Suara bising bisik-bisik terdengar kembali mengganggu Senja. Bukankah dia sudah mati?Suara bisikkan itu terdengar samar. Apakah malaikat sedang berebut akan memasukkannya ke neraka? Tapi suara yang terdengar seperti bisikan itu tidak asing di telinganya. Suaranya sangat mirip dengan suaminya. Apakah ini berarti dia masih hidup? Senja berusaha membuka matanya, tapi sangat sulit untuk terbuka, seperti ada batu yang menimpanya.Senja tidak menyerah, dia sekuat tenaga berusaha membuka matanya, hingga Senja bisa melihat kondisi kamar kembali. Dia ternyata tidak mati, berarti apa yang dia rasakan tadi hanyalah mimpi. Mimpi yang terasa sangat nyata."Mas, kamu sudah pulang?" sapa Senja.Senja sangat ingin mendengar dengan siapa Rey sedang berbicara. Senja berpikir akan memergoki Rey yang sedang menelpon selingkuhannya. Tapi apa yang dia harapkan harus pupus.Rey yang mengetahui Senja sudah bangun, tidak melanjutkan pembicaraannya, dia segera mematikan telpon secara sepihak. Sontak gelagat
Senja merasakan banyak perubahan Rey, dia sangat peduli, baik, dan juga tidak pernah lagi menuntut Senja untuk melayani para kolega bisnisnya.Siapa wanita yang tidak terhanyut perhatian? Walau pernah terluka. Senja sampai mengabaikan jika Rey sudah terlalu banyak menyakitinya. Ditambah kehadiran Gia, sahabatnya. Membuat Senja menyampingkan apa yang menjadi tujuannya kemarin. Begitulah Senja, mudah marah, tapi juga mudah mengubah sikapnya. "Beneran mas, kita jadi liburan bersama?" tanya Senja memastikan. Padahal Senja sudah mengubur harapan itu, di tambah Bumi yang juga tidak pernah kembali meminta.Rey mengangguk setuju, tentu saja Senja tidak bisa menutup rasa bahagianya. Besok mereka akan berlibur bersama, walau terkesan dadakan."Kalau begitu, biar aku bilang ke Bumi," Senja beranjak dari tempat tidurnya. Walau sudah masuk waktu malam, Senja masih yakin, Bumi belum tertidur nyenyak.Senja tidak tahu, disaat dia keluar dari kamarnya, Rey memandang ke arahnya dengan tatapan dingin
Senja tertawa hambar, pikirannya sangat kusut, sampai suara suami Gia terdengar mirip Rey. "Ahh!!" teriak Senja.Dia sengaja mengacak-ngacak rambutnya hingga berantakan. Sepertinya dia harus beristirahat, bukankah besok mereka akan berlibur? Menunggu Rey pulang juga tidak tahu kapan kembalinya.Senja beranjak dari duduknya, dia beralih ke kasur dimana biasa tidur berdua bersama Rey. Kasur yang sudah lama dingin, tanpa ada kegiatan panas di atasnya."Apakah aku kurang menarik? Tapi, begitu banyak rekanmu yang terpesona denganku mas," lirih Senja.Merasa bebannya berat, sengaja Senja menghempaskan tubuhnya di atas kasur, berharap beban pikirannya menjadi ringan, ternyata usahanya nihil. Senja semakin merasa buntu, dan memilih mengikuti malam untuk menutup tirai matanya.sepanjang tidurnya, Senja tidak bisa tertidur nyenyak, berulang kali dia harus tersentak, lalu melihat Rey yang belum kembali, hingga menjelang subuh Rey baru hadir lagi di kamar mereka."Mas dari mana? Kenapa pergi gak
