"Ma, kita pulang naik apa?" tanya BumiSore ini mereka sudah bisa kembali pulang ke rumah. Senja memberikan senyuman ke Bumi sambil menyubit gemas hidung anaknya. Sangat terlihat Bumi tidak sabaran untuk segera kembali."Kita naik taksi sayang..." sahut Senja.Dia tidak mau memperumit kepulangan Bumi dengan meminta Rey menjemputnya.Bumi mengangguk setuju, sambil memperhatikan Senja yang sedang membereskan barang yang akan di bawa kembali."Ma, mau Bumi bantu..." ucap Bumi, tapi omangannya terjeda saat dia menunjukkan jarinya yang sedang diperban. "Sepertinya tidak bisa ma, lihat tangan Bumi," tunjuk Bumi. Wajah berubah cemberut.Senja tertawa kecil, ada saja tingkah Bumi yang membuat dia bisa tertawa. "Kami cukup bantu mama dengan duduk tenang," jawab Senja.Tidak banyak yang harus dibereskan oleh Senja, pakaian yang dia bawa juga hanyalah pakaian yang dia beli di lokasi terdekat rumah sakit. Setelah semuanya selesai, Bumi melompat turun, sehingga membuat Senja jantungan."Bumi...!"
Suara bising bisik-bisik terdengar kembali mengganggu Senja. Bukankah dia sudah mati?Suara bisikkan itu terdengar samar. Apakah malaikat sedang berebut akan memasukkannya ke neraka? Tapi suara yang terdengar seperti bisikan itu tidak asing di telinganya. Suaranya sangat mirip dengan suaminya. Apakah ini berarti dia masih hidup? Senja berusaha membuka matanya, tapi sangat sulit untuk terbuka, seperti ada batu yang menimpanya.Senja tidak menyerah, dia sekuat tenaga berusaha membuka matanya, hingga Senja bisa melihat kondisi kamar kembali. Dia ternyata tidak mati, berarti apa yang dia rasakan tadi hanyalah mimpi. Mimpi yang terasa sangat nyata."Mas, kamu sudah pulang?" sapa Senja.Senja sangat ingin mendengar dengan siapa Rey sedang berbicara. Senja berpikir akan memergoki Rey yang sedang menelpon selingkuhannya. Tapi apa yang dia harapkan harus pupus.Rey yang mengetahui Senja sudah bangun, tidak melanjutkan pembicaraannya, dia segera mematikan telpon secara sepihak. Sontak gelagat
Senja merasakan banyak perubahan Rey, dia sangat peduli, baik, dan juga tidak pernah lagi menuntut Senja untuk melayani para kolega bisnisnya.Siapa wanita yang tidak terhanyut perhatian? Walau pernah terluka. Senja sampai mengabaikan jika Rey sudah terlalu banyak menyakitinya. Ditambah kehadiran Gia, sahabatnya. Membuat Senja menyampingkan apa yang menjadi tujuannya kemarin. Begitulah Senja, mudah marah, tapi juga mudah mengubah sikapnya. "Beneran mas, kita jadi liburan bersama?" tanya Senja memastikan. Padahal Senja sudah mengubur harapan itu, di tambah Bumi yang juga tidak pernah kembali meminta.Rey mengangguk setuju, tentu saja Senja tidak bisa menutup rasa bahagianya. Besok mereka akan berlibur bersama, walau terkesan dadakan."Kalau begitu, biar aku bilang ke Bumi," Senja beranjak dari tempat tidurnya. Walau sudah masuk waktu malam, Senja masih yakin, Bumi belum tertidur nyenyak.Senja tidak tahu, disaat dia keluar dari kamarnya, Rey memandang ke arahnya dengan tatapan dingin
Senja tertawa hambar, pikirannya sangat kusut, sampai suara suami Gia terdengar mirip Rey. "Ahh!!" teriak Senja.Dia sengaja mengacak-ngacak rambutnya hingga berantakan. Sepertinya dia harus beristirahat, bukankah besok mereka akan berlibur? Menunggu Rey pulang juga tidak tahu kapan kembalinya.Senja beranjak dari duduknya, dia beralih ke kasur dimana biasa tidur berdua bersama Rey. Kasur yang sudah lama dingin, tanpa ada kegiatan panas di atasnya."Apakah aku kurang menarik? Tapi, begitu banyak rekanmu yang terpesona denganku mas," lirih Senja.Merasa bebannya berat, sengaja Senja menghempaskan tubuhnya di atas kasur, berharap beban pikirannya menjadi ringan, ternyata usahanya nihil. Senja semakin merasa buntu, dan memilih mengikuti malam untuk menutup tirai matanya.sepanjang tidurnya, Senja tidak bisa tertidur nyenyak, berulang kali dia harus tersentak, lalu melihat Rey yang belum kembali, hingga menjelang subuh Rey baru hadir lagi di kamar mereka."Mas dari mana? Kenapa pergi gak
