Lea dan Nancy menoleh ke arah sumber suara. Zio berjalan ke arah mereka dengan wajah penuh tanya. Apa yang sedang terjadi."Ada apa ini?" Zio mengulangi pertanyaannya. Dia melihat Lea dan Nancy jelas sedang ribut."Dia ingin mengusirku!" Adu Nancy lebih dulu coba meraih simpati.Zio mengalihkan pandangannya pada Lea. Pandangannya menyiratkan tanya, benarkah?Lea melipat tangan di depan dada, lantas menjawab, "Benar aku ingin mengusirnya. Kau keberatan?""Kau dengar, Zi. Aku tidak bohong," drama Nancy dimulai."Ada masalah apa?" Zio mengarahkan tatapannya pada sang istri."Kau ingin tahu kenapa aku mengusirnya? Coba tanya dia, apa dia berani menjawab kenapa aku ingin dia pergi dari rumah ini." Lea menatap tajam pada Nancy yang seketika gelagapan. "Apa yang sudah kau lakukan sampai Lea melakukannya." Zio menduga kalau ini hanya salah paham, perkelahian biasa antar perempuan atau keributan karena hal sepele."Itu-itu ...." Nancy langsung kehilangan kepercayaan diri begitu Zio mencecarn
Lea diam di sofa bed kesayangannya. Duduk sambil memeluk lutut. Suara ribut dari luar rumah sama sekali tak menggugah minatnya. Keributan yang sengaja Nancy ciptakan untuk menarik perhatian seisi The Mirror.Sayangnya hanya Inez yang keluar untuk menemui Nancy. Perempuan itu berujar kalau dia tidak bisa berbuat banyak jika Zio sudah berkehendak.Padahal Nancy berharap lebih pada Inez. Namun perempuan itu benar, di rumah ini semua keputusan mutlak ada di tangan Zio. Tak seorang bisa mengubah pendiriannya jika Suara mobil Nancy yang menjauh bersamaan dengan Zio keluar dari kamar mandi. Harum maskulin seketika memenuhi indera penciuman Lea."Lea, bukan maksudku membohongimu," ujar Zio pelan setelah duduk di depan sang istri."Jadi yang dia katakan benar?" Bulir bening mulai menetes di pipi Lea.Zio terdiam tanpa menjawab pada awalnya. Sampai Lea kembali bicara. "Jadi benarkan dugaanku. Kalau kamu menikah denganku. Karena aku ini mirip dengan Mbak Nika. Bahkan kami berbagi kornea yang sa
Nancy melempar koper ke dalam apartemennya. Tiga koper lain juga sudah berada di sana. Dibantu petugas lobi dan satpam untuk menaikkan sampai ke unitnya."Sialan! Bagaimana bisa dia punya pengaruh begitu besar pada Zio. Dengan Nika dulu, Nika yang nurut sama Zio, bukan sebaliknya."Nancy menenggak segelas minuman berwarna merah yang dia ambil dari lemari. Sepertinya tempat itu sering Nancy kunjungi. Buktinya bahan makanan banyak tersedia di sana."Kalau begini caranya, gagal semua rencanaku. Nika juga bego sih, suruh nilep satu properti milik suaminya saja gak mau. Sok baik! Padahal dia sama bobroknya denganku! Tukang main laki-laki."Gerutuan Nancy terhenti ketika ponselnya berdering. Dia memutar bola matanya malas. Enggan sekali menerima panggilan dari seseorang yang namanya masih tertera di layar."Aku perlu hiburan!" Pekik Nancy frustrasi. Dia meminum lagi cairan pekat dari gelas. Tidak puas, dia menelannya langsung dari botolnya.Tak sampai lima belas menit, wajah Nancy sudah mu
