Artinya apa hayo! Jangan lupa kasih ulasan dan bintang 5-nya ya Sayang :D
"Loh, 'bubu' itu panggilannya Baby Dam ke kamu, 'kan?"Mendengar ucapan Bara, Lela tambah bingung, "Itu karena Baby Dam belum bisa ngomong." Bara sontak tertawa. Ia jadi merasa lega kalau Lela sudah baik-baik saja. Buktinya, Lela sudah bisa diajak ngobrol panjang seperti biasa meski random. Sementara itu, Lela merasa sikap Bara lebih lembut padanya. Yang awalnya ketus, tampak menjadi lebih santai dan protektif? Apakah ini karena Bara merasa iba dengannya?Lela duduk terdiam. Hal ini membuat Bara pun mendekatinya sambil mengecek suhu tubuhnya dengan menyentuh keningnya. "Pusing?" tanyanya. Nadanya terdengar lembut, membuat Lela kembali shock."Lela?!" panggil Bara lagi. "Ya?" Lela malah kaget dan menjauhkan keningnya dari tangan Bara."Kenapa bengong, ada yang sakit?" Lela menggeleng. "Enggak, Pak. Saya gak apa-apa."Bara menghela napas kemudian duduk di samping Lela--menatap gadis itu dengan seksama. "Dengar... kamu sekarang tanggung jawab saya di mansion. Jadi jang
Bara bahkan belum menyiksanya, tapi mereka sudah berhasil kabur?Yang benar saja?Bara langsung menyuruh Dika untuk mengurus semuanya sampai dapat.Tangan-tangan dan mata yang telah melihat dan melecehkan Lela, akan ia buat menjadi menyakitkan. Awas saja! Di sisi lain, Lela sedang melamun memikirkan tentang dosennya yang misterius. Kata-kata Bi Tati malah menbuatnya kepikiran berat. Ia sudah sedikit mengenal tentang Bara. Selain sosoknya sebagai dosen, namun entah kenapa, ia masih melihat ada sisi lain yang tidak bisa ia ketahui.Tampaknya apa yang disampaikan oleh Bi Tati bahwa Bara seperti orang yang cukup berpengaruh, tak sesederhana itu. Buktinya dengan kejadian kemarin, Lela merasa Bara terlihat mudah sekali menghadapinya.Melacak keberadaannya, melawan mucikari kelas kakap dengan banyaknya bodyguard di sisinya.Jika hanya seorang dosen dan pengusaha biasa, tak mungkin bisa melakukan itu kan? Itu terlalu mencurigakan! Meskipun Lela berterima kasih dengan itu, hanya ia mer
Malam harinya, Bara baru pulang kerja. Hari ini ia lembur. Namun saat melewati dapur, ia melihat Lela sedang makan malam di sana. Sendirian. Bahkan lampu dapur dimatikan dan ia hanya mengandalkan senter hp. Mungkin takut jika sorot lampunya akan mengganggu orang yang sedang beristirahat? Pasalnya itu sudah memasuki tengah malam, ia pun bukannya langsung masuk ke kamar malah berbelok ke dapur dan minum segelas air. Hal itu tentu mengagetkan, karena ia sedang fokus makan. "Eh Bapak baru pulang, Pak?" tanyanya agak gugup. Ia mengelap bibirnya dengan tisu dan berhenti makan, ia sudah dilarang makan makanan instan sejak menyusui Baby Dam, sekarang ia tertangkap basah. "Iya, baru aja. Tapi kamu ngapain makan sambil gelap-gelapan gitu?" Lela pun nyengir, "Enggak apa-apa, Pak," jawabnya. "Makan malam-malam nggak bagus loh." "Iya sih, Pak, tapi saya laper banget tadi." "Emang kamu begadang, ya?"Lela mengangguk. "Sebenarnya saya lagi berusaha menyelesaikan PR yang Bapak sampa
