"Evaaaaa!!!" jerit Rida berlari masuk ke kamar Eva. Wajah gadis itu tampak ceria sampai-sampai bertepuk tangan dengan heboh.Eva yang baru keluar dari kamar mandi—masih dibungkus bathrobe dan handuk yang melilit di kepala—menatap heran pada temannya itu."Ada apa sih? Heboh bener. Kesambet apaan pagi-pagi gini? Masuk kamar aku sambil lari-larian. Nggak ucap salam juga. Main nyelonong aja. Mana sambil tepuk tangan, kayak bocah tau nggak." Eva mengomel panjang. Rida cengengesan, "Maaf-maaf, Eva." "Keluar lagi, terus masuk dengan sopan," kata Eva mengusir. Dia mendorong Rida keluar lalu menutup pintu. "Ribetnya punya teman kek Eva." Rida memutar bola matanya sebelum mengetuk pintu kamar kos Eva. "Eva, buka dong. Aku mau masuk!" Eva membuka pintu kamarnya dan tersenyum, "Eh, ada Rida. Masuk-masuk, sini." Rida menepuk jidatnya pelan. Heran dengan tingkah Eva yang dianggapnya aneh. Dia masuk dan langsung duduk di kasur Eva, namun lagi-lagi Eva menegurnya. "Aduh, Rida. Bukan aku larang
"Ah, kalian sudah datang? masuk-masuk," sapa Rafa sembari tersenyum dan membuka jalan untuk dua gadis penyewa kosnya. "Iya, Pak. Makasih ya udah undang kami berdua sarapan bersama. Tadi, niatnya mau cari makan di luar, ya 'kan Eva? Tapi, rezeki datang dari Pak Rafa. Jadi kami nggak harus keluar lagi." Rida dengan centil membalas.Di sampingnya, ada Eva yang mendengus pelan. 'Ngapain sih basa-basi gitu? Padahal kesenangan dia tuh!' cibir Eva dalam hati. Perasaannya menjadi dongkol akibat tingkah Rida yang terang-terangan ingin mendekati Rafa. Sebelum datang ke rumah utama, gadis dari Malang itu mendandani dirinya terlebih dahulu. Demi apa? Demi menggoda Rafa. Sangat menyebalkan dan pemberani. Rida tidak tahu saja status Eva bagi Rafa.Rafa menanggapi ucapan Rida dengan tersenyum. Lirikan matanya mengarah pada Eva yang memasang wajah tertekuk. "Makanannya ada di dapur. Eva bantu saya ambil ya, tolong," pinta Rafa. "Biar saya aja, Pak." Rida menawarkan diri."Kamu
"Nggak, nggak ada, kok." Eva mengibaskan tangan kirinya di depan wajah. Dia mengirim tatapan tajam agar Rafa segera menyingkirkan tangan dari punggungnya. Pria itu hanya membalas dengan tersenyum.'Dia kenapa sih? Aneh banget, pake senyum-senyum lagi.' Eva membatin dengan tatapan heran pada bapak kosnya.Rida hanya ber-oh pelan sebagai tanggapan lalu melanjutkan makannya. "Ngomong-ngomong, kalian kapan masuk kuliah?" tanya Rafa mengusir jeda yang membuat suasana sempat hening."Lusa udah mulai masuk, Pak." Rida menjawab cepat. Sepertinya dia takut sekali didahului oleh Eva. Padahal gadis itu masih setia diam dengan pikiran dan bubur di mangkuknya."Udah semester berapa?" tanya Rafa kemudian memasukkan suapan terakhir ke mulutnya. "Semester angker, Pak." Eva menyambar dengan ekspresi frustasi membuat Rida mengangguk setuju. "Maksud kalian angker itu apa?" tanya Rafa tidak mengerti. Semasa kuliah, dia menikmati semua semester dan tidak ada satupun yang dirasanya menakutkan."Semester
"Wah, makan besar sih aku hari ini. Enak banget kalau anak-anak habis mudik." Eva memasang wajah semringah sambil memeluk banyak oleh-oleh dari teman-teman kosnya.Sehari sebelum masuk kuliah, penyewa kos berbondong-bondong kembali ke kos. Dan Eva sebagai satu-satunya penyewa yang setia tinggal di sana mendapat berkah yang melimpah. Kamar Eva sampai diketuk berkali-kali untuk diberi oleh-oleh. Saat sedang asik memakan keripik pisang, terdengar ketukan dari luar. Mengira itu oleh-oleh berikutnya, Eva antusias melompat berdiri. "Asik, cemilan berikutnya, selamat datang di kamar Eva," seru Eva melangkah dengan girang.Begitu pintu terbuka, tubuhnya langsung menegang. Di depan pintunya, ada Rafa yang berdiri dengan Arumi di gendongannya. Dengan cepat, dia menarik bapak kosnya masuk dan menutup pintu. "Pak Rafa ngapain ke kamar saya?" tanya Eva masih menyisakan kepanikan.Dengan raut polos, Rafa menjawab, "Saya mau titip Arumi. Kamu ditelpon beberapa kali nggak pernah di jawab. Hape kamu
