"Kembalikan ponsel Rudi, Bu." Lelaki yang hanya mengenakan handuk itu memelas."Berisik! Cepetan masuk terus ganti pakaian, biar gak telat!" bentak Bu Aminah sembari membulatkan matanya.Rudi tak berani lagi menjawab lalu bergegas masuk ke kamar. Sementara Bu Aminah akhirnya bisa membuka kunci layar ponsel Rudi dengan memasukan tanda lahir putranya itu. Bu Aminah langsung terhenyak saat membuka pesan dari Miranda, wanita gatal itu rupanya mengirimkan foto dirinya yang hanya mengenakan lingerie."Ada apa, Bu? Kok kayak kaget gitu?" tanya Anisa."Itu temennya si Rudi, ngirim video bok*p," ujar Bu Aminah sembari menghapus foto-foto Miranda, bahkan ia juga langsung memblockir nomornya.Dirinya sengaja merahasiakan semua itu karena tak mau menantunya semakin tertekan lalu kembali sakit. "Siapa, Bu? Mas Faridz?" Anisa kembali bertanya."Bukan, entah siapa namanya tadi.""Sinikan ponselku." Rudi yang telah berpakaian rapi langsung merebut kembali ponselnya."Ayo cepetan antar ibu pulang!" B
Miranda terhenyak saat dua orang preman itu mendekatinya, dilayangkan pandangan ke seluruh taman, tak ada siapapun disana. Miranda memang mencari taman yang sepi untuk menenangkan diri. Namun, ia tak menyangka kalau dirinya akan bertemu dengan dua lelaki berkepala botak bertubuh tinggi besar itu."Ayo sayang, ikut abang!" ucap mereka sembari menatap Miranda dengan penuh napsu."Memangnya kalian tidak tahu saya?" Miranda mencoba untuk tenang dan mendapatkan sebuah ide jahat."Memangnya kamu siapa, Cantik?""Saya cuma saran aja, nih, daripada kalian berbuat macam-macam sama saya, kalian akan masuk penjara meski kalian kabur ke lubang semut sekalipun, karena suami saya seorang mafia."Dua orang preman itu langsung terdiam dan saling bertatapan."Kami sedang galau karena dipecat dari pekerjaan, makanya kami harus menikmati lo untuk menghilangkan kegalauan kami hahahahahaha..." Mereka tertawa sembari menatap Miranda dengan tatapan tajam bagaikan dua ekor singa yang hendak memangsa buruanny
Rudi dan Miranda tampak terhenyak saat melihat kedatangan Ferdi. Tubuh keduanya bergetar hebat membayangkan hal buruk yang akan terjadi. "Kalian sedang apa disana?"tanya Ferdi yang langsung turun dari mobilnya saat melihat istrinya yang berlumuran got."Tadi Miranda nyaris dibegal, terus gue tolongin, tapi sialnya kami malah dijorokin ke got oleh pembegal itu." Rudi mencoba membohongi Ferdi."Kok motor lo gak ikut dibegal juga? Padahal lumayan loh itu motor sport keluaran terbaru," ujar Ferdi sembari menunjuk motornya yang tergeletak begitu saja di tepi got."Iya, tadi keburu ada warga yang mengejar mereka.""Oh, gue kira lu lagi bonceng Miranda lalu terperosok ke got." Wajah Miranda dan Rudi langsung menegang."Hahahahha gue cuma becanda," lanjut Ferdi dengan wajah santai hingga membuat Rudi dan Miranda menghela napas lega."Ya, tapi kalau lo ketahuan ngedeketin istri gue sih gak apa-apa, paling gue langsung ambil istri lo."Rudi langsung terhenyak mendengar ucapan Ferdi, ia teringat
"Hai Cantik, mau kemana, nih?" tanya dua orang lelaki suruhan Miranda."Kalian mau ngapain?" Anisa mulai panik saat melihat dia lelaki berambut gondrong itu."Ayo ikut kami!" Mereka langsung menarik tangan Anisa dengan paksa.Anisa mencoba untuk melawan dan mencoba untuk menendang salah satu dari mereka, tetapi mereka dengan sigap menangkap kakinya hingga Anisa jatuh terjengkang."Toloooooong!" teriaknya sembari melayangkan pandangan ke semua arah.Tak ada siapapun disana kecuali mobil yang lalu lalang, tapi tak ada satu mobil pun yang mau berhenti untuk menolongnya."Ayo!" ucap dua lelaki itu sembari menyeret tubuh Anisa.Tiba-tiba sebuah mobil melaju ke arah mereka, lalu seorang lelaki berpakaian serba hitam turun dan menghajar dua preman itu hingga babak belur.Bugh! Bugh! Lelaki itu terus memukuli dan menendang dua lelaki berbadan kekar itu dengan brutal padahal keduanya sudah terkulai lemas babak belur bahkan mengucurkan darah dari hidung."Mas Ferdi, sudahlah, mereka bisa mati!"
