"Di sini kamu rupanya bersembunyi?" DegSuara itu, mengingatkan Sila pada mantan suaminya yang telah dia tinggalkan. Wanita berperut buncit itu tidak berani berbalik. Takut kalau memang itu suaminya dan mengajaknya pulang kembali. Dia hanya mampu duduk termangu di sofa VIP tempat para pengusha kaya menghabiskan waktu bersama dengan wanita malam."Jadi, dia tamu istimewanya?" batin SIla.FlashbackSaat dia baru tiba tadi, bartender mengatakan kalau dia ditunggu oleh tamu istimewa yang sudah menunggunya sejak tadi. Pekerjaan SIla memang hanya menemani tamu minum saja, tidak sampai ke ranjang, karena hampir se,mua tamu telah diberi tahu kalau Sila adalah adik dari pemilik klub malam. Jadi mereka tidak berani macam-macam dengan Sila.Dan saat Sila masuk ke ruangan VIP, tak ada siapapun di sana. Wanita itu pun duduk di sofa sambil menunggu tamunya.Flashback offTerdengar suara gerakan dari sofa di sampingnya menunjukkan bahwa yang duduk di sebelahnya. SIla tetap pada posisi semula. Sedik
"Siapa dia? Suami baru kamu, atau kekasih barumu?" tanya Richard yang mulai dikuasai oleh rasa cemburu."Abang, itu ya Abang gue. Dia adalah kakak kandungku. Aku baru tahu saat aku menolongnya waktu itu," cerita Sila."Maksudnya gimana?" tanya Richard tidak mengerti.Mengalirlah cerita dari mulut SIla kalau saat dia kabur kemarin ada seorang lelaki yang tengah terkapar tak berdaya akibat terluka tusukan oleh orang. Dia pun meminta bantuan orang untuk membawanya ke dokter. Di sana, lelaki itu kehabisan darah dan membutuhkan transfusi, kebetulan, golongan darah mereka sama. JAdi, dialah yang mendonorkan darahnya.Entah bagaimana caranya, setelah lelaki itu sadar dan sehat kembali, dia tiba-tiba membawa hasil test dna yang menyatakan bahwa mereka adalah saudara kandung. Hingga akhirnya, Sila pun tinggal bersamanya."Ck, kenapa kamu ikutan bekerja di kelab malam? Apalagi, kamu sampai harus ikut melayani tamu-tamu yang sedang minum disana," protes Richard yang tak terima dengan pekerjaan S
"Syarat apa Bang?" tanya Richard.Lelaki bernama Nico itu pun berdiri di hadapan adik aprnya. "Kamu harus mengalihkan sebagian hartamu atas nama Sila, supaya jika kamu meninggalkannya, adikku tidak akan kesusahan menghidupi anakmu. Dan satu lagi, jangan pernah sakiti adikku kalau kamu tidak ingin aku potong burungmu," ancam Nico dengan seriusnya.Richard terdiam memberikan sebagian hartanya sama saja dengan memberikan harta gono gini pada Sila. Wanita itu bisa saja seenaknya meninggalkan dia jika memiliki harta yang banyak.Namun, jika tidak dituruti, dia tidak akan membawa istrinya pulang. Dan itu tidak aman untuk jatah malamnya."Baiklah, nanti setelah aku kembali ke kantor, aku akan menyuruh pengacaraku melakukannya," ucap Richard.Namun, sepertinya, ucapannya tidak berlaku bagi Nico. Dia seolah tahu kalau Richard akan ingkar janji jika keluar dari tempatnya."Kamu boleh bawa adikku setelah membawa surat itu kemari," tegas Nico."Bang, Richard janji akan bawa surat itu segera. Tapi
