d"Mmpphhh." Doni langsung menyerang bibir Mya sebelum wanita itu meneruskan kalimatnya.Mya pun mendorong tubuh lelaki yang masih berstatus suaminya itu. "Lepas Doni!" geramnya."Tidak sayang, jangan katakan itu lagi. Kamu wanita baik-baik. Aku yang jahat, aku yang salah. Maafkan aku sayang! Kumohon, aku salah, aku berdosa telah menuduhmu yang bukan-bukan. Aku baru tahu kejadian yang sebenarnya kemarin." Belum sempat Doni meneruskan kalimatnya, Mya sudah menyelanya. "Jadi, kalau hal itu benar, kamu tetap menuduhku sebagai wanita murahan bukan? Seorang pelacur?" "Bukan seperti itu sayang! Kemarin, aku hanya khilaf. Please, maafkan aku ya. Putra dan putri kita butuh seorang ayah," alasan klise yang digunakan Doni nyatanya tak membuat Mya berubah pikiran."Kamu sudah melihat anak kamu bukan?" tanyanya.Lelaki itu mengangguk."Pergi! Dan jangan pernah kembali! Segera urus perceraian kita. Aku masih sanggup meski harus menghidupi 5 orang anak seorang diri," tekan Mya.Melihat sang istri
Meski hanya bisa duduk di kursi roda, Richard tak mau kalah dengan Doni. Lelaki itu membalas setiap pukulan yang dikayangkan oleh Doni. Keduanya baru berhenti setelah security melerai keduanya."Bajingan! Aku tidak akan pernah memceraikan istriku," teriak Richard."Meski kamu tidak menceraikannya, dia yang akan meminta cerai darimu," balas Richard tak mau kalah."Sudah, berhenti! Kita pisahkan sana keduanya," ucap security yang memegangi Doni.Mereka akhirnya memisahkan dua orang yang sedang bertikai itu. Doni pun mengajak Sumi dan putranya kembali ke rumah sakit. Sementara Richard, lelaki itu tersenyum sinis. "Tunggu saja Doni, aku akan buat, Mya menggugat cerai lelaki yang tidak percaya pada istrinya.Sesampainya di ruangan sang istri, Doni menatap wajah aang istri. Amarah yang tadi sudah siap meledak kini hilang sudah. "Alhamdulillah, kamu darimana sayang? Mama sama Papa dari tadi mencari kamu?" ucap Mya."Hehehe, maaf Bu, kami bermain agak jauh tadi," sahut Sumi."Ya sudah, lain
"Tidak perlu sungkan begitu, sebentar lagi, bukankah kita akan menjadi keluarga," ucapnya sambil menaikturunkan alisnya."Apa!! Tunggu, apa maksud Dokter?" tanya Doni sedikit emosi."Bukankah Mya janda, jadi sah-sah saja kalau aku berniat menikahinya," ucapan dokter itu membuat emosi Doni semakin memuncak."Sayang, kamu bilang sama dia janda! Sejak kapan aku menceraikanmu?" sentak Doni."Bukankah Anda tidak pernah memperdulikannya? Anda juga tidak pernah hadir saat Mya memeriksakan kandungannya. Lalu, dimana tanggung jawab Anda sebagai suami? Secara agama, jika suami tidak memberi nafkah istrinya selama lebih dari 4 bulan. Maka otomatis jatuhlah talak padanya. Jadi, secara agama, Mya sudah menjadi janda. Dia tinggal mensahkannya di pengadilan agama," ucap dokter itu panjang lebar.Mya yang kesal dengan dua lelaki di hadapannya itu pun berteriak, "Berhentii!!""Lebih baik, kalian berdua keluar! Aku ingin istirahat," lirih Mya.Kedua lelaki itu pun akhirnya keluar. Sementara Mya, wanita