"Tunggu sebentar." Bu Aminah melepaskan genggaman Maura lalu bergegas mendekati Anisa."Nisa, ibu pamit dulu, ya.""Selamat ulangtahun, Bu, maaf karena aku melupakan hari ulang tahun Ibu." Anisa memegangi tangan ibu mertuanya seolah tak rela jika wanita yang sangat disayanginya itu pergi bersama Abang ipar juga istrinya."Giliran butuhnya aja inget, pas hari ulangtahun mertua sendiri gak inget," celetuk Maura dengan wajah sinis."Eh, gak boleh gitu, ah!" Rendi menggenggam tangannya dengan erat seolah tak setuju jika istrinya menyinggung perasaan adik iparnya."Gak apa-apa, Nis, ibu sendiri malah lupa kalau hari ini hari ulang tahun ibu." Bu Aminah terus berusaha menghibur Anisa yang mulai merasa insecure di depan Maura."Nisa, kamu mau ikut kami jalan-jalan?" tanya Rendi ramah."Gak usah, Mas, makasih.""Kalau gitu kami pamit, ya, makasih loh udah jagain Ibu, soalnya Ibu kelihatan sayang banget sama kamu, pasti kamu sangat memperlakukan Ibu dengan baik." Anisa hanya tersenyum malu, p
Subuh-subuh sekali Anisa mandi lalu shalat subuh, saat melihatnya senyum Rudi langsung mengembang."Sayang, jadi kamu sudah bisa shalat?" tanya setelah Anisa selesai shalat subuh."Cepetan sana shalat subuh, Mas!" Anisa langsung mengalihkan pembicaraan."Oke, deh." Rudi bergegas ke kamar mandi sambil cengar-cengir lalu mengambil air wudhu dan shalat subuh.Sementara Anisa bergegas menuju kamar mandi untuk mencuci pakaian."Sini aku bantu," ujar Rudi sembari masuk kamar mandi lalu mengucek pakaian bersama Anisa setelah selesai shalat."Terserah!" Anisa tampak masih kesal karena mengetahui bahwa Rudi masih berhubungan dengan Miranda. Mungkin jika ia tahu bahwa suaminya itu pergi ke hotel bersama Miranda, bisa saja seluruh perabotan dapur sudah melayang ke wajahnya."Sayang, nanti beli mesin cuci ya, uangnya nanti mas transfer, biar kamu gak kecapekan.""Mas, jangan mengalihkan perhatianku. Coba jawab jujur, apa kamu cinta sama Miranda?""Mas berani bersumpah, mas gak tertarik sama dia.
