Kemal menghentikan langkah. Dia menoleh ke arah sahabatnya di ujung anak tangga."Siapa?" lirih Kemal mengulangi pertanyaannya. "Kembaranku ... Nono," jawab lelaki muda berkemeja navi, menatap datar Kemal.Glek!Kemal tak menanggapi, dia melanjutkan meniti tangga lalu membuka pintu depan dan menyilakan tamunya masuk.Dia mengajak sang sahabat langsung menuju teras belakang, salah satu area favorit di rumah ini. Bukan hanya untuknya tapi bagi semua orang yang mengenal akrab si pemilik hunian.Kopi mereka siap tersaji di atas meja jati ketika azan Maghrib terdengar. Keduanya pun duduk sejenak, menyesap minuman panas tersebut."Salat dulu, biar santuy ngobrolnya," kata Kemal setelah beberapa saat, menunjuk ke arah mushala kecil di rumahnya."Mandi boleh, Bang?" kata Farhan, cengengesan seperti biasanya.Kemal tertawa, bukan cuma Farhan yang bila sowan-main ke rumahnya langsung meminta izin sekalian mandi. Beberapa kawan lain pun serupa. Mereka bilang, air di rumah Kemal sejuknya berbed
Bila tidak melihat laptop yang dia duga masih menyala, mungkin sebutan parasit tadi masih terngiang-ngiang di telinga Farhana.Wanita cantik itu melangkah maju. Mata sipit Farhana menangkap foto di pigura tak jauh dari sisi laptop. Senyumnya muncul saat ujung jemari mengusap permukaan bingkai itu."Apa kabar, Sayang?" Tangannya lalu memutar benda kotak di atas meja. Ketika mengarahkan kursor ke ikon shut down, netranya menangkap sebuah file yang masih menggantung di taskbar."Apa ini?" Farhana mengklik dokumen itu dan membaca isinya sekilas. Dia tidak menyadari jika Kayshan kembali masuk dan berdiri di belakangnya. "Malaysia-""Lancang sekali!" bisik Kayshan dengan suara berat.Deg! "Allah!" Farhana tersentak kaget dan langsung berbalik badan. Tatapannya bertabrakan dengan delikan sinis sang suami."Sudah kubilang, jangan sentuh!" ujarnya seraya menepis bahu Farhana hingga istrinya tersingkir ke samping.Sejurus itu, Farhana menarik lengan Kayshan hingga menghadapnya. "Mau ngapain ke
Farhana gegas membereskan peralatan nge-vlog yang masih terjajar di atas meja. Dia menyembunyikannya di kitchen set bawah. Setelah semua rapi, Hana berlari kecil menuju ruang depan.Wanita cantik itu merapikan diri sebelum membuka pintu. Dia menghembus napas sembari menekan tuas, perlahan membuka panelnya."Ibuuuuuuuuu!" serunya girang, sambil berjingkrak kecil dan tepuk tangan.Dewiq tersenyum lebar, dia rindu tingkah konyol putrinya ini. "Aahh, sayangku!" ujarnya ikut heboh, sembari merentang tangan.Farhan hanya menggeleng kepala, kedua tangannya sibuk menenteng barang bawaan sang mama untuk kembarannya.Lelaki itu menggerutu kala kedua wanita asik berpelukan erat sementara dirinya terlupakan. "Nyak! ... Nooo! begimane ini, ane pegel!" omel Farhan menggoyangkan dua kresek di tangannya.Farhana terkekeh, lalu menyilakan keduanya masuk. Dia membawa mereka ke ruang keluarga yang langsung terhubung dengan pantry. Si kembar meletakkan semua barang bawaan mereka di atas meja dapur. Far
