Miranda terhenyak saat dua orang preman itu mendekatinya, dilayangkan pandangan ke seluruh taman, tak ada siapapun disana. Miranda memang mencari taman yang sepi untuk menenangkan diri. Namun, ia tak menyangka kalau dirinya akan bertemu dengan dua lelaki berkepala botak bertubuh tinggi besar itu."Ayo sayang, ikut abang!" ucap mereka sembari menatap Miranda dengan penuh napsu."Memangnya kalian tidak tahu saya?" Miranda mencoba untuk tenang dan mendapatkan sebuah ide jahat."Memangnya kamu siapa, Cantik?""Saya cuma saran aja, nih, daripada kalian berbuat macam-macam sama saya, kalian akan masuk penjara meski kalian kabur ke lubang semut sekalipun, karena suami saya seorang mafia."Dua orang preman itu langsung terdiam dan saling bertatapan."Kami sedang galau karena dipecat dari pekerjaan, makanya kami harus menikmati lo untuk menghilangkan kegalauan kami hahahahahaha..." Mereka tertawa sembari menatap Miranda dengan tatapan tajam bagaikan dua ekor singa yang hendak memangsa buruanny
Rudi dan Miranda tampak terhenyak saat melihat kedatangan Ferdi. Tubuh keduanya bergetar hebat membayangkan hal buruk yang akan terjadi. "Kalian sedang apa disana?"tanya Ferdi yang langsung turun dari mobilnya saat melihat istrinya yang berlumuran got."Tadi Miranda nyaris dibegal, terus gue tolongin, tapi sialnya kami malah dijorokin ke got oleh pembegal itu." Rudi mencoba membohongi Ferdi."Kok motor lo gak ikut dibegal juga? Padahal lumayan loh itu motor sport keluaran terbaru," ujar Ferdi sembari menunjuk motornya yang tergeletak begitu saja di tepi got."Iya, tadi keburu ada warga yang mengejar mereka.""Oh, gue kira lu lagi bonceng Miranda lalu terperosok ke got." Wajah Miranda dan Rudi langsung menegang."Hahahahha gue cuma becanda," lanjut Ferdi dengan wajah santai hingga membuat Rudi dan Miranda menghela napas lega."Ya, tapi kalau lo ketahuan ngedeketin istri gue sih gak apa-apa, paling gue langsung ambil istri lo."Rudi langsung terhenyak mendengar ucapan Ferdi, ia teringat
"Hai Cantik, mau kemana, nih?" tanya dua orang lelaki suruhan Miranda."Kalian mau ngapain?" Anisa mulai panik saat melihat dia lelaki berambut gondrong itu."Ayo ikut kami!" Mereka langsung menarik tangan Anisa dengan paksa.Anisa mencoba untuk melawan dan mencoba untuk menendang salah satu dari mereka, tetapi mereka dengan sigap menangkap kakinya hingga Anisa jatuh terjengkang."Toloooooong!" teriaknya sembari melayangkan pandangan ke semua arah.Tak ada siapapun disana kecuali mobil yang lalu lalang, tapi tak ada satu mobil pun yang mau berhenti untuk menolongnya."Ayo!" ucap dua lelaki itu sembari menyeret tubuh Anisa.Tiba-tiba sebuah mobil melaju ke arah mereka, lalu seorang lelaki berpakaian serba hitam turun dan menghajar dua preman itu hingga babak belur.Bugh! Bugh! Lelaki itu terus memukuli dan menendang dua lelaki berbadan kekar itu dengan brutal padahal keduanya sudah terkulai lemas babak belur bahkan mengucurkan darah dari hidung."Mas Ferdi, sudahlah, mereka bisa mati!"
"Tunggu sebentar." Bu Aminah melepaskan genggaman Maura lalu bergegas mendekati Anisa."Nisa, ibu pamit dulu, ya.""Selamat ulangtahun, Bu, maaf karena aku melupakan hari ulang tahun Ibu." Anisa memegangi tangan ibu mertuanya seolah tak rela jika wanita yang sangat disayanginya itu pergi bersama Abang ipar juga istrinya."Giliran butuhnya aja inget, pas hari ulangtahun mertua sendiri gak inget," celetuk Maura dengan wajah sinis."Eh, gak boleh gitu, ah!" Rendi menggenggam tangannya dengan erat seolah tak setuju jika istrinya menyinggung perasaan adik iparnya."Gak apa-apa, Nis, ibu sendiri malah lupa kalau hari ini hari ulang tahun ibu." Bu Aminah terus berusaha menghibur Anisa yang mulai merasa insecure di depan Maura."Nisa, kamu mau ikut kami jalan-jalan?" tanya Rendi ramah."Gak usah, Mas, makasih.""Kalau gitu kami pamit, ya, makasih loh udah jagain Ibu, soalnya Ibu kelihatan sayang banget sama kamu, pasti kamu sangat memperlakukan Ibu dengan baik." Anisa hanya tersenyum malu, p
Subuh-subuh sekali Anisa mandi lalu shalat subuh, saat melihatnya senyum Rudi langsung mengembang."Sayang, jadi kamu sudah bisa shalat?" tanya setelah Anisa selesai shalat subuh."Cepetan sana shalat subuh, Mas!" Anisa langsung mengalihkan pembicaraan."Oke, deh." Rudi bergegas ke kamar mandi sambil cengar-cengir lalu mengambil air wudhu dan shalat subuh.Sementara Anisa bergegas menuju kamar mandi untuk mencuci pakaian."Sini aku bantu," ujar Rudi sembari masuk kamar mandi lalu mengucek pakaian bersama Anisa setelah selesai shalat."Terserah!" Anisa tampak masih kesal karena mengetahui bahwa Rudi masih berhubungan dengan Miranda. Mungkin jika ia tahu bahwa suaminya itu pergi ke hotel bersama Miranda, bisa saja seluruh perabotan dapur sudah melayang ke wajahnya."Sayang, nanti beli mesin cuci ya, uangnya nanti mas transfer, biar kamu gak kecapekan.""Mas, jangan mengalihkan perhatianku. Coba jawab jujur, apa kamu cinta sama Miranda?""Mas berani bersumpah, mas gak tertarik sama dia.
