"Ya Tuhan, kamu kenapa Sila?" teriak Bibi.Wanita bertubuh tambun itu pun memakaikan majikannya pakaian kemudian memanggil security untuk membantunya membawa Sila ke dokter. Untungnya, sopir mamanya stand by di sana.Mereka pun langsung membawa Sila ke UGD begitu mereka sampai di rumah sakit. Bibi yang khawatir dengan keadaan Sila segera menelepon sang majikan. Namun, hingga dering ke 10 tak jua terjawab.Bibi akhirnya menunggu hingga dokter selesai memberi pertolongan. "Bagaimana dok?" tanyanya."Untung Anda cepat membawanya kesini. Kandungan pasien sangat lemah. Dia tidak bisa bergerak kemanapun jika ingin mempertahankan bayinya," terang dokter itu.Wanita bertubuh tambun itu hanya bisa mendesah nafas panjang. Dia merasa iba dengan keadaan Sila yang hamil, tapi sendirian karena sang suami sibuk dengan kerjaannya.Sila harus kembali dirawat di rumah sakit. Padahal, kemarin dia baru saja keluar. Bibi jadi bingung, Nyonya besar di rumah sendirian, sedangkan keadaan Nyonya besar tidak m
"Apa yang kalian lakukan?" teriak Richard saat melihat istrinya duduk di pangkuan mantan suaminya."Istrimu kelelahan, kalau kamu tidak becus menjaganya, biar aku yang jaga," ucap Richard tanpa dosa.Kalau tidak ingat ini sedang berada di rumah sakit, dia pasti akan menghajar lelaki yang dihadapannya ini.Melihat sang istri yang hanya diam sambil memegang kepalanya membuat Doni khawatir, mungkin, benar kata Richard, istrinya kelelahan."Kamu sakit sayang?" tanya Doni sambil merangkul istrinya kemudian menuntunnya ke sofa.Mya masih diam tak bergeming. Doni pun ikut khawatir."Sayang, kamu tunggu disini dulu ya, aku panggil dokter untuk memeriksa kamu," ucapnya.Lelaki itu kemudian memencet tombol perawat kemudian menyuruhnya memanggil dokter. Tak lama, dokter pun datang dan memeriksa Mya."istri Bapak sedang hamil. Tekanannya sangat rendah, itu yang menyebabkan beliau pusing. Kalau tidak hati-hati bisa jatuh. Lebih baik, untuk sementara waktu, istirahat aja dulu. Kalau Bapak ingin leb
"Aku harus bagaimana? Pergi kah? Lalu, bagaimana dengan anak ini? Bagimana dengan Mama?" gumam Sila dalam kesendiriannya.Ingin rasanya dia menangis. Padahal, dia juga membutuhkan suaminya disini. Namun, mengapa suaminya lebih mementingkan anak kandungnya daripada dirinya?"Tuhan, beri aku kekuaran," pinta Sila.Wanita itu pun mencoba untuk memejamkan mata. Namun, dia tak bisa tidur karena merindukan suaminya. Tak bisa dia pungkiri, pesona Richard sangatlah menggoda. Meski di awal dia menolaknya. Namun, dia tak sanggup untuk melawan rasa tertarik untuk majikannya yang saat ini menjadi suaminya.Jepang"Sayang, Papa ke kamar Mama dulu ya. Lihat Mama sebentar," pamit Richard pada sang putra.Bocah berusi 7 tahun itu hanya mengangguk saja. Setidaknya, dia bersyukur, ayah kandungnya masih memperhatikannya meski lelaki itu telah menikah lagi.Sesampainya di kamar Mya, Richard pun mengambil makanan wanita itu kemudian menyuapinya."Ayo sayang, makan dulu! Setelah itu, aku ke kamar Devano. K
