#38"Ngapain sih, Sri? Akhir-akhir ini kamu kok kayak cacing kepanasan gitu!" bentak Ferdi dengan wajah masam."Saya sudah menganggap Den Ferdi seperti saudara saya sendiri, apalagi kedua orangtua Den Ferdi sangat baik sama saya.""Ya sudah kalau gitu, tapi jujur saja saya gak nyaman saat kamu memegang-megang pundak saya.""Saya minta maaf, Den, kalau gitu silahkan diminum kopinya."Ferdi langsung meraih secangkir kopi yang Sri buat, lalu menyeruputnya. "Ngapain kamu masih berdiri disana! Cepetan masuk!" bentaknya dengan wajah masam.Namun, tiba-tiba Ferdi menguap dan merasa sangat mengantuk, hingga tiba-tiba ia terkulai lemas di sofa. Senyum Sri langsung mengembang, lalu ia langsung mendekati Ferdi."Bangun, Den," bisiknya sembari menggoyangkan pinggang Ferdi.Namun, Ferdi tak juga bangun. Lalu Sri menaruh sebelah tangan Ferdi di lehernya dan berniat untuk memapahnya."Ngapain kamu?" tanya Anisa yang keluar dari kamarnya karena berniat mengambil air."Itu, Non, Den Ferdi tiba-tiba p
Bab 39"Buka pintunya, Nett!" Rudi menggedor pintu rumah kontrakannya, sementara Netti langsung tidur dan tak memperdulikan teriakan suaminya."Netttti!" Rudi terus berteriak hingga tenggorokannya sakit."Nettti! Aku mau ke toilet, aduh gak kuat!" Rudi terus menggedor pintu sembari berteriak memanggil nama Netti, tapi istrinya itu sudah merasa muak untuk melihat wajah suaminya. Seandainya ia masih memiliki orangtua, ia pasti sudah kabur ke rumah orangtuanya."Gak dibukain pintu, ya, Mas?" tanya ibu-ibu yang tak sengaja lewat."Iya, Bu, istri saya baperan.""Istrinya yang baperan atau Mas Rudinya yang jelalatan?"Mendengar itu wajah Rudi seketika memerah karena malu, gegas ia menuju motornya lalu tancap gas menuju rumah orangtuanya."Ngapain kamu kesini?" tanya Bu Aminah saat melihat kedatangan putranya yang tampak lesu."Netti gak bukain aku pintu, Bu.""Loh, kenapa? Pasti kamu bikin ulah lagi?""Sebenarnya aku ketahuan selingkuh.""Astaghfirullah, Rud, kamu kok gak ada kapoknya." Bu
Sri mengetuk pintu kamar Ferdi setelah yakin semua orang telah meluncur jauh meninggalkan rumah itu."Iya, Sri, ada apa?" tanya Ferdi sembari membuka pintu kamarnya.Tiba-tiba Ferdi terbelalak saat melihat Sri yang hanya mengenakan lingerie, bahkan ia juga membawa flogger dan borgol milik Ferdi yang dulu ia gunakan untuk menyiksa Miranda."Kenapa semua barang itu ada padamu? Bukankah dulu aku telah menyuruhmu untuk membuangnya?""Den Ferdi pasti sudah lama tidak main game, aku mau kok memenuhi fantasi Den Ferdi," ujarnya sembari membusungkan dada dan berpose menantang.Seketika Ferdi langsung meremas kepalanya sendiri yang tiba-tiba terasa sakit, bayangan saat dirinya mencari kepuasan terhadap Miranda dengan cara menyiksanya kembali muncul."Sri! Sebenarnya apa yang kamu lakukan," ucapnya dengan gigi yang menggemeretak, sementara api emosi membuncah dalam dada."Aku tahu kok, Den Ferdi gak berani melampiaskan fantasi liar Den Ferdi sama Non Anisa, karena Den Ferdi gak bisa melihat ora
"Mas, boleh, gak aku minta tolong?" tanya seorang wanita yang baru dua hari lalu melahirkan putra pertamanya."Iya, minta tolong apa?" Suaminya balik bertanya sembari membaringkan tubuhnya."Tolong dua hari saja, sebelum berangkat kerja tolong cucikan pakaian dan cuci piring."Lelaki itu menatap istrinya yang tengah menyusui bayi mungil yang masih berwarna merah."Kenapa? Kenapa aku harus mengerjakan semua itu?""Ya karena dokter menganjurkan aku untuk beristirahat beberapa hari setelah melahirkan. Aku cuma minta dua hari saja, kok, Mas.""Tapi aku tak pernah melihat ayahku melakukan hal itu, ibuku mengerjakan semuanya bahkan sehari setelah melahirkan."Mendengar itu Anisa hanya menitikkan air mata tanpa berani membantah ucapan suaminya.Keesokan paginya, Rudi telah siap berangkat kerja. Dengan wajah kesal ia menoleh ke arah istrinya yang masih menyusui anaknya dengan mata terpejam."Apa hari ini kamu tidak membuatkanku sarapan?" tanyanya dengan wajah masam."Tunggu ya, Mas, aku masih
