Sean yang sudah tidak mau ikut campur lagi dengan urusan rumah tangga putrinya memilih untuk diam meskipun tahu di mana Dania berada. Sean merasa iba kepada Juan, tapi dia juga tidak bisa membantu. Dania sudah mewanti-wanti dirinya. Entah seperti apa pertengkaran mereka hingga membuat putrinya begitu marah pada Juan. Padahal, dulu, Dania adalah wanita pemaaf. Mungkin, sakit hati akibat pengkhianatan membuat putrinya tidak lagi percaya dengan lelaki. "Kasihan Juan ya Pa! Mama bisa bayangkan bagaimana perasaannya. Apa kita bantu saja ya mereka biar bisa rujuk?" usul Mama Dania. "Aku juga tidak tega melihat wajahnya yang kusut seperti tidak terurus itu. Mungkin, apa yang dikatakan oleh Juan benar. Bisa jadi, putri kita yang salah," sahut Sean. "Tapi, kalau kita ikut campur urusan mereka, Mama takut Dania marah sama kita dan malah pergi jauh, hingga kita tidak bisa menemui mereka lagi," timpang Mama Dania. "Betul juga, ya sudah, kita lihat saja ke depannya bagaimana," putus Sean
"Atau jangan-jangan kamu memang tidak berniat kembali? Apa yang harus aku lakukan supaya kamu bisa kembali sayang?”Juan terus bermonolog di sela-sela pencariannya. Sudah ke berbagai daerah Juan mencari Dania, daerah yang memiliki kemungkinan akan didatangi atau sekedar disambangi oleh Dania. Namun, sang istri benar-benar tidak dapat dia temukan di mana-mana membuat Juan rasanya ingin menyerah. “Aku harus mencarimu ke mana lagi?!” ucap Juan frustasi karena ini adalah bulan ketiga semenjak awal pencariannya. Bahkan Juan juga sampai mengintai Sean, berharap sewaktu-waktu ayah dari istrinya itu menemui anak serta cucunya. Beberapa kali Juan mengkuti Sean saat bepergian tapi ternyata Sean bukan pergi untuk menemui Dania sampai Juan tak paham bagaimana bisa Dania dibiarkan sendirian padahal dia sedang berada dalam masa sulit karena harus merawat anaknya sendirian. Hingga empat bulan berlalu, Juan akhirnya menyerah dan tidak pernah lagi mencari Dania. Juan sudah pasrah, mungkin jodohnya
Sebelum kita lanjut pada Dania, kita lihat dulu bagaimana nasib Devano dan juga Seila. Handi sudah menyuruh orang untuk mendekor rumah sakit jiwa dengan sedemikian rupa. Ya, Devano menginginkan pesta pernikahan untuk adiknya meskipun secara sederhana. Dan saat ini, Handi sudah mempersiapkan semuanya. Mulai dari pelaminan hingga baju pengantin untuk Seila. Makeup artis Handi datangkan demi membuat cantik sang pujaan hati. Seila tampak cantik dengan balutan gaun pengantin putih dan juga mahkota kecil di rambutnya. Devano tersenyum melihat wajah cantik sang adik. Lelaki itu pun memeluk tubuh sang adik karena tak sanggup menahan sedih di hatinya. Seila menarik tubuhnya saat merasakan tubuh sang Kakak bergetar. Wanita itu mengusap air mata sang kakak. "Kenapa Kakak menangis? Ini adalah hari bahagia Seila, harusnya, Kakak tersenyum, bukan menangis?" ucap Seila. Devano menggelengkan kepalanya. Semua masalah ini bermula darinya. Andai dulu dia tidak mengkhianati Dania, mungkin sem
