Dua lelaki bertubuh tinggi besar itu menodongkan senjata pada sopir taksi untuk tidak melawan, lalu salah satu dari mereka menyuruh Anisa dan Bu Aminah keluar. Dengan sigap penjahat itu mendekatkan pisau ke leher Anisa sehingga Bu Aminah hanya diam dan tak berani melawan karena takut terjadi apa-apa pada menantunya yang tengah menggendong cucunya."Tolong jangan sakiti kami, apa kalian tidak kasihan pada bayi yang tak berdosa itu?" tanya Bu Aminah ketika Bintang terus menangis.Sementara itu mobil Ferdi terus melaju ke arah mereka, lalu tanpa ragu Ferdi langsung membidik pistolnya ke arah kaki penjahat itu.Dor! Satu peluru langsung melesat hingga mengenai kaki salah satu penjahat yang tengah mencengkram erat Anisa. "Aaaaaargh!" Penjahat itu langsung mengerang kesakitan lalu jatuh terjengkang hingga pisau yang digenggamnya terlempar ke jalanan.Melihat adegan itu Bu Aminah dan Anisa langsung berteriak histeris karena ketakutan. Lalu penjahat satunya lagi langsung berusaha meraih pisau
Braaak! Rudi dan Miranda yang tengah terkulai lemas setelah melakukan beberapa kali atraksi itu langsung melompat karena terkejut saat seseorang tiba-tiba masuk ke kamar itu.Mata mereka nyaris melompat, bahkan jantung mereka nyaris terlepas dari tempatnya saat mengetahui bahwa yang datang adalah Ferdi. Gegas mereka meraih pakaian yang berceceran di lantai lalu segera mengenakannya dengan tubuh gemetaran."Bagaimana malam kalian? Menyenangkan?" tanya Ferdi sembari mendekati kedua sejoli yang tampak berkeringat dan menggigil ketakutan itu."Semua ini salah paham, Fer, Miranda yang nyulik gue.""Oke, gue tahu, kok, semua yang terjadi pada kalian," ujarnya sembari meraih kamera yang ia sembunyikan hingga membuat Rudi dan Miranda semakin terperanjat."Ja..jadi, kamu menaruh kamera tersembunyi di kamar ini?" Wajah Miranda tampak pucat pasi saat mengetahui semua itu."Tentu saja, semuanya sudah terekam jelas di kamera ini juga CCTV diluar rumah, saat dua lelaki berkepala botak itu membawa R
Bu Aminah tak sadarkan diri, lalu Rudi dan Pak Arman langsung menggotongnya ke kamar. Gegas Anisa mengambil minyak kayu putih lalu menciumkan ke hidungnya. Sementara Rudi terus menangis sembari memijat-mijat kakinya. Tidak berapa lama kemudian Bu Aminah kembali sadar. Ia pingsan karena terkejut, dirinya tidak memiliki riwayat darah tinggi atau penyakit jantung."Alhamdulillah Ibu sudah sadar." Anisa langsung memeluknya."Nisa, jangan tinggalkan ibu." Bu Aminah mengeratkan pelukannya."Lebih baik sekarang kita semua istirahat, soalnya sudah malam," ucap Anisa."Tapi kamu janji gak akan meninggalkan ibu, ya.""Sudahlah, Bu, jangan membuat Mbak Nisa bingung, aku juga pasti akan kesal kalau suamiku sampai zina dengan wanita lain." Retha menyahut.Bu Aminah langsung melirik ke arah Rudi lalu menatapnya dengan tatapan tajam."Semua ini gara-gara kamu!" ucap Bu Aminah sembari menatap Rudi dengan geram lalu meraih sapu dan memukuli putranya itu."Hentikan, Bu, Rudi sudah babak belur begitu, k
"Kenapa kamu membawa barang-barang kamu?" tanya Bu Aminah saat Rudi kembali membawa koper besar juga ransel besar."Aku dan Anisa sudah selesai, Bu.""Harusnya kamu minta maaf sama Anisa, kamu bujuk dia, kamu bilang kamu menyesal, kalau perlu kamu berlutut. Bukannya malah menyetujui ucapannya untuk bercerai!" Bu Aminah tampak kecewa dan geram dengan sikap putranya itu.Tangannya mengepal, ia merasa ingin mencakar wajah Rudi. Namun, ia mencoba menahannya karena wajah anaknya telah babak belur."Aku diancam oleh Ferdi untuk menceraikan Anisa, karena dia mempunyai videoku bersama Miranda semalam. Dia mengancam akan memenjarakanku bahkan akan menghilangkan nyawaku jika aku tidak langsung menceraikan Anisa.""Tunggu dulu, apa kamu bilang? Ferdi menyuruhmu untuk menceraikan Anisa?" Tiba-tiba ekspresi wajah Bu Aminah berubah saat mengingat ucapan Anisa yang menceritakan tentang kisah cintanya bersama Ferdi.""Iya, dia pasti melakukan itu karena ingin kembali pada Anisa. Karena memang pernika