"Abaang," jerit Sila sambil memegang dinding.Dia takut tidak kuat berdiri karena sakit di perutnya. Mendengar teriakan sang adik, Nico segera berlari menuju kamar Sila. Dia pun segera menggendong tubuh Sila kemudian dia bawa masuk ke dalam mobil.Lelaki itu pun melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Jangan sampai adiknya melahirkan di jalan.Tak dia pedulikan teriakan pengendara lain yang menyebutnya pengemudi ugal-ugalan. Yang terpenting baginya, bagaimana caranya dia cepat sampai di rumah sakit.Begitu sampai di UGD, lelaki itu berteriak memanggil dokter dan perawat untuk menolong adiknya. Perawat pun membawa Sila ke dalam ruangan bersalin. Sebenarnya, dia ingin masuk ke dalam. Namun, dia trauma kalau melihat orang melahirkan. Bisa-bisa, dia pingsan nanti di dalam.Lelaki itu mondar-mandir di depan ruang bersalin. Dia berharap, adik dan juga keponakannya selamat. Baru beberapa bulan dia bertemu adik kandungnya. Dan dia tidak ingin mereka terpisah kembali.Tak lama, tangisan bay
Dua puluh tahun kemudianSeorang gadis tengah berlari karena terlambat datang ke rumah sakit. Hari ini, adalah hari pertamanya menjadi dokter koas di sebuah rumah sakit di negara J.Gadis itu bernama Kezia, gadis cantik yang pandai hingga sering mendapatkan perhatian dari salah satu perawat dan dokter laki-laki di rumah sakit itu.Namun, itu tidak berlaku untuk Devano. Lelaki tampan itu menatap Kezia dengan tatapan sinis. Lelaki itu mengira, Kezia memanfaatkan kecantikannya untuk merayu dosen di kampusnya hingga dia bisa magang di rumah sakit ini.Karena rumah sakit tempat Devano bekerja merupakan rumah sakit mewah dan berkelas. Jarang ada anak koas yang magang disini kalau bukan anak salah satu dokter disini, atau anak pejabat. Sementara Kezia, dia hanyalah gadis biasa. Jadi, kalau bukan dengan tubuhnya, bagaimana dia bisa masuk ke rumah sakit ini tanpa ada koneksi orang dalam.Kebetulan, Devano yang menjadi mentor gadis itu. Dia akan memanfaatkan hal ini untuk mengerjai dokter canti
"Happy Birthday To You," teriakan SIla dan juga Takeshi membahana di seluruh kamar Kezia.Meski hanya ayah sambung, Takeshi sangat menyayangi Kezia. Karena dia divonis oleh dokter tidak akan bisa memiliki anak. Maka dari itu, dia memutuskan untuk menikahi Sila. Toh, dia tidak akan kesepian karena memiliki SIla dan dalam hidupnya.Gadis yang baru saja berusia 20 tahun itu mengucek kedua matanya. Senyum terbit di bibirnya saat melihat kedua orang tuanya membawa kue ulang tahun ke kamarnya."Mom, Dad, aku ini sudah besar. Tidak pantas diperlakukan seperti ini," ucapnya kesal. Meski begitu, gadis itu berhambur memeluk kedua orang tuanya yang selalu menyayangi dan mencintai dia."Terima kasih Mom, Dad," ucapnya.Kezia pun meniup lilin ulang tahun yang dibawa oleh papanya. Gadis itu memejamkan mata sejenak. Dia berharap, di ulang tahunnya yang ke 20 ini. Dia mendapatkan lelaki yang mencintainya dengan tulus. Esoknya, Kezia pun berangkat menuju ke rumah sakit tempat dia magang. Dia juga me
"Kenapa nasibku sejelek ini?" gumam Kezia.Keesokannya, Kezia meminta Sila mengajarinya memasak. Acara masak-memasak pun selesai. Kezia memasukkan makanan itu ke dalam kotak makanan kemudian membawanya ke rumah sakit.Senyum tak pernah lepas dari bibir Kezia. Wanita itu sudah membayangkan kalau dokter mentornya itu akan memuji masakannya."Dia pasti menyukainya," gumamnya.Sesampainya di rumah sakit, Kezia yang melihat Devano baru saja datang langsung memanggilnya. "Dokter Devano."Lelaki tampan itu pun menoleh. Dia menatap sinis Kezia yang berlari kecil sambil menenteng sebuah kotak makanan berwarna pink."Ini sarapan untuk Dokter. Saya sendiri yang membuatnya," ucap Kezia dengan senyuman manis.Devano pun mengambil kotak makanan itu kemudian membukanya. Bukannya memakan atau mencicipi makanan itu, Devano malah membuang semua makanan itu ke dalam sampah.Mata Kexia membulat sempurna melihat apa yang dilakukan ooleh Devano baru saja. "Dok, kenapa makanannya dibuang, kan sayang?" prot
