"Sayang, kenapa melamun? Ayo kita berangkat, Bibi dan si kembar sudah siap," ajak Richard.Lelaki itu harus berpura-pura menuruti keinginan Mya supaya wanita itu percaya kalau dia tidak berbohong. Mya terdiam. Dia sedang berpikir keras saat ini. Keselamatan dua bayinya harus dia perhatikan, apalagi, di luar cuaca sedang ekstrem. Apalagi, mereka baru saja keluar dari rumah sakit."Kita pergi kalau badai salju sudah reda," putusnya.Richard bernafas lega. Itu artinya, dia masih bisa mengulur waktu supaya bisa bersama Mya. Mereka pun masuk kembali ke kamar. Mya juga merasa heran, kenapa dia bisa terdampar di sini. Dia berharap, sang suami segera bisa menemukannya.Malam telah tiba, Mya yang sudah dua minggu lebih tak melihat Devano sangat merindukan putranya. Dia tidak pernah berpisah lama dengan balita itu. Mya menaruh kepalanya diantara kedua lututnya. Bahunya pun bergetar diiringi isak tangis.Richard melihatnya dari kejauhan. Sebenarnya, ada rasa bersalah dalam dirinya karena telah m
"Aku yakin, setelah ini, kamu akan menceraikan mantan istri terindahku," gumam Richard dengan seringainya.ClingSebuah pesan muncul di handphone Doni. Lelaki itu pun membuka pesan itu. Tangannya mengepal saat melihat isi video berdurasi 1 menit itu. Dia lalu melacak lokasi dari pesan itu. Lelaki itu segera mengajak polisi dan juga beberapa anak buahnya.Tak peduli dengan derasnya hujan badai salju, Lelaki itu bahkan membawa mobil pembelah salju supaya mobil mereka bisa berjalan.Beberapa jam kemudian, mobil mereka telah sampai di sebuah rumah sederhana. Doni langsung berlari masuk ke dalam. Senyum tak pernah lepas dari bibirnya karena akan bertemu dengan anak dan istrinya. Namun, senyum di bibirnya menghilang kala tak mendapati siapapun ada disana."Sial, kemana mereka? Apa mereka tahu kalau aku telah menemukan tempat ini?" gumam Doni.Lelaki itu pun tergugu disana. Tak lama, keluar seorang wanita paruh baya dari arah belakang."Tuan, ini ada surat dari Nyonya, beliau menitipkannya pa
"Apa yang kamu inginkan Richard? Apa yang kamu rencanakan sebenarnya?" tanya Mya."Sabar sayang, katanya kamu ingin bahagia bersama dengan suamimu, ya udah, aku kabulin," jawab Richard."Terus, keapa kamu mengikatku begini? Kamu berniat menyanderaku?" cecar Mya.Namun, Richard hanya diam sambil menatap gawainya. Tak lama, beberapa orang memakai baju hitam datang dengan membawa bom rakitan yang menyerupai rompi itu.Perasaan Mya sudah tidak enak. Dia merasa kalau, Rompi bom itu akan dipakainya. Mata Mya pun membulat sempurna saat apa yang dia pikirkan itu ternyata benar."Richard, kamu berniat membunuhku?" tanya Mya.Lelaki itu menggelengkan kepalanya. "Tidak sayang, mana mungkin aku membunuh wanita yang sangat aku cintai," jawabnya."Lalu ini?" tanya Mya."Kamu akan tahu sendiri nanti," jawab Richard.Mereka pun meninggalkan Mya seorang diri di sana. Mya terus saja menatap Richard hingga punggung lelaki itu menghilang.****"Mas, kumohon, pergilah! Richard menargetkan kamu, dia ingin