"Ini nggak seperti yang kamu pikirkan," ucap Eva cepat. Dia meneliti raut wajah gadis di depannya.Gadis itu berdeham untuk mengembalikan wajah datarnya. Dia mengangkat kantong plastik bertuliskan merek dagang. "Buat kamu. Dari mama aku." "Ma-makasih, Puja," ucap Eva terbata-bata sambil meraih kantong plastik. Gadis bernama puja itu mengangguk. Dia diam di tempatnya, sekali lagi melirik bapak kos yang mematung di belakang Eva.Eva mengikuti arah pandang Puja dan langsung melambaikan tangan. "Kamu jangan mikir aneh-aneh ya tentang aku sama Pak Rafa. Dia cuma datang buat titip anaknya. Nggak lebih." "Memangnya aku mikir apa?" tanya Puja masih dengan wajah datarnya. Bukan hal aneh, Puja memang dikenal manusia tanpa ekspresi di kalangan penyewa kos di sini. Eva mengenalnya sewaktu membantu mama Puja menemukan kamar Puja yang ternyata ada di bawah kamar Eva. Eva menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Puja sangat pandai membuat suasana menjadi mencekam dengan memainkan kalimat yang kelua
"Masuk sekarang!" perintah Rafa.Eva celingak-celinguk untuk memastikan tidak ada teman kosnya yang melihatnya memasuki mobil pria itu. Saat dirasa aman, dia segera memasuki mobil. Dia menyandarkan punggungnya dan berusaha meraup banyak oksigen. Tangannya bergerak mengipas diri sendiri."Capek jalan?" tanya Rafa menoleh kepada Eva. Dia menyetel AC mobil lebih dingin."Iya nih, Pak. Setelah sekian abad, saya barusan jalan kaki. Sepertinya saya harus mulai berolahraga rutin. Masa jalan 100 meter aja udah ngos-ngosan." Eva mengeluh sambil mengatur napasnya."Sekian abad? Wah, aku nggak tahu kalau kamu setua itu, Eva. Apa itu berarti saya menikahi gadis vampir?" ucap Rafa dengan ekspresi dibuat dramatis.Eva menoleh dan mendengus. "Nggak lucu!" pungkas Eva.Rafa terkekeh. "Kapan-kapan kita joging bareng. Kebetulan, saya juga udah lama nggak joging." Rafa menimpali sambil menyodorkan sebotol air."Arumi mau dikemanakan Pak kalau kita mau jogging bareng?" tanya Eva menggelengkan kepala. Mera
"Jadi istri saya yang sesungguhnya!" ucap Rafa memperjelas. Rafa menghentikan mobil tepat di depan restoran yang akan menjadi tempat bertemu dengan baby sitter Arumi. Dia menghadapkan tubuh sepenuhnya ke arah Eva.Eva tertawa canggung. "Pak Rafa apa-apaan sih?" Eva bukan tidak tahu maksud ucapan Rafa, namun dia tidak ingin bawa perasaan untuk hal yang baginya tidak mungkin. Yang dia ketahui, Rafa belum bisa melupakan mendiang istrinya dan Eva sendiri punya Sofyan. Hubungan mereka hanya sebatas status di mata hukum dan agama. Tetapi, tidak di hati dan pikiran keduanya. "Saya serius Eva!" tutur Rafa dengan wajah serius. "Nggak-nggak. Pak Rafa nggak usah ngelucu. Garing banget, sumpah. Pak Rafa nggak usah baperin saya. Nggak mempan, Pak." Eva mengangkat tubuh mungil di pangkuannya untuk menggerakkan kakinya yang terasa keram."Saya nggak sedang melucu, Eva. Saya sudah memikirkan hal ini. Saya—" "Pak, ini bukan saatnya kita bicarakan hal ini di sini. Saya ... saya bahkan tidak bisa berp
"Hai, Kak," sapa Gadis itu. "Kak Rafa, ngapain di sini?" Seorang gadis yang seumuran dengan Eva menyapa dengan ramah. Dia langsung duduk di samping Rafa dan memperhatikan Arumi yang digendong Eva."Kamu? Kamu di sini? Sendirian aja?" tanya Rafa tidak kalah ramah dan senang dengan gadis itu. Namun, Rafa terlihat aneh karena langsung mengambil Arumi dari pangkuan Eva. "Iya, Kak. Arumi udah besar ternyata. Kak Rafa kok nggak pernah datang ke rumah lagi?" tanya gadis itu. Kini, dia mulai menempeli Rafa sambil membuat gerakan menusuk-nusuk pipi tembam Arumi.Eva mengernyit bingung dengan kehadiran gadis itu. Dia bertanya-tanya, siapakah gerangan gadis itu? Sangat berani menempeli Rafa dan Arumi. Bahkan Rafa tidak merasa risih sedikitpun. Bukankah Rafa tidak suka didekati orang lain? 'Kirain buat batasin diri biar nggak dideketin cewek itu ternyata Arumi dijadikan alat biar bisa deketan sama tuh cewek. Dasar buaya!' batin Eva merasa kesal."Saya sibuk. Nanti saya berkunjung ke sana bareng