"Ya Tuhan, apa yang kalian lakukan?" teriak Kezia membuat dua orang itu pun menoleh ke arah pintu."Siapa dia sayang?" tanya wanita yang berada di bawah kungkungan Devano."Ck, pembantu baru! Kita pindah saja ke kamar," ucap Devano.Lelaki itu pun menggendong wanita itu tanpa melepaskan tautan mereka. Kezia hanya bisa-bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan dokter seniornya.Wanita itu pun mulai menyapu dan mengepel lantai apartemen itu. Saat dia merogoh bawah kursi dengan sapu, gadis itu mendadak menutup mulutnya karena mual dengan bau yang ditimbulkan oleh benda yang dia temukan."Ya Tuhan, Devano memang gila!" kesalnya.Gadis itu kemudian mengambil maskernya kemudian memakainya supaya kalau dia menemukan benda itu lagi, dia tidak terlalu mual.Setelah selesai membersihkan ruangan depan, kini giliran wanita itu membuatkan lelaki brengsek itu sarapan. Gadis itu bergidik ngeri saat suara dua orang yang tengah berbagi peluh itu terdengar hingga ke dapur.Kezia yang memang pernah men
"Tidak, Juan tidak mungkin meninggalkanku Pa! Juan berjanji akan merawat Keano bersama-sama. Juan juga janji akan kembali setelah semua urusannya selesai," racau Dania sambil menangis di pelukan sang ayah. "Tenang sayang, kita tunggu informasi selanjutnya. Coba sekarang kamu hubungi Juan, mungkin teleponnya sudah aktif," nasehat Papa Sean yang tak ingin putrinya terus menerus terpuruk. Dengan tangan gemetar, Dania pun mengambil gawainya. Wanita itu pun mencari nomor sang suami kemudian menghubunginya. Namun, tangisnya kembali pecah saat nomor sang suami tidak dapat dihubungi. "Bagaimana ini Pa? Nomornya tidak aktif," ucap Dania masih dengan deraian air mata. "Sabar sayang, kita tunggu saja informasi selanjutnya. Kita berdoa saja semoga, Juan selamat," bisik Sean pada putrinya. Berita itu begitu menghantam Dania seperti petir di siang bolong. Ia terkejut, tak percaya, dan berharap semua itu hanyalah mimpi buruk. Dan saat dia bangun, mimpi itu akan hilang. Setiap hari Dania
"Dokter tolong putraku!" Tak lama dokter pun datang. Perawat menyuruh mereka semua keluar supaya dokter bisa leluasa mengambil tindakan. Melihat garis lurus pada monitor jantung membuat dokter itu mengambil alat kejut jantung. Dia tempelkan alat itu di dada mungil itu. Dua kali dada itu terlonjak. Namun, garis masih saja lurus. "Tambahkan 200 Joule!" titah dokter itu. Perawat pun mengangguk dan menambah tenaganya. Hentakan terakhir tetap tak mampu membuat garis halus di monitor jantung. Dokter pun menggelengkan kepalanya. "Catat waktunya Sus!" perawat itu kemudian menutup balita itu dengan kain putih. Dokter pun keluar dengan wajah serius. Dania dan Juan langsung mendekat. "Bagaimana Putra saya Dok?" “Maaf, tapi kondisi Keano semakin memburuk. Organ-organ vitalnya mulai gagal. Kami sudah melakukan segala yang kami bisa. Namun, Tuhan berkehendak lain, Tuhan lebih sayang padanya!” Dania menangis, tubuhnya tiba-tiba limbung. Wanita itu pasti jatuh ke lantai jika Juan t