Satu pekan sudah Kayshan di Malaysia. Dia baru saja usai memantau pekerjaan yang dimandatkan pada kedua asistennya.Mulanya, dia kira semua akan berjalan lambat. Namun, banyak kemudahan menghampiri dari berbagai sisi. Entah karena doa siapa, Kayshan tak henti mengucap syukur dalam hati.Bila berdekatan, keduanya saling mendiamkan diri. Lain hal ketika jauh. Kayshan membangun komunikasi intens dengan Farhana, terlebih saat tahu dari Murni bahwa istrinya lebih produktif selama dia pergi."Sedang apa?" tanya Kasyhan saat sambungannya terhubung.Dengan suara lembutnya, Farhana menjawab, "Belajar bikin rendang sambil review wajan granite, tapi rasanya belum pas." Kayshan tak menjawab, memilih meletakkan ponselnya di atas nakas. Dia mendengarkan suara Farhana yang berceloteh ini itu sambil berbaring, hingga tanpa sengaja dirinya mulai tertidur.Setelah beberapa saat, Hana menyadari sejak tadi dirinya bermonolog. Dia pun memanggil Kayshan. "Abang?" sebutnya dari seberang. Hening.Sepi dala
Pria muda itu meringis, dia membalas perkataan Kayshan. "Jenis dzolim itu beraneka ragam. Mungkin dia tidak merasa teraniaya tapi batinnya terluka!" sergahnya lagi.Dia menjeda, lalu menarik napas panjang sebelum berucap, "Tidak butuh alasan jika Bang Kay masih punya nurani," imbuhnya.Kayshan menatap lurus pada pria di hadapan. Dia menyadari kekeliruan sikapnya terhadap Farhana. Tapi, semua seakan sulit dia kendalikan. Ada amarah yang muncul setiap kali melihat istri kecilnya itu.Dibandingkan dengan label NPD yang disematkan oleh si gadis ayu, Kasyhan malah mengakui bahwa dirinya adalah pria red-flag bagi Farhana. Sang CEO menghela napas, dia bangun lalu pamit pada ibunya. Rasa penasaran Kay tentang sesuatu sudah dia dapatkan jawabannya dari Kamala."Semua aku kembalikan pada Hana." Kay melenggang pergi melewati si pria muda."Bang!" serunya sambil menarik lengan Kayshan hingga berbalik badan. "Jangan jadikan dia sasaran kekecewaan atau penyesalanmu!" Kayshan menepis cekalan lelak
Kayshan menatap datar manik coklat tua di hadapan. Meskipun dirinya tahu, Kay enggan membuka identitas Argasatya untuk Farhana.Dia sebisa mungkin menyimpan rapat, akan ada waktunya untuk membuka semua tabir. Kebencian yang dulu Kay pendam, dan susah payah dilupakan, malah kembali mencuat karena peristiwa ini."Menurutmu?" lirih Kayshan, menyipitkan matanya.Selama beberapa detik, retina milik wanita ayu bergerak ke kanan-kiri, menyelami iris gelap sang suami.Ada binar kekecewaan yang Farhana tangkap di sana. Dia pun membalas tatapan dingin Kayshan dengan membelai lembut pipinya."Jangan disebut kalau cuma bikin sakit," katanya lirih. "Maaf, aku nggak tahu kalau kalian saling kenal." Pandangan Kayshan melembut. "Kamu bahagia menerima semua hal darinya, huh?" ujarnya pelan, ada rasa iri seketika datang.Farhana tidak memberikan reaksi apapun. Dia sedang tenggelam, memaknai berbagai gurat ekspresi sang suami.Lelaki itu menarik satu sudut bibirnya ke atas. Terlalu konyol rasanya bertan
Farhana ikut bersimpuh di depan kedua orang tuanya. Dia menggosok kedua telapak tangannya naik turun dengan cepat, memohon agar Ahmad berdiri. Lelaki ini tidak pantas mengemis sesuatu dari sesama mahluk. "Ayaahh, ba-bangu-uunn!" gagap Hana masih menangis. Dia juga menarik lengan Ahmad agar bangkit. "Nana nggak apa-apa ... gwenchana, gwenchanayoo." Air matanya deras mengalir di pipi meski Farhan terus menyeka wajahnya.Kayshan menengadah, dia menghempas napas ke udara. Entah mengapa, dia jadi membenci keluarga guru sekaligus mertuanya ini.Kamala menarik Dewiq bangun, pun Farhan yang memapah ayahanda tercinta agar bangkit. Hati dokter muda juga sakit, baru kali ini melihat lelaki kebanggaannya merendahkan diri di hadapan manusia.Sesayang itu mereka pada Farhana. Gadis manis nan salihah yang sedang berkorban lahir batin demi pria pujaannya.Farhana bangun, gegas meraih lengan Kayshan, mengguncang pelan lalu menciumi telapak tangannya. Dia terus berusaha membujuk pria angkuh ini."A-ba