Suara pintu yang dibuka membuat penghuninya sama sekali tak terusik. Dari tempatnya berdiri, Zio hanya bisa melihat helaian rambut sang istri yang menjuntai. Tak terlihat keberadaan Arch di kamar itu.Zio bahkan menelisik tiap ruang yang ada di kamarnya, tapi putra kesayangannya tidak nampak di sana. Panik mulai menyerang Zio."Bagaimana, Tuan?" Sari bertanya dengan wajah panik sekaligus penuh harap."Tidak ada," balas Zio.Ha? Sari speechless, terus bocah itu ke mana. Kecemasan Sari meningkat drastis."Tuan bagaimana kalau hal buruk terjadi sama tuan muda," Sari mengungkapkan ketakutannya "Jangan bicara aneh-aneh kamu!" Zio seketika gusar dengan kenyataan yang bisa saja terjadi. Sari benar, banyak kemungkinan dapat berlaku."Coba kau cari ke tempat Inez, tapi jangan buat dia cemas. Aku ambil ponsel sebentar."Sari putar badan, melangkah ke kamar Inez yang belum dia sambangi. Sama dengan Zio yang juga kembali masuk ke kamarnya.Lelaki itu menuju satu tempat di mana ponselnya dan mili
Helaan napas terdengar dari arah Zio ketika dia tiba di gedung AK Corp pagi itu. Nancy ternyata masih bekerja di sana. Aslinya dia tidak masalah, toh pekerjaan Zio lebih banyak bersinggungan dengan Han dibanding dua sekretaris yang jadi asisten Han."Ada yang terjadi?" Han rupanya bisa melihat perubahan sikap Nancy yang kali ini melemparkan tatapan sengit pada Zio."Lea mengusirnya dari rumah," balas Zio singkat."Wow! Ini baru berita menggemparkan. Dua jempol untuk nyonya muda. Begitu dong, itu baru top. Istri sah memang harusnya bisa menghempaskan para pelakor dan calon-calonnya."Zio berdecak sebal mendengar pujian Han pada Lea. Walau hal itu benar adanya. Yang dilakukan Lea sangat benar, bahkan kalau perlu ditiru oleh para istri di luar sana.Jangan sampai kalian kalah dengan para penggoda. Lawan kalau perlu. Kalian berhak melakukannya, mempertahankan pasangan kita.Tapi semua itu dengan catatan kalau pasangan kita alias suami kita tidak tergoda. Kalau suami kita sudah kecantol me
"Agra dan Vika itu kakak adik?" Lea lumayan terkejut mendapati fakta kalau Agra dan Vika ternyata bersaudara. "Pantas saja, sama menyebalkannya. Gak kakak, gak adik bikin enek!" Lea menggerutu sepanjang jalan. Belum lagi tatapan tidak suka yang Vika berikan saat keduanya berhadapan.Efek moodnya yang buruk sejak kemarin, Lea jadi uring-uringan. Dan kali ini dia punya bahan untuk dijadikan makian."Pengen sekali aku nyakar mukanya yang sok itu. Benci bener aku lihatnya." Lea terus saja mengumpat dua adik beradik tersebut."Heran deh aku, perasaan tu orang nongol terus di mana-mana. Dia sengaja nguntit aku atau bagaimana. Atau ... aku yang kepedean?" Tanya sendiri jawab sendiri.Lea lama-lama macam orang yang kena gangguan mental, seperti yang Zio bilang. Bicara seorang diri, mengomel dengan bibir sesekali mengerucut lucu. "Ngapain kamu?" Lea berjingkat kaget mendengar suara Zio tiba-tiba terdengar. "Ngagetin aja!" Sembur Lea kesal."Lagian kamu sejak tadi aku perhatikan, sibuk ngedu
Zio awalnya memang tidak menyukai, bahkan terkesan benci ketika Nika menyodorkan seorang wanita buta ke hadapannya sebagai pengganti. Apa Nika waktu itu serius dengan pilihannya. Tanya itu seketika muncul di benak Zio. Keduanya sempat berdebat lumayan lama, sampai ucapan Nika membuat Zio menolak mentah-mentah niat mendiang istrinya. "Dia cuma tidak bisa melihat. Aku bisa membuatnya melihat kembali." Itu artinya Nika akan memberikan kornea matanya pada Lea. Waktu itu Zio menentang keinginan sang istri. Zio menghela napas, Lea tidur dalam dekapannya. Sementara pikirannya melanglang buana ke masa lalu. Flash back ke saat dia dan Nika memasuki fase paling berat dalam hidup mereka. Umur adalah sebuah misteri. Namun Nika nyaris yakin kalau usianya tak akan lama. Karena sang suami adalah seseorang yang sang berpengaruh. Punya peran penting dalam banyak bidang. Nika tahu benar banyak pihak dan perempuan akan berebut untuk bisa menggantikan posisinya. Karena itu Nika mengatakan akan mencar
