"Hai Cantik, mau kemana, nih?" tanya dua orang lelaki suruhan Miranda."Kalian mau ngapain?" Anisa mulai panik saat melihat dia lelaki berambut gondrong itu."Ayo ikut kami!" Mereka langsung menarik tangan Anisa dengan paksa.Anisa mencoba untuk melawan dan mencoba untuk menendang salah satu dari mereka, tetapi mereka dengan sigap menangkap kakinya hingga Anisa jatuh terjengkang."Toloooooong!" teriaknya sembari melayangkan pandangan ke semua arah.Tak ada siapapun disana kecuali mobil yang lalu lalang, tapi tak ada satu mobil pun yang mau berhenti untuk menolongnya."Ayo!" ucap dua lelaki itu sembari menyeret tubuh Anisa.Tiba-tiba sebuah mobil melaju ke arah mereka, lalu seorang lelaki berpakaian serba hitam turun dan menghajar dua preman itu hingga babak belur.Bugh! Bugh! Lelaki itu terus memukuli dan menendang dua lelaki berbadan kekar itu dengan brutal padahal keduanya sudah terkulai lemas babak belur bahkan mengucurkan darah dari hidung."Mas Ferdi, sudahlah, mereka bisa mati!"
"Tunggu sebentar." Bu Aminah melepaskan genggaman Maura lalu bergegas mendekati Anisa."Nisa, ibu pamit dulu, ya.""Selamat ulangtahun, Bu, maaf karena aku melupakan hari ulang tahun Ibu." Anisa memegangi tangan ibu mertuanya seolah tak rela jika wanita yang sangat disayanginya itu pergi bersama Abang ipar juga istrinya."Giliran butuhnya aja inget, pas hari ulangtahun mertua sendiri gak inget," celetuk Maura dengan wajah sinis."Eh, gak boleh gitu, ah!" Rendi menggenggam tangannya dengan erat seolah tak setuju jika istrinya menyinggung perasaan adik iparnya."Gak apa-apa, Nis, ibu sendiri malah lupa kalau hari ini hari ulang tahun ibu." Bu Aminah terus berusaha menghibur Anisa yang mulai merasa insecure di depan Maura."Nisa, kamu mau ikut kami jalan-jalan?" tanya Rendi ramah."Gak usah, Mas, makasih.""Kalau gitu kami pamit, ya, makasih loh udah jagain Ibu, soalnya Ibu kelihatan sayang banget sama kamu, pasti kamu sangat memperlakukan Ibu dengan baik." Anisa hanya tersenyum malu, p
Subuh-subuh sekali Anisa mandi lalu shalat subuh, saat melihatnya senyum Rudi langsung mengembang."Sayang, jadi kamu sudah bisa shalat?" tanya setelah Anisa selesai shalat subuh."Cepetan sana shalat subuh, Mas!" Anisa langsung mengalihkan pembicaraan."Oke, deh." Rudi bergegas ke kamar mandi sambil cengar-cengir lalu mengambil air wudhu dan shalat subuh.Sementara Anisa bergegas menuju kamar mandi untuk mencuci pakaian."Sini aku bantu," ujar Rudi sembari masuk kamar mandi lalu mengucek pakaian bersama Anisa setelah selesai shalat."Terserah!" Anisa tampak masih kesal karena mengetahui bahwa Rudi masih berhubungan dengan Miranda. Mungkin jika ia tahu bahwa suaminya itu pergi ke hotel bersama Miranda, bisa saja seluruh perabotan dapur sudah melayang ke wajahnya."Sayang, nanti beli mesin cuci ya, uangnya nanti mas transfer, biar kamu gak kecapekan.""Mas, jangan mengalihkan perhatianku. Coba jawab jujur, apa kamu cinta sama Miranda?""Mas berani bersumpah, mas gak tertarik sama dia.
