Home / Pernikahan / ISTRI vs MANTAN / 44. POV Caca, Aku Mundur

Share

44. POV Caca, Aku Mundur

Author: Kafom Rona
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

POV Caca

Gegas aku menarik lengan Oma ke kamar, khawatir sekali rasanya jika persoalan ini sampai di telinga beliau.

Andai pernikahan dadakan itu tak berperkara, kupastikan akan menceritakan ke Oma penuh rasa bangga, lalu meminta restu, kemudian memproklamirkan dengan mengadakan pesta meriah, mengundang sanak saudara, teman, tetangga, anak yatim, de el el.

Ini? Sepertinya hayalanku melewati langit ke tujuh. Untung saat kembali, masih ingat jalan pulang.

Bagai memukul air, tapi terpercik di muka sendiri. Itulah penggambaran diri sekarang. Jadi, dengan menghayal aku membereskan masalah. Huft .... Semoga otakku masih stay di posisinya.

"Kapan datang, Hauroh?" sapa Tasnim yang sedang memegang sapu. Itu resiko sebagai anak pengelola pondok.

"Baru saja, Nim. Oh, ya, Oma datang. Kamu temani dulu ya, Say," ujarku mengedipkan mata. Tasnim yang sudah biasa melihat ekspresi begitu, mengangguk dan mempersilakan Oma. Mereka sudah akrab, karena seringnya bertemu saat Oma menjenguk.

"Caca mau min
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • ISTRI vs MANTAN   45. POV Caca, Teramat Lelah

    POV Caca"Oma harus tahu soal ini, Ca." Suara Om Angga membuatku berpaling dari suara roda empat Om Danar yang semakin mengecil.Sejak kapan lelaki ini di situ? Apa dia melihat derasnya air mataku yang seketika tumpah melihat Om Danar berlalu? Huf .... Di balik kata ikhlas itu, selalu saja ada genangan yang menyelingnya."Belum saatnya, Om. Kalau waktu dan tempat memungkinkan, aku akan cerita, kok," ujarku memohon pengertian. Dari ekspresi Om Angga yang serius, aku yakin dia mengetahui jelas persoalanku. Berarti sejak tadi dia mengawasi di situ. Tak salah lagi."Bagaimana jika Oma tahu dari orang lain yang pasti cerita akan mengalami penambahan dan kekurangan?" desaknya mengikutiku."Aku belum siap bercerita sekarang, Om," kataku menunjuk bagasi mobil. Oma selalu membawa aneka macam oleh-oleh bila datang. Yang bisa dimakan satu kamar.Lalu dengan cekatan aku menurunkan lima kantong plastik berukuran besar, Isinya sudah bisa ditebak, makanan dan minuman ringan. "Sebelum terlambat me

  • ISTRI vs MANTAN   46. Extra Part (Tamat)

    POV CacaIni libur kedua setelah setahun berlalu. Selain kangen dengan adik Rizal, juga acara pernikahan Om Reno -adik kedua bunda Zahrah- memaksaku pulang. Ada gelenyar entah saat menjejaki kota penuh kenangan. Rindu ini telah lama membebat, tapi ragu dan takut begitu menguasai.Maafkanlah wanita lemah ini, jika masih butuh waktu lama mengistirahatkan kelelahan."Mbak Caca ..." Teriakan Rizal menyambut saat aku turun dari kendaraan terakhir."Diantar sama bunda, kan?" ujarku menggenggam tangannya. Sengaja bertanya demikian, khawatir saja kalau Om Danar yang muncul seperti dulu. Huft ... entah kenapa dia dan kota ini tak bisa terpisahkan di pikiranku."Tu ...!" Tangan mungil Rizal menunjuk tante Raina yang melambai ke arah kami. Ada Om Angga melakukan hal sama di belakangnya. Ck! Ngapain pria tengil itu ikut?"Aku di rumah Oma nginapnya ya?!" Om Angga langsung menaikkan jari tanda setuju. Sementara adik Rizal tak henti berceloteh sambil mengunyah. Makanan anak ini sefavoritku, doyan

