Satu pekan sudah Kayshan di Malaysia. Dia baru saja usai memantau pekerjaan yang dimandatkan pada kedua asistennya.Mulanya, dia kira semua akan berjalan lambat. Namun, banyak kemudahan menghampiri dari berbagai sisi. Entah karena doa siapa, Kayshan tak henti mengucap syukur dalam hati.Bila berdekatan, keduanya saling mendiamkan diri. Lain hal ketika jauh. Kayshan membangun komunikasi intens dengan Farhana, terlebih saat tahu dari Murni bahwa istrinya lebih produktif selama dia pergi."Sedang apa?" tanya Kasyhan saat sambungannya terhubung.Dengan suara lembutnya, Farhana menjawab, "Belajar bikin rendang sambil review wajan granite, tapi rasanya belum pas." Kayshan tak menjawab, memilih meletakkan ponselnya di atas nakas. Dia mendengarkan suara Farhana yang berceloteh ini itu sambil berbaring, hingga tanpa sengaja dirinya mulai tertidur.Setelah beberapa saat, Hana menyadari sejak tadi dirinya bermonolog. Dia pun memanggil Kayshan. "Abang?" sebutnya dari seberang. Hening.Sepi dala
Pria muda itu meringis, dia membalas perkataan Kayshan. "Jenis dzolim itu beraneka ragam. Mungkin dia tidak merasa teraniaya tapi batinnya terluka!" sergahnya lagi.Dia menjeda, lalu menarik napas panjang sebelum berucap, "Tidak butuh alasan jika Bang Kay masih punya nurani," imbuhnya.Kayshan menatap lurus pada pria di hadapan. Dia menyadari kekeliruan sikapnya terhadap Farhana. Tapi, semua seakan sulit dia kendalikan. Ada amarah yang muncul setiap kali melihat istri kecilnya itu.Dibandingkan dengan label NPD yang disematkan oleh si gadis ayu, Kasyhan malah mengakui bahwa dirinya adalah pria red-flag bagi Farhana. Sang CEO menghela napas, dia bangun lalu pamit pada ibunya. Rasa penasaran Kay tentang sesuatu sudah dia dapatkan jawabannya dari Kamala."Semua aku kembalikan pada Hana." Kay melenggang pergi melewati si pria muda."Bang!" serunya sambil menarik lengan Kayshan hingga berbalik badan. "Jangan jadikan dia sasaran kekecewaan atau penyesalanmu!" Kayshan menepis cekalan lelak
Kayshan menatap datar manik coklat tua di hadapan. Meskipun dirinya tahu, Kay enggan membuka identitas Argasatya untuk Farhana.Dia sebisa mungkin menyimpan rapat, akan ada waktunya untuk membuka semua tabir. Kebencian yang dulu Kay pendam, dan susah payah dilupakan, malah kembali mencuat karena peristiwa ini."Menurutmu?" lirih Kayshan, menyipitkan matanya.Selama beberapa detik, retina milik wanita ayu bergerak ke kanan-kiri, menyelami iris gelap sang suami.Ada binar kekecewaan yang Farhana tangkap di sana. Dia pun membalas tatapan dingin Kayshan dengan membelai lembut pipinya."Jangan disebut kalau cuma bikin sakit," katanya lirih. "Maaf, aku nggak tahu kalau kalian saling kenal." Pandangan Kayshan melembut. "Kamu bahagia menerima semua hal darinya, huh?" ujarnya pelan, ada rasa iri seketika datang.Farhana tidak memberikan reaksi apapun. Dia sedang tenggelam, memaknai berbagai gurat ekspresi sang suami.Lelaki itu menarik satu sudut bibirnya ke atas. Terlalu konyol rasanya bertan
Farhana ikut bersimpuh di depan kedua orang tuanya. Dia menggosok kedua telapak tangannya naik turun dengan cepat, memohon agar Ahmad berdiri. Lelaki ini tidak pantas mengemis sesuatu dari sesama mahluk. "Ayaahh, ba-bangu-uunn!" gagap Hana masih menangis. Dia juga menarik lengan Ahmad agar bangkit. "Nana nggak apa-apa ... gwenchana, gwenchanayoo." Air matanya deras mengalir di pipi meski Farhan terus menyeka wajahnya.Kayshan menengadah, dia menghempas napas ke udara. Entah mengapa, dia jadi membenci keluarga guru sekaligus mertuanya ini.Kamala menarik Dewiq bangun, pun Farhan yang memapah ayahanda tercinta agar bangkit. Hati dokter muda juga sakit, baru kali ini melihat lelaki kebanggaannya merendahkan diri di hadapan manusia.Sesayang itu mereka pada Farhana. Gadis manis nan salihah yang sedang berkorban lahir batin demi pria pujaannya.Farhana bangun, gegas meraih lengan Kayshan, mengguncang pelan lalu menciumi telapak tangannya. Dia terus berusaha membujuk pria angkuh ini."A-ba