Akhirnya mereka sampai di puncak bukit. Senja tidak menyangka, jika ada hotel, dan juga banyak fasilitas lainnya.Senja sampai terperangah melihat hotel mewah disana. Kakinya berlahan turun dari mobil, dengan tatapan yang masih bangunan megah tersebut."Kenapa ada hotel semewah ini, tapi tersembunyi?" tanya Senja di hatinya.Senja yang sudah turun, membantu Bumi untuk keluar dari mobil, sedangkan Rey masih bertahan di dalam mobil. Rey baru turun disaat seorang pelayan hotel datang untuk membantu barang bawaannya.Ketiganya berjalan masuk ke lobi hotel yang sangat luas. Kesan pertama masuk, tampak konsep hotel tersebut meniru gaya eropa.Rey menyuruh Senja untuk duduk dahulu bersama Bumi, saat dia akan memesan kamar untuk mereka.Senja menatap bingung pada suaminya, mereka hanya bertiga, harusnya paling banyak, hanya butuh dua kamar tapi ke genggaman Rey terdapat tiga kunci kamar."Mas, apa ada yang mau menginap disini lagi?" tanya Senja hati-hati.Rey melihat suasana sekitar, sebelum
Senja sudah tidak tahan dengan rasa panas yang mendera tubuhnya. Ingin sekali dia melepas seluruh pakaian saat itu juga.Suara ketukan pintu kembali terdengar, membuat Senja tidak sabar untuk menerkam suaminya di atas Ranjang.Tapi saat pintu di buka oleh Senja. Seketika Senja memundurkan langkahnya. Dua pria menerobos masuk ke dalam kamarnya."Siapa kalian?!" teriak Senja.Pria berbadan tinggi, berkulit sawo matang, dan berpakaian kasual. Berjalan mendekati Senja. "Kami pelangganmu sayang. Bukankah kau menunggu kami? Kau sangat seksi sekali," ujarnya.Senja semakin memundurkan langkahnya, sampai kakinya tersandung kursi, dan tersungkuh jatuh. "Dimana mas Rey?! Dimana dia?!" teriak Senja lagi.Tubuh Senja bergetar, keringat dingin mulai mengucur deras.pria kedua dengan badan yang lumayan berisi, ikut berjalan maju, setelah memastikan pintu tertutup rapat dan terkunci."Kenapa kau mencarinya, ini waktu
"Ahh!!" Sudah seminggu Senja terus menjerit seperti orang gila di kamarnya. Kejadian di kamar hotel meninggalkan jejak trauma yang dalam untuknya.Tidak ada yang memperbolehkan seorang pun masuk ke dalam sana kecuali Rey, dan juga dokter yang merawat Senja.Begitu juga dengan Bumi, dia sangat mengkhawatirkan kondisi mamanya. Tapi Rey selalu saja mencegah dia untuk bertemu dengan berbagai alasan.Bumi tidak kehabisan akal, dia terus berpikir bagaimana bisa masuk ke dalam sana. Sudah beberapa hari dia memantau gerak gerik Rey di rumah.Bumi sempat melihat, saat Rey menyimpan kunci kamar mamanya."Disana..." celetuknya lirih. Bumi yang sengaja tidak bersekolah, bersembunyi di balik kolong meja, dimana ternyata Rey menyimpan anak kunci di dalam vas bunga.Senyum meremehkan tercetak jelas di wajah Bumi. Dia bukanlah anak kecil yang mudah dibodohi.Bumi melihat jam tangan yang melingkar di tangannya, sudah menunjukkan sebentar lagi Rey akan pergi bekerja. "Ini saatnya," celetuk Bumi lagi
"Kenapa bisa seperti ini? Anda tidak mengatakan ada efek lain dari obat tersebut? Harusnya dia sudah menjadi gilakan? Kenapa sekarang..."Rey menjadi frustasi, maksudnya menjadikan Senja gila gagal. Senja sudah sembuh, dia kembali normal, tapi Senja melupakan sebagian ingatannya. Senja hanya mengingat saat awal pernikahan mereka saja. "Bagaimana kalian bisa gagal? Jelaskan padaku cepat!" geram Rey.Rey menatap bengis keduanya. Dia mendapatkan kejutan pagi ini. Dimana Senja menyapa dirinya dengan senyum mengambang, dan bertingkah seolah mereka sedang pengantin baru.Rey sempat tidak percaya, tapi tingkah Senja yang seperti masih muda dulu, masih terekam jelas diingatannya. Belum lagi Rey seperti merasakan dejavu, saat Senja melayaninya pergi kerja seperti awal mereka menikah.Dokter itu tidak bisa berkata, dia hanya bisa menatap tajam susternya yang tersenyum mengandung banyak arti. "Sial!" umpatnya dalam hati. Dia sudah terjebak permainan antara susternya dan juga Senja. Jika sampai d
