"Mereka ada di mana?" Lea menerobos masuk rumah sakit tempat Heri bertugas. Keesokan hari setelah insiden Lea menolong pedagang seblak yang kena palak. "Ya di ruang HD, Hemodialisa alias cuci darah. Emang dia siapa sih?" "Mantan baby sitter anakku," balas Lea. Heri pada akhirnya tahu kalau Lea sudah menikah dengan Zio. Namun pria itu tidak masalah, satu keinginan Heri adalah melihat mantan istri temannya bahagia. "Dipecat?" Heri bertanya sambil membuka pintu ruangannya. Keduanya lantas menyusuri lorong panjang menuju ruang cuci darah. "Suamiku kayaknya salah paham sampai dia dipecat. Ada yang fitnah dia sepertinya," jelas Lea singkat. Heri manggut-manggut paham dengan keterangan Lea. Lelaki itu memimpin langkah ke satu ruangan di mana seorang gadis setia menunggu. "Cuci darah biayanya bisa dicover pemerintah, yang memberatkan itu biaya hidup dan perawatan mereka di luar rumah sakit." Giliran Heri yang menjelaskan. "Mahalkah?" Lea dan Heri kian mendekat ke arah si gadis yang s
"Lea," lirih lelaki yang tak lain adalah Dani. Pria itu sedang berada di rumah sakit untuk cek up jantung rutin."Ayah sama siapa di sini? Bagaimana hasil kontrolnya?" Lea tahu tujuan Dani ada di sini.Dani tak menjawab. Pria itu hanya diam sambil mengamati mantan menantunya yang bertambah memukau sejak berpisah dari putranya. Baru kali ini Dani bisa melihat netra hazel cantik milik Lea, setelah perempuan itu bisa melihat kembali. Sangat mempesona.Keadaan Lea berbanding terbalik dari saat menjadi menantunya. Lea yang dulu sangat menyedihkan, tidak terawat. Tapi sekarang Lea adalah wanita yang penuh dengan semangat hidup, juga bahagia. Serta glow up dari ujung kaki sampai ujung kepala. Dani melengkungkan bibir, merasa bersyukur Lea bisa hidup lebih baik setelah lepas dari kekangan pernikahannya dengan Rian."Seperti biasa. Orang tua ini dilarang ini dan itu," Dani menjawab sambil tersenyum."Dan ayah selalu melanggarnya," ledek Lea."Ya, bagaimana yang berlemak itu enak sekali, Le."
"Aku gak suka kamu nyolong ketemuan sama dokter itu!" Tandas Zio sambil menggenggam tangan Lea yang berjalan di sisinya.Zio sudah menunjukkan sikapnya yang mulai dibumbui rasa, sementara Lea, perempuan itu entah kenapa masih kaku, susah, enggan atau malu untuk berlaku manis pada Zio.Keduanya memutuskan untuk jalan sebentar setelah menghubungi Arch yang untungnya cukup pengertian. Bocah itu memberi izin papa dan mamanya untuk me time.Boleh dikatakan ini adalah momen pertama suami dan istri tersebut jalan berdua alias dating aka kencan. Keduanya pilih berjalan sepanjang trotoar taman kota. Menikmati suasana malam yang mulai merayap datang."Aku kalau tidak ada perlu tidak akan menemui Heri," balas Lea yang masih kaku saat berada di luar rumah."Lalu apa perlunya?" Lea tampak berpikir, apa dia perlu memberitahu Zio soal apa yang terjadi dengan Desi. Mengingat sepanjang ingatan Zio, gadis itu yang telah mencelakai Inez. "Aku bertemu Desi," ungkap Lea pilih jujur.Langkah Zio terhenti
