"Kakak, Aku takut ... temani Aku di sini!" ujar Shifa memperlihatkan ketidakberdayaannya. Baru saja Dia mengalami kecelakaan mobil yang membuatnya mengalami luka dibeberapa bagian tubuhnya. Tidak begitu parah, sebab tak mengalami cedera serius atau luka dalam sama sekali.
Shifa menghubungi Alsen beberapa saat lalu. Meminta bantuan dan membawanya ke rumah sakit terdekat. Sebenarnya Alsen sedikit pusing dikarenakan minum semalam, tapi pria itu tak tega pada sepupunya yang mengalami nasib buruk."Kau akan baik-baik saja, Shifa. Jangan khawatir Aku di sini. Beristirahatlah," ujar Alsen mengambil tempat duduk tepat di sebelah ranjang pasien yang Shifa gunakan."Kakak jangan beritahu orang tuaku, Aku nggak mau mereka mencemaskanku," ujar Shifa memberitahu. Alsen hanya berdehem untuk menjawabnya dan itu membuat Shifa sedikit kesal."Terimakasih sudah mencemaskanku dan membawaku ke sini tepat waktu. Seandainya Kakak tidak ada, entah bagaimana nasibku,"Lana siapkan makan siangku dengan segera," ujar Alsen saat sedang membantu Kiandra meminum obat. Di saat yang sama Lana sedang ke sana untuk mengantarkan beberapa buah yang diminta oleh Alsen. "Baik Tuan," jawab Lana sebelum kemudian keluar dari sana. Kiandra menatap Alsen dengan tak percaya. Ternyata pria itu belum makan, tapi sudah terlebih dahulu memastikannya makan. Wanita itu sedikit tersentuh, tapi kemudian menggelengkan kepala. Dia sudah sangat kapok dengan perasaannya pada Alsen. "Kau tidak mau buahnya?" tanya Alsen yang berpikir gelengan kepala Kiandra adalah penolakan terhadap buah yang sudah di taruh di atas nakas. Kiandra kembali menggelengkan kepala. Sebenarnya egonya untuk menolak masih ada, namun keadaannya yang hamil dan baru saja habis makan membuatnya kembali merasa mual. Buah adalah satu-satunya yang bisa mengurangi mualnya itu untuk sekarang. Jadi Kiandra mana mungkin bisa menolaknya. "Tidak, Aku mau makan buahnya, tapi bisakah Aku mendapatkan mangga muda?" ta
"Arrrggghhh ... huft-huft!" ringis Shifa mendesah pedas. Gadis itu terkejut mendapatkan rasa donat yang menggiurkan, tak sesuai ekspektasinya. "Kenapa donatnya pedas, Kak?" tanyanya melanjutkan setelah selesai meneguk minum dengan cepat. Pedasnya tak langsung hilang, tapi sudah sedikit berkurang. "Jangan aneh-aneh, mana mungkin rasanya pedas," ujar Alsen tak langsung percaya. "Kakak bisa rasain sendiri jika tidak percaya," kata Shifa memberitahu. 'Brengs*k wanita jalang itu, berani sekali melakukan ini. Ch, Dia pasti kesal karena Kak Alsen memperhatikan Aku! Hm, tapi Aku tidak akan diam saja, liat saja nanti pembalasanku!' tambah Shifa membatin. "Ssstt ... ternyata benar. Sepertinya Kiandra salah menambahkan bahan," ujar Alsen menebak, dan Shifa tak suka itu, sebab merasa Alsen seperti tengah membela istrinya. "Mana mungkin Kak. Ini bubuk cabe loh, bukan garam dan gula yang mirip, sehingga bisa saja salah menaruhnya," ujar Shifa menghasut Alse
"Apa?!" Shifa terlihat kaget dan tak percaya. Gadis itu saat ini sedang melakukan komunikasi lewat telepon dengan ibunya. "Nggak mungkin, Shifa anak Daddy, Mom. Shifa bukan anak haram!""Tapi itulah faktanya. Laki-laki yang Kau panggil Daddy selama ini, bukan ayah kandungmu. Aku menipunya supaya bisa hidup enak sampai sekarang, tapi karena rahasia ini sudah terbongkar maka giliranmu yang harus melakukannya!!" tegas sang ibu begitu egois menekankan fakta sekaligus menuntut Shifa. "Aku nggak mau tahu, Kau harus membalas budiku. Lakukan sesuatu supaya hidup Kita tidak melarat Shifa. Minggu depan Aku akan ke sana untuk tinggal denganmu, setelah mengurus perceraianku!" jelas ibunya melanjutkan sebelum kemudian menutup teleponnya begitu saja. Shifa yang stress lantaran tak terima dan juga tak percaya. Segera histeris dan merusak barang yang ada. Dia pergi ke klub malam setelahnya, lalu minum di bar tanpa perduli apapun lagi. Beberapa waktu kemudian,