"Sayang, tunggu! Dokter ingin bicara pada kita tentang si kembar," teriakan Doni sukses membuat Mya menghentikan langkahnya.Wanita itu segera berbalik kemudian menuju ke ruangan dokter. Doni mengikutinya dari belakang. Tak hanya Mya yang ingin tahu keadaan kedua buah hatinya. Dia juga."Bagaimana keadaan mereka Dok?" tanya mereka berdua kompak.Untuk pertama kalinya, mereka terlihat akur. Dokter itu tersenyum. Dia yakin, lelaki yang ada di sebelah Mya ini adalah mantan suami Mya. Hubungan Mya dan dokter kandungan bernama Philip itu sudah tersebar di seluruh rumah sakit. Mereka juga sering makan bersama.Mya tahu Philip menyukainya. Namun, hubungan mereka hanya sebatas sahabat. Wanita itu tidak ingin lagi membuka hati karena masih trauma dengan kegagalan."Jadi Mya, ini mantan suamimu?" tanya sang dokter.Doni kembali mengepalkan tangannya. Dia tidak menyangka kalau sang istri, banyak sekali yang menyukai. Padahal, istrinya itu janda, kenapa banyak yang suka?Tak ingin suaminya marah,
"Sayang, kamu dimana? Jangan tinggalin aku lagi sayang ...." Doni tergugu di lantai. Lelaki itu merutuki kebodohannya karena telah mencium sang istri tadi. Harusnya, dia tidak terburu-buru. Harusnya, dia paham, kalau Mya masih marah padanya.Namun, tangisnya terhenti kala melihat sepasang kaki indah yang berada di hadapannya. Doni pun mendongakkan kepalanya. Lelaki itu segera menghapus air matanya saat melihat wajah segar sang istri."Kamu ngapain Mas?" tanya Mya bingung."Hehehe, tidak apa-apa," jawab Doni malu."Terus, kenapa nangis di bawah situ?" tanya Mya."Hehehe, aku kira, kamu meninggalkanku. Makanya aku sedih,'" Doni akhirnya memilih jujur daripada dicecar oleh sang istri.Mya memutar bola matanya malas. Ada-ada saja suaminya ini. "Tadi aku udah kebelet, daripada nunggu kamu lama, makanya aku mandi di kamar sebelah," ucapnya.Doni hanya membulatkan mulutnya membentuk huruf O. Sementara Mya hanya tersenyum melihat tingkah konyol suaminya. Ngapain juga dia pergi pagi-pagi, tan
"Sialan! Siapa yang menembaki mereka?"gumam DoniLelaki itu kemudian berlari menuju ke mobil kemudian melajukannya dengan kencang Sembari menyetir, Doni menghubungi asistennya untuk mnyelidiki kasus ini.. Lelaki itu harus segera mengetahui keberadaan sang istri.Tak lama muncul pesan di gawainya yang menunjukkan koordinat keberadaan istrinya. Lelaki itu segera melajukan mobilnya enuju ke lokasi. Tak lupa dia mengajak polisi setempat untuk menangkap para penculik itu.Namun sayang, saatberada di lokasi, istri dan anaknya tak ada disana. Doni menggeram kesal. Kenapa para penculik itu licin sekali? Dan siapa yang menculik istrinya?Beberapa saat kemudian, polisi itu keluar dengan membawa sebuah kertas."Tuan, mungkin, surat ini untuk Anda," ucap polisi itu.Doni lalu membaca surat itu. tangannya mengepal erat di samping. Dia tidak percaya kalau istrinya yang menulis itu semua. Meskipun, itu adalah tulisan tangan sang istri."Tidak, aku yakin ini bukan Mya. Dia pasti sedang berada dalam t
"Kenapa ada ranjang bayi di sini? Dan kenapa juga ada baby sitter yang menjaga si kembar saat aku pingsan? Bukankah tidak masuk akal jika semua itu hanya kebetulan, atau .....?" Pikiran Mya berkecamuk saat ini.Dia yakin, kalau Richard telah menculiknya kembali. Lelaki itu memang tidak ada kapoknya. Meski saat ini, dia sedang bermasalah dengan Doni, bukan berarti dia mau kembali dengannya."Richard!! Buka pintunya!!" teriak Mya penuh amarah.Dia marah, karena lelaki itu telah membohonginya. Padahal, dia sudah bersimpati karena telah menolongnya tadi.CeklekPintu pun terbuka, wanita itu pun segera memukuli mantan suaminya yang baru saja masuk kamar itu."Mya, apa-apaan ini?" kesal Richard."kenapa kamu menipuku? Kamu kan yang menculikku? Kamu berniat memisahkanku dari Devano?" tuduh Mya dengan deraian ar mata."Apa kamu gila? Untuk apa aku memisahkan ibu dari anaknya? Apalagi, Devano itu putra kandungku. Kalau aku berniat menculikmu sudah pasti aku lakukan saat si kembar masih di ruma
