"Sial. Di mana Melvin sekarang, bagaimana bisa menghilang dengan tiba-tiba?!" kesal Alsen yang masih saja belum bisa menghubungi asistennya itu. Kiandra menghela nafasnya dengan kasar, sembari melepas gandengannya dari suaminya. Wanita itu juga kesal, dan terlihat menghampiri sofa dan duduk di sana. Saat ini keduanya memang sudah sampai di kantor, dan seperti yang Alsen keluhkan Melvin sama sekali tak berada di sana. "Berhenti berkata kasar, Mas. Udahlah hal kecil seperti itu saja dibawa emosi. Dasar tempramen!" cibir Kiandra. Alsen langsung menarik nafasnya kasar. Lalu mengusap wajahnya. "Maaf, Sayang. Aku cuma nggak suka orang yang tidak kompeten dan seenaknya.""Tapi Kamu juga gitu!" sarkas Kiandra mengingatkan. "Emang dasar Kamu doyan marah dan mengumpat. Nggak bisa sabar atau cari tahu. Gimana kalo Melvin sedang dalam masalah, apa Kamu tetap marah?"Alsen menghampiri istrinya dan mendekat. Wanita itu mempengaruhi emosinya dan juga seperti obat untuk meredakan perasaannya yang
Blam!! Adam melonggarkan ikatan dasinya dan menatap geram pada Syera. "Kau tidak pantas melakukan itu pada Lana dan siapa yang membiarkanmu kemari?!"Adam menatap sekitarnya dan menemukan semua orang termasuk pembantu yang ada di sana, menundukkan kepalanya. Mereka takut dan tak satupun berani menjawab. Namun, disaat yang sama Syera mulai bangkit dan membalas Adam dengan tidak terima. "Kau yang apa-apaan, Mas? Apa yang membuatmu mendorongku, apakah wanita ini?!" sarkas Syera dengan marah. "Dan apa maksudmu berkata istri? Dia cuma pembantu yang beruntung melahirkan anakmu. Sadarlah!!"Plak! "Tutup mulutmu!!" Adam tidak hanya menampar Syera, tapi menegaskan. "Dia memang istriku, dan jika ada yang harus bersyukur di sini, maka itu adalah Kau. Jal*ng bisa menyandang status istriku, tapi jangan senang Syera, karena secepatnya Kita akan bercerai!"Syera yang masih memegang pipinya menatap Adam dengan tak percaya. "Apa maksudmu, Kau akan menceraikan Aku demi wanita ini?!""Ya, dan Aku sud
"Bisakah Kita bertemu?" ujar Vela di telepon. Beberapa waktu kemudiaan dan mereka bertemu, wanita itu langsung berhambur memeluk sahabatnya Kiandra. Wajahnya sayu seperti tengah menyimpan beban berat dan Kiandra segera menyadarinya meski wanita itu belum bicara. "Ssstt ... tidak apa-apa, Vel. Sekarang Aku di sini," ujar Kiandra seraya membalas pelukan sahabatnya itu. "Kamu kenapa?" bukan Kiandra yang bertanya, tapi Vela. Ah, iya. Penampilan Kiandra memang sedikit kacau. Dia baru bangun tidur saat mendapat telepon dari sahabatnya, dan saat menemui Vela sekarang diapun lupa pamit pada suaminya. "Aku kenapa?" Kiandra memperhatikan dirinya sendiri. Menggunakan camera ponsel untuk melihat wajahnya. "Ah, ini semua gara-gara mas Alsen suami Aku. Sudahlah, Kamu abaikan saja. Sekarang Kamu cerita, dan jangan berbohong!"Saat ditelepon, Vela memang sudah menunjukkan gelagat aneh dan menurut Kiandra itu tidak biasa. Dia tahu sahabatnya pasti butuh dirinya untuk masalahnya. "Aku tahu Kamu s
"Kiandra!!" panggil Alsen terlihat lega dan berhambur memeluk istrinya. "Kamu dari mana aja, Ki? Kamu membuatku khawatir, Kamu baik-baik saja ...."Kiandra langsung menganggukkan kepalanya, membiarkan Alsen memeluknya erat meski dia merasa sesak. Namun, Kiandra akui ini salahnya karena pergi tanpa memberitahu dan melewatkan panggilan telepon dari suaminya. "Maaf, Aku buru-buru dan lupa mengabari Kamu Mas. Mmm, tapi Aku baik-baik aja, kok," jawab Kiandra meyakinkan. Alsen segera melerai pelukannya, memberi jarak kemudian memperhatikan istrinya dari ujung kaki sampai ujung rambut, dan hal itu membuat Kiandra sedikit jengah. "Beneran, Aku baik-baik aja, Mas. Serius!" ujar Kiandra kembali meyakinkan suaminya. Alsen tidak langsung menjawab, tapi malah membawanya ke sofa. Pikirnya ibu hamil tidak boleh lama-lama berdiri. "Baiklah, Aku percaya Kamu baik-baik saja, tapi lain kali kalau mau pergi jangan seperti ini lagi. Kamu harus memberitahuku. Kemana dan sama siapa saja. Bukan maksud