"Hai anak ganteng, kamu sudah sarapan?" sapa Senja pada Bumi.Bumi mengembangkan senyumnya. "Sudah Tante, sebentar lagi mau berangkat sekolah."Rey hanya melihat drama di depannya, ibu dan anak sudah seperti orang asing yang saling mengenal. Bagaimana bisa Senja berpikir jika Bumi adalah anak daei saudara jauh Rey yang menumpang tinggal di rumah mereka.Rey yang mengikuti saran dokter dan juga Tania, hanya saja mengiyakan saja. Begitu juga Bumi yang sudah dia beritahukan bagaimana kondisi Senja sekarang. Ternyata diluar dugaan, anak itu sangat pintar berlakon."Belajar yang rajin, okey. Biar bisa sukses seperti Om mu," seru Senja.Rey sampai tersedak makanannya, ada rasa aneh melihat suasana pagi yang berbeda. Dia sendiri harus kebawa arus untuk ikut berakting."Sayang, jadikan kita ke kantor? Benarkah aku sudah menjadi sekertarismu dulu, mas?" tanya Senja, sambil mengambil duduk di kursi sebelah kanan Rey. Senja hanya ingin sarapan roti berselai coklat hari ini. Sepertinya rasa manis
Senja menghirup udara segar di daerah perkampungan. Biasa yang terpandang matanya adalah bangunan yang tinggi menjulang. Kini sepanjang mata yang memandang hanya hamparan hijau dari kebun dan juga sawah. Sungguj sangat menyegarkan matanya."Ma, mana permainannya. Kata mama disini ada permainan? Lihat ini," keluh Bumi. Dia menyodorkan gawainya yang sinyalnya sering hilang dan timbul, hingga dia tidak bisa bermain game yang ada di gawainya. "Bumi mau balik ke rumah ma," sungut Bumi. Terbiasa di kota, membuatnya sangat asing dengan daerah yang dia datangi, belum lagi orang-orang disekitarnya terlihat aneh baginya. Bagaimana tidak aneh, mereka semua memandang ke arah Bumi dengan mata yang tidak berkedip."Ma, Laura cantikkan? Kata nenek, dulu gadis cantik disinu, rambutnya di kepang dua," ucap Laura. Sangat berbeda dengan abangnya. Dia sangat semangat berada di kampung. Apalagi banyak tumbuhan bunga cantik disekitar rumah yang sangat jarang terlihat di kota."Sabar. Baru juga semalam. Kem
"Ma, kita mau kemana?" tanya Bumi. Dia membantu mamanya meletakkan pakaiannya ke dalam koper."Kita akan berlibur. Kalian kan sedang liburan sekolah. Jadi kita akan ke kampung neneknya Laura. Sejak kamu lahir, belum pernah mama ajak ke daerah perkampungan," jelas Senja.Pagi ini, setelah suaminya berangkat kerja. Senja mengajak Bumi untuk berkemas. Dia tidak berniat meminta izin pada Langit. Karena sudah lama juga mereka berdua menjadi orang asing, seperti tidak saling mengenal. Bukan itu saja, bahkan suaminya memilih tidur di kamar yang lain, tidak seranjang bersamanya."Apa disana banyak permainan?" tanya Langit. Dia hanya tahu liburan selalu berhubungan dengan permainan."Ya, banyak. Disana banyak permainan yang tidak akan kamu temukan di kota," jelas Senja.Bola mata Bumi berbinar cerah. Dia jadi penasaran permainan seperti apa yang ada disana.Setelah memastikan barang yang akan dibawa sudah terkemas dengan baik. Senja mendatangi kamar Laura Dimana ada Ririn dan juga Laura di dal
