanya Hendra duduk di depan Bara dan Arabela. "Dan, Bela?" Matanya menatap keduanya bergantian, Barmemang mirip dengan ibunya sehingga fisiknya seperti bule.Di sisi Hendra ada istrinya yang menemaninya, ia terlihat biasa tapi Arabela tau kalau ia juga tertekan dengan situasi itu.Kopi dan teh mengepul di depan mereka, tetapi itu tak cukup untuk mencairkan suasana. Ketegangan itu
Lela hampir tertidur di atas kursi ketika botol susu yang dipegangnya terjatuh ke lantai. Prak! Itu membuat Dika tidak tega melihatnya. Maka ia meminta Lela untuk pulang terlebih dahulu. Biar ia yang menjaga Bara, karena akan aneh kalau Lela juga libur. Jadi Dika memerintahkan Lela untuk masuk hari ini, sehingga Lela pun pulang diantar Bela. Lel juga membawa Baby Dam pulang, untuk kemudian dititipkan kepada Bi Tati. Untunglah saat di rumah sakit tadi Baby Dam tidak menangis. Setelah sampai rumah, baru ia menangis kencang minta disusui.Setelah menyusui Baby Dam, Lela pamit pada Bi Tati kalau ia akan berangkat kerja."Kamu nggak nungguin Tuan di rumah sakit?"Lela menggeleng, "Akan jadi aneh kalau aku ikut libur. Toh sudah ada Kak Dika di sana, keluarganya Lak Bara juga udah pada datang, termasuk Dena," ujar Lela yakin.Ia memang tidak bertemu langsung dengan Dena tapi, ia melihat Dena masuk rumah sakit saat ia ada di mobil Bela menuju ke Mansion. Bi Tati pun mengangguk paham, la
"Siapa kamu?!" tanya Bara kaget. Ia baru bangun dan langsung bertemu dengan Dena yang menjaganya. Dena pun shock dan langsung menoleh pada semua kerabat yang ada di sana. Sementara itu dokter sedang menuju ke ruangan itu stelah dipanggil tadi. "Aku... kamu gak inget aku?" Tak lama kemudian dokter pun datang dan langsung memeriksanya, di tengah kebingungan Dena dan keluarga Bara. Bahkan Arabela yang baru datang langsung syok ketika Bara tidak mengenalnya, ibunya sendiri.Kemudian dokter pun menyatakan bahwa Bara lupa ingatan."Mohon maaf sebelumnya, saya sudah menyampaikan kepada Pak Hendra terkait kemungkinan ini sebelumnya, dan kami harus memberitahukan bahwa Pak Bara mengalami lupa ingatan, karena benturan yang terlalu keras. Akan tetapi, untuk lupa ingatan sementara atau permanennya kami akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Sekarang kami belum bisa mengeluarkan diagnosa terkait hal itu." "Lalu kamu harus gimana dok?""... jadi keluarganya diharapkan untuk membantu meng
Deg! Lela terdiam, ia mencoba mengobrak-abrik otaknya untuk mencari jawaban yang tepat. Bara pun terlihat menunggu tanpa mendesak. Namun dalam hati Bara, ia berharap ada jawaban jujur dari gadis di depannya itu. "Saya hanya pengasuh biasa," ujar Lela. Bara terlihat tak percaya, "Lalu kenapa saya ngerass nyaman saat di dekat kamu?" "Hem..." Lela bingung, "saya tidak mengerti dengan apa yang Bapak bicarakan tapi, jika itu mengenai perasaan Bapak, saya tidak bisa menjawabnya, karena itu Bapak yang merasakan." "Tidak tidak, saya hanya sedang menceritakan perasaan saya. Saya merasa bahwa ada sesuatu di antara kita, lebih dari kontrak dan ikatan kerja," jelas Bara yakin. Lela merasa bingung harus menjawab apa, faktanya ia juga tidak yakin tentang perasaan Barat sebelumnya, karena Bara tidak pernah menyampaikan padanya. Semua hanya dugaan-dugaan lewat Bi Tati, Bi Hera, Blenda, dan Dika, itu tidak dikonfirmasi oleh Bara sendiri. "Maksud Bapak kedekatan kita ya?" tanya Lela.
