Bab 40 Bukan RayuanPemandangan langka bagi Marini dan pekerja rumah yang lain, melihat Bastian dan Aruna duduk berdua di meja makan. Tak ada obrolan menegangkan. Semuanya terlihat sangat damai, sehingga Marini tak bisa berhenti tersenyum."Udah, Bi, jangan diliatin terus, namanya juga pengantin baru!" celetuk Sarti sambil berbisik, usai menata lauk-pauk tambahan di meja makan.Bukannya berhenti, Marini malah terkikik. Ia mengangguk, lantas mengajak semua pekerja masuk ke area belakang. Marini pikir, makan siang antara tuan dan nyonya rumah ini adalah langkah awal yang sangat bagus, untuk memperbaiki hubungan mereka.Sungguh, ia berharap Bastian bisa membuka hati dan menyambut Aruna, layaknya seorang perempuan yang pantas dicintai dan diperlakukan dengan baik."Sandra masih ada di hotel."Aruna menatap Bastian. Mulutnya masih mengunyah pelan, sehingga ia tak bisa langsung menanyakan apa pun."Saya harap kamu bisa maklum dengan sikap Sandra kemarin," imbuh Bastian, tak menunjukkan sika
Bab 41 Mertua Yang Baik"Mami jangan aneh-aneh," pungkas Bastian tak setuju."Letak anehnya di mana, Bas? Makan malam sama istri sendiri kok dibilang aneh!" Lusiana masih giat menimpali, juga tak lupa mendelik sebal. "Kamu mau 'kan, Run?" tanyanya setelah beralih pada sang menantu.Aruna diam saja. Ia sempat melirik Bastian, dan sepertinya lelaki itu tak membutuhkan acara makan malam romantis. Jelas tidak penting bagi Bastian, lantaran hubungan di antara mereka berdua memang tidak sejauh itu."Eh ... kok malah diem?" Lusiana menegur."Pikiran Mami ini terlalu jauh," kata Bastian menjauhkan piring di depannya. Disekanya mulut menggunakan tissue kering, kemudian lelaki yang satu itu beranjak.Bastian berlalu begitu saja meninggalkan makanan yang belum habis, sehingga Aruna merasa sangat kecewa, lantaran baru kali ini mereka bisa bicara tanpa perlu meninggikan suara. Sementara di sisi lain, Lusiana melihat tatapan sang menantu yang terus tertuju pada punggung Bastian. Ia sadar, jika diri
Bab 1"Saya terima nikah dan kawinnya, Aruna Rumaisha binti Heru Muchtar dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai!" Suara Bastian Widjaya menggema melalui pengeras suara.Penghulu menatap para saksi. "Sah?""Sah!" Serempak semua orang mengucap kata serupa, diakhiri kalimat hamdalah sebagai pertanda syukur atas halalnya hubungan Aruna dan Bastian.Aruna mencium tangan lelaki gagah yang telah menjadi suaminya. Jepretan kamera dinyalakan. Senyum salah tingkahnya tercipta, saat Bastian memegang kedua pundaknya, kemudian melabuhkan satu ciuman di kening."Emang bener, ya, suaminya si Aruna itu orang kaya?" Perempuan seumuran Aruna yang duduk tak jauh dari meja pelaminan, mencolek lengan temannya yang tengah terharu. "Apa jangan-jangan Aruna bohong, ya?""Ah, gak mungkin! Emangnya kamu gak bisa liat, gimana dekorasi pernikahannya Aruna? Kalau suaminya itu gak kaya raya, mustahil dia bisa sewa MUA terkenal di kota kita!""Dia pasti main pelet!" tuduh Evi yang langsung mendapatkan pelototan d