Helaan napas terdengar dari arah Lea. Sudah tiga hari ini dia dipaksa menemani Zio berendam di kolam mini. Belum banyak kemajuan yang Lea alami, perempuan itu hanya merasa sedikit "akrab" dengan air.Jika dulu level permusuhan Lea dengan air adalah tingkat tinggi, mungkin sekarang strip-nya berkurang satu. Not bad, komen Zio.Setidaknya pola pikir Lea perlahan mulai berubah. Perempuan itu mulai bisa mengubah sudut pandangnya, air tak selalu jahat. Air tak selamanya membunuh.Lea cukup terharu dengan effort Zio dalam mengatasi fobia yang hampir sepuluh tahun dia derita. Sudut bibirnya tertarik. Lea merasa bahagia akhir-akhir ini.Setelah dia bisa mengatasi rasa cemburu dan rasa bersalahnya pada Nika. Lea merasa hidupnya lebih ringan, damai dan tentu saja ... sempurna.Punya suami sekaliber Zio, siapa yang tidak bakal happy luar dalam. Kebutuhan lahir dan batinnya terpenuhi, itu bisa dipastikan.Lea sekarang bisa berpikir lebih santai. Dia bukannya abai pada ancaman yang akan selalu men
Nika menoleh bersamaan dengan Han menerjang masuk diikuti Revo. Di belakang mereka ada Zio yang langsung menemukan sang istri yang nyaris pingsan. Zio ingin rasanya langsung membuat perhitungan dengan Nika, tapi melihat keadaan Lea, dia memilih menolong sang istri lebih dulu."Lepaskan aku! Lepaskan aku brengsek!"Han dengan kuat menarik Nika menjauh dari tubuh Agra. Han cekal tubuh Nika yang terus berontak. Sementara Revo membantu Agra yang sudah lemas. Sama dengan Zio yang lekas menggendong Lea. "Lumpuhkan dia dulu! Dia sakit jiwa!" Agra berucap lirih pada Revo."Kau brengsek, Gra! Kalian semua kurang ajar!" Napas Nika tersengal, seiring dengan Erna, Karel dan Irene yang muncul di pintu."Kalian bantu mereka. Aku pergi dulu." Zio membawa Lea pergi mengabaikan teriakan melengking tidak terima dari Nika."Zio tunggu! Aku istrimu! Jangan tinggalkan aku!" "Kau bukan istrinya lagi, namamu Munaroh! Annika Renata sudah mati!" Desis Han kejam."Nika, tenangkan dirimu!" Erna berusaha men
Lea hanya sempat merekam Nika menyebut nama ayah Zio dan Zico yang Nika akui sudah dia bunuh karena mengetahui rahasianya.Selebihnya Lea tak bisa mengontrol dirinya dari rasa syok luar biasa yang melanda. Dia bahkan tahu sebutir peluru mengarah padanya. Tapi tubuhnya tak mampu bergerak menghindar.Lea terpaku di tempatnya berdiri, bersiap menerima kematian. Hanya tangannya saja yang entah kenapa beralih menyentuh perutnya. Namun saat Lea sudah pasrah dengan segalanya, dia mendadak merasakan sepasang tangan kokoh merengkuh tubuhnya. Raga tinggi besar itu sempurna melindungi tubuh Lea dari terjangan peluru.Sampai ringisan lirih masuk ke rungu Lea, diikuti kesadaran Lea yang kembali. Netra hazel Lea melebar melihat siapa yang sudah jadi tameng hidup untuknya."Agra!" Pekik Lea syok."Kamu tidak apa-apa?" Agra bertanya cemas. Jarak mereka begitu dekat, hingga Agra mengulas senyum, melihat Lea baik-baik saja."Syukurlah, aku tidak terlambat." Pria itu berbalik, menghadap Nika yang seke