  • ISTRI vs MANTAN   Blurb

    BLURBZahrah Maulidia, gadis miskin berusia dua puluh empat tahun. Ikut membantu keuangan keluarga dan sekolah adik-adiknya dengan bekerja pada laundry milik kerabat ibu di kota.Reza Rahardi, duda tiga kali cerai. Menikah dengan Zahrah karena keinginan sang putri yang merupakan anak didik privat Zahrah.Ikatan yang diawali tanpa saling mengenal, berakibat tidak seperti rumah tangga pada umumnya selama dua tahun.Semua berbeda ketika mamah sang putri, mantan isteri Reza meminta rujuk kembali.Apakah Zahrah di hati suaminya? Ataukah Reza masih mengharap pada sang mantan? Ke mana pria maskulin itu melabuhkan pilihan?Selanjutnya Caca (Salsabilah Putri), setelah enam tahun berlalu dan telah menginjak usia remaja, terjebak dalam kubangan dosa yang menyebabkan kepergian tiba-tiba orang-orang yang dicintainya.Mampukah Caca bertaubat di tengah dahsyatnya ujian hidup? Pun sanggupkah gadis belia itu memperjuangkan cintanya pada lelaki masa lalu ibu sambungnya?

  • ISTRI vs MANTAN   1. Mantan Istri Minta Balikan

    Jika engkau mampu mengetahui isi hati seseorang melalui tatap mata dan ekspresi wajahnya, lalu kemana saja dirimu selama dua tahun ini bersamaku? *****"Aku pengin memperbaiki hubungan kembali, Mas? Kita sebaiknya rujuk saja."Tanpa sengaja, aku mendengar percakapan Mas Reza dengan Mbak Rita --mantan istrinya-- ketika Caca, putri mereka meminta diantar ke kantor ayahnya.Belum sempat mendengar jawaban Mas Reza, Caca menarik lenganku. Gadis cilik berusia enam tahun itu, begitu semangat ingin menunjukkan hasil kerja sekolah pada sang ayah."Eh, ada Mamah, rupanya," ucap Caca setelah memberi salam. Mencium punggung tangan Mbak Rita, dibalas pelukan dan ciuman dari wanita berpakain formal nan modis itu.Caca berpindah ke Mas Reza, menyalami dan bergelayut manja lalu mengeluarkan sebuah buku gambar dari tas sekolah. Mas Reza memberi apresiasi, Mbak Rita ikut menambahkan pujian. Sesekali tertawa bersama. Aku duduk di sofa terpisah, memperhatikan serta ikut terseyum. Ada desiran aneh di hat

  • ISTRI vs MANTAN   2. Aneh

    Tak paham debaran aneh itu berasal dari mana? Yang aku tahu, ketika hal itu tiba seakan memorak-morandakan kerja jantungku. Kalau ini terus berlanjut, sangat membahayakan bagi kesehatan jantung itu sendiri. ----------Waktu begitu lamban bergulir, perjalanan jarum detik seperti siput yang merayap. Kejadian tadi siang di kantor Mas Reza, hampir seluruh memenuhi otak. Entah mengapa, mendengar kalimat Mbak Rita yang lembut, malah seperti suara monster melewati gendang telingaku. Ah, kadang ada sesal wanita gemulai nan ayu itu selalu bersikap baik. Jadi semakin menekan hati ini, tak berdaya dibuatnya.Kuakui memang. Tak ada apa-apanya diri ini dibanding mantan Mas Reza itu. Ia terperlajar, berkarier, elegant, cantik, cerdas, baik, lembut, dan keluarga terhormat. Terutama, ada Caca menjadi saksi nyata, kisah cinta mereka. Aku? Berbanding terbalik dari kriteria semua itu. Ditambah sikap Mas Reza, bagai enggan saja melihatku, apalagi untuk disentuhnya.Andai ada Oma, mungkin hubunganku den