"Jadi ini rupa Nika?" Lea mengamati foto di sebuah tanda pengenal. Benda yang dia ambil dari Zio tanpa sepengetahuan si empunya dompet.Katakanlah Lea lancang, tapi rasa ingin tahu tumbuh sangat besar di dada Lea soal seperti apa sosok Nika. Kenapa Nancy sampai menyebut dirinya hanya bayangan Nika. Makin lama diamati, wajah Lea memang sangat mirip dengan Nika. Keduanya boleh dibilang seperti kembar tapi bukan saudara kandung. Mereka menyebutnya doppelganger.Tiba-tiba saja ragu menyusup di hati Lea. Jangan-jangan Zio menikah dengannya hanya karena dia mirip dengan mendiang istrinya. Perempuan tersebut seketika didera bimbang. Bagaimana jika yang dia pikirkan adalah benar."Bagaimana jika Zio tidak pernah mencintaiku seperti yang dia katakan," lirih Lea penuh kesedihan. Lea kembali disadarkan pada kenyataan kalau dirinya hanya seorang pengganti. Peran utama tetap milik Nika, walau perempuan itu telah tiada.Kalau keadaannya begini, dia harus mengambil langkah apa? Jalan apa yang akan
"Bye." Kata Agni sambil memberi kode nanti kita bicara lagi saat Lea mengikuti langkah Zio keluar toko. Zio rupanya yang memanggil Lea, entah bagaimana lelaki itu bisa menemukannya di toko bunga. Agni bahkan sampai berbisik, "Jangan-jangan dia pasang pelacak di tubuhmu." Amboi, itu perempuan kebanyakan nonton film action. Dua sahabat Lea memperhatikan dua mobil yang perlahan meninggalkan halaman toko mereka. "Menurutmu, akan jadi apa ke depannya?" Puspa bertanya sambil melipat tangan di depan dada. "Entahlah, perkara cinta itu rumit. Masalahnya kadang bisa selesai hanya dengan tindakan sepele. Seperti "maafkan aku" dah habis cerita." "Itulah kenapa aku sampai sekarang masih bingung soal Han." Akhirnya Agni buka suara perihal perasaan juga kegalauannya. "Aku lihat dia serius sama kamu. Beneran, jangan pikirkan aku. Kalau kamu klik sama dia, terima saja. Aku oke, lagi pula ini cuma persoalan kita tidak tinggal di tempat yang sama. Kita masih bisa berteman macam biasa. Jangan jadik
Pertanyaan Lea terngiang terus di telinga Zio. Pria itu tak serta merta memberi jawaban atas rasa ingin tahu Lea. Satu tindakan yang membuat Lea kian merana. Lea makin berpikir karena wajahnya yang mirip Nika. Jadi Zio bersedia menikah dengannya. Zio sedang berdiri memandang view gedung pencakar langit di hadapannya.Jujur, meski Zio mulai merasakan cinta pada Lea. Namun sekali dua kali, Zio kerap dibingungkan dengan hatinya. Sosok Nika terkadang masih terlihat di paras Lea, terutama bagian mata.Ya, Lea memang memiliki kornea Nika, wajar saja jika sesekali ada kelebatan bayangan mendiang sang istri di sana.Zio pernah berujar dia sudah bisa membedakan Lea dan Nika. Tapi tak bisa Zio pungkiri kalau diapun terkadang rancu saat menghadapi Lea.Satu-satunya momen yang membuat Zio sadar betul akan keberadaan Lea adalah saat mereka bercinta. Tentu saja, sensasi yang Lea berikan berbeda dari saat Zio berhubungan dengan Nika.Dalam kekalutan suasana hati, pintu ruangan Zio dibuka dari luar.
