Kiandra pindah ke sofa yang ada di ruang kerjanya. Untuk menikmati makan siang, meski sebenarnya Dia masih tak berselera. Namun, Kiandra tak boleh egois, mengingat ada kehidupan lain di dalam dirinya.
Cklekk!!Seseorang menyelinap masuk tanpa mengetuk dan tanpa izin. Kiandra pikir itu Vano yang beberapa menit lalu pergi, lalu kembali karena merasa meninggalkan sesuatu."Ada apalagi Van?" tanya Kiandra menghentikan suapan pertamanya untuk hari ini, tapi kedua matanya langsung melotot kaget ketika seseorang yang datang ke sana di luar dugaan."Cih, siapa itu yang Kau panggil Van? Apa Dia laki-laki yang selama ini selingkuhanmu atau Dia ayah dari anak haram yang di dalam kandunganmu?!" Alsen menatap Kiandra tajam dan terlihat marah."Darimana Mas tahu Aku di sini dan kenapa kemari?" balas Kiandra sambil menutupi keterkejutannya."Darimana dan kenapa?" ulang Alsen mengucapkan kembali kalimat Kiandra secara singkat. "Mencoba mengalihkan pembicara, hahh?!"Alsen tak diam saja di tempatnya, bergerak menghampiri Kiandra dan menariknya berdiri. Lalu dalam amarah, Alsen tanpa sadar dengan kasar mencengkram rahang Kiandra."Mas lepaskan! Sakit ...." ujar Kiandra segera memberontak, tapi tentu saja tenaganya bukan apa-apa bagi Alsen. Sehingga apapun yang Dia lakukan sama sekali tak memperngaruhi pergerakan Alsen."Sepertinya keputusanku waktu itu salah. Aku tak seharusnya mengusirmu dari rumah, tapi mengurungmu supaya tidak menjadi murahan!" ujar Alsen dengan tanpa perasaan.Rahang Kiandra sudah sangat terasa sakit, tapi pria itu masih enggan melepasnya. Dia bahkan semakin menekannya, lalu saat sekuat tenaga Kiandra memberontak untuk membebaskan diri dan berhasil. Pria itu dengan kasar mendorong Kiandra sampai jatuh terduduk di sofa.Brakk!!"Aku tidak akan membiarkanmu bebas, Kiandra!!" bentak Alsen menekan kata-katanya, setelah dengan kasar menghempaskan apapun yang di meja di depan sofa yang Kiandra duduki sekarang. Semuanya, termasuk makan siang yang tak jadi disentuh."Mas!!" jerit Kiandra terkejut sembari menatap nanar. Perasaannya berkecamuk. Di satu sisi Dia tak terima, namun di sisi lain Dia benar-benar tak berdaya untuk melawan."Tutup mulutmu, Jala*g! Kau tak pantas mengucapkan apapun. Setelah hari ini, Aku pastikan hari selanjutnya Kau tidak akan pernah melihat dunia luar lagi!!"Alsen menarik Kiandra berdiri. Memaksanya mengikuti langkah cepatnya, sampai membuatnya terseret."Bu Kiandra!" panggil beberapa pegawainya mencoba menghentikan Alsen membawa bos mereka.Alsen memang sempat berhenti, tapi itu bukan karena sadar atau menghentikan niatnya membawa Kiandra. Pria itu justru berhenti untuk mengintimidasi seluruh staf dan karyawan kafe untuk mengintimidasinya."Jangan coba-coba menghentikanku. Wanita ini istriku dan tidak siapapun berhak ikut campur urusan rumah tanggaku!!" jelas Alsen membuat semua yang di sana tak berdaya.Mereka lewat pintu belakang, karena ternyata Alsen masih punya urat malu untuk tidak lebih mempertontonkan masalahnya ke khalayak umum seperti pelanggan dan pengunjung kafe.