"Sayang, kenapa melamun? Ayo kita berangkat, Bibi dan si kembar sudah siap," ajak Richard.Lelaki itu harus berpura-pura menuruti keinginan Mya supaya wanita itu percaya kalau dia tidak berbohong. Mya terdiam. Dia sedang berpikir keras saat ini. Keselamatan dua bayinya harus dia perhatikan, apalagi, di luar cuaca sedang ekstrem. Apalagi, mereka baru saja keluar dari rumah sakit."Kita pergi kalau badai salju sudah reda," putusnya.Richard bernafas lega. Itu artinya, dia masih bisa mengulur waktu supaya bisa bersama Mya. Mereka pun masuk kembali ke kamar. Mya juga merasa heran, kenapa dia bisa terdampar di sini. Dia berharap, sang suami segera bisa menemukannya.Malam telah tiba, Mya yang sudah dua minggu lebih tak melihat Devano sangat merindukan putranya. Dia tidak pernah berpisah lama dengan balita itu. Mya menaruh kepalanya diantara kedua lututnya. Bahunya pun bergetar diiringi isak tangis.Richard melihatnya dari kejauhan. Sebenarnya, ada rasa bersalah dalam dirinya karena telah m
"Tidak, Juan tidak mungkin meninggalkanku Pa! Juan berjanji akan merawat Keano bersama-sama. Juan juga janji akan kembali setelah semua urusannya selesai," racau Dania sambil menangis di pelukan sang ayah. "Tenang sayang, kita tunggu informasi selanjutnya. Coba sekarang kamu hubungi Juan, mungkin teleponnya sudah aktif," nasehat Papa Sean yang tak ingin putrinya terus menerus terpuruk. Dengan tangan gemetar, Dania pun mengambil gawainya. Wanita itu pun mencari nomor sang suami kemudian menghubunginya. Namun, tangisnya kembali pecah saat nomor sang suami tidak dapat dihubungi. "Bagaimana ini Pa? Nomornya tidak aktif," ucap Dania masih dengan deraian air mata. "Sabar sayang, kita tunggu saja informasi selanjutnya. Kita berdoa saja semoga, Juan selamat," bisik Sean pada putrinya. Berita itu begitu menghantam Dania seperti petir di siang bolong. Ia terkejut, tak percaya, dan berharap semua itu hanyalah mimpi buruk. Dan saat dia bangun, mimpi itu akan hilang. Setiap hari Dania
"Dokter tolong putraku!" Tak lama dokter pun datang. Perawat menyuruh mereka semua keluar supaya dokter bisa leluasa mengambil tindakan. Melihat garis lurus pada monitor jantung membuat dokter itu mengambil alat kejut jantung. Dia tempelkan alat itu di dada mungil itu. Dua kali dada itu terlonjak. Namun, garis masih saja lurus. "Tambahkan 200 Joule!" titah dokter itu. Perawat pun mengangguk dan menambah tenaganya. Hentakan terakhir tetap tak mampu membuat garis halus di monitor jantung. Dokter pun menggelengkan kepalanya. "Catat waktunya Sus!" perawat itu kemudian menutup balita itu dengan kain putih. Dokter pun keluar dengan wajah serius. Dania dan Juan langsung mendekat. "Bagaimana Putra saya Dok?" “Maaf, tapi kondisi Keano semakin memburuk. Organ-organ vitalnya mulai gagal. Kami sudah melakukan segala yang kami bisa. Namun, Tuhan berkehendak lain, Tuhan lebih sayang padanya!” Dania menangis, tubuhnya tiba-tiba limbung. Wanita itu pasti jatuh ke lantai jika Juan t
