"Nggak usah sok jijik deh, Pak. Itu anak Pak Rafa sendiri, ngapain pake palingkan wajah segala. Cepetan bersihin." Eva mengomel sambil berkacak pinggang. Dia menatap jengah bapak kosnya yang mempersulit dirinya membersihkan pup Arumi."Tenang dulu dong Eva. Saya susah napas ini. Perasaan dia cuma minum sufor, kok bau banget sih pup-nya." Rafa menahan napas sambil membersihkan kotoran yang menempel di pantat Arumi. "Ya elah, Pak. Pup Arumi nggak sebau itu. Pemikiran Pak Rafa aja tuh yang memengaruhi indera penciuman Pak Rafa, makanya terima aroma busuk. Nggak usah lebay. Pup pak Rafa lebih bau pasti."Rafa mengehentikan pergerakan tangannya lalu menoleh pada Eva. "Kenapa malah bandingin sama pup saya?""Lagian, sama anak sendiri kok jijik. Saya yang bukan siapa-siapa Arumi, biasa aja tuh kalau gantiin popoknya." Eva mendengus dan beralih mengaduk susu formula Arumi. "Kamu ibunya Arumi," celetuk Rafa.Dengan gerakan kilat Eva menoleh. Dia mengerjap-ngerjapkan matanya mendengar ucapan R
"Pak, saya pulang sekarang ya." Eva buru-buru mengambil jaket dari dalam lemari untuk menutupi piyama tidurnya. Dia harus segera kembali ke kamar kos."Nggak bermalam di sini? Besok aja kamu kembali ke kamar kos kamu." Rafa yang sedang menyandarkan tubuhnya di bingkai pintu mengusulkan.Eva menggeleng, menyambar ponsel dan membuka room chat dengan Ega. "Nih, Pak Rafa liat. Ega mau ke kamar saya."Rafa manggut-manggut dan bertanya, "Mau saya temenin?" "Nggak usah, Pak," tolak Eva yang langsung meraih tangan Rafa dan menempelkan di pipinya. "Saya pergi, Pak. Kalau Arumi bangun dan nangis, Pak Rafa coba tenangin dulu. Kalau nggak bisa, Pak Rafa baru hubungi saya. Bye." Eva sudah melewati Rafa yang mematung di tempatnya. Pria itu menatap tangannya yang digunakan Eva menyelami dirinya. Tangan yang menyentuh pipi halus Eva meninggalkan sengatan aneh yang menghambat kinerja otak Rafa. "Apa yang dilakukan gadis itu barusan?" tanya Rafa pada dirinya sendiri."Pak Rafa, kunci pintunya!" Eva b
"Ngapain ikut masuk di kamar aku?" tanya Eva merasa aneh dengan Rida yang menerobos masuk ke dalam kamarnya."Aku numpang tidur di sini ya. Kamar aku belum dibersihkan, masih ada debu. Aku capek banget kalau harus bersih-bersih dulu. Boleh ya?" Rida mengedip-kedipkan matanya sambil menggoyangkan tangan Eva.Eva hanya bisa menghela napas dan mengangguk. Rida mengepalkan tangan dan mengatakan yes. Dia langsung menghempaskan tubuhnya di kasur empuk Eva."Geseran dikit, aku juga mau tidur." Eva mendorong tubuh Rida hingga mengguling mendekati tembok. Dia berbaring telentang dengan sebelah tangannya sebagai bantalan."Eva, nggak rindu rumah?" celetuk Rida yang memaksa Eva membuka mata yang sempat terpejam.Eva menatap lurus ke langit kamarnya yang disinari lampu tidur. Jika ditanya seperti itu, Eva merasakan perih di matanya. Rindu? Tentu saja dia merindukan rumah. Tetapi, suasana rumah sewaktu kecil yang dia rindukan bukan saat dewasa. Semakin dewasa, Eva merasakan banyak tuntutan yang har
"Evaaaaa!!!" jerit Rida berlari masuk ke kamar Eva. Wajah gadis itu tampak ceria sampai-sampai bertepuk tangan dengan heboh.Eva yang baru keluar dari kamar mandi—masih dibungkus bathrobe dan handuk yang melilit di kepala—menatap heran pada temannya itu."Ada apa sih? Heboh bener. Kesambet apaan pagi-pagi gini? Masuk kamar aku sambil lari-larian. Nggak ucap salam juga. Main nyelonong aja. Mana sambil tepuk tangan, kayak bocah tau nggak." Eva mengomel panjang. Rida cengengesan, "Maaf-maaf, Eva." "Keluar lagi, terus masuk dengan sopan," kata Eva mengusir. Dia mendorong Rida keluar lalu menutup pintu. "Ribetnya punya teman kek Eva." Rida memutar bola matanya sebelum mengetuk pintu kamar kos Eva. "Eva, buka dong. Aku mau masuk!" Eva membuka pintu kamarnya dan tersenyum, "Eh, ada Rida. Masuk-masuk, sini." Rida menepuk jidatnya pelan. Heran dengan tingkah Eva yang dianggapnya aneh. Dia masuk dan langsung duduk di kasur Eva, namun lagi-lagi Eva menegurnya. "Aduh, Rida. Bukan aku larang