"Maaa!" Kayshan memegangi pipinya seraya memicing tajam pada Kamala. "Jaga bicaramu, Kay!" tegas Kamala kali ini. "Sudah mama bilang, bukan salah siapapun. Itu murni kesepakatan kami dulu," bebernya masih memandangi Kayshan."Tapi dia!" Tunjuk Kayshan lagi, pada sosok di depan pintu. "Kenapa semua orang sayang padanya, padahal kehadiran Adek adalah sebuah kesalahan!" sambarnya penuh emosi.Kemal bingung, antara melanjutkan menekan handle pintu atau bagaimana. Dia acap kali mendapat sindiran Kayshan, tak jarang menjadi objek tuduhan olehnya. Sejujurnya Kemal tak tahu, peristiwa apa yang melatari kebencian Kayshan padanya. Sekejap baik, tak jarang ketus dan sinis.Dia hanya memiliki sedikit kenangan manis dengan sang ayah. Pun, tentang sosok Ken, si kakak sulung yang telah berpulang lebih dulu. Tiada tempat bertanya bagi Kemal, karena Kamala selalu membesarkan hatinya setiap kali kata-kata pedas Kayshan terlontar.Namun, hari ini agaknya menjadi momen tepat bagi Kemal, untuk menanyaka
Kamala mengejar Kemal hingga di depan lift. Wanita itu langsung memeluk anak bungsu suaminya seraya terisak."Maafin mama, Dek," lirih Kamala.Kemal bergeming, semua hal barusan terlalu memenuhi pikirannya. Dia bingung harus bersikap bagaimana saat ini. Pemuda kalem itu hanya mampu mengusap punggung wanita yang memeluknya.Sejurus itu, putra Khadijah mengurai pelukan Kamala. Mengusap butir bening dari wajahnya, lalu mengecup punggung tangan wanita pengganti ummanya ini."Aku butuh waktu, Ma."Kamala mengangguk meski netranya masih berkabut. "Jangan benci Mama, ya," ulangnya mulai serak, sembari menangkup wajah tampan Kemal.Kemal hanya menyunggingkan senyum. Menampakkan sebaris lengkungan mirip Khadijah yang selalu meneduhkan. Banyak kisah yang belum dia ketahui secara utuh. Keluarga besar ibunya selalu menutupi, kecuali Khuzaemah. Satu-satunya adik Khadijah yang terus mendukung Kemal untuk dekat dengan keluarga Kamala.Namun, Khuzaemah juga selalu mungkir bila Kemal mulai bertanya
Kayshan yang sedang men-zoom foto tersebut, gegas berlari ke sumber suara. Dia menduga sesuatu jatuh di kamar Farhana.Benar saja, rupanya Farhana berusaha berdiri. Mungkin dia akan ke kamar mandi, tapi tubuhnya membentur lemari dan menimbulkan suara gaduh.Kayshan mendekat, meraih pundak Farhana dan mulai memapahnya menuju toilet. Namun, geliat halus sang nyonya membuat Kayshan terheran."Hand off!" lirih Farhana, menepis rangkulan lengan Kayshan di bahunya. (Jangan menyentuhku)"Nanti kamu jatuh," balas sang suami pelan karena matanya mulai berdenyut mengantuk, tapi berusaha ditahannya.Farhana berhenti, susah payah berdiri merambati dinding sambil menarik tiang infus. "Stay away!" ketusnya lagi, meminta Kayshan menjauh.Kay mengalah, dia mengangkat kedua tangan ke atas tapi tak meninggalkan istrinya begitu saja.Lelaki itu setia berdiri di depan pintu kamar mandi. Entah mengapa dia melakukan ini, yang jelas hatinya ketar-ketir. Dia masih ngeri membayangkan bila Farhana bakal nekat
Farhana memastikan lagi isi pesan tersebut. Dia lalu membuka aplikasi hitam berlogo not nada, yang menjadi penyambung komunikasi mereka selama ini."Wa alaikumussalam. Saya akan kirimkan sampel produk sebelum menerima pesanan Anda. Mohon sertakan alamat lengkap. Terima kasih." Hana mengetik pesan untuk admin Argasatya.["Oke. Untuk memudahkan Nona Khanza, ahsan-lebih baik dititipkan di lobby apartemen saja. Nanti staf kami yang akan mengambil produknya."] Farhana mengernyit heran, sepertinya Argasatya enggan membagi lokasi toko offline mereka. Dia sedang tak ingin berpikir keras, maka langsung menyetujui usulan tadi."Oke." Tiada balasan lagi dari Argasatya setelah itu. Namun, Farhana mulai mencurigai seseorang. Merasa ingin memastikan sesuatu, dia menggulir koleksi unggahan video di berandanya. Lima menit kemudian, dia menepuk jidatnya sendiri. Senyam senyum menertawai kebodohannya. "Kamu ke ge-er an, Nana. Dia pasti scroll sampe bawah dan nemu VT lama waktu awal-awal merajut ata