"Apa Richard selama ini hanya menganggapnya seperti pelacur yang hanya didatangi saat akan dipakai?" Itulah yang ada di benak Sila saat ini. Melihat istrinya yang hanya bengong, Richard pun membentaknya, "Cepat pakai! Sebelum aku marah dan memukulimu."Sila menghela nafas panjang. Dia tidak menyangka kalau ternyata Richard adalah pria yang kasar. Dengan malas, wanita itu pun memakai baju yang diberikan oleh Richard.Lelaki itu menatap lapar istrinya yang terlihat semakin seksi saja. Dia pun menggeserkan tubuhnya di ranjang kemudian menyuruh sang istri untuk memimpin permainan."Kak, aku tidak tahu bagaimana caranya," ucap Sila dengan polosnya."Ck," Richard berdecak kesal.Lelaki itu pun terpaksa mengajari sang istri terlebih dahulu. Setelah itu, terjadilah perang baratayuda diantara keduanya.Setelah mereka selesai, Richard pun mengambil kursi rodanya kemudian tidur di luar. Sila benar-benar merasa seperti pelacur saja. Ingin dia berteriak marah. Namun, semua ucapannya hanya bisa ter
"Ya Tuhan, beri aku kekuatan," ucap Sila sambil mengusap perutnya yang masih datar.Bisa saja dia meminta cerai. Namun, bagaimana denagn bayi yang dikandungnya. Selama hidup, dia akan dicap sebagai anak haram karena tidak memiliki ayah. Tidak, dia tak ingin anaknya mengalami hal yang sama seperti yang dia alami.Sejak duduk di bangku TK hingga SMA, cap sebagai anak haram melekat dalam dirinya. Hinaan, cacian bahkan sepanjang hidupnya tidak ada yang mau berteman dengannya.Baru saat dia beranjak dewasa, ibunya menemukan jodoh yang tepat. Sayangnya, umur mereka tidaklah panjang.Esoknya, seperti biasa, Sila menyiapkan sarapan untuk mertua dan suaminya. Untungnya, Richard tidak pernah protes, meskipun, dia juga tidak pernah memuji masakannya.Richard sudah keluar dari kamarnya. Lelaki itu terlihat tampan dengan balutan jas warna biru. Tiba-tiba, Bibi datang mengatakan kalau ada tamu di depan yang mencari Tuan."Siapa BI?" tanya Richard. "A-nu Tuan, katanya, dia putra Tuan," jawab Bibi sa
Pikiran Sila berkecamuk. Sungguh, dia bingung dengan semua keadaan ini. Melihat istri Richard yang sepertinya cemburu, Doni pun angkat bicara. "Mbak gak usah bingung sama sikap suami kamu sama istri saya. Dulu, dia itu bucin akut setelah istri saya melahirkan Devano. Namun sayang, istri saya sudah tak mau lagi rujuk dengannya.."Sila hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Dia malu karena suami dari Mya telah memergokinya.Setelah puas makan, Doni mengajak istrinya pulang. Dia tidak ingin Richard berlama-lama memandang wajah cantik istrinya."Kalau begitu, kami permsi! Terima kasih atas jamuan sarapannya. Untuk Devano, jika bocah itu ingin tinggal disni boleh saja," ucapnya.Mya pun berterima kasih pada Richard karena telah memperbolekannya sarapan disini. Selepas kepergian Doni dan istrinya, ekspresi wajah Richard kembali datar. Rupanya, dia hanya berpura-pura saja menjadi keluarga yang harmonis saat ini."Aku tidur di kamar Devano. Jangan manja! Dan ingat, perlakukan Devano se
"Astaghfirullah Mama!"Sila langsung memanggil suaminya saat tak menemukan getaran ditangan sang mertua. Richard pun segera memanggil dokter langganan keluarganya yang biasa memeriksa sang mama.Tak sampai 15 menit, dokter itu telah tiba. Wanita paruh baya itu pun langsung ke kamar dan memeriksa Mama Richard. Wanita itu menggelengkan kepalanya. Richard langsung tergugu di samping sang mama. Dia tidak menyangka kalau ibunya harus pergi secepat itu. "Maafkan Richard Ma! Richard belum bisa bahagiakan Mama," tangisnya.Lelaki itu berulangkali mencium tangan sang mama. Sila terus mengusap lembut bahu sang suami yang sedang berduka. Dia tahu bagaimana rasanya kehilangan. Dan dia mengerti bagaimana perasaan Richard saat ini.Bendera kuning telah terpasang di depan rumah Richard. Banyak klien dan karyawan Richard yang melayat kesana. Mya dan Doni pun sudah ada disana. Rupanya, Tuhan menyuruh dia untuk pulang karena mantan mertuanya akan berpulang.Setelah disholatkan, jenazah Mama Richard pun
