“Ketua Yue Er dan pendekar Rouku dari Perguruan Lotus Putih memberi hormat kepada Kaisar Mo Cheng!”“Hem! selamat datang kembali di Istana Wuxia, Nona Yue Er dan Pendekar Rouku! ada apa gerangan yang membawa pendekar berdua mengunjungi Wuxia kali ini?”“Saya—”“Ketua Pagoda Sembilan Naga, Yuan Zi memasuki aula kekaisaran Wuxia!”Teriakan penjaga tersebut memotong ucapan Yue Er. Tidak lama kemudian muncul sosok bertopeng dengan pakaian biru muda khas milik Pagoda Sembilan Naga. “Yuan Zi memberi hormat kepada Kaisar!”“Hem!”—Mo Cheng mengangkat tangan sebagai penerimaan salam tersebut.Yuan Zi kemudian menoleh ke arah Yue Er dan Rouku. Mereka saling menunduk hormat dan memberi salam.“Maaf saya mengganggu pertemuan Nona Yue Er dengan kaisar!” ucap Yuan Zi.“Tidak apa, kebetulan ketua Pagoda Sembilan Naga ada di sini, jadi saya bisa sekaligus menyampaikan maksud saya,” ucap Yue Er. Yuan Zi pun penasaran. “Ada apa, Nona?”Yue Er kembali menghadap kaisar Mo Cheng. Lalu, dia menjelaskan m
“Brengsek!” umpat Yue Er.Sejak kembali dari Wuxia dan mengetahui kenyataan tentang identitas Gui Tian, Yue Er tidak bisa jika tidak memikirkannya. Perasaan dan pikirannya saat ini campur aduk. Rasanya ingin sekali ia pergi ke Diyu untuk membuktikan sendiri bahwa yang saat ini duduk di tahta raja Diyu adalah benar Bai Jia yang dia kenal.“Jika sampai kekacauan yang terjadi di dunia persilatan saat ini adalah perbuatannya, aku sungguh tidak akan memaafkannya.”Sementara semua orang di dunia persilatan sedang mencari bukti bahwa korban yang berjatuhan benar ulah mata-mata yang dikirim oleh Gui Tian, saat ini di Istana Diyu, Bai Jia baru saja membaca surat yang dikirim oleh Yuan Zi.“Apa kata ketua Pagoda Sembilan Naga, Raja?” tanya Wen Fei Yi kepada Bai Jia.Bai Jia menjawab, “Beliau ingin kita menarik semua mata-mata kita.”“Kenapa?”“Untuk membuktikan sesuatu.”“Apa itu, Raja?”
Perkumpulan para pendekar kembali diadakan. Kali ini adalah untuk membahas mengenai kekacauan yang terjadi di Shengren, lebih tepatnya di wilayah barat di wilayah perguruan Lotus Putih.Semua orang tengah berdebat mengenai siapa yang patut disalahkan dalam hal ini, Hou Cun atau Gui Tian. Banyak dari pendekar yang hadir berasumsi bahwa semua kekacauan ini disebabkan oleh Hou Cun. Namun, tidak sedikit pula dari mereka yang menganggap bahwa Gui Tian juga ikut bertanggung jawab dalam hal ini, sehingga mereka sepakat bahwa Gui Tian sebagai raja Diyu lah yang paling pantas disalahkan dan dituntut untuk menyelesaikan semua ini.“Hem,”—Mo Cheng mengangguk-angguk sembari mengusap jenggotnya—“Yuan Zi, bagaimana menurutmu?”Fokus semua pendekar kini beralih pada Yuan Zi yang sejak tadi hanya diam. Hal ini sedikit banyak juga mengundang tanya di pikiran para pendekar yang hadir dalam forum tersebut.“Yuan Zi, apa kau memiliki ide lain atau saran dalam hal ini