"Maaa!" Kayshan memegangi pipinya seraya memicing tajam pada Kamala. "Jaga bicaramu, Kay!" tegas Kamala kali ini. "Sudah mama bilang, bukan salah siapapun. Itu murni kesepakatan kami dulu," bebernya masih memandangi Kayshan."Tapi dia!" Tunjuk Kayshan lagi, pada sosok di depan pintu. "Kenapa semua orang sayang padanya, padahal kehadiran Adek adalah sebuah kesalahan!" sambarnya penuh emosi.Kemal bingung, antara melanjutkan menekan handle pintu atau bagaimana. Dia acap kali mendapat sindiran Kayshan, tak jarang menjadi objek tuduhan olehnya. Sejujurnya Kemal tak tahu, peristiwa apa yang melatari kebencian Kayshan padanya. Sekejap baik, tak jarang ketus dan sinis.Dia hanya memiliki sedikit kenangan manis dengan sang ayah. Pun, tentang sosok Ken, si kakak sulung yang telah berpulang lebih dulu. Tiada tempat bertanya bagi Kemal, karena Kamala selalu membesarkan hatinya setiap kali kata-kata pedas Kayshan terlontar.Namun, hari ini agaknya menjadi momen tepat bagi Kemal, untuk menanyaka
Farhan langsung mendekat dan mengusap tengkuk Mehru. Dia lalu menuntun istrinya kembali duduk di sebelah Dewiq yang juga terlihat cemas."Tolong ambilkan itu," kata Dewiq pada Farhan, menunjuk ke box putih berisi peralatannya di bawah meja sofa.Lelaki itu gegas meraih benda yang dimaksud dan langsung menyodorkan pada sang mama. Dewiq lantas memeriksa menantunya seksama. Setelah beberapa menit, dia melihat pada Farhan, bergantian dengan Mehru. "Beli testpack, deh. Coba kalian hitung sendiri," katanya sembari bangun meninggalkan mereka.Farhan melihat ke arah istrinya lalu menoleh memanggil sang mama. "Lah, Nyak?" "Masa dokter dan suster nggak peka, hadeuh!" kekeh Dewiq sembari melambaikan tangan."Mas?""Kayaknya sih iya, Yang." Farhan meraih ponselnya dari saku celana. Dia lalu duduk disamping istrinya sambil mengingat dan menghitung masa subur Mehru. "Palingan baru sepekan lebih deh. Pas private party di spa itu 'kan aku haid hari pertama," ujar Mehru mengingat acara satu bulan
Setelah semua dokumen selesai dirapikan, Farhan di ajak Kemal masuk ke dalam untuk menemui Mehru. Debaran jantungnya mulai tak normal ketika nyaris mencapai ambang pintu. Meski dilakukan serba mendadak, tapi dirinya yakin bahwa Dewiq pasti memberikan segala yang terbaik.Langkah kaki Farhan terhenti ketika melihat wanita cantik dalam balutan kebaya serba putih, berdiri dan menunduk malu-malu. Tidak ada singer seperti Hana. Hanya Tiara mungil sebagai penghias sekaligus penahan agar hijab panjangnya tak mudah bergeser."Neng Eru, suaminya datang," bisik Khuzaemah, mengusap lembut punggung Mehru agar mendongakkan kepalanya.Lengan Farhan ditarik Dewiq agar dia melangkah masuk. Tapi lelaki itu malah menahan tangan ibunya."Nyak, bentaran ngapah. Kagak paham amat ni bunyi jantung dah kek bedug lebaran," sungutnya sambil mengusap dada."Tandanya idup brati. Ayo, waktunya mepet ... kamu 'kan harus kuliah nanti malam," balas sang mama tersenyum lebar.Farhan menepuk wajahnya. "Etdah ... kek
