selamat tahun baru teman-teman, semoga kita bisa lebih baik lagi tahun ini, aminn. maaf kemarin lupa gak ngasih tahu kalo libur 😅🙏🙏 semoga masih ada yang nungguin
Pertanyaan Lea terngiang terus di telinga Zio. Pria itu tak serta merta memberi jawaban atas rasa ingin tahu Lea. Satu tindakan yang membuat Lea kian merana. Lea makin berpikir karena wajahnya yang mirip Nika. Jadi Zio bersedia menikah dengannya. Zio sedang berdiri memandang view gedung pencakar langit di hadapannya.Jujur, meski Zio mulai merasakan cinta pada Lea. Namun sekali dua kali, Zio kerap dibingungkan dengan hatinya. Sosok Nika terkadang masih terlihat di paras Lea, terutama bagian mata.Ya, Lea memang memiliki kornea Nika, wajar saja jika sesekali ada kelebatan bayangan mendiang sang istri di sana.Zio pernah berujar dia sudah bisa membedakan Lea dan Nika. Tapi tak bisa Zio pungkiri kalau diapun terkadang rancu saat menghadapi Lea.Satu-satunya momen yang membuat Zio sadar betul akan keberadaan Lea adalah saat mereka bercinta. Tentu saja, sensasi yang Lea berikan berbeda dari saat Zio berhubungan dengan Nika.Dalam kekalutan suasana hati, pintu ruangan Zio dibuka dari luar.
Langkah Lea tergesa saat sampai di rumah. Perempuan itu lekas menuju kamar Nancy. Wajah Lea merah padam, tangannya dengan cepat mengetuk benda persegi di depannnya. Perlu beberapa waktu sampai si empunya kamar membuka pintu.Pintu terbuka, paras Nancy yang sudah kesal makin jengkel melihat Lea berdiri di depan kamarny. "Apa?" Bentak Nancy galak. Adik Nika tentu tidak lupa siapa Lea, sosok yang sudah merebut Zio darinya bahkan dari Nika sang kakak. Lihatlah Lea, perempuan itu memiliki kornea mata Nika. Satu hal yang membuat Nancy meradang. "Pergi kau kalau tidak punya urusan denganku! Dasar pencuri, pelakor, perusak rumah tangga orang!"Bagi Nancy, Lea tetaplah orang yang bersalah. Nancy hampir menutup pintu, ketika tangan Lea menahannya. "Aku tidak masalah kau memberiku julukan mengerikan itu padaku. Yang aku permasalahkan adalah kenapa kau sengaja membuat Arch memakan selai kacang. Kau tahu benar kalau Arch tidak bisa makan kacang dan segala produk turunanannya. Apa kau gila?! Kau
Lea dan Nancy menoleh ke arah sumber suara. Zio berjalan ke arah mereka dengan wajah penuh tanya. Apa yang sedang terjadi."Ada apa ini?" Zio mengulangi pertanyaannya. Dia melihat Lea dan Nancy jelas sedang ribut."Dia ingin mengusirku!" Adu Nancy lebih dulu coba meraih simpati.Zio mengalihkan pandangannya pada Lea. Pandangannya menyiratkan tanya, benarkah?Lea melipat tangan di depan dada, lantas menjawab, "Benar aku ingin mengusirnya. Kau keberatan?""Kau dengar, Zi. Aku tidak bohong," drama Nancy dimulai."Ada masalah apa?" Zio mengarahkan tatapannya pada sang istri."Kau ingin tahu kenapa aku mengusirnya? Coba tanya dia, apa dia berani menjawab kenapa aku ingin dia pergi dari rumah ini." Lea menatap tajam pada Nancy yang seketika gelagapan. "Apa yang sudah kau lakukan sampai Lea melakukannya." Zio menduga kalau ini hanya salah paham, perkelahian biasa antar perempuan atau keributan karena hal sepele."Itu-itu ...." Nancy langsung kehilangan kepercayaan diri begitu Zio mencecarn
Lea diam di sofa bed kesayangannya. Duduk sambil memeluk lutut. Suara ribut dari luar rumah sama sekali tak menggugah minatnya. Keributan yang sengaja Nancy ciptakan untuk menarik perhatian seisi The Mirror.Sayangnya hanya Inez yang keluar untuk menemui Nancy. Perempuan itu berujar kalau dia tidak bisa berbuat banyak jika Zio sudah berkehendak.Padahal Nancy berharap lebih pada Inez. Namun perempuan itu benar, di rumah ini semua keputusan mutlak ada di tangan Zio. Tak seorang bisa mengubah pendiriannya jika Suara mobil Nancy yang menjauh bersamaan dengan Zio keluar dari kamar mandi. Harum maskulin seketika memenuhi indera penciuman Lea."Lea, bukan maksudku membohongimu," ujar Zio pelan setelah duduk di depan sang istri."Jadi yang dia katakan benar?" Bulir bening mulai menetes di pipi Lea.Zio terdiam tanpa menjawab pada awalnya. Sampai Lea kembali bicara. "Jadi benarkan dugaanku. Kalau kamu menikah denganku. Karena aku ini mirip dengan Mbak Nika. Bahkan kami berbagi kornea yang sa