*****"Apa yang sudah Kau lakukan sejak pagi dengan selingkuhanmu itu wanita brengs*k?! Kalian melakukan hal senonoh lagi, hah?!!"Bruk!!Alsen menjatuhkan Kiandra ke atas tempat tidur mereka lalu menindihnya. "Katakan di mana saja di mana saja di menyentuhmu?""Mas!" bentak Kiandra tak mau lemah. Dia mendorong dan terus mendorong meski usahanya itu akhirnya sia-sia."Katakan Kiandra!" tekan Alsen yang kembali mencengkram rahang Kiandra. "Apakah Dia menyentuhmu di sini, atau di sini?" tanya Alsen melanjutkan sambil kemudian menarik lepas kemeja yang Kiandra pakai, sehingga kancingnya terputus dan terlepas dari tempatnya.Plak!!Kiandra tak tahan lagi, lalu dengan marah menampar suaminya sekuat mungkin. "Kamu pantas mendapatkan itu!" jelasnya ketika tatapan tajam dan penuh intimidasi Alsen semakin menekannya.Wanita itu takut, tapi kecewa dan kesabarannya diambang batas. Itulah yang mendorongnya nekat menamparnya. "Kamu begitu marah saat berpikir Aku bersama dengan laki-laki lain, lalu bagaimana denganmu yang tak hanya tahu, tapi melihatmu dengan mata kepalaku sendiri, Kamu lebih mementingkan wanita lain?!""Shifa sepupuku!" tegas Alsen sambil kemudian memberi ruang dan bangkit dari atas tubuh Kiandra. Namun, tatapannya masih sama saja, penuh amarah dan kebencian untuk Kiandra."Dia hanya sepupumu Mas, dan kalian tidak mempunyai ikatan darah apapun yang menghalangi Kalian untuk bersama!" balas Kiandra, kini gilirannya yang protes dan mengutarakan sakit hatinya. "Kau bahkan sangat mempercayainya!" ungkap Kiandra dengan sangat kecewa."Lalu dengan siapa Aku harus percaya? Apakah denganmu, istri penghianat dan bahkan hamil anak pria lain?!" sarkas Alsen dengan kejam.Plakk!!Kiandra kembali melayangkan tamparannya, Dia bukan hanya sedih mendengar anak dalam kandungannya tak diakui, tapi juga sangat miris dengan suaminya."Kau!" Alsen mengacungkan jari telunjuknya di depan wajah Kiandra. Wajahnya sudah sangat merah karena menahan keras emosi yang siap meledak. "Aku tidak akan segan membalasmu, tapi baiklah Kiandra. Mulai sekarang Aku tidak akan memperdulikan apapun lagi, selain Kau harus menuruti semua kemauanku. Mulai sekarang kamar ini akan menjadi kurungan untukmu. Ini hukuman untuk perempuan hina sepertimu. Aku tidak akan membiarkanmu, bahkan jika hanya untuk bertemu dengan selingkuhanmu!"Kiandra menggelengkan kepalanya ke kiri dan kanan. "Tidak. Aku tidak mau di sini, lepaskan Aku!"Wanita itu dengan cepat menghampiri pintu, tapi sebelum mencapai gagangnya, sesuatu yang mencengkram pergelangan tangannya segera menariknya mundur. Alsen membawanya kembali ke tempat tidur. Memberi perhitungan pada istrinya lewat memperlakukannya bagaikan perempuan bayaran. Kemudian pergi begitu saja tanpa memperdulikan kondisi Kiandra. Keluar kamar dan tak lupa menguncinya."Awasi perempuan di dalam dan jangan biarkan Dia keluar dari dalam!" peringatnya pada asisten rumah tangga, penjaga keamanan rumah dan sebagainya.Pria itu kemudian pergi dan bekerja. Sama seperti Kiandra yang melewatkan makan siang, ternyata Alsen juga belum makan. Sebelumnya, Dia mencari Kiandra lantaran telepon istrinya itu tak bisa dihubungi. Alsen ke restoran milik istrinya, tapi tak menemukan Kiandra di sana. Beralih ke kafe, Dia menemukan, tapi harus merasakan kekecewaan lantaran Kiandra tak sengaja memanggil nama pria lain."Segera cari tahu siapa saja laki-laki yang dekat dengan istriku, terutama Van. Sosok yang Dia panggil dengan Van!" perintah Alsen pada Melvin."Baik Tuan!" jawab Melvin dengan sopan.Masih tak bisa tenang setelah melakukan banyak hal, akhirnya Alsen merokok dan meminum alkohol. Sebelumnya Dia memang sempat ke perusahaan, tapi saat merasa tak mood untuk melanjutkan pekerjaannya, Dia melimpahkannya pada Melvin dan sekarang pulang ke apartemen miliknya.Tak pernah terbayangkan olehnya, bisa sangat stress akan kehadiran sosok Kiandra sebagai istrinya. Alsen masih tak mencintainya, tapi perasaan tak terima, wanita itu bersama dengan pria lain sungguh sangat melukai egonya. Padahal sebelumnya saat pernah mencintai wanita, Alsen tak pernah begitu gila."Apa yang Kau lakukan padaku, Kiandra?!" geram Alsen sambil mematikan rokoknya. Pria itu sudah tak mood merokok, lantaran masih tak bisa tenang. Beralih pada minuman beralkohol tinggi, sepertinya untuk saat ini hanya minuman itulah yang bisa membantunya.