Kemal tak henti menciumi pipi Farhana dan merangkulnya mesra sejak keluar dari ruangan dokter obgyn. Dia masih setengah tak percaya jika saat ini Hana mengandung buah hati mereka. "Baru tiga pekan." Hana melingkarkan lengannya pada pinggang sang suami. "Alhamdulillah. Kita sementara pindah ke rumah ibu atau mama aja gimana, Za. Biar aku tenang kalau ke toko," ujar Kemal sembari menarik tuas pintu mobil di basement."Nggak mau. Aku pengen di Parung. Kuliah sudah online lagi ... ada mbak yang bantu ngasuh Arsha, bibi pun pasti sering ke rumah liat aku," pinta Hana ketika suaminya sudah duduk di belakang kemudi."Tapi, Sayang ...."Farhana menggenggam jemari kiri Kemal lalu mengecupnya. "Aku tenang dan betah karena di sana ada bau Kakak. Please, nggak mau pindah," tuturnya lembut sambil memandangi wajah teduh sang suami.Putra Khadijah terdiam sesaat, lalu tersenyum mengangguk. "Kalah dah kalau ibun sudah begini," balasnya seraya mengusap pipi Hana yang mulai chubby.Perjalanan mereka
Farhan gegas ke tangga belakang. Dia menggantikan Hana memapah Kemal naik ke atas."Kenapa, Bang?" "Entah, tiba-tiba pusing banget sampai muter-muter gini," tuturnya lirih sambil menahan kepala.Mehru yang sedang menggendong Farshad, buru-buru merapikan bale di teras belakang. Tapi Hana langsung berlari masuk dan membuka kamar mereka. Dia meminta Farhan memapah suaminya masuk, dan memeriksanya.Kembaran Hana itu gegas turun ke bawah mengambil tas kerja darurat yang ada di bagasi mobilnya.Farhan memeriksa iparnya ini, kemudian meminta Mehru mengambil cairan infus di mobilnya."Pusingnya range berapa, Bang? 1-10," tanya Farhan."7, bukan pusing sakit kepala tapi semua berputar-putar cepat." Kemal masih memejam, sambil memijat tengkuknya."Kalau nyeri parah di bagian tertentu, bilang ya, Bang. Nanti kuresepkan pereda nyeri sebelum cek lab.""Kayaknya Kakak kecapean deh. Pergi pulang antar aku ngampus, ke kantor, ke toko parfum ... ikut ngasuh Arsha, kadang kebangun malam beberapa kali
Segimanapun lelahnya, Kemal takkan tidur sebelum Hana kembali rileks. Seperti saat ini, dia mengusap lembut pundak mulus istrinya sembari membicarakan tentang rencana Hana.Deep talk mulai jadwal kuliah, kegiatan Kemal, sikon Arsha juga hal lain yang saling berkaitan.Hana serasa menemukan teman sebaya, yang membuatnya bebas mengeluarkan pendapat. Sekaligus figur seperti sang ayah, penyabar juga memiliki visi ke depan.Dengan Kemal dia merasa menjadi dirinya sendiri. Farhana mulai manja, kekanakan meskipun sikap anggunnya sebagai keturunan Tazkiya tetap melekat. Ibun menduselkan kepalanya di dada sang suami. Mendengar detak jantung Kemal sebelum tidur kini bagai candu, selalu membuatnya mudah masuk ke alam mimpi.Rengekan Farshad terdengar oleh Kemal satu jam ke depan. Dia juga lelah tapi tak tega membangunkan Hana.Kemal perlahan melepaskan dekapannya lalu turun dari ranjang mendekati box Arsha. "Hai boy, sama abi, ya. Jangan ganggu ibun, oke?" ucapnya lirih seraya menggendong kepo
Kemal menjawab Kamala hanya dengan gelengan kepala, dia mengejar Hana yang masuk ke kamar mandi belakang.Tok. Tok."Zaa, buka bentar," pinta Kemal mengetuk pintu, saat mendengar suara mual muntah dari dalam kamar mandi. "Sayang ...."Beberapa detik kemudian, panel itu terbuka. Hana menyembulkan kepalanya di celah pintu.Kemal mendorong pelan, kuatir istrinya kenapa-napa di dalam. "Buka, Sayang."Hana menggeleng sembari menahan pintu. "Kak, bawa daleman aku nggak di mobil?"Dia ingat, pernah melihat satu kontainer di bagasi Innova Zenix milik suaminya. Ketika Hana tanya apa isinya, sang suami menjawab itu adalah pakaian mereka.Untuk berjaga-jaga jika mendadak menginap di suatu tempat. Semua perlengkapan pribadi sudah tertata rapi dalam satu box."Bawa, kenapa?" tanyanya sembari merapikan rambut Hana yang menyembul dari ujung pashmina.Hana menarik lengan sang suami agar mendekat. "Ada pembalut juga?" bisiknya.Kemal mengernyit, sedang mengingat apakah dirinya sudah membeli barang sa
