"Tidak, ini pasti bukan kamu! Kamu sudah mati! Pergi! Pergi kamu dari sini!" teriak Mya.Wanita itu tidak ingin lagi bertemu dengan Richard. Lelaki itu terlalu dalam meninggalkan trauma di hatinya. Terutama saat dirinya dipasang bom kemarin. Dia benar-benar takut jika harus bertemu kembali dengannya."Sayang, tenang! Aku tidak akan menyakitimu. Aku hanya ingin bertemu dengan Devano, putra kita," ucap Richard dengan nada memelas.Mya terdiam. Wanita itu melihat wajah Richard yang sendu membuat dia merasa tak tega. Bagaimanapun juga, Devano adalah anak kandungnya. Dia tidak mungkin melarang seorang ayah bertemu dengan anaknya. Terlebih, sudah satu tahun lebih mereka tidak bertemu."Kamu hanya ingin bertemu Devano bukan?" tanyanya.Lelaki itu mengangguk. "Tunggu sebentar, aku akan panggilkan. Ingat! Jangan pernah membawanya keluar dari rumah ini. Kalau sampai kamu melakukan itu, aku tidak akan pernah mengizinkan kamu menemui Devano lagi, selamanya," Mya menekankan kalimatnya di bagian a
Setelah cukup lama merenung, RIchard memutuskan untuk berdamai dengan Mya Dia ingin menjalani kehidupan dengan damai tanpa ada dendam. Mungkin jodoh untuknya dan Mya telah selesai sampai disini.Richard pun memutuskan untuk mendatangi rumah Mya. Dia ingin mengatakan rencananya ini sama Mya.Setelah sampai di rumah Mya, lelaki itu membelikan banyak hadiah untuk Mya dan juga Devano. Doni yang melihatnya merasa cemburu."Ngapain kamu ada disini? Pergi dari rumah gue! Dan ini lagi, ngapain kamu bawa barang kayak begini? Bini gue nggak butuh! Gue sebagai suaminya masih bisa membelikan dia hadiah kayak gini," kesal Doni."Maaf, kalau kedatanganku membuatmu tidak nyaman. AKu hanya ingin, kita hidup berdamai. Aku tahu, aku dulu banyak salah pada kalian. Dan kini, aku sadar aku salah. Aku minta maaf padamu dan juga pada Mya.," ucap Richard dengan wajah tertunduk lesu."Baik, permintaan maafmu aku terima. Sekarang, kamu pergi dari rumahku. Kamu hanay boleh menemui Devano saat aku ada di rumah.
"Jadi, selama ini, kamu mengira saya tidak normal begitu?"Mata Sila membola seketika. "Mati aku!" batinnya.Wanita itu tidak berani membalikkan badannya. Dia tahu dia salah. "Maaf Tuan, saya tidak bermaksud demikian," ucapnya.'Bohong, aku mendengarnya dengan jelas tadi!Dan telingaku masih normal. Kamu bahkan mencibirku kalau aku hanyalah lelaki cacat yang hanya bisa dudu di kursi roda," ucap richard dengan sinis.Mata Sila membola seketika mendengar ucapan sang majikan. Sejak kapan dia berkata seperti itu."Tidak Tuan, itu tidak benar! Anda salah dengar Tuan," Sila berusaha membela dirinya."Bagus! Setelah kamu mengataiku tidak normal, sekarang kamu bilang aku tuli begitu," sarkas Richard.Sila menggelengkan kepalanya. Sang majikan ini sepertinya sedang pms. Hingga dia sensitif terhadap ucapan yang padahal menurut Sila itu biasa. "Ampun Tuan, saya salah Maafkan saya, saya khilaf Tuan," aku Sila.Wanita itu berharap, lelaki pms ini mau memaafkannya kalau dia mengakui kesalahannya. Namu
"Ini tidak mungkin! Saya tidak mau menandatanganinya! Tuan tidak perlu bertanggung jawab pada saya. Anggap saja, tidak pernah terjadi apapun diantara kita berdua," ucap Sila dengan sinis.Wanita itu tidak ingin terikat dalam kontrak pernikahan yang semu. Dia ingin menikah dengan cinta, bukan hanya sebatas tanggung jawab. Sila trauma dengan pernikahan sang kakak yang kandas di tengah jalan karena perjodohan. Dimana tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya, mereka melakukan perjanjian pernikahan sebelum mereka menikah.Sila lalu merobek kertas-kertas itu kemudian melemparkannya pada wajah Richard. Dia tidak peduli mau dipecat atau tidak nantinya. Yang penting, amarahnya tersalurkan. Wanita itu pun pergi meninggalkan ruang kerja Richard. Dia menuju ke kamar majikannya. Sila merasa, itu adalah tempat yang paling aman untuknya. Richard tidak mungkin marah di hadapan mamanya.Richard mengepalkan tangannya. Wanita miskin itu teralu sombong karena berani menolak dirinya. "Heh! dia pikir dia sia