"Dari mana kamu Senja?" tanya Ririn. Dia baru saja terbangun dari tidurnya. Tapi tidak menemukan Senja berada di atas ranjangnya. Dia sempat panik, tapi seketika hilang disaat melihat Senja sudah mulai masuk ke dalam kamar kembali."Hanya menghirup angin malam sebentar bu. Bosan rasanya di aras ranjang. Kebanyakan tidur, membuat Senja tidak bisa tidur kembali. Maaf sudah membuat ibu khawatir," jelas Senja. Dia berusaha tersenyum selebar mungkin, untuk menutupi hatinya yang sedang porak poranda.Balasan senyum diberikan Ririn. Walau wajah Senja tersenyum, dia bisa melihat mata Senja yang sendu. Seberapa banyak anaknya itu menutupi kesedihannya sendiri. Ingin Ririn medengar semua beban yang membuat sedih anak dari majikannya dulu itu."Besok sepertinya kita sudah bisa kembali bu. Senja sekalian mau ambil cuti. Rasanya ingin kembali merasakan suasana hijau, pasti tenang ya bu," celetuk Senja lagi. Dia sudah berjalan dan kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjang.Merasa Senja mengajaknya
Lenguhan keluar dari bibir Senja. Pandangan Senja langsung bergerak liar untuk meraba area sekitarnya saat ini. Dia masih ingat, jika tadi dia masih berada di tamab rumah sakit, dia juga masih sadar, saat dirinya akan kehilangan kesadarannya."Kamu sudah sadar nak? Kenapa sampai bisa pingsan? Untung saja janinmu baik-baik saja," seru Ririn. Saat melihat Senja mulai membuka mata, dan seperti kencari sesuatu yang berada di dalam kamar inap yang mereka tempati.Tatapan Senja menyiratkan kekecewaannya. Tidak ada lagi rona warna bahagia terpantuk disana, hanya tinggal warna hitam dan putih saja. Di ruangan yang besar, ada satu tempat tidur untuknya. Tapi tidak ada suaminya disana. Dimana Langit? Apakah dia sesibuk itu dengan Aurora sekarang ini? Hingga tidak tahu keberadaan dan keadaan dia sekarang? Hati Senja merasa tusukan-tusukan duri tajam yang terus menusuk tanpa ampun."Kenapa? Cerita sama ibu, jangan pendam masalahmu sendiri. Apa kamu mencari suamimu? Apa perlu ibu memanggilnya, agar
Sudah beberapa hari berjalan, Senja dan Langit melakukan perang dingin. Langit dengan ego besarnya, selalu pergi bekerja terlebih dahulu, membiarkan Senja berangkat bersama supir mereka."Ma, papa kenapa?" tanya Bumi.Ternyata anak-anaknya juga sampai merasakan perbedaan yang terjadi diantara mereka."Papa sedang sangat sibuk. Jadi terburu-buru dan duluan pergi. Kalau mama kan sdang hamil," alasan Senja.Bumi menatap curiga pada mamanya. Tentu tatapan Langit langsung membuat mamanya salah tingkah, dan tidak berani membalas tatapan matanya."Laura, gimana sekolahnya. Teman barumu, masih mau terus dekat-dekat abang?" tanya Senja. Dia sengaja mengalihkan pembicaraan."Masih ma. Katanya dia mau ketemu dan berkenalan dengan calon mertuanya. Siapa sih ma, calon mertua itu? Sampai abang makin marah da mengusir kami," tanya Laura penasaran.Senja tersenyum tipis. Dia jadi penasaran dengan teman Laura. Kenapa bisa berpikir sedewasa itu. "Calon mertua itu, sebutan untuk mama, dan papa untuk pasa
"Kamu dari mana?" tanya Langit. Saat Senja kembali ke kantor. Langit sudah berada di ruangan mereka.Sebelum menjawab. Senja tersenyum pada suaminya. Menyiratkan jika dia baik-baik saja. "Mas pasti tahu, aku dari mana," jawab Senja.Helaan napas panjang keluar dari bibir Langit. Dia tahu, dia sempat menguntit istrinya tadi, dan dia juga terkejut dengan kondisi Aurora. Ada rasa bersalah dan ingin melindungi wanita yang dulu pernah mengisi hatinya."Jangan kesana lagi. Dia hanya masa lalu mas. Mas tidak mau kamu terluka," sahut Langit.Senyum Senja semakin melengkung. Kalimat Langit sudah memberitahukan jika suaminya tahu, jika di rumah sakit itu ada masa lalunya yang sedang terbaring lemah."Jangan marahi Maira. Dia hanya meminta tolong padaku. Aku sudah berjanji akan membantu biaya rumah sakit dan juga operasi temannya," jelas Senja. Lidahnya tidak bisa menyebut nama Aurora di depan suaminya."Terserahmu," jawab singkat Langit. Dia memilih melanjutkan pekerjaannya, daripada mengajak Se
