Beberapa bulan berlalu. Rumah tangga Seila dan Handi damai bahagia. Meski sedikit curiga dengan tak adanya Maya, Seila tak berani bertanya. Toh, dia sudah bahagia, untuk apa mencari orang lain, begitu pikirnya. Banyak kerabat kerja Maya yang mencari tahu keberadaan wanita itu. Pasalnya, Maya menghilang tanpa jejak. Tidak izin cuti, tahu-tahu menghilang begitu saja. Ditelepon juga tidak aktif, saat mereka bertanya pada Handi, lelaki itu hanya bilang kalau Maya pergi karena tak ingin dimadu. Maya tidak memiliki siapapun di dunia ini. Jadi, meski dia tiba-tiba menghilang, tak akan ada yang bertanya tentangnya, selain teman kerjanya. Sonia, salah satu sahabat Maya yang nekat mendatangi rumah Handi ingin menanyakan keberadaan Maya. Sayangnya, Handi tidak ada di tempat. Hanya istri mudanya yang di temui dan dalam keadaan hamil besar. "Mbak, apa Maya tidak pernah kemari menjenguk anaknya Lisa? Paling tidak, telepon gitu?" tanya Sonia. Seila menggeleng. Dia memang tidak pernah melih
"Oke Baby, tunggu aku! Aku akan datang menemuimu di Indonesia." ucap Juan saat anak buahnya mengatakan kalau kedua orang tua Dania pergi ke Indonesia. Setelah mengurus semua pekerjaannya supaya bisa meninggalkannya selama beberapa minggu, Juan langsung membeli tiket pesawat keberangkatannya menuju Indonesia, negara di mana Dania tinggal sekarang. Kalau kalian bertanya darimana Juan tahu alamat Dania, tentu saja dari anak buahnya yang Juan suruh untuk mengikuti kedua mertuanya ke Indonesia. Dia bahkan menyuruh anak buahnya untuk terus berada di depan rumah Dania setiap harinya. Entah bagaimana caranya lelaki itu melakukannya, Juan tidak peduli. Yang penting, dia tahu hasilnya saja. Ah, rasanya Juan sudah tidak sabar ingin bertemu dengan istri dan anaknya. Meskipun satu tahun sudah berlalu, tapi kerinduan yang sudah sekian lama dia tahan ini membuat hatinya menggebu-gebu. "Sayang ... aku datang! Kuharap, kamu mau memaafkanku nanti," bisik Juan saat pesawat yang membawanya telah
Sudah beberapa hari Juan di Indonesia, lelaki itu terus mengamati keseharian Dania. Dia bahkan sudah hafal kapan Dania pulang dan pergi setiap hari karena tak ada satupun hari yang luput dari kedatangan Juan ke sana. Juan selalu di sana, menatap istri dan anaknya dari kejauhan.Sore ini, seorang wanita tengah mengajak putranya bermain di taman. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Juan untuk bermain bersama sang putra. Juan pun mengikutinya hingga sampai ke taman.Sayangnya, saat dia ingin menyapa putranya, dia tidak diperbolehkan mendekat oleh baby sitter galak yang menjadi pengasuh putranya itu."Maaf, Pak, jangan sembarangan menyapa anak orang!" tegur baby sitter baby Keano yang merasa risih karena sejak tadi, Juan terus saja mendekatinya."Anaknya lucu sekali Mbak, saya suka dengan anak-anak. Mbak nggak usah khawatir, saya ini orang baik-baik kok! Lagi pula, wajah saya tidak kelihatan seperti orang jahat, bukan?" seloroh Juan.Baby sitter itu tetap saja tak suka, dia malah memba
Juan menatap ke sekeliling taman. Mereka semua bersiap untuk pulang. Dia amati wajah mereka satu per satu, akan tetapi balita yang sudah seperti duplikatnya itu tak ada. Keano tidak bermain di taman lagi padahal hanya di tempat inilah Juan dapat mengobati rindunya kepada sang putra. Juan menghampiri seaorang ibu yang juga hendak pergi meninggalkan taman. Lelaki itu menaruh wajah cemas menanyakan apakah ibu itu melihat Keano bermain di sini tadi, barangkali anak itu bermain sebelum dia sampai ke sini. "Keano? Keano yang mana ya Mas?" Ibu itu malah balik bertanya pada Juan."Anaknya kecil Bu! Usianya, setahun kalau nggak salah. Wajahnya mirip sama saya? Apa Ibu tidak melihatnya?" Juan kembali bertanya."Waduh, saya ga tahu Mas. Saya aja, baru pertama kali lihat Masnya disini! Dan kayaknya, di sini meskipun mainnya bareng tapi ga saling kenal," jawab ibu tersebut. Juan mendesah, dia lupa kalau ini adalah area perumahan yang dengan tetangga saja mereka tak kenal, bahkan ada yang tidak
