Bab 5. Keputusan Terbesar

Arjuna duduk di tepi ranjang, wajahnya tampak gelisah. Sasha berjalan masuk, membawa secangkir kopi panas dan meletakkannya di meja. Dia duduk di seberang Arjuna, menatap pria itu dengan wajah yang tegang. 

"Sayang, kita perlu bicara," kata Sasha, suaranya datar namun tegas.

Arjuna menatapnya tajam, seolah mencoba membaca maksud di balik kata-katanya. "Apa lagi? Tentang bayi tabung itu?"

Sasha mengangguk. "Iya, kamu tidak bisa menyerah begitu saja."

Arjuna berusaha untuk lebih tenang, "Sebaiknya kamu saja yang hamil, dengan begitu kita tidak perlu repot-repot menjalani program bayi tabung."

Sasha terdiam sejenak, hatinya serasa tercekat. "Aku tidak mau hamil. Aku tidak siap melihat tubuhku berubah, aku juga belum siap kehilangan karirku di dunia model," ujarnya, suaranya kini bergetar, tangan memegangi lengan Arjuna, seakan mencoba mencari pemahaman di mata suaminya.

“Lagipula, kita juga sudah terlanjur membayar Melody,” kata Sasha lagi.

“Jadi apa yang aku harus lakukan, Sasha?” Arjuna hampir berteriak. “Aku juga butuh anak. Anak yang bisa jadi pewaris bisnisku, yang bisa aku banggakan. Ini bukan hanya soal kamu, Sasha. Ini soal keluarga kita, tentang masa depan kita!”

Ketegangan semakin kuat memenuhi ruangan, Sasha terdiam sejenak, seolah memikirkan sesuatu. Arjuna melihat ekspresi wajahnya yang berubah, ada ketegangan di matanya.

“Kalau begitu, menikahlah dengan Melody,” ujar Sasha, suaranya terdengar tegang, namun kata-kata itu keluar begitu cepat seolah tanpa pertimbangan matang sebelumnya.

Arjuna menoleh, matanya membelalak, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Ekspresinya kaku, seolah mencoba menyusun kembali realitas yang hancur dalam sekejap. Wajahnya berubah pucat, bibirnya terkatup rapat, dan dalam diam yang membekukan, perasaan kecewa serta marah bergumul di matanya.

"Kamu serius?" tanya Arjuna, suaranya tercekat, hampir tak mampu keluar.

Pernikahan atas dasar cinta yang sejak awal mereka bangun, tiba-tiba dipermainkan begitu saja oleh Sasha?

“Apa kamu menganggap pernikahan ini begitu remeh?” tanya Arjuna lagi, tatapannya menajam, suaranya terdengar lebih berat.

"Jika kamu tidak bisa menikah dengan Melody, hanya bayi tabung yang menjadi solusi terbaik," jawab Sasha, suaranya datar.

Arjuna terdiam sejenak, seolah kata-kata Sasha menghantamnya dengan kekuatan yang tak terduga. Ketegangan membungkamnya, lalu ia melepaskan kemarahan yang sudah terpendam.

"Terbaik bagimu yang hanya mementingkan penampilan, serta karirmu di dunia model itu," ujar Arjuna, suaranya penuh amarah yang terselip rasa kecewa yang dalam.

Di luar, Melody secara tidak sengaja mendengar percakapan antara Arjuna dan Sasha. Hati Melody serasa terhimpit, perasaan sesak yang sulit dijelaskan. Dia tak bisa lagi menuruti permintaan mereka yang semakin tidak masuk akal, apalagi menikah dengan Arjuna. Bagaimanapun juga, Melody masih istri sah Suripto.

"Model sudah menjadi duniaku selama ini," ujar Sasha, suaranya bergetar meskipun dia berusaha keras untuk terdengar tegas. "Aku sangat mencintaimu, Arjuna, tapi aku tidak siap untuk hamil. Aku tidak bisa mengorbankan semua yang sudah aku perjuangkan. Kamu harus memilih, Arjuna. Menjalani program bayi tabung atau menikah dengan Melody."

Arjuna menatap Sasha dengan begitu dalam, sebelum akhirnya berkata, “Kamu yakin dengan ucapanmu, kan?”

Sasha mengangguk yakin, tak ada keraguan sama sekali di wajahnya. “Iya aku yakin. Ini demi kita, demi kamu yang juga ingin memiliki anak.”

Arjuna tersenyum samar, seolah menyiratkan kekecewaan dan putusan final.

"Aku akan menikahi Melody," kata Arjuna dengan suara datar, tanpa emosi.

Melody menutup mulut dengan kedua tangan, terkejut dan hampir tidak percaya mendengar keputusan Arjuna. Dalam sekejap, dia merasa dunia seakan runtuh di sekelilingnya. Kali ini, nasibnya benar-benar dipertaruhkan. Dia merasa terjebak dalam pusaran yang tak bisa dihentikan, dilema yang begitu berat dan tak terduga.

Apa mereka benar-benar gila?

Karena merasa begitu terkejut dan panik, tanpa sengaja Melody menyenggol vas bunga yang ada di atas meja dekat pintu kamar Arjuna dan Sasha.

Prang!

Suara itu tentu saja membuat Arjuna dan Sasha bergegas keluar. Ketika mereka melihat Melody yang sedang berjongkok membereskan pecahan vas bunga dengan tatapan terkejut.

“Melody?!” kata Sasha terkejut.

“Nyonya … saya minta maaf, saya tidak sengaja menyenggolnya,” kata Melody penuh dengan ketakutan.

Namun, ketika Sasha ingin bersuara, Arjuna lebih dulu mendahuluinya. “Kamu dengar obrolan kami?”

Kepala Melody terasa seperti baru saja menghantam batu besar.

Apa yang harus ia katakan?

“Tu–Tuan, saya …”

“Kamu mendengarnya, kan?” potong Arjuna, membuat Melody semakin bingung. “Bagus, siapkan semua dokumenmu, besok kita menikah.”