"Sayang, kita pulang ya! Kalau kamu berada di rumah, Kakak bisa memperhatikanmu, memberikan semua kebutuhanmu dan juga menjagamu," bujuk Devano. "Kamu tidak perlu takut, meski kamu di luar, Kakak akan menjamin keamanan kamu! Bila perlu, Kakak akan menyewa bodyguard untuk melindungi kamu!" Devano terus membujuk sang adik. Seila kembali diam. Dia sendiri juga bingung. Dia juga ingin tinggal bersama dengan sang Kakak. Namun, dia juga takut dibu nuh oleh istri pertama suaminya. Melihat wajah sendu sang Kakak, Seila akhirnya mengangguk. Dia juga tidak ingin terus menerus hidup di rumah sakit jiwa. Setelah berkonsultasi dengan dokter yang ada disana, Devano akhirnya membawa Seila pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, mata Devano memicing melihat mobil mewah yang terparkir di depan pintu pagar. Setelah security membukakan pintu, barulah mobil Devano dan juga mobil mewah itu mengikutinya dari belakang. Devano lalu turun dan menuntun sang adik yang masih memakai gaun pengantin. Tak
Beberapa bulan berlalu. Rumah tangga Seila dan Handi damai bahagia. Meski sedikit curiga dengan tak adanya Maya, Seila tak berani bertanya. Toh, dia sudah bahagia, untuk apa mencari orang lain, begitu pikirnya. Banyak kerabat kerja Maya yang mencari tahu keberadaan wanita itu. Pasalnya, Maya menghilang tanpa jejak. Tidak izin cuti, tahu-tahu menghilang begitu saja. Ditelepon juga tidak aktif, saat mereka bertanya pada Handi, lelaki itu hanya bilang kalau Maya pergi karena tak ingin dimadu. Maya tidak memiliki siapapun di dunia ini. Jadi, meski dia tiba-tiba menghilang, tak akan ada yang bertanya tentangnya, selain teman kerjanya. Sonia, salah satu sahabat Maya yang nekat mendatangi rumah Handi ingin menanyakan keberadaan Maya. Sayangnya, Handi tidak ada di tempat. Hanya istri mudanya yang di temui dan dalam keadaan hamil besar. "Mbak, apa Maya tidak pernah kemari menjenguk anaknya Lisa? Paling tidak, telepon gitu?" tanya Sonia. Seila menggeleng. Dia memang tidak pernah melih
"Oke Baby, tunggu aku! Aku akan datang menemuimu di Indonesia." ucap Juan saat anak buahnya mengatakan kalau kedua orang tua Dania pergi ke Indonesia. Setelah mengurus semua pekerjaannya supaya bisa meninggalkannya selama beberapa minggu, Juan langsung membeli tiket pesawat keberangkatannya menuju Indonesia, negara di mana Dania tinggal sekarang. Kalau kalian bertanya darimana Juan tahu alamat Dania, tentu saja dari anak buahnya yang Juan suruh untuk mengikuti kedua mertuanya ke Indonesia. Dia bahkan menyuruh anak buahnya untuk terus berada di depan rumah Dania setiap harinya. Entah bagaimana caranya lelaki itu melakukannya, Juan tidak peduli. Yang penting, dia tahu hasilnya saja. Ah, rasanya Juan sudah tidak sabar ingin bertemu dengan istri dan anaknya. Meskipun satu tahun sudah berlalu, tapi kerinduan yang sudah sekian lama dia tahan ini membuat hatinya menggebu-gebu. "Sayang ... aku datang! Kuharap, kamu mau memaafkanku nanti," bisik Juan saat pesawat yang membawanya telah
Sudah beberapa hari Juan di Indonesia, lelaki itu terus mengamati keseharian Dania. Dia bahkan sudah hafal kapan Dania pulang dan pergi setiap hari karena tak ada satupun hari yang luput dari kedatangan Juan ke sana. Juan selalu di sana, menatap istri dan anaknya dari kejauhan.Sore ini, seorang wanita tengah mengajak putranya bermain di taman. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Juan untuk bermain bersama sang putra. Juan pun mengikutinya hingga sampai ke taman.Sayangnya, saat dia ingin menyapa putranya, dia tidak diperbolehkan mendekat oleh baby sitter galak yang menjadi pengasuh putranya itu."Maaf, Pak, jangan sembarangan menyapa anak orang!" tegur baby sitter baby Keano yang merasa risih karena sejak tadi, Juan terus saja mendekatinya."Anaknya lucu sekali Mbak, saya suka dengan anak-anak. Mbak nggak usah khawatir, saya ini orang baik-baik kok! Lagi pula, wajah saya tidak kelihatan seperti orang jahat, bukan?" seloroh Juan.Baby sitter itu tetap saja tak suka, dia malah memba