Pagi ini Senja datang ke kantor dengan menunjukkan kemesraan yang tidak biasanya. Dia menggelayut manja di lengan Langit. Seakan ingin menunjukkan ke semuanya, jika Langit hanyalah miliknya. Tidak ada seorang pun yang bisa berbagi dengannya.Tidak urung tingkah yang di lakukan Senja juga menjadi perhatian Maira. Kedongkolan semakin menghantam dadanya dengan palu godam. Padahal dia sudah mengatakan semuanya. Tapi dia merasa, Senja menjadi wanita yang tidak tahu diri."Kamu masuk duluan ya. Ada yang mas diskusikan sebentar dengan Maira," ucap Langit.Senja memgangguk setuju. Dia tidak perlu cemburu, karena dia tahu jika Maira tidak ada maksud lain, selain menginginkan Langit kembali pada Aurora.Suasana antara Langit dan Maira, sejenak hening. Hingga Senja sepenuhnya masuk ke dalam ruangan, baru lah Langit membuka suaranya. "Apa yang kamu lakukan kemarin dengan istri saya? Jangan pikir saya tidak tahu apapun. Saya ingatkan padamu, untuk pertama dan terakhir kali. Jangan pernah membawa
Senja sangat ingin menutup wajah amarahnya. Tapi tetap saja, emosinya yang tergambar, tidak bisa menutup rasa amarahnya.Dia meminta supir yang bersamanya untuk mengantarkannya menepi ke sebuah taman. Dia harus bisa mendinginkan kepalanya sebelum kembali ke rumah.Matanya masih melihat ke gawai yang menampilkan nama suaminya. "Maafkan aku mas," seru Senja. Dia mematikan gawainya sejenak. Tidak ingin panggilan dari Langit mengganggu kesendiriannya."Kenapa takdir pernikahanku selalu saja harus ada wanita lain disana?" monolog Senja sendiri.Dia masih mengingat jelas semua apa yang dikatakan Maira tadi.[Dia sakit. Dia lebih membutuhkan tuan, daripada anda bu Senja. Sejak awal tuan juga milik Aurora. Bukan milik anda. Harusnya anda mundur, disaat tahu seseorang yang dicintai tuan kembali. Apa anda tega memisahkan keduanya? Disaat salah satu sedang tidak berdaya dengan sakitnya?]Senja menangis terisak. Dia bisa saja membenarkan aoa yang dikatakan Maira. Tapi dia juga bisa menyalahkan Mai
Senja sempat bergidik ngeri melihat aura yang keluar dari Maira. Sejak pulang bersama suaminya beberapa waktu yang lalu, tatapannya menyiratkan kebencian dan ketidaksukaan pada Senja. Senja sendiri tidak mengerti dengan sikap acuh Maira. Apa ini juga ada hubungannya dengan sikap Langit yang lalu juga? Apa yang terjadi pada keduanya?Terbesit pikiran buruk di otak Senja. Tapi segera dia tepis. Tidak mungkin suaminya berani berkhianat dan bermain belakang dengan sekertarisnya itu.Sebagai wanita yang sudah menikah dua kali. Senja tidak mau kejadian yang lalu terulang kembali. Dia harus melakukan sesuatu sebelum terlambat."Maira, nanti bisa temani saya keluar sebentar? Saya mau berbelanja, tapi tidak ada yang menemani," ucap Senja saat dia kembali melewati meja sekertarisnya itu.Wajah Maira di pandangan Senja berubah datar. Tapi Senja yakin dia tidak akan berani menolak keinginan Senja."Baik bu. Saya akan temani ibu nanti," sahut Maira. Dia merasa Senja hanyalah wanita tidak tahu malu