"Sebenarnya saya malas untuk datang ke rumah kumuh dan sempit ini, terlebih sang pemilik rumah sama sekali tidak memiliki etika.""Tidak punya etika kata Anda? Bukankah yang tidak punya etika itu anak Anda? Dia sudah menggoda anak saya hingga dia bercerai dengan menantu kesayangan saya.""Bu, bisakah Ibu mempersilahkan kami untuk masuk terlebih dahulu, kita bicarakan semuanya dengan kepala dingin," ucap Pak Hutomo."Maaf, saya gak sudi mengobrol dengan kalian. Gara-gara anak kalian, hidup anak saya jadi hancur.""Harusnya saya yang berkata begitu, gara-gara anak anda, saya jadi kehilangan menantu kaya raya seperti Ferdi. Saya akui selera anak saya rendah karena berselingkuh dengan lelaki kere seperti anak Anda.""Heh botol kecap! Asal Anda tau, malam itu anak Anda menyuruh orang untuk menculik anak saya, lalu setelah itu dia melucuti pakaiannya lalu menggerayangi tubuhnya. Cihh, benar-benar memalukan dan tak punya harga diri," ucap Bu Aminah sembari berdecih dan melipat tangan di dada
Miranda tengah termenung sendirian di rumahnya, sementara kedua orangtuanya tengah bermain bersama kedua anaknya yang masih balita di teras. Dirinya merasa geram dengan semua yang terjadi, karena dalam pikirannya ia bisa menikah dengan Rudi setelah bisa lepas dari Ferdi. Namun, kenyataannya ia malah ditolak dan dipermalukan oleh ibunya Rudi. Tiba-tiba ponselnya bergetar, lalu dilihatnya sebuah pesan dari anak buahnya.[Bos, kami masih belum mendapatkan kesempatan untuk mencelakai wanita itu, karena dia tidak pergi kemana-mana. Sementara para warga terus bergantian menjaga rumahnya.][Ya kalian mikir dong, gimana caranya, gak usah banyak alasan atau saya cari orang lain!] balas Miranda.[Baik, Bos, kami akan segera melaksanakan tugas dari Bos.]Sementara itu Anisa tampak bingung karena di depan rumahnya selalu ada orang yang lalu lalang, terkadang para ibu-ibu mengobrol di sebuah bangku di bawah pohon mangga depan rumah Anisa. Lalu malamnya para bapak-bapak bermain kartu di sana. Merek
Ferdi segera dilarikan ke rumah sakit terdekat dan langsung mendapatkan penanganan dokter."Anisa, biar ibu pulang bersama Bintang, soalnya bayi gak boleh dibawa ke rumah sakit, kamu disini saja tunggu Ferdi," ujar Bu Aminah.Anisa mengangguk, lalu setelah itu Bu Aminah bergegas pulang, sementara Anisa langsung menelpon Bu Elina."Hallo, Tante.." Tubuh Anisa gemetar saat menelpon Bu Elina, ia tak kuasa menceritakan semua yang terjadi, sementara air matanya terus berjatuhan."Iya, Nisa. Tumben telpon.""Tante sekarang juga ke rumah sakit medika, sesuatu yang buruk terjadi pada Ferdi."Tanpa bicara lagi, Bu Elina langsung mematikan teleponnya lalu meluncur pergi."Apakah Anda keluarga korban?" tanya dokter."Saya temannya, tapi orangtuanya akan segera kesini.""Korban mengalami luka yang cukup parah dan sekarang sedang membutuhkan transfusi darah.""Golongan darahnya apa, Dok?""AB.""Kebetulan golongan darah saya sama, ambil saja darah saya, Dok."Setelah itu Anisa dibawa oleh suster u