"Ah, kalian sudah datang? masuk-masuk," sapa Rafa sembari tersenyum dan membuka jalan untuk dua gadis penyewa kosnya. "Iya, Pak. Makasih ya udah undang kami berdua sarapan bersama. Tadi, niatnya mau cari makan di luar, ya 'kan Eva? Tapi, rezeki datang dari Pak Rafa. Jadi kami nggak harus keluar lagi." Rida dengan centil membalas.Di sampingnya, ada Eva yang mendengus pelan. 'Ngapain sih basa-basi gitu? Padahal kesenangan dia tuh!' cibir Eva dalam hati. Perasaannya menjadi dongkol akibat tingkah Rida yang terang-terangan ingin mendekati Rafa. Sebelum datang ke rumah utama, gadis dari Malang itu mendandani dirinya terlebih dahulu. Demi apa? Demi menggoda Rafa. Sangat menyebalkan dan pemberani. Rida tidak tahu saja status Eva bagi Rafa.Rafa menanggapi ucapan Rida dengan tersenyum. Lirikan matanya mengarah pada Eva yang memasang wajah tertekuk. "Makanannya ada di dapur. Eva bantu saya ambil ya, tolong," pinta Rafa. "Biar saya aja, Pak." Rida menawarkan diri."Kamu
"Nggak, nggak ada, kok." Eva mengibaskan tangan kirinya di depan wajah. Dia mengirim tatapan tajam agar Rafa segera menyingkirkan tangan dari punggungnya. Pria itu hanya membalas dengan tersenyum.'Dia kenapa sih? Aneh banget, pake senyum-senyum lagi.' Eva membatin dengan tatapan heran pada bapak kosnya.Rida hanya ber-oh pelan sebagai tanggapan lalu melanjutkan makannya. "Ngomong-ngomong, kalian kapan masuk kuliah?" tanya Rafa mengusir jeda yang membuat suasana sempat hening."Lusa udah mulai masuk, Pak." Rida menjawab cepat. Sepertinya dia takut sekali didahului oleh Eva. Padahal gadis itu masih setia diam dengan pikiran dan bubur di mangkuknya."Udah semester berapa?" tanya Rafa kemudian memasukkan suapan terakhir ke mulutnya. "Semester angker, Pak." Eva menyambar dengan ekspresi frustasi membuat Rida mengangguk setuju. "Maksud kalian angker itu apa?" tanya Rafa tidak mengerti. Semasa kuliah, dia menikmati semua semester dan tidak ada satupun yang dirasanya menakutkan."Semester
"Wah, makan besar sih aku hari ini. Enak banget kalau anak-anak habis mudik." Eva memasang wajah semringah sambil memeluk banyak oleh-oleh dari teman-teman kosnya.Sehari sebelum masuk kuliah, penyewa kos berbondong-bondong kembali ke kos. Dan Eva sebagai satu-satunya penyewa yang setia tinggal di sana mendapat berkah yang melimpah. Kamar Eva sampai diketuk berkali-kali untuk diberi oleh-oleh. Saat sedang asik memakan keripik pisang, terdengar ketukan dari luar. Mengira itu oleh-oleh berikutnya, Eva antusias melompat berdiri. "Asik, cemilan berikutnya, selamat datang di kamar Eva," seru Eva melangkah dengan girang.Begitu pintu terbuka, tubuhnya langsung menegang. Di depan pintunya, ada Rafa yang berdiri dengan Arumi di gendongannya. Dengan cepat, dia menarik bapak kosnya masuk dan menutup pintu. "Pak Rafa ngapain ke kamar saya?" tanya Eva masih menyisakan kepanikan.Dengan raut polos, Rafa menjawab, "Saya mau titip Arumi. Kamu ditelpon beberapa kali nggak pernah di jawab. Hape kamu
"Ini nggak seperti yang kamu pikirkan," ucap Eva cepat. Dia meneliti raut wajah gadis di depannya.Gadis itu berdeham untuk mengembalikan wajah datarnya. Dia mengangkat kantong plastik bertuliskan merek dagang. "Buat kamu. Dari mama aku." "Ma-makasih, Puja," ucap Eva terbata-bata sambil meraih kantong plastik. Gadis bernama puja itu mengangguk. Dia diam di tempatnya, sekali lagi melirik bapak kos yang mematung di belakang Eva.Eva mengikuti arah pandang Puja dan langsung melambaikan tangan. "Kamu jangan mikir aneh-aneh ya tentang aku sama Pak Rafa. Dia cuma datang buat titip anaknya. Nggak lebih." "Memangnya aku mikir apa?" tanya Puja masih dengan wajah datarnya. Bukan hal aneh, Puja memang dikenal manusia tanpa ekspresi di kalangan penyewa kos di sini. Eva mengenalnya sewaktu membantu mama Puja menemukan kamar Puja yang ternyata ada di bawah kamar Eva. Eva menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Puja sangat pandai membuat suasana menjadi mencekam dengan memainkan kalimat yang kelua