Yue Er tentu saja bukan tandingan dari Bai Jia yang sekarang. Pertarungannya dengan Bai Jia saat ini terjadi ialah karena Bai Jia yang melayani harga dirinya.“Kurang ajar!” umpat Yue Er ketika tahu Bai Jia sengaja mengalah.“Aku tidak ingin melukaimu, Yue Er.”“Omong kosong! aku lebih baik mati hari ini dalam pertarungan ini daripada kau hina seperti ini.”Ucapan Yue Er membuat Bai Jia sejenak berpikir. Lalu ..., “Baik, kalau itu maumu, aku tidak akan sungkan lagi, Yue Er.”Akhirnya keduanya kembali bertarung. Namun, kali ini dengan Bai Jia tidak lagi mau mengalah. Yue Er mengeluarkan jurus seruling laba-laba pembunuhnya. Sedangkan Bai Jia, dia menggunakan jurus kaki seribu untuk melawan. Jaring laba-laba pembunuh yang bergerak cepat diimbangi oleh Bai Jia yang bergerak tak kalah lihai dalam menghindar. Sembari terus menghindar, Bai Jia juga sambil terus bergerak mendekati Yue Er, dan begitu jarak di ant
Hou Cun mengendalikan orang-orang untuk menyerang Bai Jia. Dia ingin melihat sampai mana Bai Jia bisa menahan diri untuk tidak membunuh mereka.“Kau seorang iblis, Gui Tian, bukan tempatnya iblis memiliki hati yang lunak, apalagi berhati suci sampai bisa menjadi pemilik Pedang Surga.”Bai Jia mendengar semua perkataan Hou Cun tersebut, akan tetapi dia memilih untuk mengabaikannya. Saat ini Bai Jia sedang fokus bertarung sambil berusaha mencari cara mengalahkan ilmu pengambilan jiwa milik Hou Cun.Bai Jia ingat, di dalam kitab iblis dikatakan bahwa ilmu pengalihan jiwa hanya dapat dihentikan oleh kekuatan yang lebih besar dari milik si pengendali. Dengan kata lain, jika Bai Jia ingin menghentikan Hou Cun, maka dia harus memiliki ilmu yang lebih besar dari ilmu yang digunakan Hou Cun saat ini.Hanya saja, Hou Cun yang bisa mengendalikan tubuh orang lain berarti bahwa dia sudah menjadi iblis dengan kekuatan tingkat tinggi. Bai Jia tidak mungk
“HAAA ...!”Kekuatan Iblis Bai Jia bangkit sepenuhnya. Amarah, dendam, dan hasrat mendalam untuk membunuh telah membangkitkan sisi iblis yang selama ini masih tertidur di dalam dirinya. “HA!”BOM!Bai Jia menyerang Hou Cun secara bertubi-tubi. Sementara Hou Cun, yang bisa ia lakukan saat ini hanyalah menghindari setiap serangan yang datang padanya. Hou Cun tahu kini kekuatannya tidak lebih besar dari Bai Jia, jadi akan percuma menyerang Bai Jia yang sekarang. Satu-satunya hal yang dapat Hou Cun lakukan untuk bisa mengalahkan Bai Jia ialah dengan menggunakan akal liciknya. Hou Cun kembali membangkitkan boneka-boneka iblisnya dan menjadikannya sebagai prajurit serta tameng untuk berlindung. Namun, dia lupa bahwa Bai Jia yang sekarang tidak akan lagi berbaik hati seperti sebelumnya. Bai Jia menebas habis siapapun yang menjadi penghalangnya. Dia sudah tidak peduli lagi pada kenyataan bahwa boneka-boneka Hou
Pasca kematian Hou Cun, dunia persilatan kembali berbenah. Para pendekar dari setiap perguruan mengadakan upacara pemakaman besar untuk menghormati para pendekar yang telah gugur. Tidak berbeda jauh, Diyu juga tengah mengadakan upaca penghormatan terakhir untuk para prajurit yang tewas dalam pertarungan antara Bai Jia dan Hou Cun sebelumnya.Tidak ada yang lebih baik, semuanya merasakan dampak buruk dari pertarungan tersebut. Namun, setidaknya sekarang semuanya telah berakhir. Bai Jia menjamin hal itu.~Dua hari setelahnya~ Bai Jia dan beberapa raja di dunia persilatan melakukan sebuah pertemuan tertutup di Wuxia. Bai Jia mendatangi Istana Wuxia tepat ketika tengah malam. Hal ini dilakukan untuk menghindari kekhawatiran dan ketegangan di kalangan para pendekar akibat kedatangannya.Angin dingin yang berhembus dan mematikan semua nyala obor di Istana Wuxia menjadi penanda kedatangan Bai Jia, Fei Yi, dan Dou Yin. Bulu kuduk para prajurit Istana Wuxia pun berdiri diterpa angin dingin t