"Anisa, aku ingin bertanya padamu sekali lagi, benarkah kamu masih mencintaiku?" tanya Ferdi.Anisa hanya diam, lalu tiba-tiba ia tersenyum saat melihat wajah Ferdi yang penuh harap."Iya," jawabnya sembari memgangguk."Iya apa?""Iya, aku masih mencintaimu.""Tapi semua ini bukan karena kamu merasa berhutang budi padaku, kan?""Enggak, Fer, aku memang masih mencintaimu. Perasaan ini tak pernah berubah sejak dulu.""Anisa, aku senang banget saat mendengarnya."Keduanya saling bertatapan, sorot mata mereka menyiratkan bahwa keduanya masih memiliki perasaan yang sama."Ayo Fer, cepat sembuh, kita harus segera melamar Anisa," ucap Bu Elina dan Pak Ringgo."Mami dan Papi setuju kan jika aku melamar Anisa?" "Tentu saja kami setuju, asalkan Anisa mau sama kamu.""Bagaimana, Nis?" Ferdi kembali menatapnya penuh harap."Sebaiknya sekarang kamu pulihkan dulu keadaan kamu. Kita jangan dulu bahas ini," ucap Anisa."Aku benar-benar ingin mendengarnya sekarang, Nis.""Sejujurnya aku masih sangat
Rudi bergegas ke taman, ia membutuhkan waktu untuk menenangkan diri. Beribu sesal tengah berputar-putar dalam kepalanya. Namun, semuanya tak bisa lagi diubah, dirinya tak bisa lagi memperjuangkan Anisa karena jika itu dilakukannya ia harus berurusan dengan polisi atas video panasnya bersama Miranda."Hai Rud." Tiba-tiba Miranda muncul hingga membuat Rudi terhenyak."Ngapain kamu kesini?" tanya Rudi dengan wajah masam."Aku sering mendatangi taman ini untuk menyendiri jika aku sedang galau.""Semuanya kacau gara-gara kamu.""Asal kamu tahu, Rud, demi kamu aku rela kehilangan semua harta Ferdi, itu aku lakukan karena aku sangat mencintaimu."Mendengar itu Rudi langsung menatap wajah Miranda yang cantik. Paras menawan dengan tubuh jenjang berisi itu membuatnya kembali terpesona."Kamu beneran mencintaiku? Meskipun aku tidak sekaya Ferdi?""Iya, Rud, aku sangat mencintaimu. Karena kamu lemah lembut dan romantis, sangat berbeda dengan Ferdi."Rudi langsung memeluk tubuh ramping Miranda, la
"Mami kenapa, mana Alisya dan Seina?" tanya Ferdi."Mami nyesel dulu pernah menjodohkan kamu dengan Miranda, dia benar-benar wanita yang sangat menjijikkan.""Maksud Mami apa?" tanya Ferdi."Ternyata Miranda dan satpam di rumah kamu memiliki hubungan gelap, bahkan satpam itu mengatakan bahwa Alisya dan Seina adalah anaknya."Ferdi tampak terhenyak mendengar ucapan maminya, ia benar-benar tak menyangka jika satpam yang sangat loyal padanya itu diam-diam mengkhianatinya di belakang."Sudahlah, Fer, lagipula sekarang kamu sudah bercerai dengannya, mami semakin yakin bahwa Anisa adalah wanita terbaik untuk kamu.""Assalamualaikum." Obrolan mereka terhenti saat Anisa datang."Silahkan masuk Sayang." Bu Elina menyambut hangat calon menantunya itu."Kamu bawa apa itu?" tanya Ferdi saat melihat rantang yang dibawa Anisa."Aku bawakan pepes ayam, kamu suka gak?"Ferdi terdiam, selama hidupnya ia belum pernah mencoba makanan itu, meski nama masakan tersebut sering ia dengar."Ya ampun Anisa ken
Rudi dan Miranda tengah merajut kasih di taman, keduanya tampak saling bergelayut mesra seakan dunia milik mereka berdua."Sayang, jadi kapan kamu nikahin aku?" tanya Miranda."Sebenarnya bisa saja dalam waktu dekat ini, tapi aku gak punya banyak biaya. Kita nikah secara sederhana aja ya." Rudi menyahut."Gimana sih kamu, Rud. Masa wanita secantik aku harus menikah secara sederhana?" Miranda tampak merajuk."Jadi, kalian mau menikah?" tanya Jatmiko yang tiba-tiba muncul hingga membuat keduanya terhenyak."Heh satpam gila! Ngapain kamu tiba-tiba nyamber aja kayak petasan!" ucap Miranda lalu bangkit dari tempat duduknya."Hidup saya sudah hancur, saya kehilangan semuanya, Non Miranda harus tanggung jawab.""Heh! Maksud lu apa sih? Lu siapa?" tanya Rudi yang tampak kebingungan."Dia satpamnya Ferdi, dia itu terobsesi sama aku, mungkin niatnya mau pansos!""Asal lu tahu, gue dan Miranda udah sering tidur bareng, bahkan kedua anaknya adalah anak gue." Jatmiko akhirnya membongkar skandar di