*****Bersambung"Kakak, Aku takut ... temani Aku di sini!" ujar Shifa memperlihatkan ketidakberdayaannya. Baru saja Dia mengalami kecelakaan mobil yang membuatnya mengalami luka dibeberapa bagian tubuhnya. Tidak begitu parah, sebab tak mengalami cedera serius atau luka dalam sama sekali. Shifa menghubungi Alsen beberapa saat lalu. Meminta bantuan dan membawanya ke rumah sakit terdekat. Sebenarnya Alsen sedikit pusing dikarenakan minum semalam, tapi pria itu tak tega pada sepupunya yang mengalami nasib buruk. "Kau akan baik-baik saja, Shifa. Jangan khawatir Aku di sini. Beristirahatlah," ujar Alsen mengambil tempat duduk tepat di sebelah ranjang pasien yang Shifa gunakan. "Kakak jangan beritahu orang tuaku, Aku nggak mau mereka mencemaskanku," ujar Shifa memberitahu. Alsen hanya berdehem untuk menjawabnya dan itu membuat Shifa sedikit kesal. "Terimakasih sudah mencemaskanku dan membawaku ke sini tepat waktu. Seandainya Kakak tidak ada, entah bagaimana nasibku,
"Lana siapkan makan siangku dengan segera," ujar Alsen saat sedang membantu Kiandra meminum obat. Di saat yang sama Lana sedang ke sana untuk mengantarkan beberapa buah yang diminta oleh Alsen. "Baik Tuan," jawab Lana sebelum kemudian keluar dari sana. Kiandra menatap Alsen dengan tak percaya. Ternyata pria itu belum makan, tapi sudah terlebih dahulu memastikannya makan. Wanita itu sedikit tersentuh, tapi kemudian menggelengkan kepala. Dia sudah sangat kapok dengan perasaannya pada Alsen. "Kau tidak mau buahnya?" tanya Alsen yang berpikir gelengan kepala Kiandra adalah penolakan terhadap buah yang sudah di taruh di atas nakas. Kiandra kembali menggelengkan kepala. Sebenarnya egonya untuk menolak masih ada, namun keadaannya yang hamil dan baru saja habis makan membuatnya kembali merasa mual. Buah adalah satu-satunya yang bisa mengurangi mualnya itu untuk sekarang. Jadi Kiandra mana mungkin bisa menolaknya. "Tidak, Aku mau makan buahnya, tapi bisakah Aku mendapatkan mangga muda?" ta
"Arrrggghhh ... huft-huft!" ringis Shifa mendesah pedas. Gadis itu terkejut mendapatkan rasa donat yang menggiurkan, tak sesuai ekspektasinya. "Kenapa donatnya pedas, Kak?" tanyanya melanjutkan setelah selesai meneguk minum dengan cepat. Pedasnya tak langsung hilang, tapi sudah sedikit berkurang. "Jangan aneh-aneh, mana mungkin rasanya pedas," ujar Alsen tak langsung percaya. "Kakak bisa rasain sendiri jika tidak percaya," kata Shifa memberitahu. 'Brengs*k wanita jalang itu, berani sekali melakukan ini. Ch, Dia pasti kesal karena Kak Alsen memperhatikan Aku! Hm, tapi Aku tidak akan diam saja, liat saja nanti pembalasanku!' tambah Shifa membatin. "Ssstt ... ternyata benar. Sepertinya Kiandra salah menambahkan bahan," ujar Alsen menebak, dan Shifa tak suka itu, sebab merasa Alsen seperti tengah membela istrinya. "Mana mungkin Kak. Ini bubuk cabe loh, bukan garam dan gula yang mirip, sehingga bisa saja salah menaruhnya," ujar Shifa menghasut Alse
