"Maafkan aku Kaina, membiarkanmu bekerja sendiri tiga hari ini," tutur Senja."Tidak masalah Senja. Semua masih bisa aku atur," jawab Kaina. Merasa semua laporan telah dia berikan pada Senja, Kaina permisi untuk kembali ke meja kerjanya Keheningan menemani Senja saat ini, matanya sedang fokus mengecek laporan-laporan masuk dalan emailnya. Sampai satu email dari Gia dibuka oleh Senja. Ini bukan email tentang pekerjaan dan ini email baru. Apakah Gia sudah masuk kerja?[Kau pembunuh Senja, Kau telah membunuh anakku. Anakku mati karenamu.]Tarikan napas panjang yang dibuang kasar Senja lakukan. Gia masih saja membahas dan menyalahkan Senja. Jika dia meladeni, pasti urusan akan semakin panjang. Senja memilih mengabaikan email yang masuk. Sampai Senja kehilangan fokusnya, dikarenakan email masuk yang beruntun dari nama yang sama, dan isi yang sama. Sepertinya dia tidak bisa mendiamkan apa yang dilakukan Gia padanya.Tapi sebelum dia beranjak dari duduknya. Kaina kembali masuk dengan terbur
Senja segera dilarikan ke rumah sakit. Darah yang keluar dari perutnya masih saja mengalir walau sudah di tahan dengan balutan kain."Selamatkan dia!" teriak Langit, saat brankar masuk ke ruang ICU. Langit berusaha menormalkan napasnya sebelum dia berbicara. "Jangan biarkan mereka kabur. Bawa mereka ke markas yang kedua. Jangan ada yang menyentuh mereka sebelum saya datang. Biar saya yang mengurus mereka nanti," perintah Langit pada salah satu pengawalnya.Mendapat titah dari Langit pengawal tersebut langsung bergerak sesuai perintah.Rasa bersalah menghantam Langit. Dia merasa terlalu longgar menjaga Senja. Hingga bisa meloloskan Gia untuk melukai wanita itu."Maaf, kami terjebak macat," seru Leo, dia datang bersama Kania. Sedangkan Langit tadi memaksa ikut mobil ambulans bersama satu pengawalnya."Ya, gak masalah. Terpenting mereka sudah diamankan. Saya akan menemui mereka setelah mengetahui keadaan Senja," ucap Langit.Hati Langit terus menggumamkan nama Senja, berharap Senja mend
Semenjak kejadian penusukan itu, tidak terlihat batang hidung Rey dan juga Gia disekitaran Senja. Mereka berdua seakan lenyap tanpa suara. Proses pengadilan perceraian Senja dan juga Rey pun berjalan lancar tanpa ada tuntutan balik dari mantan suaminya itu.Bukan itu saja, Bumi juga mengadu padanya jika Laura tidak lagi satu sekolah dengannya. Apakah mereka benar-benar sudah menyerah? Apakah itu mungkin bisa terjadi?Senja membuang napas panjangnya. Kenapa dia sampai berpikir tentang Rey dan juga Gia lagi. Harusnya dia senang dan menikmati hari dimana kebebasan sudah berada di genggamannya.Terkadang pekerjaan yang senggang, membuat pikiran bisa melalang buana tanpa batas, hingga membawa keburukan untuk pikiran itu sendiri."Sebaiknya aku ajak Kaina makan di luar," Seru Senja. Dia butuh udara segar untuk menyapu pikirannya tentang kedua orang yang terlalu lama menjadi kotoran hidupnya."Kaina, makan yuk," ajak Senja saat dia telah sampai di meja kerja Kaina.Padahal Kaina sudah membuk
"Kenapa kamu Senja?" tanya Kaina.Sudah lebih dari seminggu Senja banyak termenung, seakan hanya dia sendiri yang hidup di dunia."Aku kayaknya bakal pindah dari rumah Tuan Langit. Aku tidak enak terus bergantung padanya. Apalagi dia sudah mendiamkanku semenjak di restoran itu," curhat Senja akhirnya. Belakangan ini dia menimbangkan akan pindah. Tapi Dia sudah meminjamkan apartemenya untuk Kaina.Mendengar curahan Senja. Kaina terdiam sejenak. Dia juga sebenarnya kecewa dengan Senja yang terlalu mudah memaafkan hanya karena kasihan. Apalagi Senja memberikan Rey kembali pekerjaan sebagai manager promosi. Tapi apakah berhak dia menasehati atasannya? Kaina ragu melakukannya."Aku tidak bisa mengatakan apapun. Semua keputusan ada di dirimu. Tapi sebagai seorang wanita. Kadang kita harus menyisihkan perasaan dan mengutamakan logika, jika kita tahu dari awal tidak baik. Manusia memang bisa berubah, tapi tidak sepenuhnya kita harus percaya. Butuh ujian untuk meyakinkan jika dia benar sudah b
