Pagi teman-teman, selamat natal bagi yang merayakan, sehat-sehat semua. terima kasih buat dukungannya. lope u sekebon teh šš
Zio mengerling penuh goda pada sang istri yang sejak tadi memanahkan tatapan tajam padanya. Zio tidak masalah, Lea mau ngambek terserah. Yang jelas dia sudah tahu kunci mengatasi Lea kalau sedang tantrum."Ma, Ivan itu anaknya bosnya Mama ya?" Pertanyaan Arch mengalihkan rasa sebal Lea yang bertahan sejak semalam. Patah pinggangnya setelah dia dipaksa melayani Zio dua ronde. Awalnya saja terpaksa, sebab Lea lama-lama ikut mendesah juga."Iya, dia anak Om yang namanya sama denganmu." Arch manyun seketika, dia tetap tidak suka dengan Arch dewasa yang ia anggap ingin mengambil mamanya. "Dia baik lo, dia yang jagain Mama waktu Mama tinggal di luar. Kayak Om Zico."Yang disebut namanya terbatuk, "Jangan bawa-bawa aku. Nanti ada yang cemburu. Heran deh, aku ini anak pungut atau anak kandung sih. Seneng amat dijadikan bahan julidan."Inez terhenti sejenak dari acara meminum tehnya. Rasa bersalah tumbuh secara masif di dadanya. Menggerogoti hatinya dengan cepat. Memenuh dadanya dengan sesa
"Oke, setengah jam lagi aku sampai." Lea menutup panggilan teleponnya, memberesi barang bawaannya lantas berbalik. Saat itulah, dia hampir menubruk orang. Lea sempat mundur, sampai dia menyadari siapa orang yang berdiri di hadapannya.Helaan napas Lea terdengar, bersamaan dengan tanya yang meluncur dari arah depan. "Sudah selesai?""Seperti yang kamu lihat. Aku pergi dulu." Lea memilih menjauh sebab pria yang dia hadapi berpotensi memicu keributan antara dia dan Zio.Siapa lagi jika bukan Agra. Lelaki itu masih jadi sosok yang bisa membuat Zio naik pitam dengan cepat. Rian sudah bukan ancaman lagi. Sebab pria tersebut akan menikahi Vika. Tapi Agra, susah sekali dihindari. Lea beberapa kali melihat Agra berada satu tempat dengan tempatnya meeting. Entah sengaja atau tidak. Sebab tiap kali menangkap penampakan Agra, pria itu sedang bersama asistennya atau kliennya.Namun selama ini Lea selalu bisa mencari cara pergi tanpa bersua pandang dengan Agra. Agaknya hari ini, jatah apesnya Le
Zio, Han juga Revo berjalan masuk ke sebuah restoran. Tempat di mana satu arisan soksialita berlangsung. Inez juga berada di sana. Dari kejauhan mereka bisa mendengar tawa ceria dari beberapa perempuan yang terdengar senang sekali. Kedatangan Zio disambut manager restoran yang kebetulan mengenalnya. "Ada yang bisa kami bantu?" "Mau bertemu Mamaku, Inez Alkanders, bisa?" "Tentu saja, beliau ada lantai dua, VVIP nomor dua." "Terima kasih." Zio dan yang lainnya beranjak menuju tempat yang ditunjukkan sang manager. Tanpa kata, pria itu membuka pintu ruangan yang dimaksud. Aksinya tentu saja membuat semua penghuni di dalamnya bungkam dalam kekaguman sekaligus terkejut. Pria sekelas Zio muncul di sana. Ibu-ibu yang membawa anak gadis mereka sontak berbinar senang. Siapa tahu Zio sudi memilih putri mereka jadi pasangan. Jika orang lain kaget, tidak dengan Inez. Perempuan itu mengembangkan senyum begitu melihat sang putra yang berjalan ke arahnya. Zio mengulas senyum tipis, tapi le