Langkah Lea tergesa saat sampai di rumah. Perempuan itu lekas menuju kamar Nancy. Wajah Lea merah padam, tangannya dengan cepat mengetuk benda persegi di depannnya. Perlu beberapa waktu sampai si empunya kamar membuka pintu.Pintu terbuka, paras Nancy yang sudah kesal makin jengkel melihat Lea berdiri di depan kamarny. "Apa?" Bentak Nancy galak. Adik Nika tentu tidak lupa siapa Lea, sosok yang sudah merebut Zio darinya bahkan dari Nika sang kakak. Lihatlah Lea, perempuan itu memiliki kornea mata Nika. Satu hal yang membuat Nancy meradang. "Pergi kau kalau tidak punya urusan denganku! Dasar pencuri, pelakor, perusak rumah tangga orang!"Bagi Nancy, Lea tetaplah orang yang bersalah. Nancy hampir menutup pintu, ketika tangan Lea menahannya. "Aku tidak masalah kau memberiku julukan mengerikan itu padaku. Yang aku permasalahkan adalah kenapa kau sengaja membuat Arch memakan selai kacang. Kau tahu benar kalau Arch tidak bisa makan kacang dan segala produk turunanannya. Apa kau gila?! Kau
Lea dan Nancy menoleh ke arah sumber suara. Zio berjalan ke arah mereka dengan wajah penuh tanya. Apa yang sedang terjadi."Ada apa ini?" Zio mengulangi pertanyaannya. Dia melihat Lea dan Nancy jelas sedang ribut."Dia ingin mengusirku!" Adu Nancy lebih dulu coba meraih simpati.Zio mengalihkan pandangannya pada Lea. Pandangannya menyiratkan tanya, benarkah?Lea melipat tangan di depan dada, lantas menjawab, "Benar aku ingin mengusirnya. Kau keberatan?""Kau dengar, Zi. Aku tidak bohong," drama Nancy dimulai."Ada masalah apa?" Zio mengarahkan tatapannya pada sang istri."Kau ingin tahu kenapa aku mengusirnya? Coba tanya dia, apa dia berani menjawab kenapa aku ingin dia pergi dari rumah ini." Lea menatap tajam pada Nancy yang seketika gelagapan. "Apa yang sudah kau lakukan sampai Lea melakukannya." Zio menduga kalau ini hanya salah paham, perkelahian biasa antar perempuan atau keributan karena hal sepele."Itu-itu ...." Nancy langsung kehilangan kepercayaan diri begitu Zio mencecarn
"Aku tidak mau dipenjara!" Teriak Rina seketika. Dia sudah dengar cerita Vika mengenai horornya hidup di penjara. Lihat saja Vika yang biasa tampil cetar membahana, kini tampilannya berubah total, belum ada setengah tahun menghuni tempat itu."Oh, kalian salah sasaran rupanya. Dia sangat takut masuk penjara, dari pada dighibahin seantero negeri," cibir Lawrence pada Abian.Sahabat Zico merengut mendengar ledekan sang pengacara. Rina sendiri sudah kembali berada dalam cekalan Lawrence. Pria itu mengikat tangan Rina dengan dasi. Mencegah putri Dani Mahendra macam-macam.Bersamaan dengan itu pintu ruangan Lea terbuka, Zico dan Kelvin masuk dengan raut wajah penuh emosi."Dia berulah lagi?" Rina melotot melihat Kelvin, berondong yang dia ingat jelas datang bersama Abian. "Kalian menjebakku! Kurang ajar! Brengsek! Argghh!"Dari teriakan suara Rina berubah jadi jerit kesakitan ketika Zico menginjak pergelangan kaki Rina tanpa ampun."Zico! Hentikan!" Lea memperingatkan dengan tangan menek
"Eh pengacara Lawrence, ada perlu apa?""Zico, kamu mau ke mana? Masih pakai baju pasien malah keluyuran."Lawrence bukannya menjawab pertanyaan Zico, tapi malam menegur kelakuan sang remaja setengah matang bersama gengnya."Bosen Om, di kamar. Pengen ngupi sama cari udara segar. Pengap di kamar terus," kilah Zico memberi alasan."Berarti kamu sudah oke ya. Kakakmu bagaimana?" Lawrence beralih bertanya pasal Lea."Mau jenguk kak Lea, ayuk tak anter," sambar Abian. Kini dia punya alasan untuk balik ke kamar Lea. Tak masalah jika Lawrence ikut serta. Toh Abian sudah puas bisa memandangi paras ayu kakak ipar Zio.Abian benar-benar setengah tidak waras. Dia sungguh menyukai Lea. Tak peduli kalau perempuan itu sudah bersuami.Kelvin langsung menyenggol lengan Zico. Dia menggelengkan kepala melihat kegilaan Abian."Iya, mau jenguk Nyonya Alkanders, mumpung ada urusan di sekitar sini. Jadi sekalian." Lawrence mengiyakan pertanyaan Abian."Ayo, aku antar." Abian menggulung senyum sambil mela