"Richard, datanglah, selamatkan istriku," tangis Doni yang sudah putus asa.Tak lama, datang Richard dengan membawa begitu banyak orang. Lelaki itu pun mendekati Doni dengan kursi rodanya."Bagaimana, sudah kau putuskan?" tanyanya.Doni mengangguk lemah."Bagus, sekarang, tanda tangani surat permohonan cerai itu dan jatuhkan talak 3 langsung di hadapan Mya! Maka aku akan langsung mematikan timer bom waktu yang ada di tubuh Mya," ucap Richard.Lelaki yang hanya bisa duduk di kursi roda itu merasa menang. Sebentar lagi, dia bisa menikahi Mya dan kembali bersamanya.Doni akhirnya menandatangani surat permohonan cerai itu. Namun saat akan mengucapkan kalimat talak. Mendadak lidahnya kelu. Dia tak sanggup mengucapkannya."Richard, bisa tidak, kamu matikan dulu timernya. Aku tidak bisa konsentrasi kalau timer itu masih berjalan," pinta Doni yang mencoba untuk bernegoisasi.Richard pun berpikir, kemudian mengangguk. Lelaki itu mengkode anak buahnya untuk mematikan timer bom yang hanya tinggal
"Mas Doni," teriak Mya.Sedari tadi perasaannya tidak enak karena takut terjadi sesuatu pada suaminya. Dan benar saja, dia mendapati sang suami tengah tergeletak bersimbah darah.Mya berteriak meminta tolong, supaya anak buah Doni datang dan membantunya mengangkat suaminya ke mobil. Mya mendudukan kepala sanng suami di pangkuannya."Mas bertahan Mas! Ingat kedua anak kita. Mereka masih kecil Mas," tangis Mya."Pak, bisa lebih cepat lagi
"Sayang, kita makan siang yuk." teriak wanita seksi berbaju merah itu.Mya langsung menatap tajam pada Doni. Lelaki itu terlihat gelagapan seolah ketahuan selingkuh."Eh ada Ibu. Saya pikir nggak ada. Makanya saya tadi ngajak Mas Doni makan siang," ucap wanita itu dengan santainya.Mika pun turun dari pangkuan sang suami. "Ohh, jadi kalian sudah sering makan siang bareng ya! Pake panggil sayang-sayang segala lagi! Siapa dia Mas? Apa dia selingkuhan kamu? Jadi begini ya, kelakuan kamu di belakangku, iya!" cecar Mya sambil melipat tangannya di dada."Sayang, kamu jangan salah paham dulu. Biar aku jelaskan," ucap Doni sambil memgang tangan sang istri.Mya pun menepisnya. Bagi dia, pantang memaafkan lelaki yang telah berkhianat. Meskipun dia sangat mencintai lelaki itu."Minggir, aku mau pulang!" ucap Mya dengan ketus.Doni melirik ke arah Stefani bermaksud menyuruh wanita itu, untuk mengklarifikasi ucapannya. Sementara wanita itu cekikikan melihat sang kakak tengah kelabakan karena sang
"Mya!" teriak Doni saat melihat sang istri melenggang pergi.Lelaki itu langsung berlari menyusul istrinya. Dia menarik tangan Mya kemudian memasukkannya ke dalam mobil. Kesal karena Mya tak mau menerima penjelasannya, lelaki itu pun membungkam mulut sang istri yang sedari tadi berontak."Mmpphh! Lepasin gue Doni!" teriak Mya.Bukannya melepaskan, Doni malah semakin memperdalam ciumannya. Mya yang semula berontak lama-lama terhanyut juga. Dia pun membalas dengan brutal ciuman sang suami demi menyalurkan sakit hatinya. Mobil pun bergoyang. Stefani yang kesal menunggu Doni akhirnya menghampiri lelaki itu. Matanya membola saat melihat mobil Doni bergoyang."Sialan si Doni! Dia lagi main sama siapa? Bisa-bisanya gue ditinggal main! Awas ya, gue aduin sama Mya. Biar saja kamu digugat cerai sama Mya," gerutunya.Wanita itu un merekam mobil itu kemudian dia kirimkan ke nomor Mya. Dia tidak tahu saja kalau yang ada di dalam sana adalah Mya sendiri.Setelah selesai dengan kegiatan panasnya, D