Beginikah rasanya dipermalukan? Kepala Dita berputar kala melihat semua orang membicarakannya. Tidak sembunyi-sembunyi, mereka melakukannya tepat di depan matanya.Rasanya malu, sedih, benci dan marah jadi satu. Inikah yang dirasakan oleh Lea. Perempuan itu berkali-kali ia permalukan saat mereka mengadakan jamuan di kediaman Mahendra.Sang suami sudah memperingatkannya, tapi Dita sama sekali tak menghiraukan. Dia, Sita dan tamu yang lain terbahak melihat paras kebingungan Lea yang kala itu tidak bisa melihat.Mereka semua senang menyaksikan Lea berjalan tertatih, sambil meraba-raba agar tidak menubruk benda di hadapannya. Tawa Dita dan yang lainnya pecah ketika Lea akhirnya menyenggol meja berisi gelas minuman yang akhirnya pecah berantakan.Seperti inikah rasanya? Dita gamang untuk bergerak, ketika semua orang fokus padanya. Kini giliran Dita merasakan apa yang Lea alami hari itu. Sangat menyedihkan.Ingatan akan kejadian itu baru saja muncul di kepala Dita. Disusul wkspresi syo Dita
Dita berjalan gontai masuk ke rumah. Wanita itu selamat setelah Lea menyeret Zio keluar dari restoran tadi. Hingga Zio kehilangan kesempatan mempermalukan Dita lebih jauh, sebagai balasan atas apa yang baru saja ibu Rina lakukan. Menyebarkan masa lalu Lea yang sejatinya justru membeberkan bobrok keluarganya sendiri. Dita literally membuka aibnya dengan sengaja. Amarah membuat perempuan itu tak bisa menggunakan akal warasnya untuk berpikir.Dita tidak mempertimbangkan tindakannya yang bisa saja berakibat buruk untuknya juga keluarganya."Apa yang sebenarnya Mama lakukan?" Suara itu membuat Dita mengangkat wajahnya yang sejak tadi tertunduk. Ada Rian, Rina dan Dani, sang suami yang memandang penuh tanya padanya. "Ti-tidak ada," balas Dita gugup."Kalau tidak ada apa-apa mana mungkin mereka menunda kucuran dana yang seharusnya perusahaan Papa terima bulan ini," cecar Dani.Kentara sekali jika lelaki itu mulai kehilangan sabar menghadapi sikap Dita yang dia nilai makin keterlaluan, sek
"Mama." Arch berlari ke arah Lea. Berdiri di hadapan Lea seolah ingin melindungi sang mama."Bocah sialan! Gara-gara kau kami sekeluarga jadi susah!""Tutup mulutmu! Maya Carson!" Bentak Sia dengan wajah tidak terima.Maya Carson? Oh jadi ini ibunya si mamat yang troublemaker itu. Pantas saja Mattew tumbuh jadi anak pembuat onar, emaknya tukang drama."Jangan ganggu mamaku!" Arch kembali bersuara. Anak itu sudah kembali dicekoki Zico, lawan kalau ada yang mengusik. Zico yakinkan Arch, selama tindakannya benar papa, mama, dia dan semua orang akan mendukungnya.Zico juga pastikan Arch tidak akan disalahkan atas sikapnya. "He bocah! Memangnya apa yang bisa kau lakukan untuk melindungi pelakor ini! Tinggimu saja tak lebih dari Mattew.""Serang mentalnya jika lawanmu lebih besar ukurannya darimu."Ucapan Zico terngiang di telinga Arch. Bocah itu sesaat mengamati tampilan Maya. "Aku memang tidak setinggi Matt yang tukang buli. Tapi setidaknya aku bisa melihat kalau sepatumu beda warna, k
Lea memijat pelipisnya yang mendadak cenut cenut. Dia baru saja selesai memandikan Arch, sekarang anak itu bersama Sari bermain di ruang tengah.Drama Zico dan Raisa sungguh membuat Lea pusing. Dua remaja itu terlibat cekcok. Setelah Raisa minta putus, gegara mulut Zico yang asal jeplak minta pada Sia, untuk dikenalkan pada ponakan atau kenalan yang seumur dengannya."Anak muda, ada-ada aja tingkahnya." Lea merebahkan kepalanya di punggung sofa. Lantas dia memejamkan mata, menikmati nyamannya sofa bed yang biasa dia gunakan untuk berbaring.Sunyi membuat Lea lebih santai. Lea nyaris tertidur ketika tiba-tiba dia merasakan pijatan lembut di pelipisnya. Lea menggeliat nyaman, menikmati gerakan tangan yang seketika membuatnya rileks."Mumet ya?" Suara bariton itu terdengar begitu dekat di telinga Lea."Banget," balas Lea tanpa membuka mata. Tubuhnya benar-benar lelah.Zio menggetarkan tawa mendengar keluh kesah sang istri. Wajar saja jika Lea lelah, baik fisik maupun psikis. Sejak kemari