"Kau sudah menemukannya?" Zio bertanya pada Revo yang sedang memandangi benda persegi di depannya. Lagi, Lea membuat heboh semua orang ketika Erna menghubunginya. Perempuan itu melapor kalau Lea pergi mengikuti Nika, tapi sampai saat itu, nomor ponselnya tidak bisa dihubungi. "Belum, aku tidak punya ide ke mana mereka pergi," Revo menjawab, dengan jari terus bergerak mencari. Mereka semua panik, membayangkan apa yang akan terjadi jika Nika bertemu Lea. "Zi, Agra telepon," info Han sambil menunjukkan ponselnya. Pria itu menerima panggilan dari Agra setelah Zio mengangguk. "Kau yakin? Kalau begitu kami menyusul ke sana. Awasi mereka terus." "Apa katanya?" Zio bertanya saat Han menunjukkan share loc yang baru Agra kirim. "Agra menemukan mereka." Wajah Zio berubah tegang. Bersamaan dengan itu, Han menekan pedal gas dalam, hingga mobil melaju lebih cepat dari sebelumnya. "Aku tahu di mana mereka berada." Han dan Zio menoleh ke arah Revo, yang masih fokus pada laptopnya. ***
"Rel! Nika tidak ada di kamar!"Yang dipanggil namanya juga tak kalah kaget. "Dia ke mana? Kita harus bagaimana kalau begini keadaannya."Pria itu memberikan selembar kertas dengan tulisan huruf Cina pada bagian atas. "I-ini ...."Tangan Erna bergetar saat perlahan dia membaca berkas di tangannya."Hasil skrinning sudah keluar. Dokter Li bilang kita harus bawa dia pulang secepatnya. Mereka sedang berdiskusi bagaimana akan mengatasi hal ini. Parah, Na. Parah."Karel menjambak rambutnya, frustrasi dengan situasi yang sedang mereka hadapi."Kita harus temukan dia!" "Tapi di mana? Tadi kamu bilang dia tidak ada di kamarnya. Terus kita mau cari ke mana. Dia pasti matikan ponselnya kalau begini caranya.""Tunggu dulu. Tadi Lea kirim pesan padaku, dia lihat Nika di kafe. Sekarang dia sedang mengikutinya. Aku akan coba hubungi dia."Erna menghubungi Lea, tapi yang bersangkutan tidak mengangkat. Dua tiga kali, usaha Erna tidak berhasil. Hingga dua orang itu saling pandang penuh kecemasan."Ak
Lea dan Irene baru selesai meeting dengan seorang klien, ketika ponsel perempuan itu berdering. Ada nama sang suami di sana. "Ya, Zi. Ada apa?""Aku ada pertemuan dengan Revo, mendadak. Tidak masalah kan kamu makan siang dengan Irene dulu.""Tidak masalah. Kita juga dari kemarin makan siang terus. Jadi no problem. Akan kutemani Irene yang lagi merengut kesal."Yang disebut namanya melotot tidak suka. Dia memang sedang bad mood, tapi tidak terima juga kalau sampai dilaporkan pada Zio."Ibu, mah gitu," sungut Irene menggemaskan."Sorry. Dijadikan pelarian terus."Irene menghentakkan kakinya kesal. Dia sungguh jengkel beberapa hari terakhir. Dongkol pada dirinya sendiri yang susah sekali dibujuk.Agra akan terbang ke kampungnya sore ini. Setuju atau tidak, dia akan melamar Irene secara resmi pada orang tuanya.Pria itu kehabisan akal untuk membujuk Irene agar mau menikah dengannya. Jadi terpaksa dia mengambil langkah ekstrim. Minta izin dulu pada orang tua Irene, baru Irene dieksekusi b
"Maafkan mama ya Lea. Aku sungguh tidak tahu lagi harus nasehatin dia kayak gimana." Rian tertunduk malu sekaligus merasa bersalah. Dita hampir mencakar Lea saat istri Zio bertanya pasal keadaannya. Belum ditambah makian Dita yang membuat Dani naik darah. Dita tak sadar diri dengan keadaannya. Yang dia pedulikan hanya benci yang ada di hati untuk mantan menantunya."Tidak masalah. Aku sudah biasa dengan hal itu," balas Lea santai.Keduanya duduk di sebuah kafe, setelah Zio dan Dani pergi untuk diskusi soal perusahaan. Tentu setelah Zio memberi tatapan penuh peringatan pada Rian.Sungguh, Rian tak berani berharap untuk bisa bersatu kembali dengan Lea. Dia terlalu malu dengan kelakuannya di masa lalu. Hubungannya dengan Vika pun tidak tahu akan berakhir bagaimana.Perempuan itu masih menjalani sisa masa hukumannya, dan kabar terakhir yang Rian dengar, keadaan Vika tidak terlalu baik.Setelahnya tidak ada pembicaraan antara keduanya. Canggung membunuh topik pembicaraan yang sejatinya b