"Ma, kita mau kemana?" tanya Bumi bingung. Mereka sekarang berada di jalan berbeda dari arah pulang ke rumah Langit. Padahal Sore ini Bumi sudah berjanji akan tidur di rumah kakeknya."Kita akan tinggal di apartemen mulai hari ini," sahut Senja datar. Dia menatap ke depan tanpa mau menoleh ke arah Bumi. Itu dilakukannya untuk menutupi rasa gelisah hatinya.Bumi yang mendengar sesuatu kabar yang tiba-tiba, membuat jiwa kecilnya yang sudah nyaman tinggal di rumah Langit meronta. "Bumi gak mau ma. Bumi mau kita balik ke rumah om. Bumi senang tinggal disana," tolak Bumi.Melihat wajah Bumi yang marah padanya. Mengingatkan Senja akan Langit. Kenapa dia baru sadar jika paras keduanya sangatlah mirip. Kenapa dia tidak curiga dari awal. Bukan hanya wajah tapi sifat Bumi juga hasil jiplakan pada Langit. Sebodoh itu dia hingga tidak bisa menyamakan hal yang sangat dekat."Diam lah Bumi. Kau anak mama dan akan tinggal sama mama. Bukan dengan orang lain. Itu bukan rumah kita. Tidak sepantasnya ki
Brak!!Langit mengamuk di rumahnya. Bi Marni sampai kebingungan bagaimana cara agar Langit tenang. Begitu juga dengan Awan yang masih duduk diam memperhatikan anaknya. Padahal dia sudah berencana ingin berpura-pura sakit beberapa hari nanti, agar bisa kembali tidur di rumah anaknya, dan bermain dengan Bumi. Tapi ternyata semua rencananya harus dia simpan dahulu. Apa yang terjadi pun Awan tidak tahu, sampai Senja, dan juga Bumi pergi dari rumah. Sampai membuat Langit seperti orang stress."Salah sendiri. Jadi laki gengsian. Kaburkan jadinya," celetuk Awan mulai kesal. Bagaimana dia tidak kesal, bukannya mencari, dan mendatangi, lalu membawa pulang. Malah ngamuk-ngamuk gak jelas di rumah.Langit menatap ke arah Awan. Dia sudah lelah untuk ribut dengan dirinya sendiri. Dengan langkah gontai, Langit menjatuhkan bokongnya di sebelah Awan yang memperhatikan gerak-geriknya."Langit harus bagaimana, pi?" tanya Langit putus asa.Siapa yang bisa sangka jika apa yang dikatakan Leo benar. Senja pe
"Senja, Tuan Langit datang kemari," panik Kaina.Kaina tidak mengerti bagaimana bisa Senja mencueki Langit beberapa hari ini. Hingga Langit tidak bisa kembali di tahan untuk tidak ke ruangan Senja."Bi...""Bilang apa? Mau bilang lagi kamu sedang di luar? Sampai kapan mau menghindar dari saya?" potong Langit. Kesabaran Langit sudah melewati batasnya, hanya untuk sekedar menerima alasan Senja yang tidak masuk akal."Kaina, kamu bisa keluar. Makasih ya," ucap Senja lembut. Dia tidak bisa mengelak lagi hari ini.Kaina bergegas keluar. Dia tidak mau terlibat masalah antara dua bosnya itu. Dia sangat yakin, selangkah kakinya keluar ledakan akan terjadi."Kenapa tidak memberitahukanku akan keluar dari rumah? Kenapa terus menghindar Senja?" tanya Langit langsung tanpa basa basi.Senja berusaha menahan takutnya. Dia sebenarnya tidak berani untuk berhadapan langsung dengan Langit, apalagi banyak perjanjian tertulis yang sudah disepakati. "Itu bukan rumah kami. Sudah seharusnya kami tidak disana
Rasa lelah semakin menggila disaat Senja batu saja sampai ke apartemennya tapi di suguhkan pemandangan tidak biasa."Mama. om Langit sedang sakit. Kasihan, dia sendiri di rumahnya. Jadi Bumi suruh tinggal sama kita," ucap Bumi, menyapa gemas gendang telinga Senja. Bagaimaba bisa Bumi mengambil keputusan semendadak ini. Pasti Langit sudah menipu anaknya agar bisa berada disini."Oh ya, emang Om kamu itu sedang sakit apa? Kan ada bi Marni yang ada disana. Dia juga kata raya, bisa memamggil seorang suster untuk menjaganya," hasut Senja.Senja berpura-pura tidak tahu saat Bumi dan juga Langit sedang memainkan perkodean mereka berdua. Sepertinya anaknya sedang bekerja sama dengan tuannya itu.Kembali Bumi menyahut. "Itukan seorang suster ma. Dia mana bisa merawar seperti mama. Mamakan paling jago rawat orang sakit. Buktinya Bumi selalu cepat sembuh jika disamping mama. Lagian ya ma. Gantian dong. Kemarin kita yang tidur di rumah om. Jadi biar om tinggal disinu gantian," cerocos Bumi.Langi