Bab 2Matahari telah muncul di ufuk timur, membuat Aruna dilanda gelisah. Semalaman tadi ia tak bisa tenang. Aruna sadar diri, jika lelaki kaya seperti Bastian yang kerap bersinggungan dengan perempuan cantik dan berpenampilan menarik, jelas tak akan sudi menyentuh perempuan kampung sekaligus pekerja paruh waktu di banyak tempat seperti Aruna."Kami berbeda," gumamnya mengulang kalimat serupa. "Aku gak boleh menyesal sama pernikahan ini. Apa pun yang dilakukan sama Mas Bastian, harus aku terima. Toh, aku yang mau nikah sama dia."Aruna mengangguk. Lantas ia beranjak dari tempat tidur dan membuka lemari. Aruna hendak mengambil pakaian, kemudian mandi pagi. Ketika ia keluar kamar, matanya tertuju pada Bastian dan Heru yang tengah bicara di kursi tua ruang tengah."Sejak kapan Mas Bastian pulang?" tanya Aruna dalam hati.Segera ia meleburkan wajah bingungnya dan melanjutkan langkah ke kamar mandi. Akan Aruna coba untuk bersikap biasa saja. Seolah ia dan Bastian berada di kamar pengantin
Bab 3"Ayo, Ma, kita masuk ke rumah!" Fathan menarik ibu barunya ke dalam rumah.Meski sudah tiga kali masuk ke dalam sana, tetapi Aruna masih saja terpana dengan semua kemewahan yang tampak di kedua mata. Apalagi sekarang ia mendapatkan fakta, bahwa di istana baru ini, dirinya akan menjadi seorang ratu."Tenang, Run, kamu gak boleh terlalu jumawa," gumam Aruna dalam hati, mengusap dadanya pelan."Selamat sore, Bu Aruna. Biar kami yang membawakan koper milik Ibu."Panggilan yang disematkan oleh kepala asisten rumah tangga itu membuat Aruna merasa sangat canggung. Inginnya menolak agar mereka tak terlalu formal padanya, tapi itu sangat mustahil. Aruna yakin, kalau Bastian sudah memberikan arahan pada semua pekerja di rumah untuk memperlakukannya dengan baik."Kamar Bu Aruna ada di atas," ucap Marini mempersilakan Aruna masuk lebih dulu ke dalam lift yang akan membawa mereka ke lantai dua.Mereka sengaja tak menggunakan tangga, karena khawatir sang nyonya rumah yang baru, akan merasa ke
Bab 4Wajah pucat Lusiana, serta permintaan Fathan membuat Aruna tersadar, kalau di rumah besar yang telah ia tempati, tak ada satupun foto yang menunjukkan ibu Fathan.Sejujurnya, Aruna sudah sangat penasaran bagaimana Bastian dan ibu Fathan berpisah. Apakah perempuan itu meninggal saat melahirkan Fathan, atau melarikan diri bersama lelaki lain?"Mam, kalau aku minta kita foto bareng-bareng, Mami mau gak?"Lusiana terkesiap. Ia mengangguk disertai senyum canggung di bibirnya. "Cucu Oma yang ganteng, kamu mau ikut gak, jalan-jalan sama Oma dan Mama?" tanyanya berusaha mengalihkan pembicaraan."Mau, Oma! Emangnya Oma sama Mama mau ke mana?""Pertama, Oma mau ngajak Mama pergi ke mall, terus pergi ke klinik supaya Mama sama Oma tambah cantik!""Aku mau, Oma! Aku ganti baju dulu, ya!" Penuh semangat Fathan berlari. Aruna hendak menyusul, tetapi Lusiana melarang."Udah ada pengasuh Fathan, kamu duduk aja di sini," ucap perempuan paruh baya itu.Aruna mengangguk. Kurang dari 15 menit, Fath
Bab 5"Mami sampai belain kamu segitunya?" tanya Bastian sedikit terperangah. Lelaki menyimpan sendok di piring dan mengabaikan menu makan malamnya selama beberapa saat. Setengah jam lalu ia baru saja pulang.Baru saja Aruna menceritakan apa yang terjadi di klinik kecantikan. Perempuan itu kentara merasa tak enak hati, karena sudah membuat Lusiana bersitegang dengan teman-temannya. Apalagi keluar ancaman kejam dari mulut mertuanya. Aruna gelisah. Bagaimana kalau perempuan-perempuan tadi yang bergerak lebih dulu menghancurkan Lusiana?"Kamu mikirin apa lagi?" tanya Bastian."Em ... gimana kalau Mami kenapa-kenapa, Mas?"Bastian tertawa saat itu juga. Entah tawa geli atau tawa mengejek. Aruna tak bisa menerkanya dengan pasti."Mami itu punya power. Gak mungkin Mami kalah sama orang seperti Tante Herma dan teman-temannya. Harusnya mereka yang khawatir.""Apa Mami mau melakukan sesuatu, Mas?""Entahlah, kamu tanya aja langsung sama Mami. Omong-omong, saya peringatkan supaya kamu dan Fatha