"Mereka ada di mana?" Lea menerobos masuk rumah sakit tempat Heri bertugas. Keesokan hari setelah insiden Lea menolong pedagang seblak yang kena palak. "Ya di ruang HD, Hemodialisa alias cuci darah. Emang dia siapa sih?" "Mantan baby sitter anakku," balas Lea. Heri pada akhirnya tahu kalau Lea sudah menikah dengan Zio. Namun pria itu tidak masalah, satu keinginan Heri adalah melihat mantan istri temannya bahagia. "Dipecat?" Heri bertanya sambil membuka pintu ruangannya. Keduanya lantas menyusuri lorong panjang menuju ruang cuci darah. "Suamiku kayaknya salah paham sampai dia dipecat. Ada yang fitnah dia sepertinya," jelas Lea singkat. Heri manggut-manggut paham dengan keterangan Lea. Lelaki itu memimpin langkah ke satu ruangan di mana seorang gadis setia menunggu. "Cuci darah biayanya bisa dicover pemerintah, yang memberatkan itu biaya hidup dan perawatan mereka di luar rumah sakit." Giliran Heri yang menjelaskan. "Mahalkah?" Lea dan Heri kian mendekat ke arah si gadis yang s
Lea menarik Arch ke belakang tubuhnya. Menyembunyikan si anak dari amarah yang mungkin saja Zio tunjukkan. Awalnya Lea pikir begitu, tapi ketika lebih dari lima menit Zio hanya diam. Lea hanya bisa menghela napas."Sebenarnya apa yang mau kamu katakan. Kalau tidak, aku mau pulang. Mau tidur."Lea maju, dengan Zio sigap menghalangi. Lea ke kiri, Zio ke kiri. Lea ke kanan, Zio ikut ke kanan. Lea jelas kesal dibuatnya. "Minggir, gak? Maunya apa sih?" Bentak Lea turut emosi."Bisa gak kita bicara baik-baik.""Kamu yang mulai," sewot Lea."Sayang," bujuk Zio. Lelaki itu maju, Lea mundur."Aku minta maaf, aku salah." Kata Zio lagi. Mukanya memelas, penuh permohonan. "Minta maafnya bukan sama aku."Lea menatap tajam Zio yang menggulirkan pandangannya pada Arch yang sama sekali tak berani melihat ke arahnya. Anak itu sejak tadi menjadikan Lea tameng seolah hanya Lea yang bisa melindunginya.Zio bungkam untuk beberapa waktu, hal itu membuat Lea jengah. Hingga dia memutuskan pergi saat itu j
"Mama!"Lirikan tajam dari Zio membuat Arch mengkeret. Bocah itu merangsek mundur, bersembunyi di belakang tubuh Sari, yang juga ketakutan. Perempuan itu teramat takut ketika melihat dua tuannya harus masuk rumah sakit bersamaan.Lea nyaris pingsan ketika Zio menemukan sang istri dalam pelukan Arch yang menjerit panik. Pria itu tanpa kata membawa Lea ke rumah sakit. Walau Arch turut serta tapi anak itu jelas gentar melihat paras murka sang papa. Arch hafal benar karakter Zio. "Kau diam saja di situ." Zio menunjuk kursi tunggu di depan ruangan tempat Lea dirawat.Walau Zio menampilkan kemarahan, tapi entah kenapa bocah itu bisa melihat kelegaan luar biasa terpancar dalam netra sekelam jelaga milik sang papa."Zio! Kau marahi putraku, aku hajar kamu!"Teriakan Lea membuat Zio menoleh. Sudah hampir pingsan pun masih bisa dengar Zio memarahi Arch."Enggak kok." Zio ikut masuk ruangan setelah Heri memberi izin.Lea tampak pucat, beberapa lembar selimut melilit tubuh sang wanita. Lea masi