  • ISTRI vs MANTAN   3. Wisuda Caca

    Setiap jepretan kamera itu mengambil gambar, cahaya yang ditimbulkannya bak tombak, melayang menghujam jantungku. Perih tak terkira. --------------------Suara decitan pagar membuyarkanku dari lamunan lima tahun silam. Mengumpulkan kesadaran, ternyata mobil sudah terparkir di garasi.Melihat Caca tak ada di tempat, segera mengambil barang dari mobil. Selangkah berbalik, bruk ..., tak sengaja menabrak dada Mas Reza, muncul dari arah pagar.Kontak fisik tanpa sengaja membuaku terpaku, aroma parfum menusuk penciuman. Lagi-lagi debaran aneh hadir tanpa diundang dan itu terjadi begitu lama, dibanding kejadian yang hanya beberapa detik. "Maaf, Mas. Aku nggak sengaja.""Kamu sehat, kan?" tanya Mas Reza menelisik. Aku mengangguk dan segera berlalu, tak ingin ia tahu perubahan warna wajahku. ***"Kantor rencana buka cabang di luar daerah, aku mendapat tugas menyurvei lokasi."Sambil menyesap kopi, rutinitas malamnya, Mas Reza menatapku lekat. Caca menikmati film kartun kesayangan setelah men

  • ISTRI vs MANTAN   4. Tatapan Intimidasi

    Meski lewat layar, mengapa tatapan itu mengintimidasi?-------"Sepertinya ayah masih tinggal beberapa hari lagi, Ca. Kamu baik-baik aja ma, bunda, ya?" ujar Mas Reza di balik layar. Dua hari setelah acara wisuda Caca. "Siap." Gadis periang itu menaikkan jempol."Bunda mana?" tanya Mas Reza kemudian. Tergesa aku berlari dari arah dapur saat suara Caca memanggil "Ayah nyariin, Bunda," ucap Caca menyerahkan HP, kemudian melanjutkan permainan boneka-bonekanya lagi.Bingung, namun tetap meraih benda pipih itu. Tumben mau bicara langsung sama aku? Biasanya sama Caca aja.Aku menatap layar, Mas Reza memakai kemeja putih tersenyum manis, sepertinya sudah siap. Ia lantas melambai ke layar dengan kaku, aku melakukan hal sama. Untung ia jauh, kalau tidak pasti ia tahu berisiknya kerja jantung di balik kulit ini dengan jarak begitu dekat. "Gimana kabarmu?" Menurutku ini pertanyaan basa-basi."Baik," jawabku singkat tanpa berani menatap netra teduhnya."Masih ada pekerjaan belum kelar, Zahrah.

  • ISTRI vs MANTAN   5. Cemburukah dirimu, Mas?

    Mas Reza memeluk Caca, netranya tak lepas dariku. Kalau ia bersikap aneh begini terus, bisa-bisa aku periksa di poli jantung. -----"Ada yang nyariin, Mbak, penting katanya," bisik Angga ketika aku sedang menata meja untuk menyiapkan makan siang untuk para tamu dan kerabat.Aku mengangguk, tapi tak menghiraukan. Mengingat adikku yang baru tamat SMP itu sering bercanda."Cepetan, Mbak, ntar tamunya pulang." Tak beranjak Angga menunggu."Serius, ni? Cacanya mana? Kok, ditinggal pona'annya?""Itu ... Caca sama tamu yang nyariin, Mbak." Ia menunjuk ke luarDahiku mengernyit, tumben Caca mau diambil sama orang baru?Aku menyelip keluar di antara keramain kerabat. Ibu duduk di ruang tengah berbincang dengan tetamu.Di bawah tenda pengantin yang telah terpasang tiga hari lalu, banyak keluarga laki-laki bercengkrama antar mereka.Kucari sosok Caca. Deght.Jantung ini kembali bergeser, melihat Caca duduk di pangkuan Mas Reza. Di sebelahnya ada bapak, om-om dari keluarga ayah-ibu, dan Mas Dana