"Saya tahu kamu kaget, tapi itu fakta yang berhasil saya dan tim temukan." Lela masih diam, ia bingung harus bagaimana menanggapinya. "Terima kasih Pak sudah menyampaikan informasi itu, saya terlalu buta dengan fakta hanya karena ayah saya adalah orang terdekat saya." "Itu wajar, hanya saja karena kamu sudah tau Ayahmu seperti ini, kamu hanya perlu waspada dengan dia." "Baik Pak, terima kasih banyak." "Sama-sama," jawab Bara melanjutkan makannya yang tertunda. Sudah lama Bara tidak makan akanan dengan rasa yang sangat pekat, ia sedikit asing dengan itu. Ia lalu meminta Lela menambahkan air panas ke mie-nya yang katanya terlalu asin, padahal itu sudah pas. Mungkin lidah sehat Bara menolak untuk makan makanan yang mengandung banyak penyedap rasa. Mereka pun kembali ke kamar masing-masing setelah itu, tetapi belum sampai tidur lelap, Baby Dam sudah menangis minta susu. Lela segera pergi ke kamar bayi tampan itu. Namun saat ia sedang menyusui sambil mengelus-elus punggun
"Oh ya? Tapi dia baru bercerai," balas Lela bingung. Namun ia juga merasa agak aneh, mengapa orang itu bercerita padanya tentang hal-hal yang harusnya tidak dibahas dengan orang asing sepertinya. "Ya makanya karena udah cerai jadinya dijodohin lagi, tapi aku lagi bujug Kakek sih biar ngijinin aku nikah sama Kak Bara. Aku udah lama ngejar dia, tapi gak boleh hanya karena sepupu. Padahal kami bukan sepupu dari Ayah, kalo dalam agama Islam boleh kan?" Lela mengangguk saja, ia tak tau harus bagaimana menjelaskannya. Masalahnya bukan hanya tentang hukum agama tapi tentang culture juga. "Aku juga bersedia kalau harus mualaf, bahkan nama modelku Dena, aslinya Diana." Lela tidak tau kenapa gadis itu langsung cerita semuanya, meskipun itu fakta, Lela tidak terbiasa dengan gaya bahasanya yang frontal. Lalu ia membicarakan hal pribadi pada orang asing, apa tidak takut kalau apa yang ia katakan akan tersebar? "Oh ya, salam kenal aku Diana atau Dena Auriel Yanuar, sepupunya Kak Bara s
"Lela?" tanya Dena dengan tatapan kecewa. "Iya, jadi berhenti ngejar aku." Dena merasakan air matanya mulai keluar, selama ini ia menunggu Bara untuk lepas dari kekasih-kekasihnya, lalu istrinya tapi setelah menikah ia harus menerima kenyataan pahit itu lagi. Ditolak oleh Bara, orang yang ia cinta untuk kesekian kalinya. "Kenapa Kak Bara gak bisa liat aku sebagai perempuan yang mencintai, Kak Bara? Kenapa?!" tangisnya mulai histeris. Kalau sudah begini Bara tidak bisa melakukan apapun selain membiarkannya menangis. "Aku lebih baik dari dia, aku lebih cantik, aku lebih kaya, aku punya level yang sama dengan Kak Bara! Tapi kenapa dia bisa, dan aku gak bisa dapetin hati Kak Bara?! Kenapa?!" Andai ia bisa jujur, ia juga tidak tahu kenapa Lela dengan mudah masuk ke dalam hatinya yang sudah berusaha ia kunci. Mengapa semudah itu Lela meraih kepercayaannya, mengambil empatinya yang biasanya ia tutup dengan rapat. Namun Lela bisa semudah itu masuk di dalam hatinya dan Baby Dam.