Juan menatap ke sekeliling taman. Mereka semua bersiap untuk pulang. Dia amati wajah mereka satu per satu, akan tetapi balita yang sudah seperti duplikatnya itu tak ada. Keano tidak bermain di taman lagi padahal hanya di tempat inilah Juan dapat mengobati rindunya kepada sang putra. Juan menghampiri seaorang ibu yang juga hendak pergi meninggalkan taman. Lelaki itu menaruh wajah cemas menanyakan apakah ibu itu melihat Keano bermain di sini tadi, barangkali anak itu bermain sebelum dia sampai ke sini. "Keano? Keano yang mana ya Mas?" Ibu itu malah balik bertanya pada Juan."Anaknya kecil Bu! Usianya, setahun kalau nggak salah. Wajahnya mirip sama saya? Apa Ibu tidak melihatnya?" Juan kembali bertanya."Waduh, saya ga tahu Mas. Saya aja, baru pertama kali lihat Masnya disini! Dan kayaknya, di sini meskipun mainnya bareng tapi ga saling kenal," jawab ibu tersebut. Juan mendesah, dia lupa kalau ini adalah area perumahan yang dengan tetangga saja mereka tak kenal, bahkan ada yang tidak
"Tidak, Juan tidak mungkin meninggalkanku Pa! Juan berjanji akan merawat Keano bersama-sama. Juan juga janji akan kembali setelah semua urusannya selesai," racau Dania sambil menangis di pelukan sang ayah. "Tenang sayang, kita tunggu informasi selanjutnya. Coba sekarang kamu hubungi Juan, mungkin teleponnya sudah aktif," nasehat Papa Sean yang tak ingin putrinya terus menerus terpuruk. Dengan tangan gemetar, Dania pun mengambil gawainya. Wanita itu pun mencari nomor sang suami kemudian menghubunginya. Namun, tangisnya kembali pecah saat nomor sang suami tidak dapat dihubungi. "Bagaimana ini Pa? Nomornya tidak aktif," ucap Dania masih dengan deraian air mata. "Sabar sayang, kita tunggu saja informasi selanjutnya. Kita berdoa saja semoga, Juan selamat," bisik Sean pada putrinya. Berita itu begitu menghantam Dania seperti petir di siang bolong. Ia terkejut, tak percaya, dan berharap semua itu hanyalah mimpi buruk. Dan saat dia bangun, mimpi itu akan hilang. Setiap hari Dania
"Dokter tolong putraku!" Tak lama dokter pun datang. Perawat menyuruh mereka semua keluar supaya dokter bisa leluasa mengambil tindakan. Melihat garis lurus pada monitor jantung membuat dokter itu mengambil alat kejut jantung. Dia tempelkan alat itu di dada mungil itu. Dua kali dada itu terlonjak. Namun, garis masih saja lurus. "Tambahkan 200 Joule!" titah dokter itu. Perawat pun mengangguk dan menambah tenaganya. Hentakan terakhir tetap tak mampu membuat garis halus di monitor jantung. Dokter pun menggelengkan kepalanya. "Catat waktunya Sus!" perawat itu kemudian menutup balita itu dengan kain putih. Dokter pun keluar dengan wajah serius. Dania dan Juan langsung mendekat. "Bagaimana Putra saya Dok?" “Maaf, tapi kondisi Keano semakin memburuk. Organ-organ vitalnya mulai gagal. Kami sudah melakukan segala yang kami bisa. Namun, Tuhan berkehendak lain, Tuhan lebih sayang padanya!” Dania menangis, tubuhnya tiba-tiba limbung. Wanita itu pasti jatuh ke lantai jika Juan t