"Apa?!" Shifa terlihat kaget dan tak percaya. Gadis itu saat ini sedang melakukan komunikasi lewat telepon dengan ibunya. "Nggak mungkin, Shifa anak Daddy, Mom. Shifa bukan anak haram!""Tapi itulah faktanya. Laki-laki yang Kau panggil Daddy selama ini, bukan ayah kandungmu. Aku menipunya supaya bisa hidup enak sampai sekarang, tapi karena rahasia ini sudah terbongkar maka giliranmu yang harus melakukannya!!" tegas sang ibu begitu egois menekankan fakta sekaligus menuntut Shifa. "Aku nggak mau tahu, Kau harus membalas budiku. Lakukan sesuatu supaya hidup Kita tidak melarat Shifa. Minggu depan Aku akan ke sana untuk tinggal denganmu, setelah mengurus perceraianku!" jelas ibunya melanjutkan sebelum kemudian menutup teleponnya begitu saja. Shifa yang stress lantaran tak terima dan juga tak percaya. Segera histeris dan merusak barang yang ada. Dia pergi ke klub malam setelahnya, lalu minum di bar tanpa perduli apapun lagi. Beberapa waktu kemudian,
Setelah selesai menyiapkan sarapan yang diperintah Shifa, Lana sekalian menyiapkan untuk Kiandra. Bagaimanapun juga Dia wanita paling tidak bisa melihat Kiandra di posisi tersebut terlebih lagi nyonyanya itu tengah hamil. "Nyonya apa Saya bisa masuk?" ujar Lana dengan sopan sekaligus mengetuk pintu menggunakan tangannya yang kosong, dan tidak memegang nampan makanan. Tok-tok! "Nyonya Kiandra!" panggil Lana menguatkan suaranya, Dia pikir pemilik kamar tersebut mungkin saja melamun sampai tak mendengarkan panggilannya. Sampai mengulang beberapa dan berhasil. Pintunya dibuka oleh Kiandra. Namun, di saat yang sama Shifa tiba-tiba datang dan menghampirinya. "Di mana sarapan untuk kak Alsen?""Saya menaruhnya di meja makan," jawab Lana tanpa embel-embel 'nyonya,' sebab Lana pikir itu tak perlu. Shifa bukan majikannya dan gadis itu juga buruk. Tak pantas diperlakukan baik atau tak perlu menghormatinya. "Apa katamu? ulangi sekali la
Alsen kesal setelah mendengar penjelasan Shifa. Dia tidak bodoh, dan mudah percaya. Pria itu kecewa lantaran gadis yang masih dianggap adiknya itu menyalahkan seseorang untuk kesalahannya. "Aku tidak marah jika ini masakanmu, Shifa. Aku mengerti dan bahkan menghargainya. Kamu sudah berusaha, meski hasilnya masih tetap keasinan, tapi jangan menyalahkan orang lain atas kesalahanmu. Asisten rumah tanggaku selama ini belum pernah melakukan kesalahan dalam memasak!" tegas Alsen sembari menasehati Shifa. "Maaf, Kakak. Shifa mengaku salah," jawab gadis itu sembari menundukkan kepalanya. Hal itu jelas saja membuat Alsen tidak bisa marah kepadanya. "Tidak masalah. Lain kali jangan diulang lagi. Pulanglah, semalam Kamu tidak banyak beristirahat karena mabuk," lanjut Alsen menyarankan. Shifa langsung menganggukkan kepalanya lantaran tak mau dipandang buruk Alsen. Seperginya Shifa, Alsen kembali mengingat istrinya itu dan mendesah kasar. Jujur Dia bertamb
Shifa menatap Melvin yang berdiri tepat dihadapannya. Terlihat menenteng sesuatu yang membuat Shifa tertarik pada bawaannya. Kotak makanan yang mempunyai pegangan sehingga memungkinkan untuk dijinjing, tapi bagian menariknya logo dari kotak makanan tersebut berasal dari restoran terkenal dan ternama. Shifa tentu saja mengenalnya. "Tuan Alsen meminta supaya Nyonya Kiandra memakan semua ini," beritahu Melvin, segera setelahnya membuat Shifa kesal. Lantaran tak suka mendengar Alsen perhatian pada Kiandra. "Baik, berikan padaku. Aku yang akan menyerahkannya pada Kakak Ipar," jawab Shifa dengan angkuh. Melvin yang tidak buta ataupun tuli, tentu saja tahu bagaimana kelakuan gadis dihadapannya. "Maaf Shifa, Tuan Alsen mau Saya sendiri yang memastikan kalau semua ini sampai ditangan Nyonya!"Shifa mengepalkan tangan. "Jadi Kau pikir jika menyerahkan semua itu padaku, maka tidak akan sampai pada Kiandra?!" sarkas Shifa dengan sengit. Seharusnya bukan ha