"Dania, menikahlah denganku!"Kali ini Dania diam saja. Dia bingung harus menjawab apa. Semua terasa begitu tiba-tiba bagi Dania. Meski saat ini dia nyaman bersama Juan, tapi untuk kembali bersama, Dania butuh waktu."Beri aku waktu untuk berpikir Juan! Keadaan Keano masih seperti ini, aku tidak mungkin bisa berpikir dengan jernih," pinta Dania.Juan pun mengangguk. "Aku akan setia menunggu jawabanmu Dania. Andai kamu menolakku, aku akan tetap ada untukmu dan juga Keano, karena kalian adalah yang terpenting bagiku," sahut Keano. "Terima kasih, Juan," jawab Dania. Sontak Juan menggeleng. "Aku melakukan ini semua untuk putraku, anak kita. Tak ada yang namanya balas jasa dan sebagainya, jadi jangan ucapkan terima kasih kepadaku karena ini sudah tugasku sebagai ayah," kata Juan. Tak lama, gawai Dania berdering, nama sang ayah terlihat di layar. Tanpa menjawab, Dania langsung meninggalkan Juan tanpa kata. Dania tidak mau membuang waktunya, dia takut kalau sampai terjadi kenapa-napa deng
"Anakku ...." isak Dania menatap Keano dari kaca jendela. Dia tidak bisa masuk ke sana, Keano harus dalam keadaan steril sebelum dokter melakukan tindakan. Dania hanya bisa melihat dari luar. Hanya sesekali saja Dania di dalam, itupun tidak boleh lebih dari 15 menit. Keadaan Keano semakin hari semakin membanjir setelah 7 hari dirawat. Hingga akhirnya, dokter memutuskan untuk melakukan operasi pada Keano. "Kami akan melakukan operasi pada anak Keano, berdo'alah semoga Keano mampu melewati masa-masa ini dengan baik. Semoga dia diberi kekuatan untuk bertahan," ucap dokter sebelum memasuki ruang operasi. Dania mengangguk lemah. Di sampingnya, Sean menunduk dalam, merasa iba karena anak sekecil Keano mesti menjalani operasi besar. Sean sudah tak sanggup menahan air matanya, dia menangis memeluk Dania yang juga akhirnya melakukan hal yang sama. "Aku takut Keano kenapa-kenapa, Pa ... anak sekecil itu, tapi harus menjalani operasi. Hati Dania seolah teriris saat melihat tubuh Keano
"Sudah selesai, Pak." Suster mengangguk ramah kepada Juan yang merasa tubuhnya terasa begitu lemas pasca pengambilan darah tadi. Lelaki itu hendak bangun dari ranjang itu, akan tetapi, Juan merasa oleng, kepalanya pusing sehingga tubuhnya limbung dan hampir terjatuh. "Jangan bangun dulu, Pak, kami akan menginfus Bapak dulu untuk beberapa jam kedepan karena kondisi Bapak juga tidak terlalu baik saat diperika tadi," kata suster. Juan pung mengangguk pasrah, dia memang kurang enak badan, kondisi fisik Juan menurun mengingat akhir-akhir ini dia tidak istrirahat dan makan dengan benar. Hingga dia harus diinfus supaya tubuhnya kembali pulih. "Terima kasih, Sus," ucap Juan. Sebenarnya, tidak disarankan mengambil darah dari orang yang sedang sakit atau kurang enak badan seperti Juan, karena akan ada dampak menurunnya kesehatan secara drastis kepada orang tersebut. Dokter pun telah berkonsultasi terlebih dahulu kepada Juan sebelum mengambil darahnya. Namun, karena Juan ingin menolong Kea
"Dania?" ucap Juan dengan senyuman yang menyiratkan kesedihan. "Apa? Jangan macam-macam kamu!" tegur Dania setelah menghindar dari Juan yang hendak memeluknya. "Sayang, kamu masih istriku! Aku belum pernah menjatuhkan talak padamu. Dan aku masih sangat mencintai kamu, selama satu tahun ini, aku mencarimu kemana-mana. Aku menunggu kamu pulang! Perceraian itu tidak sah, karena aku tidak pernah menandatangani surat perpisahan yang kamu buat," sahut Juan panjang lebar. Namun, Dania menggeleng, dia tidak punya waktu untuk membicarakan hal itu karena sekarang yang terpenting adalah keselamatan Keano yang jalannya berada pada ayahnya sendiri, yaitu Juan. "Aku tidak punya waktu membahas semua itu. Sekarang, ikut aku!" pinta Dania. "Tidak-tidak, aku tidak akan mau ikut denganmu sebelum kamu mendengar penjelasanku terlebih dahulu," kekeh Juan. Dania memutar bola matanya malas. Wanita itu melirik jam tangannya. Dia tahu, kalau lelaki ini tidak dituruti keinginannya, dia tidak akan mau berj