Bu Aminah dan Anisa pergi ke mall, mereka berniat untuk membeli mesin cuci juga pakaian baru untuk Bintang. Setibanya disana mereka langsung ke baby shop terlebih dahulu, lalu setelah beberapa lama kemudian mereka telah selesai membeli beberapa lembar pakaian juga berbagai kebutuhan Bintang."Bu, Mas Rudi menyuruhku membeli lingerie," bisik Anisa.Mendengar itu Bu Aminah langsung tertawa sumringah."Ayo ibu antar, kasihan anak ibu udah puasa selama lebih dari 40 hari," ujarnya sembari kembali tergelak hingga wajah Anisa memerah karena malu.Beberapa saat kemudian mereka masuk ke sebuah toko khusus pakaian dalam."Beli yang ini, Nis," ujar Bu Aminah sembari menunjukkan sebuah patung manekin yang mengenakan lingerie yang sangat transparan."Waduh, aku kok malu sendiri ya, Bu, lihatnya.""Bagus kalau di kamu. Apalagi tubuh kamu ramping, kulit kamu juga putih bersih, jadi cocok pakai ini.""Ibu memuji terlalu berlebihan, tapi aku jadi pengen ke toilet, Bu.""Ya sudah sana, sini Bintang bi
Dua lelaki bertubuh tinggi besar itu menodongkan senjata pada sopir taksi untuk tidak melawan, lalu salah satu dari mereka menyuruh Anisa dan Bu Aminah keluar. Dengan sigap penjahat itu mendekatkan pisau ke leher Anisa sehingga Bu Aminah hanya diam dan tak berani melawan karena takut terjadi apa-apa pada menantunya yang tengah menggendong cucunya."Tolong jangan sakiti kami, apa kalian tidak kasihan pada bayi yang tak berdosa itu?" tanya Bu Aminah ketika Bintang terus menangis.Sementara itu mobil Ferdi terus melaju ke arah mereka, lalu tanpa ragu Ferdi langsung membidik pistolnya ke arah kaki penjahat itu.Dor! Satu peluru langsung melesat hingga mengenai kaki salah satu penjahat yang tengah mencengkram erat Anisa. "Aaaaaargh!" Penjahat itu langsung mengerang kesakitan lalu jatuh terjengkang hingga pisau yang digenggamnya terlempar ke jalanan.Melihat adegan itu Bu Aminah dan Anisa langsung berteriak histeris karena ketakutan. Lalu penjahat satunya lagi langsung berusaha meraih pisau
Sri mengetuk pintu kamar Ferdi setelah yakin semua orang telah meluncur jauh meninggalkan rumah itu."Iya, Sri, ada apa?" tanya Ferdi sembari membuka pintu kamarnya.Tiba-tiba Ferdi terbelalak saat melihat Sri yang hanya mengenakan lingerie, bahkan ia juga membawa flogger dan borgol milik Ferdi yang dulu ia gunakan untuk menyiksa Miranda."Kenapa semua barang itu ada padamu? Bukankah dulu aku telah menyuruhmu untuk membuangnya?""Den Ferdi pasti sudah lama tidak main game, aku mau kok memenuhi fantasi Den Ferdi," ujarnya sembari membusungkan dada dan berpose menantang.Seketika Ferdi langsung meremas kepalanya sendiri yang tiba-tiba terasa sakit, bayangan saat dirinya mencari kepuasan terhadap Miranda dengan cara menyiksanya kembali muncul."Sri! Sebenarnya apa yang kamu lakukan," ucapnya dengan gigi yang menggemeretak, sementara api emosi membuncah dalam dada."Aku tahu kok, Den Ferdi gak berani melampiaskan fantasi liar Den Ferdi sama Non Anisa, karena Den Ferdi gak bisa melihat ora
Bab 39"Buka pintunya, Nett!" Rudi menggedor pintu rumah kontrakannya, sementara Netti langsung tidur dan tak memperdulikan teriakan suaminya."Netttti!" Rudi terus berteriak hingga tenggorokannya sakit."Nettti! Aku mau ke toilet, aduh gak kuat!" Rudi terus menggedor pintu sembari berteriak memanggil nama Netti, tapi istrinya itu sudah merasa muak untuk melihat wajah suaminya. Seandainya ia masih memiliki orangtua, ia pasti sudah kabur ke rumah orangtuanya."Gak dibukain pintu, ya, Mas?" tanya ibu-ibu yang tak sengaja lewat."Iya, Bu, istri saya baperan.""Istrinya yang baperan atau Mas Rudinya yang jelalatan?"Mendengar itu wajah Rudi seketika memerah karena malu, gegas ia menuju motornya lalu tancap gas menuju rumah orangtuanya."Ngapain kamu kesini?" tanya Bu Aminah saat melihat kedatangan putranya yang tampak lesu."Netti gak bukain aku pintu, Bu.""Loh, kenapa? Pasti kamu bikin ulah lagi?""Sebenarnya aku ketahuan selingkuh.""Astaghfirullah, Rud, kamu kok gak ada kapoknya." Bu