"Tunggu di sini, Aku akan membuahkan susu untuk meredakan rasa pedasnya!" ungkap Alsen memberitahu setelah mengantar Shifa ke kamar tamu yang sekarang ditempati gadis itu. Namun baru saja Dia mencapai pintu, Lana terlihat terburu-buru menghampirinya. Sontak membuat Alsen heran dan mengerutkan dahinya. "Tuan, Nyonya tidak sadarkan diri di dapur!""Apa?!" kaget Alsen langsung terlihat panik. Tanpa mengulang kalimatnya lagi, Alsen berlari ke dapur, sementara Shifa yang di kamar dan menyaksikan itu segera merasa kesal. 'Sial. Jal*ng itu pandai juga berakting. Kenapa tidak mati saja?!' geram Shifa membatin. Sampai di dapur, Alsen langsung menghampiri Kiandra, menepuk beberapa kali pipinya sebelum kemudian menggendongnya dan membawanya ke rumah sakit untuk diperiksa. Lana tidak ikut, sementara Shifa memutuskan untuk menyusul, meskipun sebenarnya Dia lebih suka langsung ikut. Namun keadaannya yang masih kepedasan membuat Alsen tak membiarkannya.
"Kiandra!!" panggil Alsen terlihat lega dan berhambur memeluk istrinya. "Kamu dari mana aja, Ki? Kamu membuatku khawatir, Kamu baik-baik saja ...."Kiandra langsung menganggukkan kepalanya, membiarkan Alsen memeluknya erat meski dia merasa sesak. Namun, Kiandra akui ini salahnya karena pergi tanpa memberitahu dan melewatkan panggilan telepon dari suaminya. "Maaf, Aku buru-buru dan lupa mengabari Kamu Mas. Mmm, tapi Aku baik-baik aja, kok," jawab Kiandra meyakinkan. Alsen segera melerai pelukannya, memberi jarak kemudian memperhatikan istrinya dari ujung kaki sampai ujung rambut, dan hal itu membuat Kiandra sedikit jengah. "Beneran, Aku baik-baik aja, Mas. Serius!" ujar Kiandra kembali meyakinkan suaminya. Alsen tidak langsung menjawab, tapi malah membawanya ke sofa. Pikirnya ibu hamil tidak boleh lama-lama berdiri. "Baiklah, Aku percaya Kamu baik-baik saja, tapi lain kali kalau mau pergi jangan seperti ini lagi. Kamu harus memberitahuku. Kemana dan sama siapa saja. Bukan maksud
"Bisakah Kita bertemu?" ujar Vela di telepon. Beberapa waktu kemudiaan dan mereka bertemu, wanita itu langsung berhambur memeluk sahabatnya Kiandra. Wajahnya sayu seperti tengah menyimpan beban berat dan Kiandra segera menyadarinya meski wanita itu belum bicara. "Ssstt ... tidak apa-apa, Vel. Sekarang Aku di sini," ujar Kiandra seraya membalas pelukan sahabatnya itu. "Kamu kenapa?" bukan Kiandra yang bertanya, tapi Vela. Ah, iya. Penampilan Kiandra memang sedikit kacau. Dia baru bangun tidur saat mendapat telepon dari sahabatnya, dan saat menemui Vela sekarang diapun lupa pamit pada suaminya. "Aku kenapa?" Kiandra memperhatikan dirinya sendiri. Menggunakan camera ponsel untuk melihat wajahnya. "Ah, ini semua gara-gara mas Alsen suami Aku. Sudahlah, Kamu abaikan saja. Sekarang Kamu cerita, dan jangan berbohong!"Saat ditelepon, Vela memang sudah menunjukkan gelagat aneh dan menurut Kiandra itu tidak biasa. Dia tahu sahabatnya pasti butuh dirinya untuk masalahnya. "Aku tahu Kamu s