"Tidak, ini pasti bukan kamu! Kamu sudah mati! Pergi! Pergi kamu dari sini!" teriak Mya.Wanita itu tidak ingin lagi bertemu dengan Richard. Lelaki itu terlalu dalam meninggalkan trauma di hatinya. Terutama saat dirinya dipasang bom kemarin. Dia benar-benar takut jika harus bertemu kembali dengannya."Sayang, tenang! Aku tidak akan menyakitimu. Aku hanya ingin bertemu dengan Devano, putra kita," ucap Richard dengan nada memelas.Mya terdiam. Wanita itu melihat wajah Richard yang sendu membuat dia merasa tak tega. Bagaimanapun juga, Devano adalah anak kandungnya. Dia tidak mungkin melarang seorang ayah bertemu dengan anaknya. Terlebih, sudah satu tahun lebih mereka tidak bertemu."Kamu hanya ingin bertemu Devano bukan?" tanyanya.Lelaki itu mengangguk. "Tunggu sebentar, aku akan panggilkan. Ingat! Jangan pernah membawanya keluar dari rumah ini. Kalau sampai kamu melakukan itu, aku tidak akan pernah mengizinkan kamu menemui Devano lagi, selamanya," Mya menekankan kalimatnya di bagian a
"Tidak, Juan tidak mungkin meninggalkanku Pa! Juan berjanji akan merawat Keano bersama-sama. Juan juga janji akan kembali setelah semua urusannya selesai," racau Dania sambil menangis di pelukan sang ayah. "Tenang sayang, kita tunggu informasi selanjutnya. Coba sekarang kamu hubungi Juan, mungkin teleponnya sudah aktif," nasehat Papa Sean yang tak ingin putrinya terus menerus terpuruk. Dengan tangan gemetar, Dania pun mengambil gawainya. Wanita itu pun mencari nomor sang suami kemudian menghubunginya. Namun, tangisnya kembali pecah saat nomor sang suami tidak dapat dihubungi. "Bagaimana ini Pa? Nomornya tidak aktif," ucap Dania masih dengan deraian air mata. "Sabar sayang, kita tunggu saja informasi selanjutnya. Kita berdoa saja semoga, Juan selamat," bisik Sean pada putrinya. Berita itu begitu menghantam Dania seperti petir di siang bolong. Ia terkejut, tak percaya, dan berharap semua itu hanyalah mimpi buruk. Dan saat dia bangun, mimpi itu akan hilang. Setiap hari Dania
"Dokter tolong putraku!" Tak lama dokter pun datang. Perawat menyuruh mereka semua keluar supaya dokter bisa leluasa mengambil tindakan. Melihat garis lurus pada monitor jantung membuat dokter itu mengambil alat kejut jantung. Dia tempelkan alat itu di dada mungil itu. Dua kali dada itu terlonjak. Namun, garis masih saja lurus. "Tambahkan 200 Joule!" titah dokter itu. Perawat pun mengangguk dan menambah tenaganya. Hentakan terakhir tetap tak mampu membuat garis halus di monitor jantung. Dokter pun menggelengkan kepalanya. "Catat waktunya Sus!" perawat itu kemudian menutup balita itu dengan kain putih. Dokter pun keluar dengan wajah serius. Dania dan Juan langsung mendekat. "Bagaimana Putra saya Dok?" “Maaf, tapi kondisi Keano semakin memburuk. Organ-organ vitalnya mulai gagal. Kami sudah melakukan segala yang kami bisa. Namun, Tuhan berkehendak lain, Tuhan lebih sayang padanya!” Dania menangis, tubuhnya tiba-tiba limbung. Wanita itu pasti jatuh ke lantai jika Juan t