[Guys, gue lagi gabut, nih, ngumpul di kafe, yuk!] Miranda mengirim pesan di WAG teman-teman arisannya.[Boleh, tapi seperti biasa, lo yang traktir ya.] Seseorang bernama Helen membalas.[Sorry guys, sekarang gue lagi gak ada duit.][Gue denger dari pembokat gue katanya lo dicerein sama Ferdi gara-gara selingkuh ya?] balas Caroline.[Wah masa?] Helen membalas dengan emoticon penuh tanya.[Iya, ih, si Miranda itu parah, gue tadi lihat tiktok pembokatnya, dia lagi curhat sambil nangis gitu katanya suaminya selingkuh sama si Miranda.] Seseorang bernama Seira menyahuti obrolan teman-temannya.[Najong tralala deh, masa suami pembokat juga sampe diembat.][Kalian kenapa tega banget sama gue, kalian ngomongin gue padahal gue masih ada disini.] Miranda membalas.[Sorry mulai sekarang lo bukan lagi circle kami.]Setelah itu Miranda tak bisa lagi membalas komentar karena ia telah dikeluarkan dari grup tersebut. "Aaaaaaaaaaaaaak!" teriaknya sembari menangis meraung-raung."Berisik!" bentak ibun
Sri mengetuk pintu kamar Ferdi setelah yakin semua orang telah meluncur jauh meninggalkan rumah itu."Iya, Sri, ada apa?" tanya Ferdi sembari membuka pintu kamarnya.Tiba-tiba Ferdi terbelalak saat melihat Sri yang hanya mengenakan lingerie, bahkan ia juga membawa flogger dan borgol milik Ferdi yang dulu ia gunakan untuk menyiksa Miranda."Kenapa semua barang itu ada padamu? Bukankah dulu aku telah menyuruhmu untuk membuangnya?""Den Ferdi pasti sudah lama tidak main game, aku mau kok memenuhi fantasi Den Ferdi," ujarnya sembari membusungkan dada dan berpose menantang.Seketika Ferdi langsung meremas kepalanya sendiri yang tiba-tiba terasa sakit, bayangan saat dirinya mencari kepuasan terhadap Miranda dengan cara menyiksanya kembali muncul."Sri! Sebenarnya apa yang kamu lakukan," ucapnya dengan gigi yang menggemeretak, sementara api emosi membuncah dalam dada."Aku tahu kok, Den Ferdi gak berani melampiaskan fantasi liar Den Ferdi sama Non Anisa, karena Den Ferdi gak bisa melihat ora
Bab 39"Buka pintunya, Nett!" Rudi menggedor pintu rumah kontrakannya, sementara Netti langsung tidur dan tak memperdulikan teriakan suaminya."Netttti!" Rudi terus berteriak hingga tenggorokannya sakit."Nettti! Aku mau ke toilet, aduh gak kuat!" Rudi terus menggedor pintu sembari berteriak memanggil nama Netti, tapi istrinya itu sudah merasa muak untuk melihat wajah suaminya. Seandainya ia masih memiliki orangtua, ia pasti sudah kabur ke rumah orangtuanya."Gak dibukain pintu, ya, Mas?" tanya ibu-ibu yang tak sengaja lewat."Iya, Bu, istri saya baperan.""Istrinya yang baperan atau Mas Rudinya yang jelalatan?"Mendengar itu wajah Rudi seketika memerah karena malu, gegas ia menuju motornya lalu tancap gas menuju rumah orangtuanya."Ngapain kamu kesini?" tanya Bu Aminah saat melihat kedatangan putranya yang tampak lesu."Netti gak bukain aku pintu, Bu.""Loh, kenapa? Pasti kamu bikin ulah lagi?""Sebenarnya aku ketahuan selingkuh.""Astaghfirullah, Rud, kamu kok gak ada kapoknya." Bu