Begitu nama Raisa disebut, kepala Zico berdenyut nyeri. Rasanya sakit seakan mau pecah. Pria itu bahkan nyaris menangis menahan serbuan nyut-nyutan yang mendadak menyerangnya.Hal itu membuat Kelvin dan Abian panik. Pun dengan Lea yang keheranan melihat kesakitan yang Zico tanggung."Kelvin panggil dokter, itu tombol merah. Tekan aja."Kelvin lekas melakukan perintah Lea. Tak sampai lima menit, seorang dokter datang. Dengan sigap dia langsung memeriksa Zico yang perlahan tenang setelah pain killer diberikan.Napas pria itu masih tersengal, bahkan setelah sepuluh menit obat bereaksi. Peluh membasahi sekujur tubuh Zico, cukup untuk menggambarkan seberapa besar sakit yang menderanya."Boleh tahu penyebabnya?" Sang dokter mulai bertanya."Kami menyebut nama Raisa, Dok. Dia bilang tidak ingat nama itu. Lalu ya gitu deh. Dia terus kesakitan," jelas Abian singkat. Dari tempatnya, Lea hanya diam menyimak interaksi Zico dan dokter. Zico terus mengatakan kalau dia tidak ingat apapun soal nama
"Pengacara Lawrence."Sebut Rina dalam hati. Di depannya berdiri pria dengan kemeja hitam juga celana senada. Lelaki itu tampaknya sudah berada di luar situasi formal melihat bagaimana Lawrence menggulung kemeja sampai siku, terlihat lebih santai."Malah bengong! Jawab, ngapain kamu di sini? Arah sana kan tempat penjara wanita," berondong Lawrence.Sejak melihat sendiri bagaimana brutalnya Rina waktu menyerang Lea. Pria itu telah menempatkan Rina dalam daftar figur yang harus diwaspadai. Apalagi jika ada Lea di sekitarnya."Bukan urusan situ!" Balas Rina tak kalah lantang.Lawrence memindai ekspresi Rina. Sebagai pengacara, dia tentu pandai membaca mimik wajah lawan bicaranya. Banyak orang bisa bersandiwara di depannya, tanpa tahu Lawrence bisa menebak isi kepala mereka."Tentu saja akan jadi urusan saya, kalau kamu punya niat buruk. Ingat, saya adalah saksi hidup yang melihat langsung kamu menyerang Lea Alkanders. Jangan-jangan kamu juga yang menabrak Lea Alkanders semalam?"Tudingan
"Tapi kenapa saya dipecat? Rekaman itu bisa saja editan. Saya tidak melakukannya. Saya ...."Rina berhenti bicara ketika Zio mengangkat tangan. Sorot mata pria itu makin tak ramah dalam pandangan Rina. Zio memang tak pernah welcome padanya. Namun kali ini binar benci dan tidak suka turut terlihat di sana. "Kamu pikir saya tidak menyelidikinya lebih dulu. Rekaman itu asli. Bukan editan. Keputusan saya final. Kamu diberhentikan, saya tidak mau mempertaruhkan reputasi perusahaan, karena ulahmu. Sekarang pergi, saya tidak mau melihatmu lagi." Zio secara nyata mengusir Rina. Sudah cukup baginya memberi Rina toleransi, bukannya sadar, Rina malah makin menjadi. Cidera Lea dan Zico jadi warning keras untuk Zio kalau dia harus lebih waspada pada orang yang jelas menjadi ancaman bagi keluarganya. Menyingkirkan mereka adalah solusi terbaik."Tapi kinerja saya baik selama ini," Rina coba bertahan."Sayangnya kinerja bagus saja tidak cukup jika tak dibarengi dengan attitude yang baik. Tak akan