#38"Ngapain sih, Sri? Akhir-akhir ini kamu kok kayak cacing kepanasan gitu!" bentak Ferdi dengan wajah masam."Saya sudah menganggap Den Ferdi seperti saudara saya sendiri, apalagi kedua orangtua Den Ferdi sangat baik sama saya.""Ya sudah kalau gitu, tapi jujur saja saya gak nyaman saat kamu memegang-megang pundak saya.""Saya minta maaf, Den, kalau gitu silahkan diminum kopinya."Ferdi langsung meraih secangkir kopi yang Sri buat, lalu menyeruputnya. "Ngapain kamu masih berdiri disana! Cepetan masuk!" bentaknya dengan wajah masam.Namun, tiba-tiba Ferdi menguap dan merasa sangat mengantuk, hingga tiba-tiba ia terkulai lemas di sofa. Senyum Sri langsung mengembang, lalu ia langsung mendekati Ferdi."Bangun, Den," bisiknya sembari menggoyangkan pinggang Ferdi.Namun, Ferdi tak juga bangun. Lalu Sri menaruh sebelah tangan Ferdi di lehernya dan berniat untuk memapahnya."Ngapain kamu?" tanya Anisa yang keluar dari kamarnya karena berniat mengambil air."Itu, Non, Den Ferdi tiba-tiba p
Bab 37"Jenn, apa kamu sudah berkeluarga?" tanya Rudi pada karyawati baru di tempat kerjanya saat mereka tengah makan siang."Jujur saja saya janda, Pak.""Wanita secantik kamu, bagaimana bisa jadi janda?" Rudi mulai mengeluarkan gombalan mautnya."Suami saya itu anak mami, dia gak punya pendirian, dia selalu mendengarkan ucapan ibunya yang toxic, sementara ibunya seolah merasa tersaingi dengan kehadiran saya.""Kamu belum kenal sama ibu saya. Ibu saya itu mertua idaman para menantu, dia itu selalu memperlakukan semua menantunya dengan penuh kasih sayang.""Wah, beruntung banget istri Pak Rudi.""Tapi sebaik-baiknya ibu saya, istri saya malah lebih memilih cowok kaya hingga akhirnya sekarang saya menduda.""Oh, jadi Pak Rudi duda?""Iya, Jenn, makanya saya mau fokus dengan pekerjaan saya. Semoga saja saya terpilih dalam menjadi manager.""Semoga saja Pak Rudi bisa mengalahkan Bu Yuri dan terpilih jadi manager.""Iya, Aamiin."Sejak saat itu Rudi dan Jenny dekat, bahkan Rudi sering men
Bab 36"Cepetan ganti pakaian atau saya pecat kamu!" bentak Ferdi."Maaf, Den, tadi saya salah ambil seragam, sepertinya ini seragam waktu saya pertama kali bekerja di rumah ini," ujarnya sembari duduk di samping Ferdi lalu memijat lembut bahunya."Jangan kurang ajar, kamu, mau saya pecat?!""Badan Den Ferdi pasti masih sakit-sakit setelah dicambuk oleh Miranda, mau saya pijitin? Pijatan saya enak, loh.""Hentikan, Sri!" Ferdi mendorong tubuh Sri hingga terjengkang ke lantai."Saya bekerja sama Den Ferdi sudah sangat lama, jadi saya sudah menganggap Den Ferdi seperti saudara sendiri." Ia tertunduk dengan mata berkaca-kaca."Ya sudah kalau begitu maafkan saya, sekarang kamu boleh keluar."Setelah itu Sri bergegas keluar dengan wajah kecewa.Sementara itu Anisa dan Bu Elina telah kembali."Makasih ya, Mih, udah nganter aku ke dokter.""Iya, Sayang, sama-sama."Tiba-tiba Anisa terhenyak saat melihat Sri yang baru keluar dari kamarnya dengan mengenakan pakaian sangat ketat, terlebih Sri l