Nancy melempar koper ke dalam apartemennya. Tiga koper lain juga sudah berada di sana. Dibantu petugas lobi dan satpam untuk menaikkan sampai ke unitnya."Sialan! Bagaimana bisa dia punya pengaruh begitu besar pada Zio. Dengan Nika dulu, Nika yang nurut sama Zio, bukan sebaliknya."Nancy menenggak segelas minuman berwarna merah yang dia ambil dari lemari. Sepertinya tempat itu sering Nancy kunjungi. Buktinya bahan makanan banyak tersedia di sana."Kalau begini caranya, gagal semua rencanaku. Nika juga bego sih, suruh nilep satu properti milik suaminya saja gak mau. Sok baik! Padahal dia sama bobroknya denganku! Tukang main laki-laki."Gerutuan Nancy terhenti ketika ponselnya berdering. Dia memutar bola matanya malas. Enggan sekali menerima panggilan dari seseorang yang namanya masih tertera di layar."Aku perlu hiburan!" Pekik Nancy frustrasi. Dia meminum lagi cairan pekat dari gelas. Tidak puas, dia menelannya langsung dari botolnya.Tak sampai lima belas menit, wajah Nancy sudah mu
Suara pintu yang dibuka membuat penghuninya sama sekali tak terusik. Dari tempatnya berdiri, Zio hanya bisa melihat helaian rambut sang istri yang menjuntai. Tak terlihat keberadaan Arch di kamar itu.Zio bahkan menelisik tiap ruang yang ada di kamarnya, tapi putra kesayangannya tidak nampak di sana. Panik mulai menyerang Zio."Bagaimana, Tuan?" Sari bertanya dengan wajah panik sekaligus penuh harap."Tidak ada," balas Zio.Ha? Sari speechless, terus bocah itu ke mana. Kecemasan Sari meningkat drastis."Tuan bagaimana kalau hal buruk terjadi sama tuan muda," Sari mengungkapkan ketakutannya "Jangan bicara aneh-aneh kamu!" Zio seketika gusar dengan kenyataan yang bisa saja terjadi. Sari benar, banyak kemungkinan dapat berlaku."Coba kau cari ke tempat Inez, tapi jangan buat dia cemas. Aku ambil ponsel sebentar."Sari putar badan, melangkah ke kamar Inez yang belum dia sambangi. Sama dengan Zio yang juga kembali masuk ke kamarnya.Lelaki itu menuju satu tempat di mana ponselnya dan mili
Helaan napas terdengar dari arah Zio ketika dia tiba di gedung AK Corp pagi itu. Nancy ternyata masih bekerja di sana. Aslinya dia tidak masalah, toh pekerjaan Zio lebih banyak bersinggungan dengan Han dibanding dua sekretaris yang jadi asisten Han."Ada yang terjadi?" Han rupanya bisa melihat perubahan sikap Nancy yang kali ini melemparkan tatapan sengit pada Zio."Lea mengusirnya dari rumah," balas Zio singkat."Wow! Ini baru berita menggemparkan. Dua jempol untuk nyonya muda. Begitu dong, itu baru top. Istri sah memang harusnya bisa menghempaskan para pelakor dan calon-calonnya."Zio berdecak sebal mendengar pujian Han pada Lea. Walau hal itu benar adanya. Yang dilakukan Lea sangat benar, bahkan kalau perlu ditiru oleh para istri di luar sana.Jangan sampai kalian kalah dengan para penggoda. Lawan kalau perlu. Kalian berhak melakukannya, mempertahankan pasangan kita.Tapi semua itu dengan catatan kalau pasangan kita alias suami kita tidak tergoda. Kalau suami kita sudah kecantol me