Setelah selesai menyiapkan sarapan yang diperintah Shifa, Lana sekalian menyiapkan untuk Kiandra. Bagaimanapun juga Dia wanita paling tidak bisa melihat Kiandra di posisi tersebut terlebih lagi nyonyanya itu tengah hamil. "Nyonya apa Saya bisa masuk?" ujar Lana dengan sopan sekaligus mengetuk pintu menggunakan tangannya yang kosong, dan tidak memegang nampan makanan. Tok-tok! "Nyonya Kiandra!" panggil Lana menguatkan suaranya, Dia pikir pemilik kamar tersebut mungkin saja melamun sampai tak mendengarkan panggilannya. Sampai mengulang beberapa dan berhasil. Pintunya dibuka oleh Kiandra. Namun, di saat yang sama Shifa tiba-tiba datang dan menghampirinya. "Di mana sarapan untuk kak Alsen?""Saya menaruhnya di meja makan," jawab Lana tanpa embel-embel 'nyonya,' sebab Lana pikir itu tak perlu. Shifa bukan majikannya dan gadis itu juga buruk. Tak pantas diperlakukan baik atau tak perlu menghormatinya. "Apa katamu? ulangi sekali la
Alsen kesal setelah mendengar penjelasan Shifa. Dia tidak bodoh, dan mudah percaya. Pria itu kecewa lantaran gadis yang masih dianggap adiknya itu menyalahkan seseorang untuk kesalahannya. "Aku tidak marah jika ini masakanmu, Shifa. Aku mengerti dan bahkan menghargainya. Kamu sudah berusaha, meski hasilnya masih tetap keasinan, tapi jangan menyalahkan orang lain atas kesalahanmu. Asisten rumah tanggaku selama ini belum pernah melakukan kesalahan dalam memasak!" tegas Alsen sembari menasehati Shifa. "Maaf, Kakak. Shifa mengaku salah," jawab gadis itu sembari menundukkan kepalanya. Hal itu jelas saja membuat Alsen tidak bisa marah kepadanya. "Tidak masalah. Lain kali jangan diulang lagi. Pulanglah, semalam Kamu tidak banyak beristirahat karena mabuk," lanjut Alsen menyarankan. Shifa langsung menganggukkan kepalanya lantaran tak mau dipandang buruk Alsen. Seperginya Shifa, Alsen kembali mengingat istrinya itu dan mendesah kasar. Jujur Dia bertamb
Shifa menatap Melvin yang berdiri tepat dihadapannya. Terlihat menenteng sesuatu yang membuat Shifa tertarik pada bawaannya. Kotak makanan yang mempunyai pegangan sehingga memungkinkan untuk dijinjing, tapi bagian menariknya logo dari kotak makanan tersebut berasal dari restoran terkenal dan ternama. Shifa tentu saja mengenalnya. "Tuan Alsen meminta supaya Nyonya Kiandra memakan semua ini," beritahu Melvin, segera setelahnya membuat Shifa kesal. Lantaran tak suka mendengar Alsen perhatian pada Kiandra. "Baik, berikan padaku. Aku yang akan menyerahkannya pada Kakak Ipar," jawab Shifa dengan angkuh. Melvin yang tidak buta ataupun tuli, tentu saja tahu bagaimana kelakuan gadis dihadapannya. "Maaf Shifa, Tuan Alsen mau Saya sendiri yang memastikan kalau semua ini sampai ditangan Nyonya!"Shifa mengepalkan tangan. "Jadi Kau pikir jika menyerahkan semua itu padaku, maka tidak akan sampai pada Kiandra?!" sarkas Shifa dengan sengit. Seharusnya bukan ha
"Tunggu di sini, Aku akan membuahkan susu untuk meredakan rasa pedasnya!" ungkap Alsen memberitahu setelah mengantar Shifa ke kamar tamu yang sekarang ditempati gadis itu. Namun baru saja Dia mencapai pintu, Lana terlihat terburu-buru menghampirinya. Sontak membuat Alsen heran dan mengerutkan dahinya. "Tuan, Nyonya tidak sadarkan diri di dapur!""Apa?!" kaget Alsen langsung terlihat panik. Tanpa mengulang kalimatnya lagi, Alsen berlari ke dapur, sementara Shifa yang di kamar dan menyaksikan itu segera merasa kesal. 'Sial. Jal*ng itu pandai juga berakting. Kenapa tidak mati saja?!' geram Shifa membatin. Sampai di dapur, Alsen langsung menghampiri Kiandra, menepuk beberapa kali pipinya sebelum kemudian menggendongnya dan membawanya ke rumah sakit untuk diperiksa. Lana tidak ikut, sementara Shifa memutuskan untuk menyusul, meskipun sebenarnya Dia lebih suka langsung ikut. Namun keadaannya yang masih kepedasan membuat Alsen tak membiarkannya.
Kiandra bersikeras untuk pulang saat itu, memaksa Alsen bicara dengan dokter sehingga mendapatkan izin. Wanita itu hampir tidak bicara apapun, begitu juga suaminya yang sama diamnya. Keheningan terjadi untuk mencegah pertengkaran diantara mereka. Barulah bicara jika ada hal penting yang perlu di sampaikan. "Tidurlah dan jangan berulah lagi!" Alsen menarik selimut untuk Kiandra. Pria itu lanjut keluar tak lupa menutup pintu. Kiandra tak tersentuh dengan perhatiannya itu, rasanya sejak di rumah sakit dan bahkan sampai sekarang mereka sudah sampai di rumah. Kiandra hanya terbayang perasaan sakitnya akan perbuatan nekat suaminya di rumah sakit. Kelopak matanya menggenang air mata dan membuatnya berkaca-kaca. "Kenapa Kamu setega ini Mas?" lirih Kiandra pilu teringat Alsen hampir saja membuatnya kehilangan kandungannya. Perasaannya jauh lebih buruk dari pada saat diusir dan dipertanyakan soal kesetiaannya. Kiandra lebih hancur saat merasakan ancaman aborsi ha