Latest chapter

  • ISTRI vs MANTAN   46. Extra Part (Tamat)

    POV CacaIni libur kedua setelah setahun berlalu. Selain kangen dengan adik Rizal, juga acara pernikahan Om Reno -adik kedua bunda Zahrah- memaksaku pulang. Ada gelenyar entah saat menjejaki kota penuh kenangan. Rindu ini telah lama membebat, tapi ragu dan takut begitu menguasai.Maafkanlah wanita lemah ini, jika masih butuh waktu lama mengistirahatkan kelelahan."Mbak Caca ..." Teriakan Rizal menyambut saat aku turun dari kendaraan terakhir."Diantar sama bunda, kan?" ujarku menggenggam tangannya. Sengaja bertanya demikian, khawatir saja kalau Om Danar yang muncul seperti dulu. Huft ... entah kenapa dia dan kota ini tak bisa terpisahkan di pikiranku."Tu ...!" Tangan mungil Rizal menunjuk tante Raina yang melambai ke arah kami. Ada Om Angga melakukan hal sama di belakangnya. Ck! Ngapain pria tengil itu ikut?"Aku di rumah Oma nginapnya ya?!" Om Angga langsung menaikkan jari tanda setuju. Sementara adik Rizal tak henti berceloteh sambil mengunyah. Makanan anak ini sefavoritku, doyan

  • ISTRI vs MANTAN   45. POV Caca, Teramat Lelah

    POV Caca"Oma harus tahu soal ini, Ca." Suara Om Angga membuatku berpaling dari suara roda empat Om Danar yang semakin mengecil.Sejak kapan lelaki ini di situ? Apa dia melihat derasnya air mataku yang seketika tumpah melihat Om Danar berlalu? Huf .... Di balik kata ikhlas itu, selalu saja ada genangan yang menyelingnya."Belum saatnya, Om. Kalau waktu dan tempat memungkinkan, aku akan cerita, kok," ujarku memohon pengertian. Dari ekspresi Om Angga yang serius, aku yakin dia mengetahui jelas persoalanku. Berarti sejak tadi dia mengawasi di situ. Tak salah lagi."Bagaimana jika Oma tahu dari orang lain yang pasti cerita akan mengalami penambahan dan kekurangan?" desaknya mengikutiku."Aku belum siap bercerita sekarang, Om," kataku menunjuk bagasi mobil. Oma selalu membawa aneka macam oleh-oleh bila datang. Yang bisa dimakan satu kamar.Lalu dengan cekatan aku menurunkan lima kantong plastik berukuran besar, Isinya sudah bisa ditebak, makanan dan minuman ringan. "Sebelum terlambat me

  • ISTRI vs MANTAN   44. POV Caca, Aku Mundur

    POV CacaGegas aku menarik lengan Oma ke kamar, khawatir sekali rasanya jika persoalan ini sampai di telinga beliau.Andai pernikahan dadakan itu tak berperkara, kupastikan akan menceritakan ke Oma penuh rasa bangga, lalu meminta restu, kemudian memproklamirkan dengan mengadakan pesta meriah, mengundang sanak saudara, teman, tetangga, anak yatim, de el el. Ini? Sepertinya hayalanku melewati langit ke tujuh. Untung saat kembali, masih ingat jalan pulang. Bagai memukul air, tapi terpercik di muka sendiri. Itulah penggambaran diri sekarang. Jadi, dengan menghayal aku membereskan masalah. Huft .... Semoga otakku masih stay di posisinya. "Kapan datang, Hauroh?" sapa Tasnim yang sedang memegang sapu. Itu resiko sebagai anak pengelola pondok."Baru saja, Nim. Oh, ya, Oma datang. Kamu temani dulu ya, Say," ujarku mengedipkan mata. Tasnim yang sudah biasa melihat ekspresi begitu, mengangguk dan mempersilakan Oma. Mereka sudah akrab, karena seringnya bertemu saat Oma menjenguk."Caca mau min