"Nyonya," panggil Bibi saat melihat majikannya keluar membawa koper besar.Sila menoleh. "Ya, Bi?" tanya Sila."Nyonya mau kemana? Kenapa membawa koper besar? Sudah izin dengan Tuan belum? Kalau belum Nyonya tida boleh keluar," cecar Bibi yang tak ingin disalahkan oleh majikannya."Sila mau pulang kampung Bi. Sila ingin melahirkan di kampung saja. Sila sudah bilang sama Tuan kok," ucap wanita hamil itu."Tunggu sebentar, biar saya telepon Tuan dulu," ucap Bibi.Sila pun menaruh kopernya kemudian duduk di kursi teras. Bibi pun mencoba menghubungi sang majikan. Namun sayang, hingga dering ke sepuluh, panggilannya tak jua terjawab."Kok tidak diangkat ya Nyonya," ucap Bibi."Tuan sedang di luar kota Bi, mungkin sedang meeting. Tadi Sila udah kirim pesan kok sama Tuan. Lihat!" Sila pun menunjukkan gawainya pada ART super kepo itu."Ya sudah, Nyonya hati-hati! Jangan lupa hubungi Bibi kalau Nyonya akan melahirkan," ucapnya.Sila hanya mengangguk mengiyakan. Wanita itu pun pergi dengan meng
"Tidak, Juan tidak mungkin meninggalkanku Pa! Juan berjanji akan merawat Keano bersama-sama. Juan juga janji akan kembali setelah semua urusannya selesai," racau Dania sambil menangis di pelukan sang ayah. "Tenang sayang, kita tunggu informasi selanjutnya. Coba sekarang kamu hubungi Juan, mungkin teleponnya sudah aktif," nasehat Papa Sean yang tak ingin putrinya terus menerus terpuruk. Dengan tangan gemetar, Dania pun mengambil gawainya. Wanita itu pun mencari nomor sang suami kemudian menghubunginya. Namun, tangisnya kembali pecah saat nomor sang suami tidak dapat dihubungi. "Bagaimana ini Pa? Nomornya tidak aktif," ucap Dania masih dengan deraian air mata. "Sabar sayang, kita tunggu saja informasi selanjutnya. Kita berdoa saja semoga, Juan selamat," bisik Sean pada putrinya. Berita itu begitu menghantam Dania seperti petir di siang bolong. Ia terkejut, tak percaya, dan berharap semua itu hanyalah mimpi buruk. Dan saat dia bangun, mimpi itu akan hilang. Setiap hari Dania
"Dokter tolong putraku!" Tak lama dokter pun datang. Perawat menyuruh mereka semua keluar supaya dokter bisa leluasa mengambil tindakan. Melihat garis lurus pada monitor jantung membuat dokter itu mengambil alat kejut jantung. Dia tempelkan alat itu di dada mungil itu. Dua kali dada itu terlonjak. Namun, garis masih saja lurus. "Tambahkan 200 Joule!" titah dokter itu. Perawat pun mengangguk dan menambah tenaganya. Hentakan terakhir tetap tak mampu membuat garis halus di monitor jantung. Dokter pun menggelengkan kepalanya. "Catat waktunya Sus!" perawat itu kemudian menutup balita itu dengan kain putih. Dokter pun keluar dengan wajah serius. Dania dan Juan langsung mendekat. "Bagaimana Putra saya Dok?" “Maaf, tapi kondisi Keano semakin memburuk. Organ-organ vitalnya mulai gagal. Kami sudah melakukan segala yang kami bisa. Namun, Tuhan berkehendak lain, Tuhan lebih sayang padanya!” Dania menangis, tubuhnya tiba-tiba limbung. Wanita itu pasti jatuh ke lantai jika Juan t