Bab 35"Mas, bangun!" Netti menggoyang-goyangkan tubuh Rudi."I...ya, Nett, ada apa? Mau tambah?" tanya Rudi sembari mengucek kedua matanya."Mas tadi mengigau memanggil-manggil nama Anisa padahal ini malam pertama kita," ujar Netti dengan wajah ditekuk."Tadi aku bermimpi Anisa dan Ferdi dikejar penjahat, aku udah gak cinta lagi sama Anisa, aku cuma khawatir sebatas kakak atau teman, apalagi dia ibu dari anakku.""Oh, gitu, kita berdoa aja semoga Anisa dan keluarganya dilindungi oleh Allah.""Aamiin." Rudi menyahut lalu kembali melingkarkan tangannya di pinggang ramping Netti.Setelah itu Netti kembali membaringkan tubuhnya di samping Rudi.Beberapa jam kemudian, Rudi mengigau dan kembali menyebut nama Anisa."Nisa... Nisa...!" teriaknya sembari tersentak dan membuka mata secara spontan, ia kembali terhenyak karena sejak tadi Netti memperhatikannya."Aku harap kamu bisa melupakan masa lalu kamu!""Maafkan mas ya Nett." Rudi memelas sembari menggenggam jemari Netti."Sudahlah, aku mau
Bab 34Berkat bantuan Sri, Jatmiko dan komplotannya juga Miranda menyelinap masuk ke rumah itu dengan mengenakan penutup wajah, karena mereka tahu banyak CCTV disana.Setibanya di sebuah kamar, ia langsung membekap mulut Anisa dan Ferdi dengan obat bius lalu meringkusnya setelah itu membawa keduanya ke ruang tengah."Bangun!" bentak Miranda sembari menyiramkan air ke wajah Ferdi dan Anisa hingga keduanya kembali ke alam sadar.Ferdi langsung terhenyak saat melihat Miranda yang tengah memegangi cambuk bersama Jatmiko juga dua lelaki bertubuh tinggi besar."Apa yang kalian inginkan?" tanya Ferdi dengan wajah geram.Sementara Anisa tampak tercengang saat melihat Sri berada diantara mereka."Ayo kita melakukan permainan yang biasa kita mainkan," ujar Miranda sembari menghantamkan cambuk ke tubuh Ferdi yang telanjang dada."Aaaaaaaargh!" Ferdi mengerang hingga membuat Anisa berteriak histeris."Hentikan Mir!" teriak Anisa."Ini belum sebanding dengan apa yang dia lakukan padaku!" bentak Mi
Anisa tampak bercucuran air mata, ia sangat kecewa karena ternyata suaminya memiliki kelainan. Ia juga khawatir memiliki nasib seperti Miranda yang menjadi budak nafsu Ferdi. Gegas ia masukan pakaiannya ke dalam koper, ia berniat untuk kabur dari rumah itu."Non Anisa!" Sri mengetuk pintu.Anisa segera membuka pintu kamarnya sembari mengusap air mata."Non mau kemana?""Saya mau pergi dari rumah ini.""Sebenarnya saya takut nanti Den Ferdi akan marah jika Non Anisa pergi, tapi saya juga merasa kasihan kalau wanita sebaik Non Anisa mengalami nasib seperti Non Miranda.""Separah apa penyiksaan yang dilakukan Ferdi pada Miranda?""Tapi Non Anisa janji ya jangan bawa-bawa saya.""Oke, saya janji.""Non Miranda wajah dan badannya sampai dupenuhi lebam, ya namanya juga dicambuk dan disundut rokok, saya sering disuruh mengompres lukanya makanya saya tahu semuanya.""Disundut rokok?" Anisa bergidik ngeri saat membayangkannya."Iya, sebenernya saya benci sama Non Miranda karena sudah merebut M
"Sayang, Bintang sudah tidur?" tanya Ferdi saat Anisa menyusui bayinya yang berusia 6 bulan."Belum, sabar, ya." Anisa tersenyum sembari melirik suaminya yang sejak tadi terus meremas jemarinya.Beberapa saat kemudian Bintang berhenti menyusu, tapi matanya tak juga terpejam, ia malah menatap Ferdi lalu sesekali tersenyum."Sini, Bintang Ferdinan, biar papa gendong," ujarnya sembari memangku bayi menggemaskan itu."Main ganti nama sembarangan." Anisa mencebik lalu tertawa."Ganti aja namanya jadi Bintang Ferdinand, gak usah Bintang Prayoga, soalnya sekarang dia anakku," ucap Ferdi sembari menimangnya dengan lembut sehingga Bintang seketika memejamkan matanya."Tidur loh dia, Mas, apa Mas terbiasa menimang bayi? Soalnya dia tampak sangat nyaman berada di pangkuan Mas?" tanya Anisa lirih."Ini yang pertama kalinya." Ferdi menyahut dengan lirih lalu menidurkan Bintang yang telah terlelap ke tempat tidur bayi yang terletak tidak jauh di tempat tidur mereka. Setelah itu keduanya duduk di te