#38"Ngapain sih, Sri? Akhir-akhir ini kamu kok kayak cacing kepanasan gitu!" bentak Ferdi dengan wajah masam."Saya sudah menganggap Den Ferdi seperti saudara saya sendiri, apalagi kedua orangtua Den Ferdi sangat baik sama saya.""Ya sudah kalau gitu, tapi jujur saja saya gak nyaman saat kamu memegang-megang pundak saya.""Saya minta maaf, Den, kalau gitu silahkan diminum kopinya."Ferdi langsung meraih secangkir kopi yang Sri buat, lalu menyeruputnya. "Ngapain kamu masih berdiri disana! Cepetan masuk!" bentaknya dengan wajah masam.Namun, tiba-tiba Ferdi menguap dan merasa sangat mengantuk, hingga tiba-tiba ia terkulai lemas di sofa. Senyum Sri langsung mengembang, lalu ia langsung mendekati Ferdi."Bangun, Den," bisiknya sembari menggoyangkan pinggang Ferdi.Namun, Ferdi tak juga bangun. Lalu Sri menaruh sebelah tangan Ferdi di lehernya dan berniat untuk memapahnya."Ngapain kamu?" tanya Anisa yang keluar dari kamarnya karena berniat mengambil air."Itu, Non, Den Ferdi tiba-tiba p
Bab 37"Jenn, apa kamu sudah berkeluarga?" tanya Rudi pada karyawati baru di tempat kerjanya saat mereka tengah makan siang."Jujur saja saya janda, Pak.""Wanita secantik kamu, bagaimana bisa jadi janda?" Rudi mulai mengeluarkan gombalan mautnya."Suami saya itu anak mami, dia gak punya pendirian, dia selalu mendengarkan ucapan ibunya yang toxic, sementara ibunya seolah merasa tersaingi dengan kehadiran saya.""Kamu belum kenal sama ibu saya. Ibu saya itu mertua idaman para menantu, dia itu selalu memperlakukan semua menantunya dengan penuh kasih sayang.""Wah, beruntung banget istri Pak Rudi.""Tapi sebaik-baiknya ibu saya, istri saya malah lebih memilih cowok kaya hingga akhirnya sekarang saya menduda.""Oh, jadi Pak Rudi duda?""Iya, Jenn, makanya saya mau fokus dengan pekerjaan saya. Semoga saja saya terpilih dalam menjadi manager.""Semoga saja Pak Rudi bisa mengalahkan Bu Yuri dan terpilih jadi manager.""Iya, Aamiin."Sejak saat itu Rudi dan Jenny dekat, bahkan Rudi sering men
Bab 36"Cepetan ganti pakaian atau saya pecat kamu!" bentak Ferdi."Maaf, Den, tadi saya salah ambil seragam, sepertinya ini seragam waktu saya pertama kali bekerja di rumah ini," ujarnya sembari duduk di samping Ferdi lalu memijat lembut bahunya."Jangan kurang ajar, kamu, mau saya pecat?!""Badan Den Ferdi pasti masih sakit-sakit setelah dicambuk oleh Miranda, mau saya pijitin? Pijatan saya enak, loh.""Hentikan, Sri!" Ferdi mendorong tubuh Sri hingga terjengkang ke lantai."Saya bekerja sama Den Ferdi sudah sangat lama, jadi saya sudah menganggap Den Ferdi seperti saudara sendiri." Ia tertunduk dengan mata berkaca-kaca."Ya sudah kalau begitu maafkan saya, sekarang kamu boleh keluar."Setelah itu Sri bergegas keluar dengan wajah kecewa.Sementara itu Anisa dan Bu Elina telah kembali."Makasih ya, Mih, udah nganter aku ke dokter.""Iya, Sayang, sama-sama."Tiba-tiba Anisa terhenyak saat melihat Sri yang baru keluar dari kamarnya dengan mengenakan pakaian sangat ketat, terlebih Sri l
Bab 35"Mas, bangun!" Netti menggoyang-goyangkan tubuh Rudi."I...ya, Nett, ada apa? Mau tambah?" tanya Rudi sembari mengucek kedua matanya."Mas tadi mengigau memanggil-manggil nama Anisa padahal ini malam pertama kita," ujar Netti dengan wajah ditekuk."Tadi aku bermimpi Anisa dan Ferdi dikejar penjahat, aku udah gak cinta lagi sama Anisa, aku cuma khawatir sebatas kakak atau teman, apalagi dia ibu dari anakku.""Oh, gitu, kita berdoa aja semoga Anisa dan keluarganya dilindungi oleh Allah.""Aamiin." Rudi menyahut lalu kembali melingkarkan tangannya di pinggang ramping Netti.Setelah itu Netti kembali membaringkan tubuhnya di samping Rudi.Beberapa jam kemudian, Rudi mengigau dan kembali menyebut nama Anisa."Nisa... Nisa...!" teriaknya sembari tersentak dan membuka mata secara spontan, ia kembali terhenyak karena sejak tadi Netti memperhatikannya."Aku harap kamu bisa melupakan masa lalu kamu!""Maafkan mas ya Nett." Rudi memelas sembari menggenggam jemari Netti."Sudahlah, aku mau