"Dania, menikahlah denganku!"Kali ini Dania diam saja. Dia bingung harus menjawab apa. Semua terasa begitu tiba-tiba bagi Dania. Meski saat ini dia nyaman bersama Juan, tapi untuk kembali bersama, Dania butuh waktu."Beri aku waktu untuk berpikir Juan! Keadaan Keano masih seperti ini, aku tidak mungkin bisa berpikir dengan jernih," pinta Dania.Juan pun mengangguk. "Aku akan setia menunggu jawabanmu Dania. Andai kamu menolakku, aku akan tetap ada untukmu dan juga Keano, karena kalian adalah yang terpenting bagiku," sahut Keano. "Terima kasih, Juan," jawab Dania. Sontak Juan menggeleng. "Aku melakukan ini semua untuk putraku, anak kita. Tak ada yang namanya balas jasa dan sebagainya, jadi jangan ucapkan terima kasih kepadaku karena ini sudah tugasku sebagai ayah," kata Juan. Tak lama, gawai Dania berdering, nama sang ayah terlihat di layar. Tanpa menjawab, Dania langsung meninggalkan Juan tanpa kata. Dania tidak mau membuang waktunya, dia takut kalau sampai terjadi kenapa-napa deng
"Anakku ...." isak Dania menatap Keano dari kaca jendela. Dia tidak bisa masuk ke sana, Keano harus dalam keadaan steril sebelum dokter melakukan tindakan. Dania hanya bisa melihat dari luar. Hanya sesekali saja Dania di dalam, itupun tidak boleh lebih dari 15 menit. Keadaan Keano semakin hari semakin membanjir setelah 7 hari dirawat. Hingga akhirnya, dokter memutuskan untuk melakukan operasi pada Keano. "Kami akan melakukan operasi pada anak Keano, berdo'alah semoga Keano mampu melewati masa-masa ini dengan baik. Semoga dia diberi kekuatan untuk bertahan," ucap dokter sebelum memasuki ruang operasi. Dania mengangguk lemah. Di sampingnya, Sean menunduk dalam, merasa iba karena anak sekecil Keano mesti menjalani operasi besar. Sean sudah tak sanggup menahan air matanya, dia menangis memeluk Dania yang juga akhirnya melakukan hal yang sama. "Aku takut Keano kenapa-kenapa, Pa ... anak sekecil itu, tapi harus menjalani operasi. Hati Dania seolah teriris saat melihat tubuh Keano
"Sudah selesai, Pak." Suster mengangguk ramah kepada Juan yang merasa tubuhnya terasa begitu lemas pasca pengambilan darah tadi. Lelaki itu hendak bangun dari ranjang itu, akan tetapi, Juan merasa oleng, kepalanya pusing sehingga tubuhnya limbung dan hampir terjatuh. "Jangan bangun dulu, Pak, kami akan menginfus Bapak dulu untuk beberapa jam kedepan karena kondisi Bapak juga tidak terlalu baik saat diperika tadi," kata suster. Juan pung mengangguk pasrah, dia memang kurang enak badan, kondisi fisik Juan menurun mengingat akhir-akhir ini dia tidak istrirahat dan makan dengan benar. Hingga dia harus diinfus supaya tubuhnya kembali pulih. "Terima kasih, Sus," ucap Juan. Sebenarnya, tidak disarankan mengambil darah dari orang yang sedang sakit atau kurang enak badan seperti Juan, karena akan ada dampak menurunnya kesehatan secara drastis kepada orang tersebut. Dokter pun telah berkonsultasi terlebih dahulu kepada Juan sebelum mengambil darahnya. Namun, karena Juan ingin menolong Kea
"Dania?" ucap Juan dengan senyuman yang menyiratkan kesedihan. "Apa? Jangan macam-macam kamu!" tegur Dania setelah menghindar dari Juan yang hendak memeluknya. "Sayang, kamu masih istriku! Aku belum pernah menjatuhkan talak padamu. Dan aku masih sangat mencintai kamu, selama satu tahun ini, aku mencarimu kemana-mana. Aku menunggu kamu pulang! Perceraian itu tidak sah, karena aku tidak pernah menandatangani surat perpisahan yang kamu buat," sahut Juan panjang lebar. Namun, Dania menggeleng, dia tidak punya waktu untuk membicarakan hal itu karena sekarang yang terpenting adalah keselamatan Keano yang jalannya berada pada ayahnya sendiri, yaitu Juan. "Aku tidak punya waktu membahas semua itu. Sekarang, ikut aku!" pinta Dania. "Tidak-tidak, aku tidak akan mau ikut denganmu sebelum kamu mendengar penjelasanku terlebih dahulu," kekeh Juan. Dania memutar bola matanya malas. Wanita itu melirik jam tangannya. Dia tahu, kalau lelaki ini tidak dituruti keinginannya, dia tidak akan mau berj