"Ya karena Dena boong tentang hubungan kami, kami gak pacaran. Dia udah ngejar saya dari dulu, tapi kami nggak mungkin bisa bersama karena selain sepupu. Saya sudah anggap dia sebagai adik saya sendiri, makanya kami nggak bisa menikah dengan kondisi kami masih saudara yang sangat dekat." Lela pun mengangguk, ia rasa sudah cukup ia mengetahui sampai di situ saja sebagai orang asing. Ia merasa tidak berhak bertanya banyak hal tentang masalah pribadi mereka. Jadi ia mengangguk dan memikirkan bagaimana agar ia bisa meminimalisir interaksi dengan Dena. "Em, baik Pak," jawabnya singkat. Lalu Bara teringat sesuatu, "Oh ya, untuk Bab terakhir silakan di selesaikan, jika ada pertanyaan bisa langsung kirim di email." "Baik Pak," jawab Lela. Lagi-lagi interaksi mereka sangat kering. Hal itu membuat Bara merasa semakin jauh darinya. Padahal ia ingin sekali bisa akrab dengan Lela, bicara santai dan saling tertawa tanpa ada tembok di antara mereka. Ia pun berangkat ke kantor seperti
Hendra menginap di mansion semalam, hingga paginya pulang ke Bogor karena ada rapat penting Sore harinya. Sosoknya juga sudah tidak sebugar dulu, ia butuh istirahat sebelum melakukan aktifitas ngantornya setelah perjalanan jauh. Meski sudah pergi, Hendra telah meninggalkan ganjalan dalam hati Bara tentang seseorang yang ia sukai. Di keluarga mereka, menikah tanpa cinta sudah biasa, tapi tidak dengan Bara yang menikah karena cinta. Sekarang pun ia tidak tau, apakah ia bisa keluar dari zona itu atau tidak. Apakah ia akan menerima perjodohan dari ayahnya dan melupakan perasaannya pada Lela? Saat ia memasuki kamar Baby Dam saat baru pulang kantor, ia melihat Lela sedang tertidur di sana. Namun posisinya terlihat tidak nyaman, sehingga ia berinisiatif untuk memindahkannya. Hingga saat ia menyentuh Lela, ia merasakan panas menjalar di tubuh lemah itu. "La! Bangun La!" Wajah Lela juga terlihat pucat, ia merasa panik sesaat dan membangunkan Lela. Namun, Lela hanya mengerang tanpa
Lela terpesona dengan bangunan-bangunan yang ada di sana. Memang tak jauh beda dari mansion yang ada di Jakarta, tapi yang ini lebih nyata karena benar-benar konsep seperti di negara asal. Konsep Mansion yang di Jakarta memang mengambil konsep dari Amerika, makanya Lela tak terlalu kagt karena hampir sama. Kalau dipikir-pikir suaminya terlalu kaya, ia punya properti dimana pun. Sebenarnya ia juga punya properti pemberian Bara, tapi ia mengira bahwa itu masih punya suaminya juga. Jadi ia memantau sekedarnya saja. Bara ingin memberinya restoran dan beberapa usaha lainnya, agar Lela tidak terlalu bosan dalam menjalani kehidupan sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya. IIa selalu mengharapkan untuk hidup dengan nyaman di sisinya. Ia tidak ingin Lela tertekan atau merasa terpaksa menjadi seorang istri dan ibu, dengan melepas kehidupannya sebelum menikah. Bara pun mengantar Lela untuk istirahat dan gantian menggendong Baby Alesha yang sudah tidur untuk dipindahkan ke keranjang bay
Jujur saja Lela agak skeptis dengan Bi Tati yang berubah itu. Akan tetapi, sebelum pergi ia menawarkan Bi Tatk dulu agar tidak ada gesekan ke depannya."Bi Tati yakin nggak mau ikut?" tanya Lela.Sebelumnya Lela juga sudah menawarkan pada Bi Tati, tetapi Bi Tati tidak mau dan menjawabnya dengan ketus.Lagi-lagi, Lela tidak mempermasalahkan nada bicara yang makin hari makin lebih berani. Kalau diurutkan sebagai Majikan dan Bawahan, Bi Tati tidak memenuhi standar dasar bawahan.Lela juga terlalu lembek padanya. Itu dilatarbelakangi oleh fakta masa lalu mereka. Lela menghormatinya sebagai orang yang dipercaya oleh suaminya, dan orang yang lebih tua darinya. Bahkan Bi Tatilah yang membuat Lela bertahan di rumah itu, dari saat ia belum menjadi istri Bara. Kali ini Bi Tati hanya menggeleng.Lela mengerti, "Oke deh. Baik-baik ya kalian semua!" ujarnya pada Bi Tati dan yang lainnya."Iya, semoga kalian selamat sampai tujuan," ujar Bi Tati sebagai formalitas.Lela tersenyum lebih lebar, mer