"Agra dan Vika itu kakak adik?" Lea lumayan terkejut mendapati fakta kalau Agra dan Vika ternyata bersaudara. "Pantas saja, sama menyebalkannya. Gak kakak, gak adik bikin enek!" Lea menggerutu sepanjang jalan. Belum lagi tatapan tidak suka yang Vika berikan saat keduanya berhadapan.Efek moodnya yang buruk sejak kemarin, Lea jadi uring-uringan. Dan kali ini dia punya bahan untuk dijadikan makian."Pengen sekali aku nyakar mukanya yang sok itu. Benci bener aku lihatnya." Lea terus saja mengumpat dua adik beradik tersebut."Heran deh aku, perasaan tu orang nongol terus di mana-mana. Dia sengaja nguntit aku atau bagaimana. Atau ... aku yang kepedean?" Tanya sendiri jawab sendiri.Lea lama-lama macam orang yang kena gangguan mental, seperti yang Zio bilang. Bicara seorang diri, mengomel dengan bibir sesekali mengerucut lucu. "Ngapain kamu?" Lea berjingkat kaget mendengar suara Zio tiba-tiba terdengar. "Ngagetin aja!" Sembur Lea kesal."Lagian kamu sejak tadi aku perhatikan, sibuk ngedu
"Diem lu biji melinjo! Anak gue itu!" Hardik Zico."Bodo amat! Livi mana! Tante! Livi mana?!" Balas Arch tak takut oleh bentakan sang om."Lihat Kak Celio."Jawab Raisa setelah Arch mencium tangan Raisa juga mencium pipi wanita yang memang sudah Arch kenal dari dulu.Bocah itu melesat mencari Livi. Dengan Raisa lekas memeluk Lea yang balik mendekapnya."Terima kasih sudah bertahan sendirian selama ini. Kenapa tidak hubungi Kakak?"Raisa terisak lirih. Dia tahu mengarah ke mana pembicaraan Lea."Takut, Kak. Waktu itu kakak dan kak Zio masih musuhan. Kalau aku kasih tahu, mereka bisa war lebih parah.""Keadaannya akan berbeda, Sa. Mereka musuhan tapi tidak bisa mengabaikan keadaanmu. Lihat sekarang, mereka bisa akur. Agra malah yang kasih tahu banyak soal kesukaanmu."Raisa menerima detail konsep akadnya."Kak, serius ini?""Serius. Dia yang minta. Dan kakakmu setuju. Akan lebih baik jika begitu. Dia sudah siapkan semuanya."Lea dan Raisa melihat ke arah Zico yang tangannya sibuk bermai
"Baru juga nyetak satu, sudah mau dipotong. Kejam amat kalian," balas Zico santai.Inez dan Anita saling pandang. "Ndak mempan, Ta.""Iya, ya," sahut Anita heran."Sudah gak mempan dramanya. Dah kenalin, ini calon istri, sama anakku."Zico menarik tangan Raisa yang tampak bingung. Inez dan Anita memindai tampilan Raisa. Dari atas ke bawah. Dari bawah balik lagi ke atas."Screening-nya sudah deh. Kalian nakutin dia. Zico jamin dia lolos sensor. Kan sudah ada buktinya."Raisa makin gugup melihat ekspresi dua perempuan yang dia tahu salah satunya mama Zico."Co, mereka gak suka aku ya?" Bisik Raisa panik."Suka kok. Mereka lagi main drama. Jadi mari kita ikutan."Raisa tidak mengerti dengan ucapan Zico. Tapi detik setelahnya dia dibuat menganga ketika Zico berlutut di hadapan Inez dan Anita."Heh? Ngapain kamu?" Inez bingung melihat kelakuan sang putra."Mau minta maaf. Zico tahu salah. Tapi Zico janji akan memperbaiki semua. Zico bakal tanggung jawab."Ucap Zico dengan wajah memelas pe
Agra tak habis pikir, Raisa bahkan membawa Livi ke pernikahan mereka. Tapi dia sama sekali tidak tahu. "Ini aku yang kebangetan atau dia yang terlalu pintar?" Agra bertanya ketika mereka sampai di apart Raisa. Sebuah tempat yang membuat dada Zio sesak. Bukan karena kurang mewah, atau kurang bagus. Namun di sini, dia bisa merasakan perjuangan seorang Raisa dalam merawat Livi.Dia kembali teringat bagaimana susahnya Lea hamil dan melahirkan. Beruntungnya Lea punya dirinya juga yang lain.Tapi Raisa, totally alone. Sendirian. Tidak terbayangkan bagaimana Raisa berlomba dengan waktu, kuliah, pekerjaan juga dirinya sendiri. Bisa tetap waras sampai sekarang saja sudah bagus."Biarkan dia makan sendiri." Suara galak Raisa terdengar ketika Zico coba menyuapi Livi."Dua-duanya. Kau bego dan adikmu terlampau smart," ceplos James yang sepertinya mulai akrab dengan Agra.Ingat, dua pria itu juga hampir adu tinju waktu itu."Sialan kau!" Agra menendang James, tapi pria itu berhasil menghindar."