"Rumah sakit? Apa Keano sakit? Separah apa sakitnya hingga Dania menyuruhku untuk segera kesana?" Juan bertanya-tanya, dia butuh jawaban dengan segera mengenai kondisi anaknya yang entah mengalami apa. Tak ingin membuang waktu, Juan segera berlari keluar dari bandara. Urusan klien, biarlah nanti, sekarang ada yang lebih penting dari klien. Selama satu tahun penuh lebih Juan tidak bertemu dengan Dania. Dan kali ini, Dania memintanya untuk datang, meskipun itu di rumah sakit, Juan tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk bertemu dengan istri dan anaknya. Selama ini, Juan sama sekali tidak pernah memberi kontribusi apa pun kepada sang anak karena jarak yang memisahkan. Apalagi, Dania pergi meninggalkan semua uang dan ATM pemberiannya, jadi, dia tidak bisa menikahi putranya. Namun, Juan selalu menyimpan uang yang dia khususkan untuk menafkahi Dania dan Keano. Dia menyimpannya dalam rekening khusus yang akan dia berikan saat telah bertemu dengan keduanya. Dan kali ini, Juan
Dania dan Sean tengah mondar mandir di depan ruang operasi. Sementara Mama Dania hanya duduk di kursi tunggu karena wanita itu sudah tidak kuat berdiri. Ketiga orang itu gelisah menunggu Keano yang sudah hampir satu jam berada di ruang operasi, tapi masih belum ada tanda-tanda dokter akan keluar. "Bagaimana ini Pa? Nia takut, bagaimana kalau Keano ...." Dania tak sanggup lagi meneruskan kalimatnya. Rasa takut akan kehilangan anak kembali Dania rasakan. Dia benar-benar takut kalau Keano akan meninggalkannya, sama seperti anak pertamanya dulu. Sean mengusap punggung sang putri. "Tenang Nia, kita berdoa saja yang terbaik untuk Keano," Sean mencoba menenangkan Dania. "Bagaimana kalau yang terbaik itu adalah ... hiks, hiks, Dania tak sanggup Pa," tangis Dania di pelukan sang ayah. "Berpikirlah positif anakku! Jangan pernah berburuk sangka pada takdir Tuhan yang belum kita ketahui!" nasehat Papa Sean. Tanpa disuruh juga Dania pasti berdoa untuk kesembuhan dan keselamatan sang putra. T
"Ke mana kalian Kenapa kalian pergi meninggalkanku?" monolognya.Juan menatap ke atas, ke arah langit yang semakin menghitam hingga akhirnya lelaki itu memutuskan untuk pulang saja. Saat melewati pos security, Juan bertanya pada security komplek berharap dia menemukan jawaban dari segala pertanyaan mengenai Dania dan Keano."Wah, saya kurang tahu, Pak. Penduduk sini kalau ke mana-mana jarang ada yang bilang, paling titip rumah doang. Kemarin, saat Bu Dania pergi, juga ga bilang dan ga titipin rumahnya, mungkin karena perginya ga akan lama," jawab security komplek setelah Juan bertanya."Biasanya Bu Dania pergi ke mana?" tanya Juan lagi.Security komplek itu menggeleng "Saya tidak tahu Mas. Biasanya, Bu Dania hanya pergi kerja dan pulang sore. Kalaupun jalan-jalan, biasanya pas weekend. Cuma semalam, bukan Bu Dania yang nyetir, tapi Bapak. dan sampai sekarang belum kembali," jawabnya. Selain itu security tidak tahu apa-apa lagi membuat Juan lagi-lagi harus merasakan kecewa. Juan yang