"Haha! Kau pasti bercanda!" balas Bara kemudian menyesap kopinya. Melihat reaksi itu Juri terkekeh, "Hehe... aku serius." Bara sampai susah menelan kopinya, tetapi ia harus tetap santai. "Tapi kamu pacar sahabatku," ujar Bara mengingatkan. "I know, tapi cinta tak memandang siapa orangnya kan?" Bara menyeringai, "Lalu kenapa kau tidak naksir saja pada Kevin, kalau kau bilang cinta tak memandang siapa orangnya?" Kevin adalah teman Bara juga ia berpostur gemuk dan hobi makan berat. Kalau sekarang mungkin seperti mukbang, ia makan apapun dengan jumlah yang sangat banyak. Orang-orang seperti Juri menurut Bara menyebalkan. Jujurlah kalau cinta juga tentang persepsi. Kalau Juri bilang ia jatuh cinta padanya tanpa memandang siapa orangnya, harusnya ia bisa menyukai yang lain. Itu kata-kata yang dangkal. Jika benar Juri tak memandang siapa orangnya, maka Kevin tidak masalah baginya. Namun, Juri terus membully Kevin di masa lalu. Itu yang membuat Bara makin sebal padanya. "K
"Minder kenapa? Lagian kan ada Papa sama Mama yang bisa ngatur semuanya." "Ya udah sih orang udah lewat." "Bisa aja kan kalo Bara mau, kenapa kalian gak ninggalin pasangan masing-masing?" "Mom! Please, Bara udah bahagia sama pasangannya," kecam Blenda. "Maksudnya si perempuan kampungan itu?" Blenda menghela napas, ia tak suka dengan sikap ibunya yang suka merendahkan orang itu. Maklum, ia anak orang kaya dari lahir dan menikah dengan ayahnya yang merupakan salah satu penguasa di negeri ini. "Gak usah marahlah, Mami kan cuma mau kamu menyelesaikan semuanya dengan jelas. Ceraikan saja Greg yang tidak tahu diri itu." Blenda menghela napas, "Akan aku pikirkan." ••• Bara baru selesai dengan pekerjaannya siang itu, kemudian memilih untuk istirahat. Ia sudah melewatkan satu jam waktu istirahat.Rasanya sangat lelah sekali karena harus membereskan semua kekacauan itu dan memulai dari awal. Ia benar-benar kelhilangan banyak pekerja, kepercayaan klien dan semua yang terkait de
"Seperti yang kamu denger kemarin, sedang diproses." Lela pun terkejut, "Apa gak ada keringanan?" Bara menoleh pada istrinya sambil mengancingkan jasnya. "Kita bicarain setelah aku balik dari Amerika ya." Setelah itu Bara menyeret kopernya, menciun dan memeluk istrinya sejenak sebelum benar-benar pergi. Kemudian, Lela menidurkan Baby Alesha sebelum akhirnya menyusul suaminya ke lantai dasar untuk mengantarnya pergi. "Kamu buru-buru banget ya," ujar Lela menahan tangan Bara yang akan masuk ke mobil. Bara pun berbalik dan menoleh melihat istrinya yang terlihat sedang tidak ingin ditinggal. Wajahnya cemberut dengan tatapan sedih, sepertinya ia masih kepikiran apa yang menimpanya. "Sayangku, aku harus cepet sampai di sana karena ini darurat banget. Aku usahain untuk selesain secepatnya ya." Lela mengangguk dan melepaskan pegangan tangannya pada lengan sama suami. Melihat itu, Bara pun menarik Lela ke dalam pelukannya lagi dan mencium kepalanya. "Udah ya, Sayang. Aku