  • ISTRI vs MANTAN   43. POV Caca, Diamnya Om Danar

    POV CacaMeski telah menguatkan hati, tetap saja denyut jantung berdetak lebih, sesampai di rumah Om Danar. Perkiraanku orang-orang semalam masih stand by menunggu tuk memberi hukuman, tapi .... sepertinya aman, tak ada alas kaki yang berjejer. Aku celingak-celinguk kanan-kiri memastikan, pun memasang telinga untuk mendengar suara dari dalam. Alhamdulillah, benar-benar sepi seperti biasa. "Terima kasih Ya, Allah." Tak sadar tangan mengusap dada, merasa aman dari perkiraan sebelumnya.Aku meletakkan bokong di kursi teras saat Om Danar melewati pintu. Ini pilihan paling tepat menurutku, karena lelaki yang masih bergelar suamiku itu telah berubah 180 derajat. Jangankan meminta masuk dengan wajah penuh harap seperti biasa, mengajak bicara saja dia seperti enggan. Huft, walau tahu hubungan kini sangat rentan, yang bak telur di ujung tombak, tak memungkiri dalam hati yang terdalam aku menginginkan keajaiban. Salahkah aku masih mengharap setitik hujan di tengah kemarau? Salahkah diri me

  • ISTRI vs MANTAN   43. POV caca, Tersibaknya Dosa Masa Kelamku

    POV CacaAku bolak-balik bak setrikaan mendengar suara ribut di luar. Berbagai reaksi dan tanggapan menjurus ke aku, dan tentu saja celaan lebih banyak. Itu baru satu kalimat Mimi Bianca, belum dua, tiga, empat ... Huft, beginilah jika melakukan dosa. Selain mendapat azab, hati juga tak tenang.Maka sangat benar yang disampaikan para alim ulama. "Hindari maksiat, karena itu perbuatan yang merugikan diri sendiri. Sesungguhnya Allah tak pernah menghukum hambanya, selain dari perbuatan dosa hamba itu sendiri."Ah, manusia memang terkadang dzolim pada diri sendiri. Namun, ajaibnya selalu merasa lurus dan memaksa benar dengan memakai logika tak berdasar. Aku rasa pernah di posisi itu saat belum belajar agama. Aku memutuskan keluar dan bergabung. Entah mau melakukan klarifikasi, pembelaan, atau berdebat dengan Mimi Bianca, aku juga tak tahu mau ngapain. Yang pasti tak harus sembunyi seperti kucing dibawa kolam meja setelah mencuri ikan kan? Apa, sih, yang kupikir, sepertinya keruwetan mas

  • ISTRI vs MANTAN   42. POV Caca, Sidang

    POV CacaAku berlari ke sana-ke mari mencari jilbab yang dilepas Om Danar. Perasaan diletakkan tak jauh darinya. Kenapa nggak ada? Inilah efek panik yang mengakibatkan otak tidak fokus."Om simpan di mana jilbabku?" kataku menarik lengan Om Danar untuk membantu. "Tu!" tunjuknya tanpa merasa bersalah. Dia kemudian melangkah ke pintu seusai aku memakai kerudung dan cadar."Bapak menunggu di luar. Apa yang kau lakukan Danna, tidak bisakah kau menunggu sampai selesai semua prosesi .... Arght! Aku tak tahu apa yang kau pikirkan sekarang." Selepas berucap, Bu Maya membalik badan ke arah ruang tamu. Sementara aku yang bisanya berlindung di balik punggung Om Danar, merasakan ujung dan kaki seakan kompak dingin.Dalam keadaan nyata-nyata benar saja, semua orang pasti akan merasakan panik sepertiku jika di posisi seperti digerebek. Apalagi kami yang hanya menikah tanpa persaksian orang banyak. Tunggu! Sepertinya Om Danar tak ngaruh. Dia malah menyugar rambut lalu memperbaiki gulungan bajunya.

  • ISTRI vs MANTAN   41. POV Caca, Ada Apa?