Tangis haru lekas terdengar ketika Zico memanggil Inez, untuk pertama kalinya setelah sadar dari pingsannya."Sebentar, Co. Kakakmu sedang panggil dokter," Inez membantu Zico setengah duduk dengan menaikkan tempat tidurnya."Sakit kepalaku," keluh Zico langsung."Iya, sebentar ya. Biar diperiksa dulu. Zico mau minum?"Zico mengangguk, baru menyadari kalau tenggorokannya kering. Tak berapa lama, tim dokter datang. Mereka sigap memeriksa Zico untuk beberapa waktu.Keterangan yang diberikan dokter, sedikit banyak membuat Inez dan Zio merasa lega. Sejauh ini tidak ada hal buruk mengancam Zico. Walau begitu, remaja setengah matang itu akan terus dipantau. Sampai keadaan Zico benar-benar tidak mengkhawatirkan."Kak Lea bagaimana?" Zico akhirnya ingat Lea. Zio menyibak tirai disebelahnya, hingga penampakan Lea yang tengah terlelap tampak oleh Zico. Lelaki itu menghembuskan napas kasar."Patah tulang, gegar otak. Tidak terlalu parah," jelas Zio."Tetap saja pelakunya harus dibalas. Balas dit
Hampir tengah malam ketika tim dokter memberitahu Zio kalau Lea telah siuman. Perempuan itu sesaat blank, tidak ingat apa yang terjadi. Sampai perlahan kepingan tabrakan kembali tersusun dalam memorinya.Zio fokus pada Lea, sementara Inez menunggu Zico yang masih belum bangun. Inez secara mengejutkan mampu meredam emosinya hingga ketika Sari memberitahu pasal kejadian ini, wanita tersebut hanya terkejut. Tidak sampai mempengaruhi tensi dan jantungnya."Mana yang sakit?" Zio bertanya dengan wajah sendu. Lagi-lagi Lea terbaring jadi pasien di rumah sakit. Sekarang dengan kondisi lumayan parah. Wajah Lea memar di beberapa bagian. Pun dengan anggota tubuh lain.Ditambah patah di tulang lengan atas Lea baru saja menjalani prosedur bedah. Bisa dipastikan jika rasa tubuh sang istri tidak karuan."Sakit semua," keluh Lea tak bisa pura-pura kuat di depan Zio."Maafkan aku, aku tidak becus menjagamu." Zio mendekat untuk kemudian mencium puncak kepala sang istri."Bukan salahmu. Aku yang tidak
"Sengaja jadikan Lea target?"Kalimat berapi-api dari Abian terus terngiang di telinga Zio. Bahkan ketika keheningan kembali membalut ruang tunggu selama beberapa waktu.Tak ada yang beranjak pergi. Semua seolah tidak ingin meninggalkan tempat itu sebelum mengetahui keadaan pasti Lea dan Zico.Sang dokter tadi memang menambahkan, hal-hal tak terduga bisa saja terjadi pada pasien dengan cidera karena benturan di kepala.Arch sudah tidur dalam pelukan Sari, tapi perempuan itu tak jua beringsut dari tempat duduknya. Sampai Zio memberi titah berbarengan dengan Han yang datang bersama Revo.Kedatangan dua orang itu jelas memberi petunjuk soal siapa orang sinting yang berani menyentuh Lea."Angel kamu bisa bawa mobil? Pulanglah, antarkan dulu Sari dan Arch ke rumah."Sari dan Angel saling pandang untuk kemudian sang gadis mengangguk patuh. Apalagi yang bisa dia lakukan di sini. Zico dan Lea sudah mendapat perawatan yang dipastikan terbaik.Gadis itu menerima kunci mobil Abian lalu melangkah
Dua brankar didorong masuk dengan cepat ke sebuah instalasi gawat darurat rumah sakit terdekat. Tubuh dua pasien tidak bergerak dengan darah membasahi bed tempat mereka dibaringkan.Di belakang brankar ada Arch, Sari dan Angel yang mengekor dengan wajah panik luar biasa. Serta air mata berlinang di wajah masing-masing.Ketiganya berhenti tepat di depan pintu ketika seorang perawat mencegah mereka ikut masuk."Mbak Sari, Mama ... Om Zico." Tangis Arch kembali tumpah. Kali ini dengan ledakan yang lebih kuat Sari sampai kewalahan membujuknya. Dia tidak bisa tenang waktu membujuk Arch. Bagaimana Sari bisa tenang waktu melihat dua majikannya dalam keadaan mengerikan seperti tadi."Mbak Angel tolong hubungi Tuan Alkanders. Cari saja kontaknya dengan nama itu."Angel ragu waktu menerima ponsel yang Sari ulurkan. Berhadapan dengan Zio membuat Angel gemetar duluan. Namun saat ini, mereka tidak punya pilihan. Zio harus tahu.Maka setengah jam kemudian, suasana yang sudah mencekam tambah parah.