Blam!! Adam melonggarkan ikatan dasinya dan menatap geram pada Syera. "Kau tidak pantas melakukan itu pada Lana dan siapa yang membiarkanmu kemari?!"Adam menatap sekitarnya dan menemukan semua orang termasuk pembantu yang ada di sana, menundukkan kepalanya. Mereka takut dan tak satupun berani menjawab. Namun, disaat yang sama Syera mulai bangkit dan membalas Adam dengan tidak terima. "Kau yang apa-apaan, Mas? Apa yang membuatmu mendorongku, apakah wanita ini?!" sarkas Syera dengan marah. "Dan apa maksudmu berkata istri? Dia cuma pembantu yang beruntung melahirkan anakmu. Sadarlah!!"Plak! "Tutup mulutmu!!" Adam tidak hanya menampar Syera, tapi menegaskan. "Dia memang istriku, dan jika ada yang harus bersyukur di sini, maka itu adalah Kau. Jal*ng bisa menyandang status istriku, tapi jangan senang Syera, karena secepatnya Kita akan bercerai!"Syera yang masih memegang pipinya menatap Adam dengan tak percaya. "Apa maksudmu, Kau akan menceraikan Aku demi wanita ini?!""Ya, dan Aku sud
"Sial. Di mana Melvin sekarang, bagaimana bisa menghilang dengan tiba-tiba?!" kesal Alsen yang masih saja belum bisa menghubungi asistennya itu. Kiandra menghela nafasnya dengan kasar, sembari melepas gandengannya dari suaminya. Wanita itu juga kesal, dan terlihat menghampiri sofa dan duduk di sana. Saat ini keduanya memang sudah sampai di kantor, dan seperti yang Alsen keluhkan Melvin sama sekali tak berada di sana. "Berhenti berkata kasar, Mas. Udahlah hal kecil seperti itu saja dibawa emosi. Dasar tempramen!" cibir Kiandra. Alsen langsung menarik nafasnya kasar. Lalu mengusap wajahnya. "Maaf, Sayang. Aku cuma nggak suka orang yang tidak kompeten dan seenaknya.""Tapi Kamu juga gitu!" sarkas Kiandra mengingatkan. "Emang dasar Kamu doyan marah dan mengumpat. Nggak bisa sabar atau cari tahu. Gimana kalo Melvin sedang dalam masalah, apa Kamu tetap marah?"Alsen menghampiri istrinya dan mendekat. Wanita itu mempengaruhi emosinya dan juga seperti obat untuk meredakan perasaannya yang
"Kamu akan pergi sekarang?" tanya Kiandra sedikit kesal.Padahal sudah menjadi rutinitas bagi Alsen pergi brkerja hampir setiap pagi. Namun, hari ini Kiandra mencegahnya, karena merasa ingin bersama dengan suaminya dan tidak rela berpisah."Ya, Aku memang harus ke kantor hari ini, Sayang. Walaupun beberapa pekerjaan sudah Aku berikan pada Melvin, tapi Aku juga tidak bisa lepas tangan. Ini mata pencarianku, jika ada masalah, bagaimana nanti Aku akan menafkahimu dan juga memberi makan anak Kita?" jelas Alsen sambil mengusap puncak kepala istrinya."Tapi Aku tidak miskin, Mas. Aku juga bekerja dan menghasilkan uang sendiri. Lagian tidak bekerja hari ini tidak akan membuatmu bangkrut," jawab Kiandra sambil menatap manja pada suamianya.Tidak perlu dijelaskan, Alsen segera mengerti keinginan istrinya dan diapun senang dengan hal itu. Mencium bib*r Kiandra kemudian mengambil ponselnya."Sebentar, biar Aku hubungi Melvin dulu," ujarnya yang langsung diangguki oleh Kiandra.Namun, Alsen seger
Pulang dari rumah Davin-Lia, Kiandra langsung tergolek tidur dan pulas. Membuat Alsen berdecak kesal, karena tampaknya dia masih menginginkan istrinya, namun bagaimana lagi sebagai seorang ayah Alsen tidak bisa menggunakan wewenangnya untuk memaksa. Cup! "Tidur yang nyenyak, Sayang. Kamu pasti lelah ya ... tidak masalah, Aku bisa menunggu, tapi besok tidak lagi!" ujar Alsen yang tidak bisa berbohong, sebab dia sedikit jengkel. Menarik selimut kemudian berbaring di sisi istrinya. Sementara Kiandra ternyata belum pulas, begitu mendengar dengkuran halus suaminya, dia berani membuka mata dan menatap suaminya dengan kesal. "Dasar maniak, tiga kali seminggu paling tidak bisa. Ck, dia pikir enak? Nggak tahu aja, Aku harus pegal linu. Diminta pijat, eh malah keterusan. Nyebelin!!" gerutu Kiandra kesal. Namun, tiba-tiba saja itu berubah saat dia semakin intens menatap suaminya. "Tapi mas Alsen ganteng banget, hmm ... hidungnya mancung kayak perosotan anak TK. Bahu lebar dada bidang. Punya