Bab 6Bastian kembali ke meja makan usai menuntaskan urusannya. Baru duduk dan ingin menyendok nasi, tatap matanya malah tertuju pada ponsel. Jelas Bastian tahu, kalau letak ponselnya telah berubah dari yang terakhir kali diingatnya.Tanpa kata, lebih dulu Bastian mengambil benda pipih itu. Wajahnya semakin datar saat melihat nama siapa yang tertera di riwayat panggilan tak terjawab. Ia mengangkat kepala, lantas pandangannya jatuh pada Aruna yang tengah menatapnya."Kamu yang pegang hp saya?" tanya Bastian membuat Aruna terkesiap."Nggak, Mas!""Jangan bohong!" Mendadak Bastian tidak bisa mengontrol suara. Ia sampai lupa ada Fathan yang memperhatikan dengan lekat. "Jangan pernah lancang, Aruna! Hp ini barang pribadi saya! Kamu harus tau batas privasi!""Mas—""Saya gak mau dengar apa-apa!" potong Bastian begitu arogan. "Ini peringatan pertama dan terakhir dari saya!"Aruna sudah menyiapkan berbagai macam kalimat untuk membela diri. Namun, lagi-lagi Fathan bergerak lebih cepat. Anak le
Bab 41 Mertua Yang Baik"Mami jangan aneh-aneh," pungkas Bastian tak setuju."Letak anehnya di mana, Bas? Makan malam sama istri sendiri kok dibilang aneh!" Lusiana masih giat menimpali, juga tak lupa mendelik sebal. "Kamu mau 'kan, Run?" tanyanya setelah beralih pada sang menantu.Aruna diam saja. Ia sempat melirik Bastian, dan sepertinya lelaki itu tak membutuhkan acara makan malam romantis. Jelas tidak penting bagi Bastian, lantaran hubungan di antara mereka berdua memang tidak sejauh itu."Eh ... kok malah diem?" Lusiana menegur."Pikiran Mami ini terlalu jauh," kata Bastian menjauhkan piring di depannya. Disekanya mulut menggunakan tissue kering, kemudian lelaki yang satu itu beranjak.Bastian berlalu begitu saja meninggalkan makanan yang belum habis, sehingga Aruna merasa sangat kecewa, lantaran baru kali ini mereka bisa bicara tanpa perlu meninggikan suara. Sementara di sisi lain, Lusiana melihat tatapan sang menantu yang terus tertuju pada punggung Bastian. Ia sadar, jika diri
Bab 40 Bukan RayuanPemandangan langka bagi Marini dan pekerja rumah yang lain, melihat Bastian dan Aruna duduk berdua di meja makan. Tak ada obrolan menegangkan. Semuanya terlihat sangat damai, sehingga Marini tak bisa berhenti tersenyum."Udah, Bi, jangan diliatin terus, namanya juga pengantin baru!" celetuk Sarti sambil berbisik, usai menata lauk-pauk tambahan di meja makan.Bukannya berhenti, Marini malah terkikik. Ia mengangguk, lantas mengajak semua pekerja masuk ke area belakang. Marini pikir, makan siang antara tuan dan nyonya rumah ini adalah langkah awal yang sangat bagus, untuk memperbaiki hubungan mereka.Sungguh, ia berharap Bastian bisa membuka hati dan menyambut Aruna, layaknya seorang perempuan yang pantas dicintai dan diperlakukan dengan baik."Sandra masih ada di hotel."Aruna menatap Bastian. Mulutnya masih mengunyah pelan, sehingga ia tak bisa langsung menanyakan apa pun."Saya harap kamu bisa maklum dengan sikap Sandra kemarin," imbuh Bastian, tak menunjukkan sika