"Dania, menikahlah denganku!"Kali ini Dania diam saja. Dia bingung harus menjawab apa. Semua terasa begitu tiba-tiba bagi Dania. Meski saat ini dia nyaman bersama Juan, tapi untuk kembali bersama, Dania butuh waktu."Beri aku waktu untuk berpikir Juan! Keadaan Keano masih seperti ini, aku tidak mungkin bisa berpikir dengan jernih," pinta Dania.Juan pun mengangguk. "Aku akan setia menunggu jawabanmu Dania. Andai kamu menolakku, aku akan tetap ada untukmu dan juga Keano, karena kalian adalah yang terpenting bagiku," sahut Keano. "Terima kasih, Juan," jawab Dania. Sontak Juan menggeleng. "Aku melakukan ini semua untuk putraku, anak kita. Tak ada yang namanya balas jasa dan sebagainya, jadi jangan ucapkan terima kasih kepadaku karena ini sudah tugasku sebagai ayah," kata Juan. Tak lama, gawai Dania berdering, nama sang ayah terlihat di layar. Tanpa menjawab, Dania langsung meninggalkan Juan tanpa kata. Dania tidak mau membuang waktunya, dia takut kalau sampai terjadi kenapa-napa deng
"Anakku ...." isak Dania menatap Keano dari kaca jendela. Dia tidak bisa masuk ke sana, Keano harus dalam keadaan steril sebelum dokter melakukan tindakan. Dania hanya bisa melihat dari luar. Hanya sesekali saja Dania di dalam, itupun tidak boleh lebih dari 15 menit. Keadaan Keano semakin hari semakin membanjir setelah 7 hari dirawat. Hingga akhirnya, dokter memutuskan untuk melakukan operasi pada Keano. "Kami akan melakukan operasi pada anak Keano, berdo'alah semoga Keano mampu melewati masa-masa ini dengan baik. Semoga dia diberi kekuatan untuk bertahan," ucap dokter sebelum memasuki ruang operasi. Dania mengangguk lemah. Di sampingnya, Sean menunduk dalam, merasa iba karena anak sekecil Keano mesti menjalani operasi besar. Sean sudah tak sanggup menahan air matanya, dia menangis memeluk Dania yang juga akhirnya melakukan hal yang sama. "Aku takut Keano kenapa-kenapa, Pa ... anak sekecil itu, tapi harus menjalani operasi. Hati Dania seolah teriris saat melihat tubuh Keano
"Sudah selesai, Pak." Suster mengangguk ramah kepada Juan yang merasa tubuhnya terasa begitu lemas pasca pengambilan darah tadi. Lelaki itu hendak bangun dari ranjang itu, akan tetapi, Juan merasa oleng, kepalanya pusing sehingga tubuhnya limbung dan hampir terjatuh. "Jangan bangun dulu, Pak, kami akan menginfus Bapak dulu untuk beberapa jam kedepan karena kondisi Bapak juga tidak terlalu baik saat diperika tadi," kata suster. Juan pung mengangguk pasrah, dia memang kurang enak badan, kondisi fisik Juan menurun mengingat akhir-akhir ini dia tidak istrirahat dan makan dengan benar. Hingga dia harus diinfus supaya tubuhnya kembali pulih. "Terima kasih, Sus," ucap Juan. Sebenarnya, tidak disarankan mengambil darah dari orang yang sedang sakit atau kurang enak badan seperti Juan, karena akan ada dampak menurunnya kesehatan secara drastis kepada orang tersebut. Dokter pun telah berkonsultasi terlebih dahulu kepada Juan sebelum mengambil darahnya. Namun, karena Juan ingin menolong Kea
"Dania?" ucap Juan dengan senyuman yang menyiratkan kesedihan. "Apa? Jangan macam-macam kamu!" tegur Dania setelah menghindar dari Juan yang hendak memeluknya. "Sayang, kamu masih istriku! Aku belum pernah menjatuhkan talak padamu. Dan aku masih sangat mencintai kamu, selama satu tahun ini, aku mencarimu kemana-mana. Aku menunggu kamu pulang! Perceraian itu tidak sah, karena aku tidak pernah menandatangani surat perpisahan yang kamu buat," sahut Juan panjang lebar. Namun, Dania menggeleng, dia tidak punya waktu untuk membicarakan hal itu karena sekarang yang terpenting adalah keselamatan Keano yang jalannya berada pada ayahnya sendiri, yaitu Juan. "Aku tidak punya waktu membahas semua itu. Sekarang, ikut aku!" pinta Dania. "Tidak-tidak, aku tidak akan mau ikut denganmu sebelum kamu mendengar penjelasanku terlebih dahulu," kekeh Juan. Dania memutar bola matanya malas. Wanita itu melirik jam tangannya. Dia tahu, kalau lelaki ini tidak dituruti keinginannya, dia tidak akan mau berj