    POV Caca"Apa Bibik lihat ponselku?" teriakku memeriksa meja kerja Om Danar. Mulai lelaki itu mengambilnya di mobil, sampai sekarang belum terlihat. Tidak mungkin kan dia membawa benda pipih itu akad nikah? Kurang kerjaan banget kalau sampai itu terjadi.Karena tak ada jawaban, aku mencari tiap laci. Siapa tahu Om Danar menaruhnya di sana. Tanganku berhenti bergerak saat menemukan foto lama tapi masih terawat. Ada Om Danar dan Bunda Zahrah di antara teman-teman lainnya yang berpakaian putih abu-abu. 'Sekuat apa kita berusaha, jodoh tidak bisa diubah.' Tulisan di balik gambar membuat mataku berkabut tiba-tiba. Sedih karena mengingat Bunda, sekaligus kalimat itu sukses menyentil perjalanan jodoh yang sedang kualami.Ya, sekuat apa ingin lepas dari Om Danar, tapi rasanya amat susah. Selain dia tak ada niat berpisah, pun hatiku lebih-lebih.Huft, apa dosa mencintai di situasi yang serbah salah? Apa salah bertahan di tengah badai yang menerjang? Ya, Rabb ... Andai waktu bisa diputar ul

  • ISTRI vs MANTAN   40. POV Caca, Terpaksa Berjanji

    POC Caca"Kita mau ke mana, Om?" tanyaku saat mobil melaju. Lelaki matang itu bergeming, mimiknya tak mampu kumaknai. Arhgt, siapa lagi yang memberi informasi aku di sini. Atau jangan-jangan Om Angga? Ck! Adik Bunda Zahrah itu memang sudah berhenti menganggu ketenanganku, malah mengirim pengganggu yang kuperkirakan akan lebih panjang ceritanya. "Jangan bawa Caca ke pesta itu, Om," mohonku menangkupkan kedua tangan di depan dada ketika menyadari arah mobil benar-benar menuju ke sana. Apa yang harus kulakukan Ya, Rabb?"Bukannya Caca tak mau berjuang, Om. Tapi ...." kataku terhenti melihat seorang wanita cantik turun dari mobil yang sebelumnya memepet dan membunyikan klakson panjang tanda menyuruh berhenti. Ibu Maya! Refleks aku membungkukkan badan dengan niat bersembunyi seperti yang kulakukan tadi ketika melihat Om Danar di dalam tanda. Huft, kurasa akan sia-sia lagi."Cepetan turun, Om." Tak seharusnya aku mengintruksi, sudah jelas dia lebih dewasa dariku, ditambah statusnya sebag

  • ISTRI vs MANTAN   39. POV Caca, Om Danar Tahu Siapa Aku

    POV Caca"Ayo anterin aku cepat, Om," kataku lebih membungkukkan badan saat dengan ekor mata melihat lelaki yang jadi pusat perhatian itu menuju ke mari. "Kalau Om Angga gak mau cepat, Caca bakalan nggak mau bicara Om seumur hidup," ancamku tidak serius, tapi dengan nada yang ditekan.Lelaki humoris itu gegas masuk mobil dan segera menyalakan mesin.Kami memang terhitung sangat akrab dulu, bahkan sampai sekarang dia tidak berubah, cuman aku yang ambil jarak sejak masuk pondok. "Maaf, Mas. Nanti saya kembali," pamit Om Angga sebelum melajukan mobil. Mas adalah panggilan Om Angga ke Om Danar jika di luar kampus, karena memang terhitung kerabat dekat, tentu beda jika berada dalam lingkup akademik. Aku rasa seperti itu yang terjadi mengingat tante Raina melakukan sama. "Kok kayaknya kamu takut sama Om Danar? Padahal dia baik loh, baik banget malah."Aku memilih memperbaiki cadar akibat aksi sembunyi tadi, sekaligus pura-pura tak mendengar uraian Om Angga. Kadang dia kalau bercerita lup

DMCA.com Protection Status