Akhirnya mereka sampai di puncak bukit. Senja tidak menyangka, jika ada hotel, dan juga banyak fasilitas lainnya.Senja sampai terperangah melihat hotel mewah disana. Kakinya berlahan turun dari mobil, dengan tatapan yang masih bangunan megah tersebut."Kenapa ada hotel semewah ini, tapi tersembunyi?" tanya Senja di hatinya.Senja yang sudah turun, membantu Bumi untuk keluar dari mobil, sedangkan Rey masih bertahan di dalam mobil. Rey baru turun disaat seorang pelayan hotel datang untuk membantu barang bawaannya.Ketiganya berjalan masuk ke lobi hotel yang sangat luas. Kesan pertama masuk, tampak konsep hotel tersebut meniru gaya eropa.Rey menyuruh Senja untuk duduk dahulu bersama Bumi, saat dia akan memesan kamar untuk mereka.Senja menatap bingung pada suaminya, mereka hanya bertiga, harusnya paling banyak, hanya butuh dua kamar tapi ke genggaman Rey terdapat tiga kunci kamar."Mas, apa ada yang mau menginap disini lagi?" tanya Senja hati-hati.Rey melihat suasana sekitar, sebelum
Senja sudah tidak tahan dengan rasa panas yang mendera tubuhnya. Ingin sekali dia melepas seluruh pakaian saat itu juga.Suara ketukan pintu kembali terdengar, membuat Senja tidak sabar untuk menerkam suaminya di atas Ranjang.Tapi saat pintu di buka oleh Senja. Seketika Senja memundurkan langkahnya. Dua pria menerobos masuk ke dalam kamarnya."Siapa kalian?!" teriak Senja.Pria berbadan tinggi, berkulit sawo matang, dan berpakaian kasual. Berjalan mendekati Senja. "Kami pelangganmu sayang. Bukankah kau menunggu kami? Kau sangat seksi sekali," ujarnya.Senja semakin memundurkan langkahnya, sampai kakinya tersandung kursi, dan tersungkuh jatuh. "Dimana mas Rey?! Dimana dia?!" teriak Senja lagi.Tubuh Senja bergetar, keringat dingin mulai mengucur deras.pria kedua dengan badan yang lumayan berisi, ikut berjalan maju, setelah memastikan pintu tertutup rapat dan terkunci."Kenapa kau mencarinya, ini waktu
"Ahh!!" Sudah seminggu Senja terus menjerit seperti orang gila di kamarnya. Kejadian di kamar hotel meninggalkan jejak trauma yang dalam untuknya.Tidak ada yang memperbolehkan seorang pun masuk ke dalam sana kecuali Rey, dan juga dokter yang merawat Senja.Begitu juga dengan Bumi, dia sangat mengkhawatirkan kondisi mamanya. Tapi Rey selalu saja mencegah dia untuk bertemu dengan berbagai alasan.Bumi tidak kehabisan akal, dia terus berpikir bagaimana bisa masuk ke dalam sana. Sudah beberapa hari dia memantau gerak gerik Rey di rumah.Bumi sempat melihat, saat Rey menyimpan kunci kamar mamanya."Disana..." celetuknya lirih. Bumi yang sengaja tidak bersekolah, bersembunyi di balik kolong meja, dimana ternyata Rey menyimpan anak kunci di dalam vas bunga.Senyum meremehkan tercetak jelas di wajah Bumi. Dia bukanlah anak kecil yang mudah dibodohi.Bumi melihat jam tangan yang melingkar di tangannya, sudah menunjukkan sebentar lagi Rey akan pergi bekerja. "Ini saatnya," celetuk Bumi lagi
"Kenapa bisa seperti ini? Anda tidak mengatakan ada efek lain dari obat tersebut? Harusnya dia sudah menjadi gilakan? Kenapa sekarang..."Rey menjadi frustasi, maksudnya menjadikan Senja gila gagal. Senja sudah sembuh, dia kembali normal, tapi Senja melupakan sebagian ingatannya. Senja hanya mengingat saat awal pernikahan mereka saja. "Bagaimana kalian bisa gagal? Jelaskan padaku cepat!" geram Rey.Rey menatap bengis keduanya. Dia mendapatkan kejutan pagi ini. Dimana Senja menyapa dirinya dengan senyum mengambang, dan bertingkah seolah mereka sedang pengantin baru.Rey sempat tidak percaya, tapi tingkah Senja yang seperti masih muda dulu, masih terekam jelas diingatannya. Belum lagi Rey seperti merasakan dejavu, saat Senja melayaninya pergi kerja seperti awal mereka menikah.Dokter itu tidak bisa berkata, dia hanya bisa menatap tajam susternya yang tersenyum mengandung banyak arti. "Sial!" umpatnya dalam hati. Dia sudah terjebak permainan antara susternya dan juga Senja. Jika sampai d