Lukisan seorang pria dan wanita sedang menggandeng seorang bocah laki-laki. Satu yang Lea kenali adalah rambut si wanita berwarna brunette, miliknya. Sementara di pria dengan tato bintang di pergelangan tangan. Zio memang memiliki tato di pergelangan tangan, tapi selalu tertutup jam. Lea tak pernah menyangka kalau ada orang lain yang tahu. Lea mulai menggila di tempat itu. Ini sudah hampir satu jam sejak hujan turun. Dia saja sudah dingin pol-polan. Bagaimana dengan Arch. "Arch! Di mana kamu! Ini Mama!" Teriak Lea dengan suara gemetar. Dalam hati sibuk berdoa, berharap menemukan Arch di sana. Jika tidak, Lea tak tahu harus mencari ke mana lagi. Tempat ini sudah lokasi paling ujung dari komplek tempat sekolah Arch berada. Setelah kawasan ini, ada area hutan lindung yang tertutup bagi masyarakat umum. "Arch, jawab! Kalau kamu dengar Mama." Bunyi ranting patah terdengar dari arah kiri. Lea lekas menoleh, dilihatnya samar seseorang sedang duduk di ayunan yang letaknya di sisi gedung
Kepala Zio bak dihantam batu, kehilangan Arch? Big no! Hatinya lekas menyahut. Bagi Zio Arch punya arti yang sangat besar."Aku pernah bilang, anak adopsi memang tidak lahir dari benih kita, tapi dia lahir dari hati. Cinta dan kasih kita yang melahirkannya."Zio diam, membiarkan kata-kata Lea menyiramnya. "Aku tidak tahu persis seperti apa perasaan Arch sekarang, yang aku takutkan, berkali-kali ditolak akan membuatnya terluka. Ingat, dia pernah dibuli karena statusnya yang tidak jelas. Arch pasti trauma dengan hal itu.""Ditambah sekarang kamu bersikap begini. Kamu mendiamkannya, mengabaikannya. Salah dia apa? Dia tidak tahu akan lahir dari rahim siapa. Dia tidak bisa memilih dari orang tua mana dia dilahirkan.""Percayalah, dalam hal ini dia yang paling menderita. Dibuang ke panti sejak lahir, lalu diambil lagi oleh mbak Nika, konon diadopsi, tidak tahunya anak sendiri.""Bagaimana anak sekecil itu bisa menghadapinya?"Zio terpekur. Kemarahannya mereda, tapi belum hilang. Zio sepenu
Sejak beberapa hari terakhir, Zio tak bisa fokus pada pekerjaannya. Lelaki itu lebih banyak melamun, pikirannya kosong. Dengan hati terasa sesak tiap kali dia teringat Arch.Putranya, oh bukan. Anak itu putra Miguel dan Nika. Setiap fakta itu muncul di kepalanya, Zio hanya bisa menitikkan air mata dengan tangan terkepal.Dia rindu dengan Arch, tapi mengingat perbuatan Nika, amarah itu kembali hadir. Zio sama sekali tak bisa memaafkan Nika. Perempuan itu bukan saja sudah menelantarkan Arch di panti asuhan, Nika juga Zio duga memanfaatkan Arch."Aku bingung, apa yang harus aku lakukan padamu," ratap Zio penuh kebimbangan.Saat Zio tengah dirundung kesedihan pasal sang putra. Suara ribut terdengar dari arah depan.Lea dan Rina terlibat pertengkaran. "Siapa kau berani melarangku menemui suamiku?" Lea bertanya pada Rina yang tampak mengangkat dagunya, seolah menantang Lea."Tuan Alkanders tadi memberi perintah begitu," balas Rina merasa mendapat mandat dari Zio.Padahal yang diberi perinta
Miguel melotot melihat Melani mendatanginya, dengan selembar kertas yang seketika membuat lelaki itu merutuki kebodohannya. Harusnya dia simpan kertas tersebut ke brankas. Bukan hanya dia masukkan ke dalam laci meja.Miguel cukup hafal watak Melani yang suka mengacak-acak ruang kerjanya. Sekedar untuk mencari tahu sang suami berselingkuh atau tidak. Melani memang tipe curigaan dan cemburuan. Dua sifat yang sebenarnya cukup membuat Miguel kerepotan.Kali ini kecerobohan Miguel bakal berbuntut panjang. Pasalnya ada Lea dan Arch di sana. Bisa dipastikan Lea akan jadi korban kesalahpahaman Melani dua kali."Maksudnya apa? Pasangan selingkuh? Siapa yang selingkuh?" Di luar dugaan, Lea langsung merespon tudingan Melani dengan berani."Kau! Kalian! Pasangan selingkuh! Dan dia anak hasil perbuatan kotor kalian kan! Ngaku!" Teriakan Melani lantang terdengar. Cukup membuat Arch ketakutan."Mel! Kamu apa-apaan sih? Bukannya kemarin aku sudah kasih tahu siapa dia. Dia Nyonya Alkanders dan itu put