Bu Aminah dan Anisa pergi ke mall, mereka berniat untuk membeli mesin cuci juga pakaian baru untuk Bintang. Setibanya disana mereka langsung ke baby shop terlebih dahulu, lalu setelah beberapa lama kemudian mereka telah selesai membeli beberapa lembar pakaian juga berbagai kebutuhan Bintang."Bu, Mas Rudi menyuruhku membeli lingerie," bisik Anisa.Mendengar itu Bu Aminah langsung tertawa sumringah."Ayo ibu antar, kasihan anak ibu udah puasa selama lebih dari 40 hari," ujarnya sembari kembali tergelak hingga wajah Anisa memerah karena malu.Beberapa saat kemudian mereka masuk ke sebuah toko khusus pakaian dalam."Beli yang ini, Nis," ujar Bu Aminah sembari menunjukkan sebuah patung manekin yang mengenakan lingerie yang sangat transparan."Waduh, aku kok malu sendiri ya, Bu, lihatnya.""Bagus kalau di kamu. Apalagi tubuh kamu ramping, kulit kamu juga putih bersih, jadi cocok pakai ini.""Ibu memuji terlalu berlebihan, tapi aku jadi pengen ke toilet, Bu.""Ya sudah sana, sini Bintang bi
Dua lelaki bertubuh tinggi besar itu menodongkan senjata pada sopir taksi untuk tidak melawan, lalu salah satu dari mereka menyuruh Anisa dan Bu Aminah keluar. Dengan sigap penjahat itu mendekatkan pisau ke leher Anisa sehingga Bu Aminah hanya diam dan tak berani melawan karena takut terjadi apa-apa pada menantunya yang tengah menggendong cucunya."Tolong jangan sakiti kami, apa kalian tidak kasihan pada bayi yang tak berdosa itu?" tanya Bu Aminah ketika Bintang terus menangis.Sementara itu mobil Ferdi terus melaju ke arah mereka, lalu tanpa ragu Ferdi langsung membidik pistolnya ke arah kaki penjahat itu.Dor! Satu peluru langsung melesat hingga mengenai kaki salah satu penjahat yang tengah mencengkram erat Anisa. "Aaaaaargh!" Penjahat itu langsung mengerang kesakitan lalu jatuh terjengkang hingga pisau yang digenggamnya terlempar ke jalanan.Melihat adegan itu Bu Aminah dan Anisa langsung berteriak histeris karena ketakutan. Lalu penjahat satunya lagi langsung berusaha meraih pisau
Braaak! Rudi dan Miranda yang tengah terkulai lemas setelah melakukan beberapa kali atraksi itu langsung melompat karena terkejut saat seseorang tiba-tiba masuk ke kamar itu.Mata mereka nyaris melompat, bahkan jantung mereka nyaris terlepas dari tempatnya saat mengetahui bahwa yang datang adalah Ferdi. Gegas mereka meraih pakaian yang berceceran di lantai lalu segera mengenakannya dengan tubuh gemetaran."Bagaimana malam kalian? Menyenangkan?" tanya Ferdi sembari mendekati kedua sejoli yang tampak berkeringat dan menggigil ketakutan itu."Semua ini salah paham, Fer, Miranda yang nyulik gue.""Oke, gue tahu, kok, semua yang terjadi pada kalian," ujarnya sembari meraih kamera yang ia sembunyikan hingga membuat Rudi dan Miranda semakin terperanjat."Ja..jadi, kamu menaruh kamera tersembunyi di kamar ini?" Wajah Miranda tampak pucat pasi saat mengetahui semua itu."Tentu saja, semuanya sudah terekam jelas di kamera ini juga CCTV diluar rumah, saat dua lelaki berkepala botak itu membawa R