Tujuh jam kemudian.Zio dengan didampingi James mendarat di bandara internasional Haneda. Mereka langsung menuju rumah sakit tempat Zico dirawat.Awalnya mereka kemari untuk mengurusi Zico, tapi siapa sangka yang mereka temui justru melebihi ekspektasi mereka.James sengaja ikut, sebab dia sudah diberi bisikan oleh Miguel. Mengenai garis besar persoalan Zico."Apa yang terjadi sebenarnya?" Itu yang Zio tanyakan begitu dia berhadapan dengan Agra."Duduk dulu. Kita bicara." Zio mengikuti permintaan Agra. Dua pria itu terlibat pembicaraan serius. Sangat serius sampai Zio memejamkan mata, coba menahan diri.Di tempat Raisa, perempuan itu hanya bisa diam, tertunduk tanpa berani melihat ke arah Zio. Sejak dulu, aura Zio sangat menakutkan bagi Raisa."Apa aku harus percaya begitu saja? Maaf bukan meragukanmu. Tapi Zico itu brengsek."Zio berujar sambil menatap Raisa."Soal Livi, apa kalian punya bukti otentik kalau dia anak Zico. Tes DNA contohnya." Agra bertanya pada sang adik."Zico punya
Setelah semalam merenung, menimang juga mempertimbangkan semua hal dari segala sisi. Pada akhirnya Agra memutuskan untuk menyerahkan permasalahan sang adik pada yang bersangkutan.Agra tidak ingin mendoktrin, apalagi memaksa Raisa soal apapun. Pun dengan Zico, Agra secara khusus minta bertemu. Dan Zico dengan segera menyanggupi.Dengan membawa Livi, Agra kembali dibuat yakin dengan keputusannya. Dia pasti Zico bisa lebih baik darinya. "Aku izinkan kau berjuang. Tapi dengan satu catatan. Jika dia menolak kau harus enyah dari hadapannya juga Livi."Zico menelan ludah. Ditolak Raisa dia bisa terima. Tapi berjauhan dengan Livi, Zico tidak akan sanggup. Tidak, setelah dia menjalani dua puluh empat jam full bersama sang putri. Zico tidak akan bisa berpisah dengan Livi. Tidak, sesudah dia menyadari betapa berharganya Livi baginya.Maka siang itu dengan harapan setinggi langit, Zico nekat melamar Raisa. Dia yakin lamarannya akan diterima."Sa, mari menikah."Suara Zio membuat Raisa kembali
"Apapa," sebut Livi dengan bibir bertekuk menahan tangis."Ndak apa-apa, Sayang. Apapa nakal jadi pantas dipukul. Tapi kamu gak boleh asal pukul orang."Livi melayangkan tatapan tajam penuh permusuhan pada Agra."He, bukan Om yang salah. Dia yang jahat."Livi menangis dengan tangan sibuk melempar apa saja yang ada di meja. Agra maju tidak terima dengan aksi sang ponakan. Sementara Zico dengan cepat mendekap Livi yang bibir mungilnya terus menyebut om jahat."Kau! Kau jangan mimpi bisa dapatin Raisa," ancam Agra."Agra, berhenti gak!" Pria itu kicep begitu sang istri bicara. Irene mendekati Raisa yang cuma duduk sambil memijat pelipisnya yang berdenyut. Dalam sekejap, Livi sudah jadi perisai hidup untuk ayahnya. Dipandangnya wajah Zico yang memar di beberapa tempat. Saat ini pria itu masih menenangkan Livi yang masih menebar aura permusuhan pada omnya."Ren ....""Jangan tanya, Mbak. Pusing aku." Irene mundur ketika Raisa angkat tanganAgra mendesah frustrasi. Pria itu berdiam diri d