"Dania, menikahlah denganku!"Kali ini Dania diam saja. Dia bingung harus menjawab apa. Semua terasa begitu tiba-tiba bagi Dania. Meski saat ini dia nyaman bersama Juan, tapi untuk kembali bersama, Dania butuh waktu."Beri aku waktu untuk berpikir Juan! Keadaan Keano masih seperti ini, aku tidak mungkin bisa berpikir dengan jernih," pinta Dania.Juan pun mengangguk. "Aku akan setia menunggu jawabanmu Dania. Andai kamu menolakku, aku akan tetap ada untukmu dan juga Keano, karena kalian adalah yang terpenting bagiku," sahut Keano. "Terima kasih, Juan," jawab Dania. Sontak Juan menggeleng. "Aku melakukan ini semua untuk putraku, anak kita. Tak ada yang namanya balas jasa dan sebagainya, jadi jangan ucapkan terima kasih kepadaku karena ini sudah tugasku sebagai ayah," kata Juan. Tak lama, gawai Dania berdering, nama sang ayah terlihat di layar. Tanpa menjawab, Dania langsung meninggalkan Juan tanpa kata. Dania tidak mau membuang waktunya, dia takut kalau sampai terjadi kenapa-napa deng
"Anakku ...." isak Dania menatap Keano dari kaca jendela. Dia tidak bisa masuk ke sana, Keano harus dalam keadaan steril sebelum dokter melakukan tindakan. Dania hanya bisa melihat dari luar. Hanya sesekali saja Dania di dalam, itupun tidak boleh lebih dari 15 menit. Keadaan Keano semakin hari semakin membanjir setelah 7 hari dirawat. Hingga akhirnya, dokter memutuskan untuk melakukan operasi pada Keano. "Kami akan melakukan operasi pada anak Keano, berdo'alah semoga Keano mampu melewati masa-masa ini dengan baik. Semoga dia diberi kekuatan untuk bertahan," ucap dokter sebelum memasuki ruang operasi. Dania mengangguk lemah. Di sampingnya, Sean menunduk dalam, merasa iba karena anak sekecil Keano mesti menjalani operasi besar. Sean sudah tak sanggup menahan air matanya, dia menangis memeluk Dania yang juga akhirnya melakukan hal yang sama. "Aku takut Keano kenapa-kenapa, Pa ... anak sekecil itu, tapi harus menjalani operasi. Hati Dania seolah teriris saat melihat tubuh Keano
"Sudah selesai, Pak." Suster mengangguk ramah kepada Juan yang merasa tubuhnya terasa begitu lemas pasca pengambilan darah tadi. Lelaki itu hendak bangun dari ranjang itu, akan tetapi, Juan merasa oleng, kepalanya pusing sehingga tubuhnya limbung dan hampir terjatuh. "Jangan bangun dulu, Pak, kami akan menginfus Bapak dulu untuk beberapa jam kedepan karena kondisi Bapak juga tidak terlalu baik saat diperika tadi," kata suster. Juan pung mengangguk pasrah, dia memang kurang enak badan, kondisi fisik Juan menurun mengingat akhir-akhir ini dia tidak istrirahat dan makan dengan benar. Hingga dia harus diinfus supaya tubuhnya kembali pulih. "Terima kasih, Sus," ucap Juan. Sebenarnya, tidak disarankan mengambil darah dari orang yang sedang sakit atau kurang enak badan seperti Juan, karena akan ada dampak menurunnya kesehatan secara drastis kepada orang tersebut. Dokter pun telah berkonsultasi terlebih dahulu kepada Juan sebelum mengambil darahnya. Namun, karena Juan ingin menolong Kea
"Dania?" ucap Juan dengan senyuman yang menyiratkan kesedihan. "Apa? Jangan macam-macam kamu!" tegur Dania setelah menghindar dari Juan yang hendak memeluknya. "Sayang, kamu masih istriku! Aku belum pernah menjatuhkan talak padamu. Dan aku masih sangat mencintai kamu, selama satu tahun ini, aku mencarimu kemana-mana. Aku menunggu kamu pulang! Perceraian itu tidak sah, karena aku tidak pernah menandatangani surat perpisahan yang kamu buat," sahut Juan panjang lebar. Namun, Dania menggeleng, dia tidak punya waktu untuk membicarakan hal itu karena sekarang yang terpenting adalah keselamatan Keano yang jalannya berada pada ayahnya sendiri, yaitu Juan. "Aku tidak punya waktu membahas semua itu. Sekarang, ikut aku!" pinta Dania. "Tidak-tidak, aku tidak akan mau ikut denganmu sebelum kamu mendengar penjelasanku terlebih dahulu," kekeh Juan. Dania memutar bola matanya malas. Wanita itu melirik jam tangannya. Dia tahu, kalau lelaki ini tidak dituruti keinginannya, dia tidak akan mau berj