Plakk! "Dasar wanita jala-ng! Berani sekali Kau berselingkuh!" Alsen mengepalkan tangannya, menatap tajam wanita yang sudah ditamparnya. Penuh kebencian dan juga luapan amarah yang meledak. Namun, Kiandra terlihat bingung, sembari mengerutkan dahi, tak mengerti yang apa yang sedang terjadi. Baru saja pulang dan memasuki rumah, tapi sudah dihadang di depan pintu, lalu sekarang pipinya memerah karena barusan ditampar. "Apa maksudmu, Mas?" tanya Kiandra sambil memegang wajahnya yang terasa panas akibat tertampar itu. "Tidak usah pura-pura wanita busuk! Kau tak pantas untukku. Jala-ng kotor sepertimu harusnya membusuk di tempat sampah!" cibir Alsen seraya meraih rahang Kiandra lalu mencengkramnya kasar. Brakk! "Auchhh! Mas ...." Kiandra menjerit sakit, tapi bukannya perduli, Alsen malah semakin mendorongnya sampai benar-benar terjerembab. Sangat hina, sampai pria itu dengan tanpa hatinya mengunakan kakinya. "Awalnya Aku pikir Kau ini adalah gadis baik, sampai hal itu membuatku sang
"Aaarrggh!" Blam!! Alsen melempar beberapa barang yang bisa Dia jangkau lalu membantingnya kasar. Emosinya sedang tidak baik, dikuasai oleh amarah yang membuatnya tak terkontrol. Siapapun disekitarnya tak berani melerai, dan ketakutan melihatnya. "Brengs*k!" umpat Pria itu marah bahkan sampai menunjukkan urat lehernya. Tangannya mengepal erat disertai tatapannya tajam dengan kedua bola mata yang memerah. "Kakak," panggil seorang gadis muda memberanikan diri menghampirinya. Bingung sekaligus berniat mengakhiri kegilaan Alsen. "Pergi dari sini, jangan ganggu Aku!" peringat Alsen terdengar seperti menahan diri. Dia sepertinya tidak ingin menyakiti gadis itu, karena Dia adalah sepupunya, Shifa. "Aku mencemaskan, Kakak ...." Shifa memberanikan diri meraih lengannya. Cukup percaya diri kalau dirinya bisa mengatasi masalahnya. "Pergi!!" Seolah tak terduga, Shifa cukup terkejut karena justru mendapatkan bentakan. Namun, meski begitu semangatnya tidak pudar. Dia yakin Alsen pasti luluh
Siang itu, Kiandra sengaja memasak dan menyiapkan beberapa hidangan spesial untuk Alsen. Dia pikir setelah beberapa hari tidak berkomunikasi dan membiarkan suaminya itu lebih tenang, inilah saatnya menyelesaikan masalah diantara mereka dengan kepala dingin. "Kamu pasti menyukai ini, Mas. Aku sengaja menyiapkan makanan favorit Kamu!" ujar Kiandra bersemangat. Wanita itu setelah selesai menyiapkan makanan yang akan diberikan padanya pada sang suami, selanjutnya segera mempersiapkan dirinya sendiri. Berdandan cantik dan tak lupa menyemprotkan aroma parfum yang di sukai oleh suaminya itu. Barulah setelahnya pergi ke perusahaan suaminya untuk bertemu. "Maaf, tapi Tuan Alsen sedang tidak di tempat," ujar Melvin segera menghadang Kiandra masuk dan menghalanginya. "Tidak mungkin. Masih waktu makan siang, tidak mungkin Dia sesibuk itu sampai tidak memikirkan perutnya sendiri," jawab Kiandra tak mau mengalah. Sudah beberapa hari tak bertemu, bagaimana mungkin tidak merindukan suaminya itu
Kiandra menatap pucat pada hasil akhir yang didapatkannya. Garis dua pada alat tes kehamilan yang baru saja digunakannya. Wanita itu terlihat bingung, tapi kemudian Dia teringat akan hubungannya dengan Alsen. "Sial. Kenapa malah seperti ini. Bodoh, bagaimana bisa Aku seceroboh ini!" rutuknya pada dirinya sendiri. Harusnya Dia ingat soal hubungannya dengan sang suami, dan tidak memberikan bukti konyol yang justru akan membuat Alsen semakin salah paham padanya. Brughh-brugh! Gedoran di pintu membuat Kiandra tak bisa diam saja. Dia harus keluar dan menjelaskan semuanya. Jikalaupun dirinya hamil sekarang, maka itu adalah anak suaminya Alsen. Anak mereka sendiri bukan anak hasil perselingkuhan. "Lama sekali!" geram Alsen sambil menatap tajam. "Mas, Ak-Aku bisa menjelaskan semuanya, tapi ini benar-benar tak seperti yang Kamu pikirkan!" ujar Kiandra memberikan keterangan. Dia menyembunyikan hasil tes kehamilan dibalik tubuhnya. Alsen menjadi geram dan semakin salah paham. Kemudian deng