Pagi hari, Lela menjalani harinya seperti biasa. Mulai menyusui Baby Dam, lalu berangkat ngantor. Bara melihatnya dan merasa aneh, Lela bertindak selayaknya seorang ibu dari anaknya. Tetapi ia merasa bahwa pantas dirinya menyukai sosok Lela yang lembut itu, ternyata Lela adalah orang yang layak menjadi ibu dari anaknya. Saat Lela keluar di parkiran, ia pun segera menyusul keluar dan mengajak Lela untuk pergi bersama."La! Ayo masuk!" ujarnya.Lela terkejut dan mendekati Bara yang sudah di dalam mobil bersama sopir."Mohon maaf, Pak, tapi saya tidak bisa berangkat bersama Bapak, karena saya bawa motor. Kalau saya bersama Bapak akan menjadi rumor yang aneh."Bara mengerti, "Oh gitu... terus kamu pake motor sini kan?" tanyanya lagi."Iya Pak.""Bapak yang memberikan pada Lela," sahut Pak Jamal."Jadi?" tanya Bara minta konfirmasi dari Lela.""Em... motor itu Anda yang memberikan pada Lela."Lela terlihat canggung dan tak enak hati, "Baiklah kalau gitu. Saya berangkat dulu, ya. Sampai
Hari pertunangan Bara dan Dena pun tiba, tiada yang merasa aneh dengan semuanya. Baik Dena dan Bara terlihat bahagia, meski di media sosial banyak spekulasi yang diberikan oleh para netizen tentang kecelakaan Bara. Baby Dam juga terlihat nyaman di gendongan Bi Tati. Acara dimulai pada jam 16.00 WIB sampai jam 23.30 WIB, rencananya. Akan tetapi karena pesta, tidak tahu sampai jam berapa. Intinya Lela belum siap karena baru pulang dari kantor. Baru setelah bersih-bersih dan memakai dresscode pembantu, Lela pun menghampiri Bi Tati yang akan pulang. Sayangnya Bi Tati tidak bisa tidak pulang, karena kini ia juga mengurus cucu yang berusia 12 tahun, jadi harus memastikan ia tidak neko-neko karena sudah remaja. "Majasih ya, Bi." "Sama-sama La, sambil makan dulu, susui dulu Baby Dam," ujarnya bisik-bisik. Lela pun langsung mengiyakan, ia naik ke lantai dua dan ke kamar Baby Dam untuk menyusuinya. Tak lupa ia mengunci pintunya agar tidak ada yang tiba-tiba masuk. Lela tadi sempat
Bara merasakan perasaan aneh saat bangun tidur, lebih bugar dari biasanya. Cahaya masuk dari sela-sela gorden yang terbuka, dan ia mulai mencoba menyadarkan dirinya. Ia melenguh sebelum akhirnya duduk dan mengusir kantuknya. Namun, ia melihat jam di atas nakas menunjukkan pukul 11.00 WIB. Tidak aneh kalau ia bangun jam segitu karena ia libur hari ini. Akan tetapi ia merasa badannya lengket dan ia baru sadar, kenapa ia merasa seperti.... Ia langsung menoleh ke samping dan mendapati seorang perempuan sedang tidur membelakanginya, bagian atasnya terbuka. "Apa-apaan ini?" gumamnya. Melihat itu ia segera membuka selimutnya dan terkejut karena keduanya tidak berbusana. Ia mengenali tubuh itu, "Dena!" Lalu ia mengguncang tubuh wanita yang ia panggil Dena itu, tetapi benar saja, itu Dena. "Enghhh!" keluh Dena mengucek matanya yang mengantuk. "Dena, apa-apaan ini?!" bentak Bara akhirnya. Setelah terkejut tanpa hisa berkata-kata, ia segera berdiri dan memakai celana kolorny
Bara keluar kamar untuk menantarkan Dena pulang. Akan tetapi sebelum itu, ia mendengar suara tangisan Baby Dam. "Ada apa, Bi?" tanya Bara pada Bi Tati. "Gak tau, Tuan. Padahal sebelum berangkat Lela udah nyetok susu dan udah disusuin," ujar Bi Tati sambil menenangkan Baby Dam. "Lela suruh pulang!" ujar Bara. "Dia..." Bi Tati terlihat ragu membuat Bara bingung, "Kenapa?" Dena ikut menunggu jawaban Bi Tati, dan tiba-tiba telpon dari Dika pun terdengar di ponsel Bara. "Siang Pak, apakah Bapak sudah menemukan Lela?" tanya Dika to the point. "Apa maksudmu, ketemu gimana? Emang dia lagi di mana? Saya baru bangun, terus kamu nelpon dengan pertanyaan itu, maksudnya apa?" tanya Bara masih santai. "Loh, Pak! Bapak nggak tahu kalau Lela nggak bisa dihubungi dan nggak ke kantor?" "Gak ada di kantor? Dia gak mungkin bolos kan?" "Itu dia, dia gak bisa dihubungi dan ponselnya ada di kamarnya." Bara langsung berlari ke kamar Lela dan menemukan ponsel itu di atas kasur. "Tim