"Sebenarnya saya malas untuk datang ke rumah kumuh dan sempit ini, terlebih sang pemilik rumah sama sekali tidak memiliki etika.""Tidak punya etika kata Anda? Bukankah yang tidak punya etika itu anak Anda? Dia sudah menggoda anak saya hingga dia bercerai dengan menantu kesayangan saya.""Bu, bisakah Ibu mempersilahkan kami untuk masuk terlebih dahulu, kita bicarakan semuanya dengan kepala dingin," ucap Pak Hutomo."Maaf, saya gak sudi mengobrol dengan kalian. Gara-gara anak kalian, hidup anak saya jadi hancur.""Harusnya saya yang berkata begitu, gara-gara anak anda, saya jadi kehilangan menantu kaya raya seperti Ferdi. Saya akui selera anak saya rendah karena berselingkuh dengan lelaki kere seperti anak Anda.""Heh botol kecap! Asal Anda tau, malam itu anak Anda menyuruh orang untuk menculik anak saya, lalu setelah itu dia melucuti pakaiannya lalu menggerayangi tubuhnya. Cihh, benar-benar memalukan dan tak punya harga diri," ucap Bu Aminah sembari berdecih dan melipat tangan di dada
Miranda tengah termenung sendirian di rumahnya, sementara kedua orangtuanya tengah bermain bersama kedua anaknya yang masih balita di teras. Dirinya merasa geram dengan semua yang terjadi, karena dalam pikirannya ia bisa menikah dengan Rudi setelah bisa lepas dari Ferdi. Namun, kenyataannya ia malah ditolak dan dipermalukan oleh ibunya Rudi. Tiba-tiba ponselnya bergetar, lalu dilihatnya sebuah pesan dari anak buahnya.[Bos, kami masih belum mendapatkan kesempatan untuk mencelakai wanita itu, karena dia tidak pergi kemana-mana. Sementara para warga terus bergantian menjaga rumahnya.][Ya kalian mikir dong, gimana caranya, gak usah banyak alasan atau saya cari orang lain!] balas Miranda.[Baik, Bos, kami akan segera melaksanakan tugas dari Bos.]Sementara itu Anisa tampak bingung karena di depan rumahnya selalu ada orang yang lalu lalang, terkadang para ibu-ibu mengobrol di sebuah bangku di bawah pohon mangga depan rumah Anisa. Lalu malamnya para bapak-bapak bermain kartu di sana. Merek
Ferdi segera dilarikan ke rumah sakit terdekat dan langsung mendapatkan penanganan dokter."Anisa, biar ibu pulang bersama Bintang, soalnya bayi gak boleh dibawa ke rumah sakit, kamu disini saja tunggu Ferdi," ujar Bu Aminah.Anisa mengangguk, lalu setelah itu Bu Aminah bergegas pulang, sementara Anisa langsung menelpon Bu Elina."Hallo, Tante.." Tubuh Anisa gemetar saat menelpon Bu Elina, ia tak kuasa menceritakan semua yang terjadi, sementara air matanya terus berjatuhan."Iya, Nisa. Tumben telpon.""Tante sekarang juga ke rumah sakit medika, sesuatu yang buruk terjadi pada Ferdi."Tanpa bicara lagi, Bu Elina langsung mematikan teleponnya lalu meluncur pergi."Apakah Anda keluarga korban?" tanya dokter."Saya temannya, tapi orangtuanya akan segera kesini.""Korban mengalami luka yang cukup parah dan sekarang sedang membutuhkan transfusi darah.""Golongan darahnya apa, Dok?""AB.""Kebetulan golongan darah saya sama, ambil saja darah saya, Dok."Setelah itu Anisa dibawa oleh suster u
"Anisa, aku ingin bertanya padamu sekali lagi, benarkah kamu masih mencintaiku?" tanya Ferdi.Anisa hanya diam, lalu tiba-tiba ia tersenyum saat melihat wajah Ferdi yang penuh harap."Iya," jawabnya sembari memgangguk."Iya apa?""Iya, aku masih mencintaimu.""Tapi semua ini bukan karena kamu merasa berhutang budi padaku, kan?""Enggak, Fer, aku memang masih mencintaimu. Perasaan ini tak pernah berubah sejak dulu.""Anisa, aku senang banget saat mendengarnya."Keduanya saling bertatapan, sorot mata mereka menyiratkan bahwa keduanya masih memiliki perasaan yang sama."Ayo Fer, cepat sembuh, kita harus segera melamar Anisa," ucap Bu Elina dan Pak Ringgo."Mami dan Papi setuju kan jika aku melamar Anisa?" "Tentu saja kami setuju, asalkan Anisa mau sama kamu.""Bagaimana, Nis?" Ferdi kembali menatapnya penuh harap."Sebaiknya sekarang kamu pulihkan dulu keadaan kamu. Kita jangan dulu bahas ini," ucap Anisa."Aku benar-benar ingin mendengarnya sekarang, Nis.""Sejujurnya aku masih sangat