"Rumah sakit? Apa Keano sakit? Separah apa sakitnya hingga Dania menyuruhku untuk segera kesana?" Juan bertanya-tanya, dia butuh jawaban dengan segera mengenai kondisi anaknya yang entah mengalami apa. Tak ingin membuang waktu, Juan segera berlari keluar dari bandara. Urusan klien, biarlah nanti, sekarang ada yang lebih penting dari klien. Selama satu tahun penuh lebih Juan tidak bertemu dengan Dania. Dan kali ini, Dania memintanya untuk datang, meskipun itu di rumah sakit, Juan tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk bertemu dengan istri dan anaknya. Selama ini, Juan sama sekali tidak pernah memberi kontribusi apa pun kepada sang anak karena jarak yang memisahkan. Apalagi, Dania pergi meninggalkan semua uang dan ATM pemberiannya, jadi, dia tidak bisa menikahi putranya. Namun, Juan selalu menyimpan uang yang dia khususkan untuk menafkahi Dania dan Keano. Dia menyimpannya dalam rekening khusus yang akan dia berikan saat telah bertemu dengan keduanya. Dan kali ini, Juan
Dania dan Sean tengah mondar mandir di depan ruang operasi. Sementara Mama Dania hanya duduk di kursi tunggu karena wanita itu sudah tidak kuat berdiri. Ketiga orang itu gelisah menunggu Keano yang sudah hampir satu jam berada di ruang operasi, tapi masih belum ada tanda-tanda dokter akan keluar. "Bagaimana ini Pa? Nia takut, bagaimana kalau Keano ...." Dania tak sanggup lagi meneruskan kalimatnya. Rasa takut akan kehilangan anak kembali Dania rasakan. Dia benar-benar takut kalau Keano akan meninggalkannya, sama seperti anak pertamanya dulu. Sean mengusap punggung sang putri. "Tenang Nia, kita berdoa saja yang terbaik untuk Keano," Sean mencoba menenangkan Dania. "Bagaimana kalau yang terbaik itu adalah ... hiks, hiks, Dania tak sanggup Pa," tangis Dania di pelukan sang ayah. "Berpikirlah positif anakku! Jangan pernah berburuk sangka pada takdir Tuhan yang belum kita ketahui!" nasehat Papa Sean. Tanpa disuruh juga Dania pasti berdoa untuk kesembuhan dan keselamatan sang putra. T
"Ke mana kalian Kenapa kalian pergi meninggalkanku?" monolognya.Juan menatap ke atas, ke arah langit yang semakin menghitam hingga akhirnya lelaki itu memutuskan untuk pulang saja. Saat melewati pos security, Juan bertanya pada security komplek berharap dia menemukan jawaban dari segala pertanyaan mengenai Dania dan Keano."Wah, saya kurang tahu, Pak. Penduduk sini kalau ke mana-mana jarang ada yang bilang, paling titip rumah doang. Kemarin, saat Bu Dania pergi, juga ga bilang dan ga titipin rumahnya, mungkin karena perginya ga akan lama," jawab security komplek setelah Juan bertanya."Biasanya Bu Dania pergi ke mana?" tanya Juan lagi.Security komplek itu menggeleng "Saya tidak tahu Mas. Biasanya, Bu Dania hanya pergi kerja dan pulang sore. Kalaupun jalan-jalan, biasanya pas weekend. Cuma semalam, bukan Bu Dania yang nyetir, tapi Bapak. dan sampai sekarang belum kembali," jawabnya. Selain itu security tidak tahu apa-apa lagi membuat Juan lagi-lagi harus merasakan kecewa. Juan yang