“Raja!” Seseorang memanggil Bai Jia dari luar kamar. Namun, tidak ada balasan dari dalam sana.“Kenapa kau di sini?”—Fei Yi menghampiri orang tersebut.“Oh, Nona Fei Yi, Fang Xi memberi hormat!”“Hem!” sahut Fei Yi, “jawab pertanyaanku tadi! kenapa kau berdiri di depan kamar Raja?”“Bangsawan selatan ingin bertemu dengan raja, Nona, katanya ada hal penting yang ingin beliau sampaikan.”“Oh, begitu,” gumam Fei Yi, “ehm ... kalau begitu, ayo kita temui bangsawan selatan!” ajaknya pada Fang Xi.“Tapi, Nona ....”“Sudah, tidak apa, biar aku saja yang menemui beliau. Jangan ganggu Raja! Raja sudah cukup repot akhir-akhir ini, biarkan dia istirahat!”Fang Xi masih terdiam. Dia bingung apakah dia bisa seperti itu.“Kenapa kau masih diam saja? ayo!”Ajakan Fei Yi membuyarkan pikiran Fang Xi. Pada akhirnya dia tidak bisa menolak perintah putri keluarga Wen tersebut.
Begitu masuk ke dalam air, Wen Lai tidak melihat Li Jun bersamanya. Dia tidak menemukan Li Jun ikut masuk ke dalam air.Mengetahui hal itu, Wen Lai pun langsung naik ke permukaan untuk mencarinya. Namun, begitu sampai di permukaan, dia justru terkejut karena yang ada di sekelilingnya kini sudah bukan lagi taman atau bangunan-bangunan di Sungai Jingsan. Sisi kanan dan kiri sungai sekarang ialah hutan-hutan lebat. “Ini ... di mana?”—Wen Lai bingung.“Pangeran!” Panggilan itu mengejutkan Wen Lai hingga membuatnya seketika menoleh ke sumber suara. Ternyata, orang-orang yang memanggilnya tadi adalah orang selatan yang merupakan pengikut keluarganya.“Pangeran! itu pangeran Wen Lai! cepat bantu pangeran naik!”“Aku tidak sedang bermimpi, aku sadar sepenuhnya, aku ... aku ada di Diyu?”Setelah kurang lebih dua minggu berada di dunia lain, pada akhirnya Wen Lai dapat kembali ke Diyu. Dia akhirnya dapat bernapas lega mengetahui ayah, anggota keluarganya, dan para pengikut setia mereka selama
Setelah kematian kakeknya, Li Jun beraktivitas sebagaimana biasanya. Pergi bekerja dan sekolah seperti sebelum-sebelumnya. Hal yang sama juga dilakukan oleh Wen Lai. Dia kembali bekerja di kedai nenek An yang baru saja selesai direnovasi. Hanya saja, meskipun demikian Wen Lai tetap dapat melihat kesedihan yang begitu dalam di sorot mata Li Jun. Wen Lai tahu bahwa pemuda itu sebenarnya hanya sedang berusaha tegar di depannya. “Terima kasih untuk hari ini, Wen Lai!” ucap nenek An.“Aku juga berterima kasih, Nenek! ... kalau begitu, aku pulang dulu.”“Iya, hati-hati!”Hari pertama kedai mie nenek An buka, pelanggan sudah langsung banyak yang datang. Sehingga, sebelum matahari terbenam, mie mereka sudah habis dan Wen Lai bisa pulang lebih awal. Wen Lai senang melihat perubahan yang terjadi pada kedai nenek An. Kedai itu kini sudah jauh lebih bagus dan ramai dari pertama kali ia ke sana. Wen Lai bersyukur untuk itu.Karena pulang lebih awal, Wen Lai lantas memutuskan untuk pulang jalan