Bab 39 Mulai Mencair?"Mama itu baik!"Perkataan Fathan beberapa jam lalu, berhasil mempengaruhi aktivitas Bastian hari ini. Ia jadi tak fokus saat bekerja, lantaran mendadak penasaran bagaimana sikap Aruna pada Fathan saat di belakangnya."Tiap hari aku cek cctv," gumamnya mengusap-usap dagu. "Dia memang baik," imbuhnya.Bastian berdecak pelan. Padahal ia sudah berusaha tak memikirkan Aruna, tapi kepala ini tak bisa diajak bekerja sama. Bastian sungguh kesal pada dirinya sendiri."Wajar kalau dia baik sama anakku, karena aku bayar dia dengan harga tinggi! Aku memberi perempuan itu kehidupan yang layak! Jadi, dia memang harus berterima kasih dengan menyayangi Fathan," tuturnya.Kembali pada pekerjaannya, tiba-tiba saja Bastian menutup laptop saat jam makan siang telah tiba. Entah desakan dari mana, ia memutuskan untuk pulang."Saya mau pulang sebentar," kata Bastian pada Angga yang hendak masuk ke dalam ruangannya."Perlu saya antar, Pak?""Gak usah, saya gak akan lama."Angga pun men
Bab 38 TersentilSehari telah berlalu sejak kejadian menghebohkan di rumah besar milik Bastian. Sekarang keluarga kecil itu tengah berkumpul di meja makan untuk sarapan. Sejak tadi, Aruna diam-diam memperhatikan Bastian. Tak ada percakapan apa pun dari lelaki itu soal Sandra."Kayaknya dia gak mau bahas di depan Fathan." Aruna menyimpulkan sendiri dalam hati. Kepalanya pun mengangguk-angguk, seolah apa yang baru saja dipikirkan adalah sebuah kebenaran.Di tengah sarapan itu, ponsel yang disimpan di atas meja berdering. Dari tempatnya yang duduk di sebelah Bastian, Aruna bisa melihat kalau Sandra yang menghubungi. Namun, Bastian hanya menoleh sekilas, kemudian membalikkan ponselnya tanpa mengangkat panggilan itu."Kenapa gak diangkat, Pa?" tanya Fathan saat ponsel sang ayah kembali berdering. Sepertinya ia tak melihat siapa yang menghubungi, sehingga bisa bertanya dengan nada biasa saja."Itu dari Om Angga." Bastian berkilah.Beberapa saat kemudian, Bastian mengambil ponsel. Hanya seki
Bab 37 Terbakar Cemburu"Kamu lebih pilih dia, Bas?" tanya Sandra setelah menyaksikan sendiri Bastian melarang Aruna pergi ke mana pun.Hatinya terbakar oleh rasa cemburu. Selama ini, Sandra pikir Bastian masih mengharapkannya. Namun, setelah melihat bagaimana Bastian bersikap pada Aruna, semua kesimpulan itu langsung buyar!Bukannya memilih mundur dan tahu diri, Sandra menegaskan pada dirinya sendiri, kalau ia harus bertahan. Satu-satunya perempuan yang layak bersanding dengan Bastian hanyalah dirinya, bukan perempuan yang tak jelas asalnya dari mana seperti Aruna."Bas!" panggil Sandra, lantaran Bastian tak menoleh padanya. Perempuan itu merasa sangat tersisihkan.Sementara Bastian tetap menatap Aruna, memberikan isyarat kalau ia tak main-main akan perkataannya beberapa saat lalu. Bastian melakukan semua itu, karena ia tak mau Fathan marah.Putranya adalah anak yang pintar. Fathan bisa mencerna semua kejadian di depan matanya dengan sangat baik. Maka dari itu, Bastian harus ekstra h
Bab 36 Sudah Usai"Kenapa Sandra bisa ada di rumah?" Bastian tak henti bertanya-tanya.Saat ditelepon oleh mantan kekasihnya, ia bergegas meninggalkan perusahaan. Selain terkejut dengan kabar bahwa Sandra tengah berada di Indonesia, ia juga khawatir dengan keadaan Fathan. Selama ini, Fathan sering mengatakan tak suka pada Sandra.Fathan dan Aruna pasti sudah pulang ke rumah. Itulah sebabnya Sandra sampai mengamuk."Semoga Fathan gak kenapa-kenapa," gumamnya penuh harap, mencoba fokus pada jalanan di depannya.Saking panik lelaki itu, ia sampai tak mengabari sopir pribadi untuk mengantarnya pulang ke rumah. Bastian melirik jam di pergelangan tangan. Sekarang pukul empat sore, jalanan belum terlalu macet, sehingga cukup mudah baginya datang ke rumah dalam waktu yang singkat.Tiba di rumah, Bastian langsung masuk. Sandra tengah berdiri, sementara Aruna duduk di sofa bersama Fathan. Selain para pekerja, ada dua orang security yang tengah berjaga-jaga di dalam rumah. Semua orang di rumah i