"Loh, kok kamu pulang kesini?" tanya Bu Aminah saat melihat Rudi yang pulang ke rumahnya dengan wajah masam."Memangnya kenapa sih, Bu? Emangnya gak boleh ya kalau aku pulang ke sini, aku kangen sama masakan Ibu.""Tapi istri kamu pasti nungguin kamu pulang, mungkin saja dia sudah bela-belain masak makanan kesukaanmu.""Asal Ibu tau, tadi pagi dia malah menyusui sambil tidur, padahal seharusnya dia membuatkan sarapan untukku.""Sekali-kali kamu dong yang membuatkan sarapan untuknya.""Asal Ibu tau, semalam aku gak bisa tidur gara-gara bayi kami terus menerus menangis. Setiap menit sekali kudengar suara tangisnya.""Oh jadi semalam kamu ikut menemani Anisa bergadang?""Ya enggaklah, Bu, aku langsung keluar dari kamar lalu tidur di kursi."Plaaaaak! Sebuah tamparan mendarat di pipi Rudi. Lelaki berusia 25 tahun itu terkejut dengan apa yang dilakukan ibunya, karena selama ini ibunya begitu lemah lembut dan tak pernah bersikap kasar padanya."Kenapa Ibu menamparku?""Asal kamu tau, semala
Malam itu Rudi berniat untuk tidak tidur lebih awal, karena ia ingin melihat serepot apa istrinya dalam mengurus bayinya. Pukul 7 hingga sepuluh malam, bayinya tidur dengan lelapnya. Sementara Anisa langsung mencuci piring lalu menyetrika pakaian suaminya. Setelah semuanya selesai, Anisa langsung bergegas menuju tempat tidur. Hanya beberapa menit saja ia berbaring, tiba-tiba bayinya menangis kejer. Anisa langsung menyusui bayinya yang tampak kelaparan itu. Lumayan lama bayi itu menyusu tapi tak juga ia merasa kenyang, sementara Anisa mulai merasa lelah dan pusing. Beberapa saat kemudian bayi yang berusia beberapa hari itu terlelap, lalu Anisa langsung menghela napas dan mencoba memejamkan mata. Baru beberapa menit saja ia terlelap, tiba-tiba bayinya kembali menangis karena popoknya basah. Anisa dengan sigap mengganti popok, lalu kembali menyusuinya. Setelah bayinya kembali terlelap, Anisa langsung membawa celananya yang basah menuju dapur lalu segera membaringkan tubuhnya. Hanya bebe
Bu Aminah tersenyum saat mendapat notifikasi M.Banking secara bersamaan dari anak sulungnya, Rendi, beserta istrinya, Maura. Selama ini Bu Aminah tak pernah meminta ataupun berharapkan uang dari anak juga menantunya. Tapi anak juga menantunya selalu rutin memberinya uang setiap satu atau tiga bulan sekali, tak hanya mereka, bahkan Rudi pun selalu rutin memberinya uang setiap gajian, meski sering Bu Aminah tolak."Kenapa Ibu senyum-senyum sendiri?" tanya kedua anak gadisnya yang tengah asyik memainkan ponselnya di ruang keluarga, sementara ayah mereka tengah fokus nonton bola."Ibu dapat transferan dari Rendi juga Maura.""Horeee! Boleh dong minta buat beli sepatu baru!" ujar Retha, anak Bu Aminah nomor 3 yang masih kuliah."Aku juga mau sepatu baru." Risa, si bungsu tak mau ketinggalan."Oke, ayo sekarang juga kita beli." Bu Aminah menyahut."Horeeee!" Kedua gadis itu bersorak."Beruntung sekali punya menantu kayak Maura, gak pernah ngerepotin mertua, terus suka ngasih uang juga buat
"Bu, sabar ya, Bu, walau bagaimanapun Rudi ini anak kandung kita, jangan menyiksanya, Bu, ayah mohon." Pak Arman memelas."Apa yang sekarang dilakukan Rudi, sama persis seperti yang dilakukan kamu 30 tahun yang lalu!" teriak Bu Aminah sembari menatap suaminya dengan tatapan tajam."Duh, aku lagi." Tubuh Pak Arman langsung lemas saat mendengar ucapan istrinya, ia mulai bersiap untuk mendengarkan istrinya yang akan kembali membuka luka lamanya di masa lalu."Maksud Ibu apa sih? Kok bawa-bawa Ayah segala?""Saat itu anak pertama ibu baru berusia 2 tahun, Riswan namanya, sementara ibu sedang mengandung kakakmu Rendi. Ibu merasakan sulitnya hidup di tengah-tengah mertua dan ipar yang semena-mena, sementara ayahmu malah berselingkuh dengan janda muda. Ibu nyaris setress dan depresi, hingga mengabaikan Riswan.""Lalu, apa yang terjadi pada dia, Bu?" tanya Rudi."Riswan main sendiri keluar rumah, sementara ibu linglung dan nyaris gila, ibu membiarkan Riswan berlari ke jalan hingga akhirnya di