Seumur-umur, baru kali ini Juan membentaknya. Dania yang terkejut dengan bentakan suaminya hanya bisa terdiam dengan mata yang berembun. Dia tak menyangka kalau Juan bisa setega itu padanya, berbicara dengan suara keras diakhiri dengan kata-kata yang merujuk pada perpisahan. Namun, Dania salah mengartikan bentakan Juan. Apalagi, dalam agamanya, menyuruh pulang ke rumah orang tua itu sama artinya dengan mentalak secara tidak langsung. Dengan hati yang berantakan, Dania pun mulai mengemasi semua barangnya lalu dia menuruti perintah suaminya yang menyuruh Dania pulang ke rumah orang tuanya. Juan sendiri pergi dengan hati yang penuh emosi, dia tak menyesal membentak Dania dan justru berharap kalau istrinya itu mau introspeksi diri atas sikapnya selama ini. Juan berharap saat dia pulang nanti, Dania sudah sadar dan mereka bisa menjalani rumah tangga yang ideal tanpa adanya kecurigaan yang berlebihan. Seminggu sudah Juan pergi ke pulau K. Lelaki itu sama sekali tak menghubungi istri
Flashback Dua Minggu sebelum kedatangan Juan Brugghh "Ishh." Wanita hamil itu terus meringis sambil memegangi perut buncitnya. "Ya Tuhan, sakit sekali." Dania mencoba bangun. Namun, tak sanggup karena sepertinya kalinya terkilir. "Papa! Mama! Bibi!" Sekuat tenaga Dania berteriak, tapi tak ada yang mendengar karena kamar Dania yang berada di belakang dekat kolam renang. Dania menangis pilu. Harusnya disaat seperti ini, dia hanya tinggal memanggil suaminya saja. Namun, nyatanya, Dania hanya sendiri. Dania kembali memanggil kedua orang tuanya dan juga ART di rumahnya. Namun masih sama, mereka tidak mendengar teriakannya. Dania pun mencoba menggeser tubuhnya dengan mengesot sambil bertumpu pada kedua tangannya. "Ya Tuhan, aku sudah seperti suster ngesot saja," gumamnya.Meski dengan susah payah, akhirnya Dania sampai ke ranjang lalu mengambil gawainya. Sungguh, di saat seperti ini, Dania butuh Juan. Wanita itu pun mencoba menghubungi sang suami.Panggilan yang semula berderi
"Apa?!" Penjelasan itu membuat kepala Juan serasa berputar lebih cepat. Melahirkan? Bayi kalian? Apa maksud dari semua ini? Tubuh Juan tiba-tiba limbung sehingga lelaki itu memilih duduk di kursi demi menyeimbangkan tubuhnya yang hampir terjatuh. "Melahirkan bagaimana, Pa? Usia kandungan Dania kan baru 7 bulan." Juan menatap nanar. Melihat keterkejutan Juan, Sean duduk di samping Juan dan mulai menjelaskan apa yang telah terjadi pada Dania selama lelaki itu pergi ke luar pulau dan tidak mengaktifkan ponselnya. Sean menceritakan semua kejadian yang menimpa putrinya mulai dari depresi hingga dia harus memanggil psikiater untuk membuat Dania tetap waras. "Dania datang ke rumah ini dengan penampilan yang berantakan membuat kami terkejut dan bertanya-tanya, apa yang terjadi padanya apalagi dia hanya datang sendirian. Tiga hari Dania bungkam membuat kami cemas akan keadaannya dan akhirnya kami memutuskan untuk memanggil psikiater ke rumah ini demi membuat Dania berbicara." Deta
Sean yang sudah tidak mau ikut campur lagi dengan urusan rumah tangga putrinya memilih untuk diam meskipun tahu di mana Dania berada. Sean merasa iba kepada Juan, tapi dia juga tidak bisa membantu. Dania sudah mewanti-wanti dirinya. Entah seperti apa pertengkaran mereka hingga membuat putrinya begitu marah pada Juan. Padahal, dulu, Dania adalah wanita pemaaf. Mungkin, sakit hati akibat pengkhianatan membuat putrinya tidak lagi percaya dengan lelaki. "Kasihan Juan ya Pa! Mama bisa bayangkan bagaimana perasaannya. Apa kita bantu saja ya mereka biar bisa rujuk?" usul Mama Dania. "Aku juga tidak tega melihat wajahnya yang kusut seperti tidak terurus itu. Mungkin, apa yang dikatakan oleh Juan benar. Bisa jadi, putri kita yang salah," sahut Sean. "Tapi, kalau kita ikut campur urusan mereka, Mama takut Dania marah sama kita dan malah pergi jauh, hingga kita tidak bisa menemui mereka lagi," timpang Mama Dania. "Betul juga, ya sudah, kita lihat saja ke depannya bagaimana," putus Sean
