Bu Aminah tersenyum saat mendapat notifikasi M.Banking secara bersamaan dari anak sulungnya, Rendi, beserta istrinya, Maura. Selama ini Bu Aminah tak pernah meminta ataupun berharapkan uang dari anak juga menantunya. Tapi anak juga menantunya selalu rutin memberinya uang setiap satu atau tiga bulan sekali, tak hanya mereka, bahkan Rudi pun selalu rutin memberinya uang setiap gajian, meski sering Bu Aminah tolak."Kenapa Ibu senyum-senyum sendiri?" tanya kedua anak gadisnya yang tengah asyik memainkan ponselnya di ruang keluarga, sementara ayah mereka tengah fokus nonton bola."Ibu dapat transferan dari Rendi juga Maura.""Horeee! Boleh dong minta buat beli sepatu baru!" ujar Retha, anak Bu Aminah nomor 3 yang masih kuliah."Aku juga mau sepatu baru." Risa, si bungsu tak mau ketinggalan."Oke, ayo sekarang juga kita beli." Bu Aminah menyahut."Horeeee!" Kedua gadis itu bersorak."Beruntung sekali punya menantu kayak Maura, gak pernah ngerepotin mertua, terus suka ngasih uang juga buat
"Bu, sabar ya, Bu, walau bagaimanapun Rudi ini anak kandung kita, jangan menyiksanya, Bu, ayah mohon." Pak Arman memelas."Apa yang sekarang dilakukan Rudi, sama persis seperti yang dilakukan kamu 30 tahun yang lalu!" teriak Bu Aminah sembari menatap suaminya dengan tatapan tajam."Duh, aku lagi." Tubuh Pak Arman langsung lemas saat mendengar ucapan istrinya, ia mulai bersiap untuk mendengarkan istrinya yang akan kembali membuka luka lamanya di masa lalu."Maksud Ibu apa sih? Kok bawa-bawa Ayah segala?""Saat itu anak pertama ibu baru berusia 2 tahun, Riswan namanya, sementara ibu sedang mengandung kakakmu Rendi. Ibu merasakan sulitnya hidup di tengah-tengah mertua dan ipar yang semena-mena, sementara ayahmu malah berselingkuh dengan janda muda. Ibu nyaris setress dan depresi, hingga mengabaikan Riswan.""Lalu, apa yang terjadi pada dia, Bu?" tanya Rudi."Riswan main sendiri keluar rumah, sementara ibu linglung dan nyaris gila, ibu membiarkan Riswan berlari ke jalan hingga akhirnya di
"Ambil balik perhiasan emas itu, saya gak suka," ujar Bu Aminah pada Miranda.Wanita bertubuh jenjang itu mencoba bersabar, padahal tadi pagi ia bela-belain menanyakan alamat rumah Bu Amina pada Rudi karena ia ingin mengambil hatinya dengan memberikan perhiasan emas."Saya ikhlas, kok, Tante, ini untuk pertemanan.""Gak mau saya berteman sama kamu, teman saya udah banyak banget.""Tante sukanya yang model gimana? Nanti saya akan bawakan, atau Tante mau pilih sendiri di toko emasnya?""Ngeyel banget kamu, saya bilang saya gak suka perhiasan emas!" bentak Bu Aminah hingga membuat Miranda terhenyak."Assalamualaikum!" ujar Anisa yang baru saja tiba.Bu Aminah dan Miranda langsung terhenyak saat melihat kedatangannya."Aduh menantu kesayangan ibu datang, sini jagoan nenek, ayo ganteng," ujar Bu Aminah sembari menggendong bayi mungil dari pangkuan Anisa."Miranda, kamu kok ada disini?" tanya Anisa yang tampak kebingungan."Kamu kenal dia? Dia itu maksa ibu buat beli kalung emas itu.""Loh,
"Bu Aminah, lihat Ibu dan istri saya gak?" tanya Agus pagi itu."Loh, Ibu dan istrimu masih belum juga ketemu?" tanya Bu Aminah."Iya, Bu, dari kemarin sore masih juga belum ketemu, padahal saya udah mencari kemana-mana."Setelah itu Agus kembali melaporkan pada RT RW setempat, kemarin laporannya tidak langsung ditanggapi karena mereka menghilang baru beberapa jam. Setelah itu Pak RT dan Pak RW langsung mengerahkan para warga untuk membantu mencari keberadaan Bu Lisna juga menantu perempuannya. Setelah lama mencari hingga sore hari, Bu Lisna dan menantunya itu masih juga belum ditemukan. Bahkan warga sekitar tak menyadari saat mereka pergi."Semua pakaian istri saya hilang, sementara di kamar Ibu saya berantakan, tempat perhiasannya hilang, lalu celengannya pecah," ujar Agus.Dari penuturan lelaki berusia 30 tahun itu Pak RT dan para warga menyimpulkan bahwa Netti kabur, tapi sebelumnya ia menghilangkan Bu Lisna terlebih dahulu.Tiba-tiba seorang lelaki berlari terbirit-birit dengan