"Dania, menikahlah denganku!"Kali ini Dania diam saja. Dia bingung harus menjawab apa. Semua terasa begitu tiba-tiba bagi Dania. Meski saat ini dia nyaman bersama Juan, tapi untuk kembali bersama, Dania butuh waktu."Beri aku waktu untuk berpikir Juan! Keadaan Keano masih seperti ini, aku tidak mungkin bisa berpikir dengan jernih," pinta Dania.Juan pun mengangguk. "Aku akan setia menunggu jawabanmu Dania. Andai kamu menolakku, aku akan tetap ada untukmu dan juga Keano, karena kalian adalah yang terpenting bagiku," sahut Keano. "Terima kasih, Juan," jawab Dania. Sontak Juan menggeleng. "Aku melakukan ini semua untuk putraku, anak kita. Tak ada yang namanya balas jasa dan sebagainya, jadi jangan ucapkan terima kasih kepadaku karena ini sudah tugasku sebagai ayah," kata Juan. Tak lama, gawai Dania berdering, nama sang ayah terlihat di layar. Tanpa menjawab, Dania langsung meninggalkan Juan tanpa kata. Dania tidak mau membuang waktunya, dia takut kalau sampai terjadi kenapa-napa deng
"Anakku ...." isak Dania menatap Keano dari kaca jendela. Dia tidak bisa masuk ke sana, Keano harus dalam keadaan steril sebelum dokter melakukan tindakan. Dania hanya bisa melihat dari luar. Hanya sesekali saja Dania di dalam, itupun tidak boleh lebih dari 15 menit. Keadaan Keano semakin hari semakin membanjir setelah 7 hari dirawat. Hingga akhirnya, dokter memutuskan untuk melakukan operasi pada Keano. "Kami akan melakukan operasi pada anak Keano, berdo'alah semoga Keano mampu melewati masa-masa ini dengan baik. Semoga dia diberi kekuatan untuk bertahan," ucap dokter sebelum memasuki ruang operasi. Dania mengangguk lemah. Di sampingnya, Sean menunduk dalam, merasa iba karena anak sekecil Keano mesti menjalani operasi besar. Sean sudah tak sanggup menahan air matanya, dia menangis memeluk Dania yang juga akhirnya melakukan hal yang sama. "Aku takut Keano kenapa-kenapa, Pa ... anak sekecil itu, tapi harus menjalani operasi. Hati Dania seolah teriris saat melihat tubuh Keano
"Sudah selesai, Pak." Suster mengangguk ramah kepada Juan yang merasa tubuhnya terasa begitu lemas pasca pengambilan darah tadi. Lelaki itu hendak bangun dari ranjang itu, akan tetapi, Juan merasa oleng, kepalanya pusing sehingga tubuhnya limbung dan hampir terjatuh. "Jangan bangun dulu, Pak, kami akan menginfus Bapak dulu untuk beberapa jam kedepan karena kondisi Bapak juga tidak terlalu baik saat diperika tadi," kata suster. Juan pung mengangguk pasrah, dia memang kurang enak badan, kondisi fisik Juan menurun mengingat akhir-akhir ini dia tidak istrirahat dan makan dengan benar. Hingga dia harus diinfus supaya tubuhnya kembali pulih. "Terima kasih, Sus," ucap Juan. Sebenarnya, tidak disarankan mengambil darah dari orang yang sedang sakit atau kurang enak badan seperti Juan, karena akan ada dampak menurunnya kesehatan secara drastis kepada orang tersebut. Dokter pun telah berkonsultasi terlebih dahulu kepada Juan sebelum mengambil darahnya. Namun, karena Juan ingin menolong Kea
"Dania?" ucap Juan dengan senyuman yang menyiratkan kesedihan. "Apa? Jangan macam-macam kamu!" tegur Dania setelah menghindar dari Juan yang hendak memeluknya. "Sayang, kamu masih istriku! Aku belum pernah menjatuhkan talak padamu. Dan aku masih sangat mencintai kamu, selama satu tahun ini, aku mencarimu kemana-mana. Aku menunggu kamu pulang! Perceraian itu tidak sah, karena aku tidak pernah menandatangani surat perpisahan yang kamu buat," sahut Juan panjang lebar. Namun, Dania menggeleng, dia tidak punya waktu untuk membicarakan hal itu karena sekarang yang terpenting adalah keselamatan Keano yang jalannya berada pada ayahnya sendiri, yaitu Juan. "Aku tidak punya waktu membahas semua itu. Sekarang, ikut aku!" pinta Dania. "Tidak-tidak, aku tidak akan mau ikut denganmu sebelum kamu mendengar penjelasanku terlebih dahulu," kekeh Juan. Dania memutar bola matanya malas. Wanita itu melirik jam tangannya. Dia tahu, kalau lelaki ini tidak dituruti keinginannya, dia tidak akan mau berj