"Rumah sakit? Apa Keano sakit? Separah apa sakitnya hingga Dania menyuruhku untuk segera kesana?" Juan bertanya-tanya, dia butuh jawaban dengan segera mengenai kondisi anaknya yang entah mengalami apa. Tak ingin membuang waktu, Juan segera berlari keluar dari bandara. Urusan klien, biarlah nanti, sekarang ada yang lebih penting dari klien. Selama satu tahun penuh lebih Juan tidak bertemu dengan Dania. Dan kali ini, Dania memintanya untuk datang, meskipun itu di rumah sakit, Juan tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk bertemu dengan istri dan anaknya. Selama ini, Juan sama sekali tidak pernah memberi kontribusi apa pun kepada sang anak karena jarak yang memisahkan. Apalagi, Dania pergi meninggalkan semua uang dan ATM pemberiannya, jadi, dia tidak bisa menikahi putranya. Namun, Juan selalu menyimpan uang yang dia khususkan untuk menafkahi Dania dan Keano. Dia menyimpannya dalam rekening khusus yang akan dia berikan saat telah bertemu dengan keduanya. Dan kali ini, Juan
Dania dan Sean tengah mondar mandir di depan ruang operasi. Sementara Mama Dania hanya duduk di kursi tunggu karena wanita itu sudah tidak kuat berdiri. Ketiga orang itu gelisah menunggu Keano yang sudah hampir satu jam berada di ruang operasi, tapi masih belum ada tanda-tanda dokter akan keluar. "Bagaimana ini Pa? Nia takut, bagaimana kalau Keano ...." Dania tak sanggup lagi meneruskan kalimatnya. Rasa takut akan kehilangan anak kembali Dania rasakan. Dia benar-benar takut kalau Keano akan meninggalkannya, sama seperti anak pertamanya dulu. Sean mengusap punggung sang putri. "Tenang Nia, kita berdoa saja yang terbaik untuk Keano," Sean mencoba menenangkan Dania. "Bagaimana kalau yang terbaik itu adalah ... hiks, hiks, Dania tak sanggup Pa," tangis Dania di pelukan sang ayah. "Berpikirlah positif anakku! Jangan pernah berburuk sangka pada takdir Tuhan yang belum kita ketahui!" nasehat Papa Sean. Tanpa disuruh juga Dania pasti berdoa untuk kesembuhan dan keselamatan sang putra. T
"Ke mana kalian Kenapa kalian pergi meninggalkanku?" monolognya.Juan menatap ke atas, ke arah langit yang semakin menghitam hingga akhirnya lelaki itu memutuskan untuk pulang saja. Saat melewati pos security, Juan bertanya pada security komplek berharap dia menemukan jawaban dari segala pertanyaan mengenai Dania dan Keano."Wah, saya kurang tahu, Pak. Penduduk sini kalau ke mana-mana jarang ada yang bilang, paling titip rumah doang. Kemarin, saat Bu Dania pergi, juga ga bilang dan ga titipin rumahnya, mungkin karena perginya ga akan lama," jawab security komplek setelah Juan bertanya."Biasanya Bu Dania pergi ke mana?" tanya Juan lagi.Security komplek itu menggeleng "Saya tidak tahu Mas. Biasanya, Bu Dania hanya pergi kerja dan pulang sore. Kalaupun jalan-jalan, biasanya pas weekend. Cuma semalam, bukan Bu Dania yang nyetir, tapi Bapak. dan sampai sekarang belum kembali," jawabnya. Selain itu security tidak tahu apa-apa lagi membuat Juan lagi-lagi harus merasakan kecewa. Juan yang