"Apa kamu bilang? Zico ke Tokyo?" Lea mengutip ucapan Zio barusan."Lah kan aku sudah bilang kemarin. Abian kasih tahu kalau Zico ke Tokyo. Katanya kerjaannya berantakan, jadi mereka suruh Zico buat healing lagi."Zio berkata sambil mendekati Lea yang sedang menyusui Celio. Zio seketika jadi cemburu. Benda itu bertambah menggiurkan, tapi sekarang bukan lagi miliknya. Ada Celio yang memonopoli tempat favorit Zio."Dia ke Tokyo bukan healing tapi cari perkara. Lihat saja yang ada di sana. Bukannya Zico selalu sakit kepala kalau coba mengingat Raisa," Lea membetulkan posisi Celio supaya lebih nyaman."Kan beda kalau ketemu orangnya langsung. Boy, gantian napa. Dikit aja."Lea menepis tangan Zio yang selalu ingin mengganggu Celio. Bayi lelaki itu sudah bertambah montok dengan pipi seperti bakpao. Tingkahnya juga bikin satu rumah tertawa senang."Memangnya kau setuju kalau Zico dengan Raisa?""Enggak! Jauh-jauh dari yang namanya Agra," balas Zio cepat.Lea seketika memutar bola matanya je
Livi menangis dengan tubuh Raisa turut gemetar, melihat bagaimana Zico menggelepar menahan sakit di kepala. "Tolong, Dok. Sakit!" Teriak Zico berulang kali.Dia pegangi kepalanya yang serasa mau pecah. Pria itu meringis, mendesis sementara tim medis sedang mencoba mengurangi kesakitan yang Zico rasa.Raisa susah payah berhasil membawa Zico ke klinik terdekat. Tubuh Zico yang tumbuh besar dan tinggi membuat Raisa kesulitan memapah. Ditambah dia sedang menggendong Livi yang sejak itu mulai menangis.Beruntungnya dia bertemu dua orang yang membantu Zico berjalan ke klinik. "Apapa!" Sebut Livi berulang kali. Balita tersebut tampak ketakutan, tapi juga menampilkan ekspresi sedih."Apa yang terjadi padanya?" Seorang dokter bertanya setelah Zico berhasil ditenangkan. Raisa melirik Zico yang mulai tenang, meski sesekali masih meringis kesakitan."Dia bilang pernah kecelakaan, lalu hilang ingatan. Tapi saya tidak tahu detail-nya.""Oke, kami paham. Kami akan memeriksanya lebih lanjut. Takut
Venue pernikahan sudah ramai orang. Agaknya prosesi pernikahan akan segera dimulai. Zico panik, dia tidak menemukan Raisa di mana pun. Mungkin perempuan itu sedang di touch up make up-nya. Tapi ruangannya di sebelah mana.Saat kecemasan Zico memuncak, dia mendengar musik pengiring pernikahan mengalun. Dia menerobos barisan tamu undangan untuk melihat lebih dekat. Raisa dan Livi muncul di pintu. Zico reflek berteriak, "Sa! Sa! Kamu gak boleh nikah sama dia!"Detik setelahnya Zico menarik Raisa pergi dari sana. Membawanya berlari setelah sempat menggendong Livi. Semua tamu melongo, melihat kejadian yang baru saja berlaku.Pun dengan Agra dan Irene. Dua orang itu jelas bingung ketika Zico mendadak muncul di Tokyo, lantas membawa pergi Raisa juga Livi.Namun hal itu tidak berlaku bagi Ryu dan Hana, sepasang pengantin itu justru saling melempar senyum."Itu tadi papanya Livi?" Tanya Hana seraya berjalan ke altar pernikahan dengan tangan melingkari lengan Ryu.Gaun putih sederhana senada d