"Rumah sakit? Apa Keano sakit? Separah apa sakitnya hingga Dania menyuruhku untuk segera kesana?" Juan bertanya-tanya, dia butuh jawaban dengan segera mengenai kondisi anaknya yang entah mengalami apa. Tak ingin membuang waktu, Juan segera berlari keluar dari bandara. Urusan klien, biarlah nanti, sekarang ada yang lebih penting dari klien. Selama satu tahun penuh lebih Juan tidak bertemu dengan Dania. Dan kali ini, Dania memintanya untuk datang, meskipun itu di rumah sakit, Juan tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk bertemu dengan istri dan anaknya. Selama ini, Juan sama sekali tidak pernah memberi kontribusi apa pun kepada sang anak karena jarak yang memisahkan. Apalagi, Dania pergi meninggalkan semua uang dan ATM pemberiannya, jadi, dia tidak bisa menikahi putranya. Namun, Juan selalu menyimpan uang yang dia khususkan untuk menafkahi Dania dan Keano. Dia menyimpannya dalam rekening khusus yang akan dia berikan saat telah bertemu dengan keduanya. Dan kali ini, Juan
Dania dan Sean tengah mondar mandir di depan ruang operasi. Sementara Mama Dania hanya duduk di kursi tunggu karena wanita itu sudah tidak kuat berdiri. Ketiga orang itu gelisah menunggu Keano yang sudah hampir satu jam berada di ruang operasi, tapi masih belum ada tanda-tanda dokter akan keluar. "Bagaimana ini Pa? Nia takut, bagaimana kalau Keano ...." Dania tak sanggup lagi meneruskan kalimatnya. Rasa takut akan kehilangan anak kembali Dania rasakan. Dia benar-benar takut kalau Keano akan meninggalkannya, sama seperti anak pertamanya dulu. Sean mengusap punggung sang putri. "Tenang Nia, kita berdoa saja yang terbaik untuk Keano," Sean mencoba menenangkan Dania. "Bagaimana kalau yang terbaik itu adalah ... hiks, hiks, Dania tak sanggup Pa," tangis Dania di pelukan sang ayah. "Berpikirlah positif anakku! Jangan pernah berburuk sangka pada takdir Tuhan yang belum kita ketahui!" nasehat Papa Sean. Tanpa disuruh juga Dania pasti berdoa untuk kesembuhan dan keselamatan sang putra. T
"Ke mana kalian Kenapa kalian pergi meninggalkanku?" monolognya.Juan menatap ke atas, ke arah langit yang semakin menghitam hingga akhirnya lelaki itu memutuskan untuk pulang saja. Saat melewati pos security, Juan bertanya pada security komplek berharap dia menemukan jawaban dari segala pertanyaan mengenai Dania dan Keano."Wah, saya kurang tahu, Pak. Penduduk sini kalau ke mana-mana jarang ada yang bilang, paling titip rumah doang. Kemarin, saat Bu Dania pergi, juga ga bilang dan ga titipin rumahnya, mungkin karena perginya ga akan lama," jawab security komplek setelah Juan bertanya."Biasanya Bu Dania pergi ke mana?" tanya Juan lagi.Security komplek itu menggeleng "Saya tidak tahu Mas. Biasanya, Bu Dania hanya pergi kerja dan pulang sore. Kalaupun jalan-jalan, biasanya pas weekend. Cuma semalam, bukan Bu Dania yang nyetir, tapi Bapak. dan sampai sekarang belum kembali," jawabnya. Selain itu security tidak tahu apa-apa lagi membuat Juan lagi-lagi harus merasakan kecewa. Juan yang