Bab 34Berkat bantuan Sri, Jatmiko dan komplotannya juga Miranda menyelinap masuk ke rumah itu dengan mengenakan penutup wajah, karena mereka tahu banyak CCTV disana.Setibanya di sebuah kamar, ia langsung membekap mulut Anisa dan Ferdi dengan obat bius lalu meringkusnya setelah itu membawa keduanya ke ruang tengah."Bangun!" bentak Miranda sembari menyiramkan air ke wajah Ferdi dan Anisa hingga keduanya kembali ke alam sadar.Ferdi langsung terhenyak saat melihat Miranda yang tengah memegangi cambuk bersama Jatmiko juga dua lelaki bertubuh tinggi besar."Apa yang kalian inginkan?" tanya Ferdi dengan wajah geram.Sementara Anisa tampak tercengang saat melihat Sri berada diantara mereka."Ayo kita melakukan permainan yang biasa kita mainkan," ujar Miranda sembari menghantamkan cambuk ke tubuh Ferdi yang telanjang dada."Aaaaaaaargh!" Ferdi mengerang hingga membuat Anisa berteriak histeris."Hentikan Mir!" teriak Anisa."Ini belum sebanding dengan apa yang dia lakukan padaku!" bentak Mi
Anisa tampak bercucuran air mata, ia sangat kecewa karena ternyata suaminya memiliki kelainan. Ia juga khawatir memiliki nasib seperti Miranda yang menjadi budak nafsu Ferdi. Gegas ia masukan pakaiannya ke dalam koper, ia berniat untuk kabur dari rumah itu."Non Anisa!" Sri mengetuk pintu.Anisa segera membuka pintu kamarnya sembari mengusap air mata."Non mau kemana?""Saya mau pergi dari rumah ini.""Sebenarnya saya takut nanti Den Ferdi akan marah jika Non Anisa pergi, tapi saya juga merasa kasihan kalau wanita sebaik Non Anisa mengalami nasib seperti Non Miranda.""Separah apa penyiksaan yang dilakukan Ferdi pada Miranda?""Tapi Non Anisa janji ya jangan bawa-bawa saya.""Oke, saya janji.""Non Miranda wajah dan badannya sampai dupenuhi lebam, ya namanya juga dicambuk dan disundut rokok, saya sering disuruh mengompres lukanya makanya saya tahu semuanya.""Disundut rokok?" Anisa bergidik ngeri saat membayangkannya."Iya, sebenernya saya benci sama Non Miranda karena sudah merebut M
"Sayang, Bintang sudah tidur?" tanya Ferdi saat Anisa menyusui bayinya yang berusia 6 bulan."Belum, sabar, ya." Anisa tersenyum sembari melirik suaminya yang sejak tadi terus meremas jemarinya.Beberapa saat kemudian Bintang berhenti menyusu, tapi matanya tak juga terpejam, ia malah menatap Ferdi lalu sesekali tersenyum."Sini, Bintang Ferdinan, biar papa gendong," ujarnya sembari memangku bayi menggemaskan itu."Main ganti nama sembarangan." Anisa mencebik lalu tertawa."Ganti aja namanya jadi Bintang Ferdinand, gak usah Bintang Prayoga, soalnya sekarang dia anakku," ucap Ferdi sembari menimangnya dengan lembut sehingga Bintang seketika memejamkan matanya."Tidur loh dia, Mas, apa Mas terbiasa menimang bayi? Soalnya dia tampak sangat nyaman berada di pangkuan Mas?" tanya Anisa lirih."Ini yang pertama kalinya." Ferdi menyahut dengan lirih lalu menidurkan Bintang yang telah terlelap ke tempat tidur bayi yang terletak tidak jauh di tempat tidur mereka. Setelah itu keduanya duduk di te