Miranda menyuguhkan secangkir kopi susu untuk Rudi, sementara Rudi terus menatap ke arah bagian tubuhnya yang menonjol."Aku itu sebenarnya nyesel, loh, nikah sama Ferdi," ucap Miranda sembari menyandarkan kepala di bahu Rudi."Ke..kenapa nyesel? Dia udah mapan, loh, hidup kamu sekarang sudah enak.""Dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya sampai-sampai aku sering merasa kesepian.""Andai saja dulu kamu menikah sama aku, ya. Aku gak mungkin membiarkan istri secantik kamu merasa kesepian. Tiap malam pasti aku dekap hangat.""Iya, Rud, aku nyesel, padahal kamu sama Mas Ferdi masih gantengan kamu, terus kamu juga perhatian, pengertian, dan romantis."Naluri kelelakian Rudi semakin meronta-ronta saat Miranda terus memuji sembari mengelus-elus wajahnya. Wajah Rudi semakin menegang saat Miranda mendekatkan dadanya, keduanya saling bertatapan, lalu Rudi langsung memiringkan wajahnya.Namun, tiba-tiba aksi mereka terhenti saat ponsel Rudi berdering, betapa terkejutnya ia saat melihat satu pangg
"Jadi apa yang mau lo ceritain?" tanya Faridz."Akhir-akhir ini istri gue terlihat gak menarik. Dia jarang dandan dan selalu dasteran. Tiap ketemu pasti dia beraroma minyak telon.""Sebenarnya ada banyak alasan mengapa istri lo seperti itu.""Maksud lo?""Dia kan baru aja ngelahirin, dia pasti sibuk ngurus bayinya. Ngomong-ngomong lo punya pembantu atau lo suka bantuin kerjaan istri lo gak?""Gue gak punya pembantu, bantuin istri kadang-kadang kalau lagi mood," jawab Rudi."Gue waktu istri gue baru melahirkan belum mampu membayar pembantu, jadi gue dan nyokap gue yang ngurus dia. Selama dua minggu dia benar-benar gak boleh mengerjakan apapun kecuali mengurus bayinya.""Wah, yang bener?""Iya, udah dibantu aja istri gue masih suka nangis, katanya dia kesulitan menyusui, terus kesulitan ngurus bayi kami, malah dia juga sempet demam karena tiap malam begadang, padahal gue dan nyokap sering gantian ngurus bayi kami."Rudi terhenyak mendengar penuturan Faridz, karena ia membiarkan istrinya
Ketika Rudi tengah mencuci pakaian, Bu Aminah kembali ke kamar untuk menanyakan dimana letak warung sayur, karena di dapur tak ada bahan makanan sama sekali. Bu Aminah terhenyak saat melihat menantunya terus menangis."Sebenarnya kamu kenapa terus menangis seperti itu?" tanya Bu Aminah."Aku cuma sakit kepala, Bu.""Bohong!"Anisa tak bisa lagi membohongi ibu mertuanya, ia langsung memberikan ponselnya pada Bu Aminah. Wanita berusia 50 tahun itu langsung terhenyak saat melihat chat dari Miranda.[Anisa, kamu harus tahu bahwa Rudi sudah bosan denganmu, kamu itu kucel, gak menarik lagi. Aku akan bercerai dengan Ferdi lalu menikah dengan Rudi.][Asal kamu tahu, ibunya Rudi sudah setuju dengan pernikahan kami, mereka itu cuma pura-pura baik padamu karena kasihan soalnya kamu kan yatim piatu.][Aku sarankan kamu kabur aja, kasihan Rudi yang pura-pura mencintaimu karena kasihan. Bahkan Tante Aminah juga bilang kalau dia sudah bosan pura-pura suka sama kamu, soalnya dia gak mau menyakiti yat
"Sudahlah, Nis, kamu percaya saja sama Rudi, semoga saja dia sudah berubah," ucap Bu Aminah.Anisa mengangguk lalu kembali beristirahat karena kepalanya terasa semakin sakit."Kening kamu masih panas, kamu harus banyak istirahat." Bu Aminah memegangi kening Anisa."Maafkan Nisa ya, Bu, karena sudah merepotkan Ibu.""Gak apa-apa, asalkan kamu menuruti semua ucapan ibu, itu saja sudah cukup."Dalam hatinya, Anisa bertekad untuk segera sembuh, ia benar-benar tak tega melihat ibu mertuanya kerepotan mengurus bayinya juga mengerjakan semua tugasnya. Sementara itu Rudi tengah berada di perjalanan. Tiba-tiba motornya mogok, Rudi lalu melayangkan pandangan untuk mencari bengkel terdekat."Mungkin semua ini gara-gara aku berbohong pada istri juga ibuku," gerutunya sembari mendorong motornya.Tiba-tiba dua orang lelaki bertubuh tinggi besar menghadangnya dan berniat untuk membegalnya. Di tempat yang berbeda, Bu Aminah tiba-tiba merasa panik dan terus memikirkan Rudi, sementara menantu dan cucun