"Rumah sakit? Apa Keano sakit? Separah apa sakitnya hingga Dania menyuruhku untuk segera kesana?" Juan bertanya-tanya, dia butuh jawaban dengan segera mengenai kondisi anaknya yang entah mengalami apa. Tak ingin membuang waktu, Juan segera berlari keluar dari bandara. Urusan klien, biarlah nanti, sekarang ada yang lebih penting dari klien. Selama satu tahun penuh lebih Juan tidak bertemu dengan Dania. Dan kali ini, Dania memintanya untuk datang, meskipun itu di rumah sakit, Juan tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk bertemu dengan istri dan anaknya. Selama ini, Juan sama sekali tidak pernah memberi kontribusi apa pun kepada sang anak karena jarak yang memisahkan. Apalagi, Dania pergi meninggalkan semua uang dan ATM pemberiannya, jadi, dia tidak bisa menikahi putranya. Namun, Juan selalu menyimpan uang yang dia khususkan untuk menafkahi Dania dan Keano. Dia menyimpannya dalam rekening khusus yang akan dia berikan saat telah bertemu dengan keduanya. Dan kali ini, Juan
Dania dan Sean tengah mondar mandir di depan ruang operasi. Sementara Mama Dania hanya duduk di kursi tunggu karena wanita itu sudah tidak kuat berdiri. Ketiga orang itu gelisah menunggu Keano yang sudah hampir satu jam berada di ruang operasi, tapi masih belum ada tanda-tanda dokter akan keluar. "Bagaimana ini Pa? Nia takut, bagaimana kalau Keano ...." Dania tak sanggup lagi meneruskan kalimatnya. Rasa takut akan kehilangan anak kembali Dania rasakan. Dia benar-benar takut kalau Keano akan meninggalkannya, sama seperti anak pertamanya dulu. Sean mengusap punggung sang putri. "Tenang Nia, kita berdoa saja yang terbaik untuk Keano," Sean mencoba menenangkan Dania. "Bagaimana kalau yang terbaik itu adalah ... hiks, hiks, Dania tak sanggup Pa," tangis Dania di pelukan sang ayah. "Berpikirlah positif anakku! Jangan pernah berburuk sangka pada takdir Tuhan yang belum kita ketahui!" nasehat Papa Sean. Tanpa disuruh juga Dania pasti berdoa untuk kesembuhan dan keselamatan sang putra. T
"Ke mana kalian Kenapa kalian pergi meninggalkanku?" monolognya.Juan menatap ke atas, ke arah langit yang semakin menghitam hingga akhirnya lelaki itu memutuskan untuk pulang saja. Saat melewati pos security, Juan bertanya pada security komplek berharap dia menemukan jawaban dari segala pertanyaan mengenai Dania dan Keano."Wah, saya kurang tahu, Pak. Penduduk sini kalau ke mana-mana jarang ada yang bilang, paling titip rumah doang. Kemarin, saat Bu Dania pergi, juga ga bilang dan ga titipin rumahnya, mungkin karena perginya ga akan lama," jawab security komplek setelah Juan bertanya."Biasanya Bu Dania pergi ke mana?" tanya Juan lagi.Security komplek itu menggeleng "Saya tidak tahu Mas. Biasanya, Bu Dania hanya pergi kerja dan pulang sore. Kalaupun jalan-jalan, biasanya pas weekend. Cuma semalam, bukan Bu Dania yang nyetir, tapi Bapak. dan sampai sekarang belum kembali," jawabnya. Selain itu security tidak tahu apa-apa lagi membuat Juan lagi-lagi harus merasakan kecewa. Juan yang