Farhan menarik kaca spion dalam. Dia memastikan penampilannya sudah rapi. "Apeeeee?" sambar Dewiq kali ini tak kalah judes. Farhan menunjuk ke arah saudaranya juga keluarga Kusuma yang hadir. Mereka tampak membawa kotak hias berisi beberapa barang."Itu apaan?" cicit Farhan. Jantungnya sudah berdebar kencang tapi Dewiq malah keluar dari mobil tanpa menjawab pertanyaannya, begitupun dengan sang ayah.Ahmad hanya menaik-turunkan alisnya ketika Farhan turun dari mobil. Sang ayah menepuk pundak putranya lalu menggamit lengan Farhan.Farhan bertanya pada Mahendra dan Aiswa tapi mereka bilang tidak tahu apa-apa. Hanya diminta datang ke sini pagi ini.Sang dokter mulai gugup ketika melihat kediaman Mehru. Teras rumah gadis itu dipenuhi pria sepuh yang menyambut kedatangan keluarganya.Netra jeli putra Ahmad sibuk melihat sana sini, barangkali ada sosok yang bisa memberi penjelasan singkat, tapi harapannya kosong. Bahkan kembarannya pun entah kemana.Rombongan dipersilakan masuk hunian. Set
Ahmad keluar dari ruang baca dan langsung diberondong pertanyaan oleh Farhan."Dalem, Kak, daleeeeemmmm ...." kata Ahmad, menyahuti panggilan putranya yang terlihat gusar. (Dalem bentuk sangat halus dari iya, selain nggih, dalam budaya Jawa)Farhan menarik lengan Ahmad untuk duduk di ruang tengah. "Babeh ingkar janji?" Dahi sang yai mengernyit. "Janji apa?""Janjiku kepadamu, kek lagu lawas." Farhan merengut sebal, entah kemana larinya emosi tadi. Begitu melihat wajah teduh Ahmad semua seketika sirna. "Yang tentang jodohin itu, loh!" "Enggak. Ayah memang masih menerima beberapa proposal baru. Tapi semuanya dikembalikan ... termasuk milik donatur Banten itu," beber Ahmad sambil menunjuk ke arah meja console tempat biasa dia menaruh map-map proposal. "Tuh, kosong."Farhan mendadak termenung. Jadi, penolakan Mehru tadi apakah dia sedang menyembunyikan sesuatu? Ucapan Dewiq yang mengatakan pada Mehru bahwa dirinya akan menggelar lamaran ... jadi ditujukan pada gadis mana? Pikir Farhan.
Mehru melangkah tegap meninggalkan taman penghubung antar cluster itu. Kepalanya menunduk, menyembunyikan senyum getir.Dia mawas diri. Mehru sempat mencari tahu silsilah keluarga Reezi dari Mifyaz. Pemuda itu memang tak bercerita banyak, dia hanya mengatakan bahwa sang dokter adalah cucu dari tokoh terpandang nan alim di daerahnya.Habrizi juga merupakan putra pertama Raden Hasbi, seorang pebisnis ulung di Singapura. Ibunya adalah putri pemilik salah satu perusahaan penyuplai obat-obatan dan alat medis. Posisi dokter itu terlalu tinggi untuknya. Bahkan jika Reezi menunduk pun, belum tentu keluarga besarnya setuju.Jika saja ayahnya masih hidup, mungkin Mehru bisa sedikit menegakkan kepala. Dulu, saat pabrik kerupuk mereka masih berjaya, keluarganya dipandang mampu lagi disegani. Namun, semua itu cuma masa lalu. Mehru buru-buru menepis kekecewaannya dengan menggeleng kepala sembari terus melangkah ke suster station.Satu pekan berlalu begitu saja. Sikap Farhan masih sama. Dan sudah