"Kenapa Arch bilang begitu?" Miguel merasa ada yang tidak beres dengan anak yang duduk di depannya."Papa gak mau peluk Arch, gak mau cium Arch, gak mau bicara sama Arch. Papa sudah tidak sayang Arch."Bocah itu akhirnya menangis. Hati Miguel serasa ditusuk ribuan jarum kala Arch menangis di depannya. Tangan lelaki itu perlahan terulur, menyentuh pundak Arch bergeser ke punggung, lantas menariknya, hingga akhirnya Arch menangis di pundak Miguel."Arch gak minta banyak, Arch gak minta apa-apa. Arch cuma mau papa Zio sayang sama Arch," raung Arch sarat kesedihan."Mungkin papamu sedang stres, Arch. Jangan punya pikiran buruk sama papamu," tutur Miguel lembut.Dari sini, Miguel tahu kalau Arch sudah sangat sayang pada Zio. Itu wajar, mengingat Zio yang muncul lebih dulu menggantikan perannya sebagai seorang ayah."Stres kenapa? Papa kerja banyak yang bantuin. Ada Om Han juga ada nenek lampir. Bohong kalau stres.""Arch, urusan orang dewasa itu rumit. Kamu perlu tahu, tidak semua hal bisa
"Zi, Arch minta salim."Ucapan Lea membuat Zio menoleh, lantas dengan enggan mengulurkan tangan untuk Arch cium punggung tangannya."Arch pergi sekolah, Papa.""Hmm," hanya itu yang Zio ucapkan.Wajah ceria Arch berganti sendu ketika Zio mengabaikannya. Sudah beberapa hari ini, tak ada ciuman, pelukan bahkan senda gurau dari sang papa.Pria yang selalu Arch banggakan itu seolah tak peduli lagi padanya. Arch mengusap cepat air mata yang mulai menggenang di pelupuk netranya.Paras tampan itu tampak muram, tak ada senyum lebar macam biasa."Kamu ada masalah apa? Kenapa Arch yang jadi korban?" Lea kembali angkat bicara. Lea perhatikan, sudah hampir seminggu ini Zio mengabaikan Arch. Putranya yang peka tentu langsung merasakan perubahan sikap sang papa.Meski di depan Lea, Arch selalu tampak bahagia, bocah itu akan segera murung jika sedang sendiri. Perasaan anak kecil sejatinya sangat halus.Satu perubahan sikap akan membuat mereka sedih. Apalagi ini Arch, bocah yang tahu pasti kalau dir
Zio tak tahu bagaimana harus mengekspresikan perasaan. Sedih, kecewa, marah, semua rasa yang menyesakkan jiwa mengungkung hati lelaki itu. Tak pernah terbayangkan bagaimana Nika bisa menipunya mentah-mentah. Dia dibohongi habis-habisan oleh perempuan yang sangat dia cinta. "Arch adalah putra kandung Nika dan Miguel." Miguel memberitahu kalau anak buahnya mendapati fakta jika Nika pernah melahirkan hampir enam tahun lalu, sejurus perempuan itu kembali dari negeri seberang. Miguel menggerakkan anak buahnya untuk mencari masa lalu Nika dan inilah yang mereka temukan. "Dia membuang anaknya ke panti asuhan, lalu mengadopsinya saat berusia tiga tahun. Arch, dia bayi itu." Zio meremat rambutnya, bulir bening mula menuruni pipi. Dia tak pernah menitikkan air mata, bahkan ketika sang papa meninggal. Namun sakit hati karena orang tercinta membuat Zio hancur. Dia punya julukan tuan penguasa tapi dia kalah oleh cinta. Benar, cinta bisa membutakan mata hati, menumpulkan logika, hingga otak