Bu Aminah dan Anisa pergi ke mall, mereka berniat untuk membeli mesin cuci juga pakaian baru untuk Bintang. Setibanya disana mereka langsung ke baby shop terlebih dahulu, lalu setelah beberapa lama kemudian mereka telah selesai membeli beberapa lembar pakaian juga berbagai kebutuhan Bintang."Bu, Mas Rudi menyuruhku membeli lingerie," bisik Anisa.Mendengar itu Bu Aminah langsung tertawa sumringah."Ayo ibu antar, kasihan anak ibu udah puasa selama lebih dari 40 hari," ujarnya sembari kembali tergelak hingga wajah Anisa memerah karena malu.Beberapa saat kemudian mereka masuk ke sebuah toko khusus pakaian dalam."Beli yang ini, Nis," ujar Bu Aminah sembari menunjukkan sebuah patung manekin yang mengenakan lingerie yang sangat transparan."Waduh, aku kok malu sendiri ya, Bu, lihatnya.""Bagus kalau di kamu. Apalagi tubuh kamu ramping, kulit kamu juga putih bersih, jadi cocok pakai ini.""Ibu memuji terlalu berlebihan, tapi aku jadi pengen ke toilet, Bu.""Ya sudah sana, sini Bintang bi
Dua lelaki bertubuh tinggi besar itu menodongkan senjata pada sopir taksi untuk tidak melawan, lalu salah satu dari mereka menyuruh Anisa dan Bu Aminah keluar. Dengan sigap penjahat itu mendekatkan pisau ke leher Anisa sehingga Bu Aminah hanya diam dan tak berani melawan karena takut terjadi apa-apa pada menantunya yang tengah menggendong cucunya."Tolong jangan sakiti kami, apa kalian tidak kasihan pada bayi yang tak berdosa itu?" tanya Bu Aminah ketika Bintang terus menangis.Sementara itu mobil Ferdi terus melaju ke arah mereka, lalu tanpa ragu Ferdi langsung membidik pistolnya ke arah kaki penjahat itu.Dor! Satu peluru langsung melesat hingga mengenai kaki salah satu penjahat yang tengah mencengkram erat Anisa. "Aaaaaargh!" Penjahat itu langsung mengerang kesakitan lalu jatuh terjengkang hingga pisau yang digenggamnya terlempar ke jalanan.Melihat adegan itu Bu Aminah dan Anisa langsung berteriak histeris karena ketakutan. Lalu penjahat satunya lagi langsung berusaha meraih pisau
Braaak! Rudi dan Miranda yang tengah terkulai lemas setelah melakukan beberapa kali atraksi itu langsung melompat karena terkejut saat seseorang tiba-tiba masuk ke kamar itu.Mata mereka nyaris melompat, bahkan jantung mereka nyaris terlepas dari tempatnya saat mengetahui bahwa yang datang adalah Ferdi. Gegas mereka meraih pakaian yang berceceran di lantai lalu segera mengenakannya dengan tubuh gemetaran."Bagaimana malam kalian? Menyenangkan?" tanya Ferdi sembari mendekati kedua sejoli yang tampak berkeringat dan menggigil ketakutan itu."Semua ini salah paham, Fer, Miranda yang nyulik gue.""Oke, gue tahu, kok, semua yang terjadi pada kalian," ujarnya sembari meraih kamera yang ia sembunyikan hingga membuat Rudi dan Miranda semakin terperanjat."Ja..jadi, kamu menaruh kamera tersembunyi di kamar ini?" Wajah Miranda tampak pucat pasi saat mengetahui semua itu."Tentu saja, semuanya sudah terekam jelas di kamera ini juga CCTV diluar rumah, saat dua lelaki berkepala botak itu membawa R
Bu Aminah tak sadarkan diri, lalu Rudi dan Pak Arman langsung menggotongnya ke kamar. Gegas Anisa mengambil minyak kayu putih lalu menciumkan ke hidungnya. Sementara Rudi terus menangis sembari memijat-mijat kakinya. Tidak berapa lama kemudian Bu Aminah kembali sadar. Ia pingsan karena terkejut, dirinya tidak memiliki riwayat darah tinggi atau penyakit jantung."Alhamdulillah Ibu sudah sadar." Anisa langsung memeluknya."Nisa, jangan tinggalkan ibu." Bu Aminah mengeratkan pelukannya."Lebih baik sekarang kita semua istirahat, soalnya sudah malam," ucap Anisa."Tapi kamu janji gak akan meninggalkan ibu, ya.""Sudahlah, Bu, jangan membuat Mbak Nisa bingung, aku juga pasti akan kesal kalau suamiku sampai zina dengan wanita lain." Retha menyahut.Bu Aminah langsung melirik ke arah Rudi lalu menatapnya dengan tatapan tajam."Semua ini gara-gara kamu!" ucap Bu Aminah sembari menatap Rudi dengan geram lalu meraih sapu dan memukuli putranya itu."Hentikan, Bu, Rudi sudah babak belur begitu, k
"Kenapa kamu membawa barang-barang kamu?" tanya Bu Aminah saat Rudi kembali membawa koper besar juga ransel besar."Aku dan Anisa sudah selesai, Bu.""Harusnya kamu minta maaf sama Anisa, kamu bujuk dia, kamu bilang kamu menyesal, kalau perlu kamu berlutut. Bukannya malah menyetujui ucapannya untuk bercerai!" Bu Aminah tampak kecewa dan geram dengan sikap putranya itu.Tangannya mengepal, ia merasa ingin mencakar wajah Rudi. Namun, ia mencoba menahannya karena wajah anaknya telah babak belur."Aku diancam oleh Ferdi untuk menceraikan Anisa, karena dia mempunyai videoku bersama Miranda semalam. Dia mengancam akan memenjarakanku bahkan akan menghilangkan nyawaku jika aku tidak langsung menceraikan Anisa.""Tunggu dulu, apa kamu bilang? Ferdi menyuruhmu untuk menceraikan Anisa?" Tiba-tiba ekspresi wajah Bu Aminah berubah saat mengingat ucapan Anisa yang menceritakan tentang kisah cintanya bersama Ferdi.""Iya, dia pasti melakukan itu karena ingin kembali pada Anisa. Karena memang pernika