Lea menatap prihatin pada pemandangan di depan sana. Di mana seorang pria sedang membantu satu wanita untuk pindah ke kursi roda. Satu kaki perempuan itu masih diperban dan jelas sekali kaki tersebut ... buntung."Zi ...." Lea tak menutup mulut. Tak sanggup menyaksikan keadaan si wanita."Dia kecelakaan. Disenggol motor, jatuh lalu kakinya dilindas mobil. Satu masih bisa diselamatkan, tapi yang lain remuk jadi terpaksa diamputasi."Lea membenamkan tangisnya di dada Zio. Dengan tangan sang lelaki lekas mengusap punggung Lea. "Dia yang melaporkanmu ke polisi, dia membantu Nika. Anindita Mahendra," sebut Zio dengan wajah sendu.Andai Dita mau menunggu sebentar kala itu, anak buahnya akan datang untuk membebaskannya. Zio hanya ingin menggertak Dita sebenarnya.Namun istri Dani tak sabaran. Dita lepaskan sendiri ikatan di tangan dan kakinya. Saat anak buah Zio kembali ke gudang, mereka tidak mendapati Dita di sana.Dari penelusuran mereka justru mendapat kabar kalau terjadi kecelakaan di
Setelah berkonsultasi dengan pihak kepolisian, Lawrence memberitahu kalau mereka tidak perlu melakukan klarifikasi atas keadaan Lea dan Nika. Toh dua orang itu meski rupa sama, tapi identitas berbeda.Karena Zio tidak ingin memperpanjang masalah ini, maka mereka memutuskan menutup kasus pertukaran identitas yang Nika lakukan. Dengan catatan perempuan itu tidak berulah lagi. Jika sampai Nika membuat onar, pihak yang berwajib akan membuka kembali kasus ini.Zio fine-fine saja, lagi pula yang bakal rugi Nika bukan dirinya. Hanya saja sebagai akibat Nika menerima sejumlah barang atas Lea beberapa waktu lalu.Imbasnya Lea juga dibelikan barang yang sama. Untuk menutupi kelakuan Nika, juga menghargai pemilik butik dan outlet. "Efeknya jadi tampil lebih glam ya?" Kata Irene setengah meledek sang atasan yang sejak tadi cemberut. Dia tidak bisa memakai sling bag favoritnya, gegara dia punya jadwal memakai tas branded yang Zio belikan. Dia yang biasa tampil cuek, tinggalkan sampirkan tas pund
Erna memegang pipinya yang terasa panas. Dipandangnya Nika yang wajahnya memerah penuh emosi. Erna tahu benar kalau Nika marah besar padanya.Dia sepenuhnya sadar akibat dari perbuatannya akan membuat Nika murka. Tapi Erna tidak mau Nika kembali melakukan kesalahan."Aku melakukannya karena aku peduli padamu, Nika. Aku tidak mau kamu menyakiti orang lain lagi. Cukup Nika! Cukup! Kita pulang saja ya?"Dari luapan emosi, kalimat Erna berubah jadi bujukan. Seperti yang dia katakan di hadapan Zio dan yang lainnya. Seburuk apapun perilaku Nika, dia tetap tak bisa mengabaikan perempuan itu.Erna tetap peduli, walau Nika kerap kali tidak memandang kebaikannya. Sebaik itu hati Erna. Gadis itu hanya ingin membalas kebaikan hati Nika yang pernah menyelamatkan keluarganya dulu.Ayahnya perlu biaya operasi waktu kecelakaan, Nika membantunya. Lalu adiknya ingin kuliah, Nika juga ringan tangan menolongnya.Sudah dikatakan jika berhubungan dengan balas budi, bakal runyam urusannya."Tidak akan! Aku