Hendra tersenyum lega mendengar berita Belinda ditangkap karena kasus pencucian uang, meskipun jauh di lubuk hatinya dia masih tak tega. Mengingat perempuan itu sudah menemaninya bertahun-tahun lamanya. "Dad, Aku--" "Ada apalagi Vela, apa masih tidak cukup penderitaan yang dialami putraku demi dirimu?!" sarkas Hendra begitu dia tersadar dari lamunannya. "Kepalanya harus dibalut, dan mendapat beberapa jahitan, meskipun tidak parah dan tidak sampai geger otak. Apa maumu lagi, hahh ...."Hendra tidak bermaksud melakukan itu, tapi pria itu memang sedikit tertekan karena kondisi putra satu-satunya itu. Karena Belinda, sekarang dia juga tak tahu di mana Shifa berada. Hendra segan jika harus bertanya pada Lingga, tapi di sisi lain meski bisa mencari tahu sendiri, Hendra juga tidak mau melakukannya. Dia merasa bodoh karena terlalu banyak menggunakan hatinya, padahal Shifa bukan siapa-siapa, dan bahkan adalah hinaan paling besar dalam hidupnya. "Aku cukup sabar beberapa hari ini, membiarkan
"Maaf, Ki ... Kamu sudah tidak marah sama Aku?" ujar Alsen mengalah. Tidak ada gunanya mendebat wanita apalagi dia hamil. Alsen sedikit sadar dan menekan egonya, sementara Kiandra malah membuang nafasnya kasar. "Maaf aja terus? Entah sampai kapan berubahnya, udah tua lagi!" dumel Kiandra kesal. Namun akhirnya wanita itupun mengangguk setuju, Alsen tersenyum melihatnya. Mengikis jarak kemudian memeluknya, sembari menghirup aroma tubuh bercampur parfum yang membuat Alsen candu. "Aku suka dengan kejutannya, meskipun sempat takut bagian pintunya tadi. Tidak masalah, Aku sebenarnya suka apapun tentang Kamu," ungkap Kiandra bicara manis. Semudah itu moodnya berubah. Yah, memang begitulah wanita. Asal pria berani mengalah, maka hatinya wanita mudah saja luluh. 'Tapi kenyataannya tidak suka hal yang berulang dan mudah bosan. Pembual.' Harusnya hal itu yang Alsen katakan, namun mana mungkin dia berani. Pria itu tak mau istrinya mengomel dan mereka kembali bertengkar. "Aku tahu itu," jaw
Melvin terlihat buruk dengan mata yang memerah menahan air mata. Meski tidak menangis, laki-laki terlihat payah dengan penampilannya yang sudah acak. Tak seperti biasanya, setelan formal dengan jas yang membuatnya terlihat berwibawa, justru kini membuatnya seperti banjing*n. "Maaf, Tuan. Anda sudah mabuk," ujar bartender yang sejak tadi memberinya minuman beralkohol, kali ini menentukan sikap. "Tidak, berikan padaku lagi!!" teriak Melvin membentak. Dia memang sudah biasa keluar masuk klub malam, tapi biasanya tinggal di ruang privat untuk membahas bisnis dengan kliennya, sekaligus minum. Akan tetapi, meski begitu Melvin hanya meneguk wine dengan kadar alkohol paling rendah, walaupun sesekali mencoba yang lebih tinggi. Namun, sekarang tidak seperti itu. Dia ke klub bukan lagi untuk menemui kliennya, melainkan untuk menenangkan diri, dan bahkan tidak berada di ruang privat. Melvin bergabung di ruangan penuh orang dan penuh kebisingan dengan lampu yang berkedap-kedip. Melvin di sana k