"Atau jangan-jangan kamu memang tidak berniat kembali? Apa yang harus aku lakukan supaya kamu bisa kembali sayang?”Juan terus bermonolog di sela-sela pencariannya. Sudah ke berbagai daerah Juan mencari Dania, daerah yang memiliki kemungkinan akan didatangi atau sekedar disambangi oleh Dania. Namun, sang istri benar-benar tidak dapat dia temukan di mana-mana membuat Juan rasanya ingin menyerah. “Aku harus mencarimu ke mana lagi?!” ucap Juan frustasi karena ini adalah bulan ketiga semenjak awal pencariannya. Bahkan Juan juga sampai mengintai Sean, berharap sewaktu-waktu ayah dari istrinya itu menemui anak serta cucunya. Beberapa kali Juan mengkuti Sean saat bepergian tapi ternyata Sean bukan pergi untuk menemui Dania sampai Juan tak paham bagaimana bisa Dania dibiarkan sendirian padahal dia sedang berada dalam masa sulit karena harus merawat anaknya sendirian. Hingga empat bulan berlalu, Juan akhirnya menyerah dan tidak pernah lagi mencari Dania. Juan sudah pasrah, mungkin jodohnya
Sebelum kita lanjut pada Dania, kita lihat dulu bagaimana nasib Devano dan juga Seila. Handi sudah menyuruh orang untuk mendekor rumah sakit jiwa dengan sedemikian rupa. Ya, Devano menginginkan pesta pernikahan untuk adiknya meskipun secara sederhana. Dan saat ini, Handi sudah mempersiapkan semuanya. Mulai dari pelaminan hingga baju pengantin untuk Seila. Makeup artis Handi datangkan demi membuat cantik sang pujaan hati. Seila tampak cantik dengan balutan gaun pengantin putih dan juga mahkota kecil di rambutnya. Devano tersenyum melihat wajah cantik sang adik. Lelaki itu pun memeluk tubuh sang adik karena tak sanggup menahan sedih di hatinya. Seila menarik tubuhnya saat merasakan tubuh sang Kakak bergetar. Wanita itu mengusap air mata sang kakak. "Kenapa Kakak menangis? Ini adalah hari bahagia Seila, harusnya, Kakak tersenyum, bukan menangis?" ucap Seila. Devano menggelengkan kepalanya. Semua masalah ini bermula darinya. Andai dulu dia tidak mengkhianati Dania, mungkin sem
"Sayang, kita pulang ya! Kalau kamu berada di rumah, Kakak bisa memperhatikanmu, memberikan semua kebutuhanmu dan juga menjagamu," bujuk Devano. "Kamu tidak perlu takut, meski kamu di luar, Kakak akan menjamin keamanan kamu! Bila perlu, Kakak akan menyewa bodyguard untuk melindungi kamu!" Devano terus membujuk sang adik. Seila kembali diam. Dia sendiri juga bingung. Dia juga ingin tinggal bersama dengan sang Kakak. Namun, dia juga takut dibu nuh oleh istri pertama suaminya. Melihat wajah sendu sang Kakak, Seila akhirnya mengangguk. Dia juga tidak ingin terus menerus hidup di rumah sakit jiwa. Setelah berkonsultasi dengan dokter yang ada disana, Devano akhirnya membawa Seila pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, mata Devano memicing melihat mobil mewah yang terparkir di depan pintu pagar. Setelah security membukakan pintu, barulah mobil Devano dan juga mobil mewah itu mengikutinya dari belakang. Devano lalu turun dan menuntun sang adik yang masih memakai gaun pengantin. Tak
Beberapa bulan berlalu. Rumah tangga Seila dan Handi damai bahagia. Meski sedikit curiga dengan tak adanya Maya, Seila tak berani bertanya. Toh, dia sudah bahagia, untuk apa mencari orang lain, begitu pikirnya. Banyak kerabat kerja Maya yang mencari tahu keberadaan wanita itu. Pasalnya, Maya menghilang tanpa jejak. Tidak izin cuti, tahu-tahu menghilang begitu saja. Ditelepon juga tidak aktif, saat mereka bertanya pada Handi, lelaki itu hanya bilang kalau Maya pergi karena tak ingin dimadu. Maya tidak memiliki siapapun di dunia ini. Jadi, meski dia tiba-tiba menghilang, tak akan ada yang bertanya tentangnya, selain teman kerjanya. Sonia, salah satu sahabat Maya yang nekat mendatangi rumah Handi ingin menanyakan keberadaan Maya. Sayangnya, Handi tidak ada di tempat. Hanya istri mudanya yang di temui dan dalam keadaan hamil besar. "Mbak, apa Maya tidak pernah kemari menjenguk anaknya Lisa? Paling tidak, telepon gitu?" tanya Sonia. Seila menggeleng. Dia memang tidak pernah melih