"Ke mana kalian Kenapa kalian pergi meninggalkanku?" monolognya.Juan menatap ke atas, ke arah langit yang semakin menghitam hingga akhirnya lelaki itu memutuskan untuk pulang saja. Saat melewati pos security, Juan bertanya pada security komplek berharap dia menemukan jawaban dari segala pertanyaan mengenai Dania dan Keano."Wah, saya kurang tahu, Pak. Penduduk sini kalau ke mana-mana jarang ada yang bilang, paling titip rumah doang. Kemarin, saat Bu Dania pergi, juga ga bilang dan ga titipin rumahnya, mungkin karena perginya ga akan lama," jawab security komplek setelah Juan bertanya."Biasanya Bu Dania pergi ke mana?" tanya Juan lagi.Security komplek itu menggeleng "Saya tidak tahu Mas. Biasanya, Bu Dania hanya pergi kerja dan pulang sore. Kalaupun jalan-jalan, biasanya pas weekend. Cuma semalam, bukan Bu Dania yang nyetir, tapi Bapak. dan sampai sekarang belum kembali," jawabnya. Selain itu security tidak tahu apa-apa lagi membuat Juan lagi-lagi harus merasakan kecewa. Juan yang
Dania dan Sean tengah mondar mandir di depan ruang operasi. Sementara Mama Dania hanya duduk di kursi tunggu karena wanita itu sudah tidak kuat berdiri. Ketiga orang itu gelisah menunggu Keano yang sudah hampir satu jam berada di ruang operasi, tapi masih belum ada tanda-tanda dokter akan keluar. "Bagaimana ini Pa? Nia takut, bagaimana kalau Keano ...." Dania tak sanggup lagi meneruskan kalimatnya. Rasa takut akan kehilangan anak kembali Dania rasakan. Dia benar-benar takut kalau Keano akan meninggalkannya, sama seperti anak pertamanya dulu. Sean mengusap punggung sang putri. "Tenang Nia, kita berdoa saja yang terbaik untuk Keano," Sean mencoba menenangkan Dania. "Bagaimana kalau yang terbaik itu adalah ... hiks, hiks, Dania tak sanggup Pa," tangis Dania di pelukan sang ayah. "Berpikirlah positif anakku! Jangan pernah berburuk sangka pada takdir Tuhan yang belum kita ketahui!" nasehat Papa Sean. Tanpa disuruh juga Dania pasti berdoa untuk kesembuhan dan keselamatan sang putra. T
"Rumah sakit? Apa Keano sakit? Separah apa sakitnya hingga Dania menyuruhku untuk segera kesana?" Juan bertanya-tanya, dia butuh jawaban dengan segera mengenai kondisi anaknya yang entah mengalami apa. Tak ingin membuang waktu, Juan segera berlari keluar dari bandara. Urusan klien, biarlah nanti, sekarang ada yang lebih penting dari klien. Selama satu tahun penuh lebih Juan tidak bertemu dengan Dania. Dan kali ini, Dania memintanya untuk datang, meskipun itu di rumah sakit, Juan tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk bertemu dengan istri dan anaknya. Selama ini, Juan sama sekali tidak pernah memberi kontribusi apa pun kepada sang anak karena jarak yang memisahkan. Apalagi, Dania pergi meninggalkan semua uang dan ATM pemberiannya, jadi, dia tidak bisa menikahi putranya. Namun, Juan selalu menyimpan uang yang dia khususkan untuk menafkahi Dania dan Keano. Dia menyimpannya dalam rekening khusus yang akan dia berikan saat telah bertemu dengan keduanya. Dan kali ini, Juan
"Dania?" ucap Juan dengan senyuman yang menyiratkan kesedihan. "Apa? Jangan macam-macam kamu!" tegur Dania setelah menghindar dari Juan yang hendak memeluknya. "Sayang, kamu masih istriku! Aku belum pernah menjatuhkan talak padamu. Dan aku masih sangat mencintai kamu, selama satu tahun ini, aku mencarimu kemana-mana. Aku menunggu kamu pulang! Perceraian itu tidak sah, karena aku tidak pernah menandatangani surat perpisahan yang kamu buat," sahut Juan panjang lebar. Namun, Dania menggeleng, dia tidak punya waktu untuk membicarakan hal itu karena sekarang yang terpenting adalah keselamatan Keano yang jalannya berada pada ayahnya sendiri, yaitu Juan. "Aku tidak punya waktu membahas semua itu. Sekarang, ikut aku!" pinta Dania. "Tidak-tidak, aku tidak akan mau ikut denganmu sebelum kamu mendengar penjelasanku terlebih dahulu," kekeh Juan. Dania memutar bola matanya malas. Wanita itu melirik jam tangannya. Dia tahu, kalau lelaki ini tidak dituruti keinginannya, dia tidak akan mau berj