Lela menghela nafas melihat bagaimana media membicarakan tentangnya dan Bara. Terutama membahas soal dirinya yang pernah melakukan induksi laktasi. Banyak yang mengkritik mereka karena melakukan tindakam ilegal dan melanggar norma. Akan tetapi lewat perjanjian itu pula banyak pakar hukum yang bilang kalau itu tidak melanggar hukum. Ia sekarang pun sedang menyusui putrinya, dan teringat saat dulu menyusui Demian yang sekarang sudah mulai belajar dengan guru yang diundang ke Mansion. Terkait Damien, sebenarnya Bara sempat berpikir untuk tidak membiarkan Demian sekolah di sekolah biasa. Bara ingin Demian homeschooling saja. Lela jelas tidak setuju, karena jika itu terjadi, bisa saja Demien tidak bahagia. Artinya Lela akan setuju untuk membiarkan Demien homeschooling jika Demien yang menginginkannya, tidak ada paksaan dari mereka berdua sebagai orang tua. Lalu syaratnya, harus homeschooling yang tetap keluar rumah. Lela tidak ingin Demien tumbuh menjadi Tuan Muda yang tidak berbaur
Semua orang pun langsung terkejut dan mulai riuh dengan banyak obrolan di dalam sana. Sorotan cahaya kamera semakin menggila membuat Lela sampai harus memejamkan mata karena tidak kuat dengan silaunya yang dihasilkan dari kamera-kamera itu. Lalu Bara segera memberinya kacamata hitam untuk melindunginya. Ia benar-benar suami yang act of service. Lela dan Bara melakukan konferensi tidak membawa anak-anak, karena posisi itu tidak aman sehingga anak-anak harus dititipkan di rumah. Setelah itu, Bara pun bersuara lagi memecah keributan yang ada di sana. "Oke kita balik lagi! Sebenarnya agak aneh kalau kalian terkejut dengan fakta ini, karena sudah diungkapkan, dan sudah ada bukti. Rasanya apa yang kalian ragukan dari bukti itu karena tidak berasal dari saya langsung kan? Maka saya konfirmasi bahwa itu benar." Bara terus memberikan menarik ulur penjelasannya agar para wartawan berpikir kritis dan tidak asal menulis berita dan bertanya lagi. Namun, tentu saja itulah pekerjaan mer
"Untuk apa kalian tau?" tanya Bara balik. Sebenarnya ia main-main saja, tapi Bara akan menjelaskannya seperti kesepakatannya dengan sang istri sebelumnya. Orang yang ditanya malah bingung, sehingga Bara terkekeh melihatnya. Sebelum bicara lagi, Bara menatap mata para wartawan di sana. "Ya kalau kalian bingung menjawabnya, saya gak mau jawab. Kenapa?" Ia menjeda lagi, melihat istrinya yang duduk tenang dan terus bermain-main dengan pikiran mereka. "Ya harusnya kalian juga berpikir dong, kenapa kalian harus tahu, lalu apa sih yang membuat kalian harus tahu? Kenapa kami harus memberitahu kalian tentang apa yang tidak kami beritahu kepada kalian?" Diam lagi. Semua diam tanpa berani menjawab. "Nah hal seperti itu harusnya kalian dalami dulu sebelum bertanya. Pertanyaan kalian harus ada basisnya. Kalian tuh harus jelas membutuhkan informasi itu. Kalo cuma fomo atau viral, itu jadi hoax karena informasinya gak guna buat kalian. Lah iya, kenapa kalian harus tau? Kalau hanya ka
"Sayang...." panggil Bara dengan manja. Lela terus memunggunginya di tempat tidur karena masih kesal dengan betapa jahatnya Greg dan betapa pasifnya Bara merespon hal itu. Padahal ia selalu melihat Bara yang galak pada karyawannya dan selalu tegas, tapi terhadap sahabat-sahabatnya ia bisa bersikap lemah lembut. "Say, kok masih marah sama aku sih? Aku udah minta maaf dan aku akan coba untuk beri dia sanksi, biar nggak kebiasaan," bujug Bara. "Itu kan yang kamu omongin, tapi faktanya kamu nggak ngelakuin itu. Kamu terlalu lembek sama Dokter Greg hanya karena persahabatan yang baik. Tapi kan kamu biasanya selalu ngikutin prinsip. Masa kamu gak tega sama dia?" Bara menghela napas, istrinya mulai melakukan konfrontasi. "Masalahnya aku juga terbatas sama keinginan dari Blenda. Dia nggak pengen aku ngungkapin permasalahan dalam rumah tangga mereka." "Ya tapi kamu dirugikan. Ini bukan hanya tentang Blenda, tapi kan kamu juga butuh keadilan. Kontrak yang harusnya dia tanda tangani seb