Setelah puas mencoba berbagai macam wahana permainan, akhirnya sebagai penutup liburan mereka, Li Jun membawa Wen Lai ke pantai. “Ini!”—Li Jun memberikan minuman kaleng kepada Wen Lai. Dia kemudian ikut duduk di atas pasir di samping Wen Lai. Mereka menikmati pemandangan matahari terbenam dalam diam.“Terima kasih, Li Jun!” ucap Wen Lai mengusir hening di antara keduanya. “Hem?”“Terima kasih sudah mengajakku berlibur! aku ... untuk sejenak merasa bebanku hilang,” jelas Wen Lai, “dunia tanpa perang dan perebutan tahta ternyata sangat menenangkan dan menyenangkan.”Li Jun tertawa kecil. “Sebenarnya, kesenangan yang baru kau rasakan hari ini hanyalah sebagian kecil dari kehidupan utuh di dunia. Tidak selamanya perang itu berwujud saling serang di medan perang dengan menggunakan pedang. Asal kau tahu, Wen Lai, sebenarnya peperangan di sini jauh lebih kejam dan kotor.”Wen Lai menatap Li Jun bingung. Dia mas
Di sore ketika Li Jun masih mengantar makanan ke tempat pelanggan. Wen Lai tidak sengaja menjatuhkan gelas minuman bekas pelanggan.Hal itu mengejutkan semua orang yang ada di dalam kedai, tidak terkecuali nenek An. Sang nenek yang awalnya sibuk di tempat memasak, karena panik akhirnya menghampiri Wen Lai. “Wen Lai, ada apa? kau baik-baik saja?” tanya nenek An.Wen Lai yang awalnya mematung menatap arah sungai akhirnya memutus pandangannya ketika mengetahui nenek An membantunya membersihkan pecahan kaca gelas. “Nenek, jangan! biar aku saja, jangan sampai tangan nenek terluka!”“Kau baik-baik saja, Wen Lai?” tanya nenek An lagi.“Iya, Nek, aku baik-baik saja, tadi tanganku sedikit licin.”Wen Lai membuat alasan sebisanya. Dia lantas memungut pecahan gelas sambil kembali melihat ke arah sungai.Cahaya itu masih keluar dari dalam sungai. Cahaya yang tadi membuatnya terkejut sampai tidak sengaja me
“Jadi, uang yang kau gunakan untuk potong rambut adalah hasil dari kau bekerja di kedai mie?” tanya Li Jun yang kemudian diangguki oleh Wen Lai.“Kenapa?”“Apa?”“Potong rambut. Kenapa?”Pangeran Diyu itu menaikkan kedua bahunya—“Tidak ada alasan khusus, aku hanya ingin melakukannya,” jelasnya, “ternyata, ucapanmu tentang trend rambut pendek lebih bagus dan disukai itu benar, kata bibi di tempat potong rambut, aku semakin tampan dengan rambut pendek,” lanjut Wen Lai dengan senyuman senang penuh percaya diri.“Cih!” cibir Li Jun.Li Jun masih tidak percaya, hari ini Wen Lai cukup mengejutkannya. Di satu sisi dia senang Wen Lai tidak kesulitan berada di dunianya. Namun, di sisi lain, entah kenapa dia justru merasa khawatir.“Hah! kenapa aku jadi merasa menyesal sudah mengajarinya?” ucap Li Jun dalam hati.Li Jun mencoba abai pada perasaannya. Dia memakan mie yang dibawa oleh Wen Lai dari kedai Nenek An.Mata Li Jun melotot saat bumbu mie itu pertama kali menyapa lidahnya. “Woah!” seruny