Bab 35 Kedatangan Sandra"Bu." Sarti memanggil pelan. Dari sorot matanya, terlihat jelas bahwa perempuan yang satu itu tengah meminta pertolongan.Sandra tiba di rumah, tak lama setelah Aruna pergi ke kediaman Lusiana. Perempuan itu bersikap seperti seorang nyonya rumah. Menitahkan ini dan itu para pekerja, membuat mereka semua merasa tertekan."Tolong kami," gumam Sarti memohon dengan sangat.Melihat dua orang di dekatnya benar-benar merasa tak nyaman, Aruna memutuskan untuk masuk. Ia tak bisa membiarkan orang lain membuat keributan di rumah suaminya."Eh, anak ganteng udah pulang!" Sandra gegas berdiri dari sofa, hendak menghampiri Fathan.Akan tetapi, Fathan malah bersembunyi di belakang Aruna, sehingga Sandra menatap perempuan asing yang baru saja ia lihat.Sedangkan Aruna menatap ke sekitar lebih dulu. Tak ada Bastian di rumah ini. Itu artinya, Sandra datang sendiri. Entah diundang atau memang lancang masuk rumah orang lain tanpa permisi, Aruna tak peduli. Ia bertekad untuk melin
Bab 34 Penjelasan Sang Mertua"Bastian sudah mendapatkan ganti yang lebih baik dari kamu! Jadi saya harap, berhenti terus menghubungi anak saya! Hubungan kalian sudah berakhir! Kamu ini cuma mantan yang gak berguna!"Puas mencaci-maki perempuan yang tidak tahu diri, Lusiana lantas mematikan sambungan telepon. Ia mengatur napas yang sekarang begitu memburu."Dasar!" gerutunya lantas berbalik, tetapi malah mematung melihat Aruna yang sudah ada di depannya."Run?" Segera Lusiana melukiskan senyum di bibir, berusaha menahan amarah yang masih tersisa, setelah beradu debat dengan mantan kekasih putranya yang menyebalkan."Udah dari tadi kamu datang, Run?" tanya Lusiana."Baru aja, Mam," jawab Aruna menyadari kalau ibu mertuanya masih terlihat sedikit emosi.Lusiana bergerak maju, kemudian tiba-tiba saja mengusap lengan Aruna. "Sandra itu mantan pacarnya Bastian. Hubungan mereka cukup lama, mungkin sekitar lima tahun," terangnya, kemudian meminta Aruna duduk di sofa ruang keluarga yang mewah
Bab 33 Ejekan atau Tantangan?Aruna tiba di rumah tepat pukul delapan malam. Tentunya ia pulang seorang diri, lantaran ia belum tahu apakah Fathan sudah diperbolehkan pulang atau tidak. Namun, satu hal yang pasti. Aruna mendapatkan kabar dari Lusiana, kalau Bastian akan pulang malam ini. Sehari lebih cepat dari waktu perkiraan, karena pekerjaannya di Jerman telah selesai."Aku gak boleh ngantuk." Aruna mengucap mantra agar tak ada kantuk yang menyerang, lantaran sekarang sudah pukul 12 malam.Perempuan itu tak tahu, kapan suaminya akan sampai di Jakarta dan tiba di rumah. Ia hanya menunggu dengan keyakinan Bastian mau bicara padanya.Tepat pukul dua pagi, pintu rumah terbuka. Aruna yang sudah terkantuk-kantuk langsung berdiri saat ia melihat Bastian dan seorang sopir pribadinya masuk ke dalam rumah. Sopir itu berlalu lebih dulu ke lantai dua untuk menyimpan koper. Sementara Bastian sengaja berdiri angkuh tak jauh dari posisi Aruna sekarang."Apa?" tanya Bastian congkak, tahu betul kal