"Ehhmm, dimana aku?" lenguhan Sila pun terdengar oleh Tono.Lelaki itu segera mendekat dan duduk di samping wanita itu."Kamu istirahat saja Sila, kata dokter, kandungan kamu lemah. Jangan terlalu banyak bergerak," nasehat Tono seraya mengusap tangan Sila.Sila shock saat mendengar dia dinyatakan hamil. Dia tidak menyangka, kejadian malam naas itu menimbulkan bekas di rahimnya. "Sialan, ternyata lelaki cacat itu tokcer juga! Kukira dia tak mampu berdiri, ternyata ....""Hah! Lalu, bagaimana aku menjalani kehidupanku nantinya? Lelaki itu lasti akan memaksaku untuk menikah dengannya kalau dia tahu aku hamil anaknya," batin Sila."Pak, apa Bapak sudah memberitahu Tuan tentang keadaan saya?" tanya Sila.Lelaki paruh baya itu mengangguk. Tadi saat dokter meminta persetujuan untuk menyuntikkan obat penguat yang paling bagus, dia terpaksa menyanggupinya karena takut Sila kenapa-napa. Biarlah jika memang Bos tidak mau menanggungnya, dia akan kas bon pada Richard untuk membayarnya.Setelah itu
"Baiklah Tuan, suntikkan obat itu! Biarlah dia meninggal sebelum dilahirkan," putus Sila."Apa!!"“Sudah, kita menikah besok! Tidak ada bantahan!” ucap Richard bersungut kesal.Sila bersorak dalam hati. Sedari tadi dia tahu kalau Richard menginginkan dia memohon untuk menikah dengannya. Namun, dia berusaha seolah dia adalah wanita yang putus asa. Sila gengsi kalau harus mengemis di hadapan Richard. Dia tidak mau lelaki itu menekannya karena dia menginginkan pernikahan ini.“Terima kasih Tuan, Anda mau bertanggung jawab” ucap Sila diiringi senyuman manis.Sepertinya, dia tahu bagaimana cara menaklukkan lelaki kutub utara ini. Richard memiliki wajah yang tampan, meski dia hanya bisa duduk di kursi roda.Meski pada awalnya Sila tidak menyukai Richard, melihat lelaki itu begitu menyayang ibunya membuat Sila jatuh hati padanya. Hanya saja, lelaki itu bersikap dingin semenjak dia menolaknya dulu. Dan kini, dia akan mencairkan gunung es itu.“Ohh iya Tuan, bagaimana kabar Nyonya?” tanya Sila
"Tuan, saya tidur dimana? Di ranjang atau di sofa?" tanya Sila saat wanita masuk ke kamar Richard."Apa kamu berharap tidur satu ranjang denganku?" tanya Richard dengan nada menggoda."Ishh, bukan itu," sahut Sila dengan wajah yang merah merona.Lelaki itu menepuk sisi ranjangnya, menyuruh Sila untuk duduk di sampingnya. Wanita hamil itu pun duduk di samping sang suami. Dia tidak berani menatap wajah Richard karena malu.Richard menyampingkan anak rambut istrinya ke belakang telinga. "Kamu beneran, ingin disentuh olehku?" bisiknya tepat di telinag sang istri."Dibilangin bukan itu kok! Aku kan cuma tanya dimana tempat tidurku? Itu saja," jawabnya.Richard lalu menarik tubuh sang istri ke dalam pelukannya. Kemudian merebahkannya di ranjang. Dia tatap wajah sang istri yang sebetulnya cantik sih. Cuma karena memang di hatinya belum ada cinta, ya begitulah."Kamu tahu, aku belum mencintaimu. Cuma kalau kamu menginginkan hakmu sebagai istri aku bisa melakukannya," ucapnya.Sila yang kesal
"Richaaard! Kenapa semua leherku jadi merah semua!!"Lelaki itu hanya tersenyum sambil membayangkan apa yang dilakukan tadi malam. Tak dia pedulikan teriakan sang istri dari dalam. Dia pun mengambil bantal, kemudian menutup telinganya.Setelah membersihkan dirinya, Sila keluar dengan wajah yang bersungut kesal. Apalagi saat melihat sang suami yang masih tidur sambil menutupi kepalanya. Tiba-tiba, ide cemerlang terlintas di kepalanya.Wanita itu pun membuka selimut yang membungkus kaki suaminya. Dia pun mengambil satu rambut di kakinya kemudian dia tarik kencang-kencang."Auuww, sakit Silaaa!" teriak Richard sambil duduk memegangi kakinya."Ohh sakit, kukira kakimu mati rasa," ucapnya tanpa dosa."Silaaa! Kamu ya, benar-benar!" kesal Richard sambil mengepalkan tangannya di udara.Andai dia bisa berjalan normal, lelaki itu sudah pasti akan menarik tubuh wanita itu kemudian mengungkungnya di bawahnya."Bantuin aku ke kamar mandi! Siapa suruh ganggu orang pagi-pagi," titah Richard.Mau ta