Melihat toko penyedia jasa potong rambut, Wen Lai jadi berpikir untuk memotong rambutnya. Namun, setelah mengingat ucapan Li Jun bahwa segala sesuatu di dunia ini membutuhkan uang dan saat ini dia tidak memilikinya, Wen Lai akhirnya tidak jadi masuk ke ‘barber shop’.Tidak apa jadi pusat perhatian banyak orang. Pikirnya, dia juga tidak akan selamanya berada di dunia ini. “Apa yang kalian lakukan? ... tolong!”Teriakan dari seorang perempuan tua menyapa pendengaran Wen Lai. Seorang nenek sedang dirampok di salah satu gang sepi.Wen Lai tentu saja tidak bisa membiarkan hal itu terjadi begitu saja di depan matanya. Merampok perempun tua adalah tindakan seorang pengecut. Jika ada orang yang hanya melihat dan membiarkan itu terjadi, maka dia lebih pengecut dari seorang pengecut. Wen Lai mengambil beberapa kerikil dari tepi jalan lalu melemparnya pada dua penjambret tersebut. Kerikil-kerikil itu mengenai kepala mereka dan membuat me
Setelah memastikan kakeknya sudah tidur, Li Jun naik ke lantai dua. Dia menghampiri Wen Lai yang saat ini duduk di depan kamar. “Kakek sudah tidur?” tanya Wen Lai saat pemuda itu mendudukkan diri di sampingnya.Li Jun menyahut, “Hem!” Dia kemudian memberi Wen Lai minuman kaleng yang dibelinya saat perjalanan pulang tadi. Mata Wen Lai menatap bingung kaleng tersebut. “Ini hanya sari buah, bukan alkohol.”Apapun itu, Wen Lai tidak paham. Dia hanya menerima dan mengikuti tindakan Li Jun, membuka dan minum sesuatu dari kaleng tersebut.Setelah sesaat merasa takjub dengan rasa minuman kaleng, Wen Lai pun kembali fokus pada Li Jun. Matanya bergerak gelisah—“Maaf!” ucap Wen Lai pada akhirnya.Satu sudut bibir Li Jun terangkat. “Sudahlah, lupakan saja! kau hanya tidak tahu.”“Apa kejadian seperti ini sebelumnya sering terjadi?” tanya Wen Lai setelahnya.“Iya, sangat sering, sebelum pikun ka
“Dasar anak-anak nakal! kalian tidak takut dapat tuah, ha? sana pergi!” usir penjaga museum istana.Cahaya yang menerangi wajah Li Jun dan Wen Lai beberapa waktu lalu ialah cahaya senter milik dua penjaga yang sedang berpatroli. Para penjaga memergoki mereka saat berada di depan pintu aula utama.“Terima kasih, Pak!” teriak Li Jun dengan tidak tahu diri. “Hah! beruntung kita ketahuan, jadi tidak perlu repot mengendap-endap dan melompat pagar,” terangnya, “sekarang ayo kita pulang, Wen Lai!” “Hem!” sahut Wen Lai seadanya. Dia masih penasaran dengan energi yang ia rasakan tadi. “Apa energi tadi yang disebut sebagai energi kutukan?” tebaknya dalam batin.KRUCUK~“Oho~ apa kau lapar, Pangeran?”—Li Jun merangkul Wen Lai—“tenang saja! setelah ini akan kumasakkan makan malam yang enak dan banyak untukmu, sebagai bentuk terima kasih karena tadi sudah membantuku.”Sejujurnya, Wen Lai malu mengakui dirinya kelaparan. Namun, perutnya sudah
“Wen Lai?” ucap Li Jun dalam hati. Dia terkejut melihat Wen Lai bisa ada di sana. Di saat Wen Lai akan maju menghadapi para berandal yang mengejarnya tadi, Li Jun segera menahan lengan sang pangeran Diyu. Pada awalnya dia ingin menahan Wen Lai agar tidak menghajar mereka. Namun, pada akhirnya .... “Santai saja! mereka hanya anak-anak biasa, jangan gunakan kekuatan iblismu!” Wen Lai memahaminya—“Baiklah!” “Kurang ajar! siapa, kau, brengsek?” “Minggirlah! jangan ikut campur!” “Aku?” sahut Wen Lai, “aku orang yang akan menghajar kalian.” Pernyataan Wen Lai itupun ditertawakan oleh anak-anak berandal. “Jangan bercanda, bocah aneh! yang ada, kau akan babak belur di tangan kami. Maju!” Tujuh orang maju menyerang Wen Lai. Dari posisi dan gerakan mereka, Wen Lai memprediksi siapa di antara mereka yang akan datang lebih cepat untuk mendekatinya.